kalriesa

Stop being people pleaser, Ren

Stop being people pleaser, Ren

Stop being people pleaser, Ren

Kalimat dari Jaemin itu masih saja terngiang-ngiang di otak Renjun. Di satu sisi, rasanya ia tak terima jika disebut sebagai people pleaser. Di sisi lain, logikanya menyetujui pernyataan Jaemin.

Ada masa, di mana Renjun merasa bahwa ia segan untuk menolak, menganggap semua masalah teman-temannya adalah urusannya juga, mendahulukan kepentingan yang lain di atas kepentingannya sendiri. Sampai tak sadar bahwa dirinya akhirnya terbiasa diabaikan, dianggap selalu baik-baik saja, bahkan diremehkan oleh sekitar, hanya karena satu hal; perasaan sungkannya untuk selalu memprioritaskan orang lain menjadi nomor satu dan menyenangkan semuanya tanpa memikirkan perasaan sendiri.

Lagu dari miliknya Fabio Asher yang berjudul Bertahan Terluka sedang mengalun di restoran tempat Renjun memesan makanan untuk dirinya dan teman-temannya.

Ya, teman-temannya yang di awal sudah berjanji untuk dinner bersama jam 7 malam ini.

Makanan dan minuman yang dipesan Renjun sudah dihidangkan di atas meja. Masing-masing untuk empat porsi karena sesuai reservasi awal, akan ada tiga orang include dirinya sendiri yang jika jadi untuk mengkonsumsinya.

🎶Lakukanlah semaumu, sampai kau lelah menyakitiku🎶

Lantunan lirik itu terasa berbeda maknanya di hati Renjun, sampai-sampai ia tak sadar bahwa pipinya sudah basah dengan bulir air mata yang sedari tadi ditahannya. Padahal sebelumnya, ia sedang asyik mengambil beberapa foto untuk diunggah ke medsosnya. Bahkan ia sudah menyiapkan caption dan akan menyertakan tiga akun teman-temannya yakni Mark, Jeno dan Haechan di unggahannya.

“Next time aja kali ya bisa dinner bareng mereka. Makanannya gw kasih ke mas sama mba pegawai restonya aja.”

Renjun menatap roomchatnya dengan perasaan bimbang. Pesan yang dikirim dari Jaemin barusan sedikit mengganggu pikirannya.

Apa iya selama ini dirinya terlalu gampang mengiyakan apa yang orang lain katakan?

Apa iya dirinya terlalu baik dengan orang lain?

Bukankah seharusnya memang kita perlu baik dengan orang di sekitar?

Apa salahnya menuruti permintaan orang lain selagi kita bisa?

Apakah itu semua salah?

Untuk saat ini, Renjun merasa baik-baik saja dengan semua itu. Juga, ia sudah terbiasa untuk mengiyakan permintaan orang-orang di sekitarnya karena papa dan mamanya sendiri yang mengajarkan hal tersebut.

“Menyenangkan orang lain itu ada kepuasan tersendiri nak. Coba aja kamu jalanin, nanti juga terbiasa.”

Jaemren Oneshot Canon Compliant AU 🔞

Feel the Love |

Tags: Very slowburn sex scene

cw // nsfw , explicit sex scene , anal sex , handjob , kissing , harshwords , sex without protection , mention of alcohol ,

Note:Privatter Jaemren ini sebagai hadiah untuk gw secara pribadi yang berbahagia dengan update mereka di Jerman, juga untuk kalian khususnya Jaemrenist yang membaca oneshot ini. Gw harap kalian tidak berekspektasi terlalu tinggi dengan narasi esek-esek di dalamnya. I am just trying to explore what i want to write. So, enjoy it♥️🦋


—It's obviously insane Cause we both know what we want—

Hal pertama yang Renjun lakukan setelah sampai ke kamar hotelnya adalah masuk ke toilet untuk segera membersihkan badannya. Sisa-sisa peluh yang masih menempel dijadikan alasan utamanya mandi malam.

Tok..tok

“Ren, kamu langsung mandi?” tanya Jaemin, rekan segrupnya yang juga berstatus sebagai kekasihnya.

“Iyaa. Badan aku gatal, Na” Renjun menjawab dengan sedikit berteriak, khawatir sang kekasih tak bisa mendengarnya.

“Hmm okee”

Jaemin lepaskan topi yang bersarang di kepalanya ke atas meja. Badannya direbahkan sejenak demi menghilangkan kepenatan yang masih belum sepenuhnya pergi.

“Di Jerman udah malam. Besok kita balik ke Korea” Jaemin menggumam kecil sembari menolehkan kepalanya ke arah jendela hotel.

Tak lama kemudian, Renjun muncul dengan semerbak wangi khas ala dirinya, “wanna accompany me on late night date, Na Jaemin?”


Jaemin dan Renjun tau bahwa keduanya sedikit tipsy. Minuman yang mereka pesan mengandung 35% alkohol, tapi mereka secara sadar memanfaatkan momen ini untuk minum-minum sebelum kembali ke negara asalnya. Apalagi keduanya juga sudah sama-sama legal secara umur Korea dan internasional.

“Kita pulang aja sayang?” tanya Jaemin tanpa mengalihkan pandangannya dari Renjun yang masih berusaha menghabiskan Love Hurts di gelasnya.

“Hmm—Habisin ini dulu deh” Renjun menoleh, minuman di gelas Jaemin masih tersisa setengahnya, “you don't want to empty your glass, don't you?”

“I will”

Dengan 5 tegukan sekaligus, isi gelas Jaemin langsung kosong. Alarm di handphonenya berbunyi, dengan jarum panjang dan jarum pendek sama-sama berada di angka 2. Sudah dini hari waktu Jerman dan mereka masih nyaman berada di salah satu sudut Helium Cafe and Bar sebelum bersiap di pagi hari untuk kembali ke Korea.

Setelah selesai membayar pesanan masing-masing, Jaemin dan Renjun berjalan perlahan, menikmati suasana Jerman yang syahdu. Jalanan terlihat sepi. Hanya ada beberapa pejalan kaki yang memiliki tujuannya masing-masing.

Jaemin mengenakan setelan hitam dari atas sampai bawah. Sedangkan Renjun mengenakan coat cokelat kesukaannya dengan lapisan baju Burberry yang merupakan hadiah dari kekasihnya saat ulang tahun lalu. Topi hitam di atas kepala juga tak lupa dikenakan keduanya.

Tangan mungil Renjun sedari tadi berada dalam genggaman Jaemin. Tanpa henti dielusnya satu per satu jemari kekasihnya itu demi menyalurkan rasa hangat di tengah suasana dingin yang menerpa kulit masing-masing.

Renjun menikmati bagaimana tangan halus Jaemin menyatu dengan tangannya. Tonjolan urat nadi yang selalu bisa dihafalnya, juga tiap elusan lembut yang ntah kenapa bisa buat Renjun merasa sangat disayang dan diperhatikan.

“Wait Ren—” Jaemin berhenti mendadak, “itu di depan hotel penginapan kita masih ramai fans. Kita ngga bisa masuk lewat depan”

“Uhh, padahal udah jam dua lewat. Kenapa mereka masih aja standby di sana? Hhh—” helaan pendek nafas Renjun terdengar.

“Err, Ren. Kayaknya mereka mau jalan ke arah kita. We should avoid them” Jaemin segera menarik tangan Renjun untuk masuk ke dalam gang kecil yang terletak tak jauh dari hotel tempat mereka menginap.

Langkah keduanya dipercepat, nafas mereka memburu. Tidak lucu jika mereka ketahuan oleh fans masing-masing masih berada di luar hotel saat dini hari. Walaupun sebenarnya itu tidak masalah, tapi Jaemin dan Renjun tak ingin mendapat cap yang aneh-aneh dari penggemarnya karena mereka tau bahwa grupnya masih dicap sebagai salah satu grup dengan anggotanya yang masih muda. Padahal semuanya sudah legal di umur saat ini.

“Hhh—Na, jangan jauh-jauh deh—” Renjun menghentikan langkahnya dan menahan lengan Jaemin, “kayaknya mereka ngga bakal ngikutin sampai sini.”

Renjun menyenderkan tubuhnya di sisi dinding gang yang kosong. Memang hanya ada mereka berdua di sana. Ia mengatur nafasnya yang masih belum normal akibat diajak berjalan terlalu cepat.

Di sampingnya, ada Jaemin yang turut mengikuti posisinya menyender. Suasana sunyi yang mengelilingi keduanya, buat mereka saling menolehkan pandangan dan menatap netra masing-masing. Gang kecil itu dihiasi lampu temaram. Tapi mereka tau bahwa arah tatapan masing-masing telah beralih ke belah bibir yang saling membisu.

Jaemin kemudian membalikkan badannya ke hadapan Renjun, mengukung kekasihnya dengan dua telapak tangan yang menempel di dinding. Renjun yang sedari tadi sudah berusaha menahan diri, paham bahwa kekasihnya ini sedang meminta persetujuan secara tersirat melalui tatapan matanya yang tak berhenti menatap ke arah bibirnya.

“Kamu mau ngapain, Na?”

“Can i—kiss you in here?” tanya Jaemin sembari melabuhkan ibu jarinya di ujung bibir Renjun dan mengelusnya perlahan.

“You don't have to ask. Since first, my lips is yours”

Dapat Renjun lihat Jaemin tersenyum penuh arti setelah mendengar jawabannya.

Maka tanpa perlu menunggu lebih lama, Jaemin labuhkan bibirnya untuk mengecup kepunyaannya. Lipbalm varians apel yang digunakan Renjun dapat dirasakan ketika Jaemin mulai menyesap bagian bawah bertekstur kenyal yang tentu sangat menggodanya untuk dieksplorasi lebih jauh.

Satu tangan Jaemin menelusuri permukaan wajah Renjun yang ditumbuhi bulu-bulu halus. Sampai akhirnya Renjun rasakan telapak tangan Jaemin menyentuh rahangnya dan mengusapnya berkali-kali.

Renjun merasa dejavu dengan ciuman yang mereka lakukan sekarang karena dahulu kala sewaktu di Korea, Jaemin pernah merasai bibirnya persis di dalam gang kecil seperti yang keduanya lakukan saat ini. Mengingat ciuman lamanya saja, bisa buat gairah Renjun semakin membara dan tanpa sadar membuka belah bibirnya yang sedari tadi disesap tanpa henti oleh sang kekasih.

Jaemin tentu tak akan menyia-nyiakan kesempatan yang ada di depan mata. Lidahnya menyusup masuk demi mengabsen rongga bagian dalam mulut Renjun. Tujuan utamanya adalah langit-langit mulut sang kekasih yang menjadi sapaan pertama favoritnya, karena Jaemin tau jika lidahnya dapat mencapai area tersebut, maka Renjun akan—

“Mmmh—” lenguhan pertama Renjun berhasil dipancing keluar oleh Jaemin.

Tak mau hanya dirinya saja yang diobrak-abrik oleh sentuhan lidah Jaemin, maka Renjun pun turut menyapa sisi dalam mulut Jaemin dengan menyesakkan lidahnya.

Di tengah gempuran dua benda tak bertulang yang saling menjelajah dalam rongga mulut masing-masing. Dua tangan sosok yang lebih mungil, saling tertaut di belakang leher Jaemin. Bahkan turut memajukan tengkuk lawannya agar ia bisa merasakan sisa-sisa Long Island yang masih tertinggal di indera pengecap Jaemin.

“Mhmn, Ren—” Jaemin lebih dulu memutuskan tautan lidah keduanya dengan kening yang masih menempel erat, “kamu gigit bibir aku”

“I did...Uhm sorry, Na—” Renjun setengah matanya sudah sayu. Entah karena mabuk dengan ciuman barusan, atau efek dari Love Hurts yang diminumnya sampai tak bersisa.

“Should we continue it in here— Or?”


Begitu mereka berhasil masuk ke kamar hotel, hal pertama yang dilakukan tentu saja mengunci pintunya dan memastikan tak ada seorang pun yang bisa masuk. Beruntung karena Jaemin bisa menghubungi manajernya dan meminta tolong untuk menjemput mereka diam-diam tanpa ketahuan fans sama sekali.

Renjun melepas coat panjangnya untuk diletakkan di gantungan baju. Di belakangnya, ada Jaemin yang setia mengekori setiap langkahnya bak anak ayam takut kehilangan induknya.

“Na, kita bakal ninggalin negara indah ini” nada suara Renjun terdengar sedih.

“Iya, aku tau kok” dua tangan Jaemin melilit pinggang Renjun. Wajahnya tergeletak pasrah di atas bahu kekasihnya yang masih berdiri tegak menghadap jendela kamar hotel dengan pemandangan langit malam Jerman.

“Waktu kita terlalu singkat di sini” Renjun mengelusi punggung tangan Jaemin dan merasai hangat suhu tubuh kekasihnya

“Aku juga ngerasa gitu. Pengennya lama-lama di sini sama kamu. Biar kita bisa keliling ke tempat yang jauh, kayak Chenle sama Jisung” hidungnya diarahkan ke ceruk leher sang kekasih demi menghirup wangi yang selalu buat Jaemin candu bukan kepalang.

“Ini kok kedengerannya kamu cemburu sama dua bungsunya kita ya?”

“Ya memang. Mereka jalannya ke mana-mana. Cuma berdua. Bahkan bisa ngerecord sekelilingnya untuk konsumsi pribadi”

“Siapa suruh kamu ngga bawa kamera andalan”

“Aku pikir handphone aja udah cukup. Eh sebentar, ini kamu ngejek aku ceritanya?” Jaemin membalikkan tubuh kekasihnya itu tiba-tiba ke hadapannya dan mengunci kembali pinggang Renjun dengan kedua tangannya yang saling terkait.

“Ih kenapa sih kamuuu? Aku ngga ngejek! Kan emang fakta kalau kamu ngga bawa kamera. Sayang aja nggak bisa mengabadikan momen indah selama di Jerman”

Jaemin mengerutkan keningnya, “siapa bilang hm?”

“Aku” tantang Renjun dengan satu alisnya naik ke atas.

“Ini aku lagi mengabadikan keindahan yang ada di depan mata. “Can't you see that?”

“Apa?”

“Kamu,”

“Aku kenapa?”

“Kamu sumber keindahan yang selalu ketangkap di dua mata aku. Jadi aku ngga perlu kamera lagi, semuanya udah kerekam dengan sempurna di sini” telunjuk Jaemin mengarah pada matanya, “siapa yang butuh kamera kalau nyatanya objek yang ada di depan aku indahnya terasa nggak nyata. Saking nggak nyatanya, aku suka nanya sendiri; Na Jaemin bisa ketemu Huang Renjun yang terlalu indah, itu sebenarnya mimpi apa bukan?“

“Ugh—” Renjun mengalihkan wajahnya sejenak. Ia malu. Walau sudah sering mendengarkan berbagai jenis kalimat senada yang diucap Jaemin untuknya, tetap saja dadanya masih merespon dengan degupan yang kencangnya tak bisa ia tolerir.

“Hey, lihat ke sini sayang”

Wajah Renjun dibelainya. Sang kekasih dengan malu-malu menatap netra Jaemin yang teduh, “are you drunk?”

“Yeah, aku mabuk karena kamu”

“Euhh— Aku geli dengarnya Na” Renjun menahan senyumannya dan Jaemin tentu saja bisa melihat itu semua.

“Nggak usah nahan-nahan senyum gitu. Kita kan juga lagi berdua di sini. Nggak ada siapa-siapa” Jaemin curi sebuah kecupan kecil di kening Renjun lalu menggesekkan kening dan hidungnya beberapa detik di wajah sang kekasih.

Nafas keduanya beradu. Jaemin turut menempelkan dadanya ke dada Renjun agar mereka berdua bisa saling mendengar degupan jantung masing-masing. “Kamu dengar nggak?”

“Apa?”

“Bunyi jantung aku kalau dekat kamu bisa seribu kali lipat excitednya” mata Jaemin kembali terarah ke bibir Renjun.

“Iyaa aku denger kok. Soalnya jantung aku juga sama excitednya kalau sama kamu”

Jaemin mengulum senyumannya dan memajukan lagi badannya agar menempel erat dengan sang kekasih. Tanpa mengira di bawah sana, kepunyaan mereka telah sama-sama beradu dan Jaemin tak sengaja menggerakkan miliknya sampai harus menyentuh milik Renjun walau masih dibalut kain jeans.

“Nnh Na—” desiran mulai muncul karena pergerakan Jaemin yang mau tak mau membuat Renjun melepas lenguhan tertahannya.

“Iya sayang?” Kamu mau apa?” tanya Jaemin seduktif. Tangannya sedari tadi sudah menyusup demi merasakan kulit halus Renjun di bagian belakang dan menyusuri lembutnya sampai ke punggung Renjun.

“Kamu. Mau kamu” Renjun dengan gelisah mulai menggigit bibirnya sendiri. Ia tak tahan menerima sentuhan Jaemin yang pelan-pelan mengaburkan isi pikirannya dan hanya menginginkan sentuhan lain yang lebih dalam dari sang kekasih.

“Mau aku? Kan aku ada di depan kamu sayang” goda Jaemin lagi.

“Naaaa” Renjun merengek kecil. Ia paling tidak bisa menghadapi godaan sang kekasih yang memang sengaja ditujukan untuk membuatnya kesal.

Sampai pada akhirnya Renjun yang sudah tidak tahan, mulai melumat bibir Jaemin tanpa henti. Jaemin dengan bangga menerima sentuhan bibir sang kekasih di bibirnya karena memang itu tujuan awalnya; memancing Renjun yang akhirnya berhasil.

Keduanya masih menikmati bibir masing-masing dan berlomba memberikan ciuman terbaik. Walau bibir Jaemin sibuk menjamah salah satu bagian favorit kekasihnya, dua tangannya tetap aktif membuka pakaian milik Renjun sampai bagian atas tubuh Renjun terekspos sempurna tanpa sehelai benang pun yang menutupinya. Selanjutnya, jamahan bibir Jaemin tertuju pada sisi wajah Renjun. Lidahnya tak henti memberi sapuan di sana. Buat Renjun mau tak mau harus menutup matanya dan merasakan sensasi geli.

Tak berhenti sampai di situ, tangan Jaemin mulai mengelus daun telinga Renjun dan merapikan anak rambutnya. Kemudian, diberikannya satu kecupan serta gigitan mesra, “kamu suka kan aku gigit di sini hm?” hembusan nafasnya sengaja di arahkan ke lubang telinga Renjun.

“Sssh Na! Don't—” bulu kuduk Renjun meremang karena tak kuasa menerima sentuhan kekasihnya. Jaemin anggap itu sebagai sinyal untuk semakin melanjutkan aktivitas yang paling ia senangi; menggoda dan menggigit tiap inci tubuh sang kekasih.

Bibir Jaemin perlahan menelusuri leher jenjang milik Renjun. Beberapa kecupan mesra tak henti-henti diberikannya sampai turun ke tulang selangka sang kekasih. Ketika melihat tanda lahir kecil di tengah-tengah lehernya, lidahnya tak sabar untuk segera memberikan sapuan halus dan kemudian menggigit bagian tersebut dengan lembut.

Lenguhan kecil kembali muncul dari Renjun. Jaemin tak pernah gagal memberikan stimulus yang selalu buat pikiran Renjun porak-poranda. Contohnya sekarang, tangannya mulai menjambak pelan rambut Jaemin karena kekasihnya itu tak henti meninggalkan tanda cinta di area lehernya.

“Na, hhh—Jangan gigit di situ—”

“Hm kenapa jangan?”

“Nanti—Keliatan—Ahh!” Renjun terlonjak dengan cubitan tiba-tiba yang dilayangkan Jaemin ke dua titik sensitif di dadanya.

Jaemin paham dengan permintaan Renjun. Apalagi mereka harus berangkat sekitar jam 10 pagi waktu bagian Jerman demi kembali ke negara asal. Tanpa perlu berlama-lama di tempat yang sama, bibirnya turun untuk menyapa puncak lain ternyata sudah mencuat, “hm—aku main di sini aja ya sayang”

Telinga Renjun mulai menuli. Yang bisa dirasakannya hanya sentuhan demi sentuhan intim dari Jaemin. Apalagi saat ini kedua puncak sensitifnya sedang dimainkan oleh Jaemin secara bergantian menggunakan ujung lidah dan jari-jari lihainya.

“Na! Please!” kepala Renjun mendongak ke belakang dengan tangan mencengkeram atasan milik kekasihnya yang masih dikenakan. Kecupan dan gigitan yang diberikan Jaemin terlalu berbahaya, bagian bawahnya terasa semakin sesak.

“Apa sayang? Puting kamu kangen aku sentuh ya? Warnanya jadi lucu gini setelah aku gigit”

“Shh shit—” Renjun mulai frustasi.

Jaemin dengan ujaran manisnya yang semakin buat Renjun terbuai. Jejak liur Jaemin masih tertinggal sempurna di kedua puting Renjun. Tugasnya di sana telah selesai. Kini lidahnya turun menyusuri area perut Renjun yang merupakan titik sensitif lain dan sangat menggoda untuk dimainkan. Kedua tangannya turut lihai memberikan pijatan demi pijatan di area sekitar pinggang saat bibirnya memiliki tugas baru untuk menciumi pusar Renjun.

Kaki Renjun semakin lemas. Ia tak kuasa menopang tubuhnya sendiri. Jaemin yang setengah berdiri menciumi area perut kekasihnya, bisa merasakan dua tangan Renjun tertumpu di sisi bahu kanan dan kirinya.

“Sayangnya aku udah lemas aja” kekeh Jaemin kecil.

Wajah Renjun yang memerah menahan gairah hanya bisa mengangguk pasrah. Sampai akhirnya badannya digendong perlahan oleh Jaemin untuk di bawa ke atas kasur hotel.


Jaemin memandang setiap inci tubuh Renjun dengan tatapan penuh puja dan puji. Rona merah di wajah kekasihnya adalah gambaran sempurna satu dari sekian banyak ciptaan terbaik yang ada di muka bumi. Deru hangat nafas Renjun yang naik turun buat Jaemin ingin sekali ambil bagian untuk semakin mencicipi keindahan yang terpampang nyata di hadapannya.

Paha Renjun sudah terbuka lebar sejak tadi. Jaemin dengan tatapan yang tak bisa diartikan Renjun, kini sedang memandang lekat-lekat area bawah tubuhnya. Senyum Jaemin mengembang. Mulutnya berkali-kali mengatakan kalimat yang sama, “i am so lucky to have you, Renjun. Very-very lucky.”

Ketika Renjun tak tahan lagi dengan ucapan Jaemin yang berhasil melambungkan dirinya, satu cara yang bisa dilakukannya adalah menutupi wajahnya dengan telapak tangannya yang kecil. Sampai akhirnya Jaemin harus maju untuk menyingkirkan pelan kedua tangan Renjun dengan gentle dan memberikan kecupan-kecupan kecil di wajahnya, “kekasih terindahnya Jaemin. Jangan ditutup wajahnya. Aku mau rekam wajah indah kamu, cuma untuk Na Jaemin seorang. Oke?”

Renjun kembali menatap Jaemin dengan perasaan bercampur aduk. Jawabannya untuk sang kekasih, diberikan melalui anggukan kecil.

“Aku izin sentuh kamu di bawah sana. Boleh sayang?”

Rona merah itu kembali. Renjun harusnya sudah hafal dengan kebiasaan kekasihnya yang selalu meminta persetujuannya sebelum melakukan aktivitas penyaluran kasih sayang ini, “boleh, Na”

Bibir Jaemin mendarat lembut di kening Renjun, sebagai tanda terima kasihnya. “Kasih tau kalau apa yang aku lakuin nanti ternyata bikin kamu nggak nyaman ya sayang. Jangan dipendam”

“Iyaa”

Ketika persetujuan telah didapat, bibir Jaemin pun mulai menyentuh sisi paha bagian dalam milik Renjun. Kecupan demi kecupan meluncur perlahan sampai ke area selatan sang kekasih. Ibu jari Jaemin tak henti mengelus sisi kiri dan kanan di sekitar penis Renjun. Lalu tangannya menggenggam kepemilikan Renjun dan menyentuh puncak penisnya. Bisa Jaemin dengar desis kecil yang keluar dari Renjun. Pinggul kekasihnya itu sedikit terangkat, efek dari genggaman Jaemin barusan.

Dengan kemampuan handjob terbaik yang Jaemin miliki, penis Renjun digenggam sempurna oleh satu tangannya. Tak lama kemudian tangan tersebut mengurut penis sang kekasih dengan tempo pelan.

“Na—emh” seprai hotel yang ada di dekatnya, jadi bahan rematan Renjun demi menyalurkan kenikmatan yang didapatnya hanya dengan bantuan tangan Jaemin.

Mata Jaemin mulai menangkap cairan precum yang keluar sedikit demi sedikit di ujung penis kekasihnya. Jika tadi hanya milik Renjun yang digenggamnya, saat ini miliknya dan Renjun berdampingan dalam kuasa tangannya. Beruntung karena Jaemin memiliki telapak tangan yang lebar sehingga bisa menyatukan dua alat kelamin dalam satu genggaman sekaligus. Gerakan naik turun tangan Jaemin di miliknya dan Renjun memiliki tempo pelan, lalu naik menuju tempo sedang, sampai akhirnya berada pada tempo tak teratur.

“Na! Ahh! Stoph!” tubuh sensitif Renjun bergerak tak karuan. Ia berusaha menahan letupan hasratnya yang makin memuncak. Namun tetap tak kuasa dengan servis yang diberikan kekasihnya. Peluh demi peluh mengalir perlahan dari kening Renjun, lalu turun sampai ke daun telinganya.

“Yakin mau di-stop hm?” suara bariton Jaemin terdengar samar di pendengaran Renjun.

“No—Ahh!”

Gerakan tangan Jaemin semakin dipercepat. Sampai pada akhirnya Renjun bisa merasakan pelepasan pertamanya. Tubuhnya bergetar hebat ketika putihnya menyeruak keluar dan membasahi tangan Jaemin.

Jaemin tersenyum bangga. Ia mencolek sedikit cairan yang berasal dari pelepasan Renjun untuk kemudian dimasukkan ke dalam mulutnya.

“Kenapa kamu coba huh?!” nafas Renjun masih terengah, namun dirinya tak bisa tinggal diam ketika Jaemin dengan santainya mencicipi cairan putih miliknya.

“Kan punya kamu, sayang” Jaemin merangkak naik ke atas badan Renjun. Bibirnya melumat bibir Renjun dengan rakus. Keduanya saling bertukar saliva dan merasakan deru nafas masing-masing yang semakin membara.

“Hmmph—hahh!” Renjun melepas cepat tautan bibirnya dari bibir sang kekasih. Di depannya, masih ada Jaemin dengan senyum merekah, “buka mulutnya sayang” titah Jaemin lugas. Jari telunjuk dan tengahnya kini berada di depan bibir Renjun, menunggu sang empu membuka mulutnya.

Ketika celah kecil mulai terbuka, Jaemin memasukkan dua jari panjangnya ke dalam rongga mulut Renjun, “suck it, honey.”

Hati Renjun berdesir hebat. Jaemin dengan segala kuasanya di atas ranjang bisa buat Renjun tunduk namun tetap memperhatikan kenyamanan masing-masing tanpa saling menyakiti. Tak perlu jeda waktu lama, dua jari milik kekasihnya kini telah berada utuh dalam mulutnya. Renjun menyesap dua jari tersebut sembari menatap Jaemin. Sang kekasih turut membalas tatapannya dengan intens. Jika di waktu-waktu biasa, mereka berdua bisa flirting dan tak kuasa saling tatap mata masing-masing, maka di atas ranjang, adalah sebaliknya. Saling pandang dan saling menantang justru menjadi kebiasaan keduanya.

“Aku nggak tau kenapa kamu bisa sexy dan hot dalam waktu yang bersamaan, sayang” tutur kalimat menawan itu kembali keluar dari bibir Jaemin.

Di bawahnya, Renjun menanggapi dengan menggigit kecil dua jari Jaemin yang berada dalam mulutnya.

”—Juga nakal” tambah Jaemin setelah merasakan perih sedikit pada jari-jemarinya.

Jaemin menarik pelan dua jarinya lalu menjilatnya persis di depan muka Renjun dengan tatapan seduktif.

“Don't tease me, Jaemin”

“Am i?”

Renjun mengerang, lengan Jaemin dicubitnya dan kekasihnya itu hanya tertawa sembari turun untuk kembali menyapa bagian bawah tubuh kekasihnya yang sempat terabaikan.

Jaemin mengangkat dua paha Renjun yang tergeletak pasrah di atas kasur. Tujuannya adalah agar bisa lebih jelas melihat lubang penuh cinta milik sang kekasih yang sedari tadi sangat ingin disentuhnya.

“Kamu tau Renjun?”

“Hmm?”

“Ini cuma punya aku”

Dua jarinya yang masih tersisa saliva Renjun, dimasukkan perlahan ke dalam lubang yang seolah memanggil untuk segera dijamah.

Pinggul Renjun bergerak gelisah menerima dua jari Jaemin yang memasuki lubangnya, “uhhm—”

Jaemin berusaha mencari dengan maksimal titik sensitif yang akan menghasilkan lantunan desahan nikmat dari sang kekasih. Dua jarinya dilebarkan, dinding lubang milik Renjun disentuhnya tanpa henti. Sampai akhirnya ia berhasil menyentuh prostat Renjun dan mendorong lebih dalam jemari panjangnya demi menyenangkan kekasihnya yang sudah mulai mendesah memanggil namanya tanpa henti.

“Jaemin! Ugh— Jangan di situ! Ahh! Nana!!”

Badan Renjun mulai terangkat. Jaemin sampai harus menahan paha kekasihnya dengan satu tangannya.

“Aku tambah lagi boleh?”

Renjun mengangguk brutal. Kepalanya terlalu pusing menerima kenikmatan yang diperolehnya dari sentuhan jemari Jaemin di dalam sana.

“Honey, kenapa lubang kamu nggak berhenti hisap empat jari aku hm? Nagih ya?” pertanyaan retoris Jaemin sebenarnya tak memerlukan jawaban dari Renjun, tetapi Renjun yang sedang kesusahan mengontrol nafasnya malah menanggapi kekasihnya dengan jawaban yang buat mata Jaemin berkilat seketika, “nggak usah—banyak omong kamu hhh— Penis kamu nggak ada gunanya—kalau nggak dimasukin sekarang, Na!”

Jaemin tergelak puas. Renjun memang selalu jujur dengan apa yang dirasanya, begitu pula saat sedang beraktivitas di atas ranjang.

Renjun memberikan tatapan memohon dan Jaemin tentu tak bisa menolak apa kemauan kekasihnya karena daritadi yang terbayang adalah bagaimana penisnya memasuki lubang Renjun, menyatu di dalam sana, dijepit kuat oleh dinding surgawi penuh cinta juga paha mulus kekasihnya yang—

“Damn!” Jaemin menggigit bibirnya sendiri, “aku nggak bawa kondom, Ren”

“Nggak perlu. Aku mau ngerasain punyamu di dalam sini” tangan Renjun menunjuk pasti ke area perutnya, memberikan tatapan penuh keyakinan tanpa ragu.

Kilat di mata Jaemin semakin menggelora, “oke kalau itu mau kamu.”

Batang kejantanan yang tebal dan berurat milik Jaemin perlahan menembus lubang Renjun yang sudah dipenetrasi oleh empat jari Jaemin. Di bawah Jaemin, Renjun menutup matanya dan berusaha menahan perih yang siap menghantam tubuhnya. Satu kali hentakan yang Jaemin lakukan, berhasil menghancurkan kesadaran Renjun. Teriakannya memenuhi kamar hotel yang mereka tempati. Di sudut matanya, terkumpul cairan bening yang siap turun. Benar saja, ketika hentakan selanjutnya dilakukan oleh Jaemin, bisa Renjun rasakan air matanya mulai mengalir membasahi wajahnya.

“Ngg—Na—” nafas Renjun tercekat. Ia bisa merasakan milik Jaemin yang begitu nyata sudah berada di dalam dirinya.

“Renjun sayang” begitu menyadari kekasihnya sedang menahan sakit yang berasal dari penyatuan mereka barusan, Jaemin mengambil inisiatif untuk mencium kembali bibir Renjun yang sudah membengkak, karena ulahnya juga. Tangannya menyugar surai Renjun yang mulai lembab dibasahi peluh.

Jaemin kembali menghujam dalam lubang Renjun dengan beberapa kali hentakan. Renjuk terlonjak kecil menahan sakit dan luapan nikmat yang datang secara bersamaan.

“Hmpp—AH!” Renjun lepaskan tautan bibir keduanya karena Jaemin berhasil menyentuh titik sensitifnya di dalam sana. Kakinya dikalungkan ke pinggang Jaemin untuk tetap mempertahankan posisi kekasihnya.

Melihat bagaimana Renjun yang mulai meracau dengan berbagai desahan indah yang keluar dari mulutnya, membangkitkan hasrat Jaemin untuk semakin menghancurkan lubang sang kekasih di dalam sana. Pinggang Renjun ditariknya agar penisnya bisa mendesak lebih dalam lagi.

Tak ingin hanya dirinya sendiri yang terlena, Renjun ketatkan lubangnya berkali-kali dan menjepit penis Jaemin sampai kekasihnya itu menggeram beberapa kali.

“Hhh—Ren—Sengaja kamu—Ohh!!” penis Jaemin dicengkeram dengan kuat di dalam sana. Urat leher Jaemin tercetak tegas dan dapat terlihat dengan jelas oleh Renjun, “aku...mau keluar, sayang—”

Jaemin mendesakkan pinggulnya dengan liar dan Renjun merintih nikmat di bawahnya. Keduanya mencapai pelepasan di waktu yang bersamaan. Setelahnya, badan Jaemin terjatuh di sisi kiri tubuh Renjun. Nafas mereka terdengar saling bersahutan.

Renjun mengatur nafasnya sembari menatap langit-langit hotel. Jaemin masih belum mengubah posisinya. Badan mereka berdua terasa lengket penuh dengan cairan dan peluh.

“Sengaja dibiarin di dalam huh?” Renjun membuka percakapan pertama setelah berhasil mengembalikan sisa-sisa kesadarannya yang sempat buyar.

“Hm?”

“Penis kamu—masih di dalam—”

“Biarin aja” Jaemin menyerongkan wajahnya demi menatap sang kekasih yang sedang menampilkan ekspresi bingung, “soalnya aku masih mau lanjut. Hehe”

“YANG BENAR AJA!!!”


Jaemin memberikan botol Coca-Cola berukuran sedang pada Renjun. Mata keduanya terlihat masih memerah karena kurang tidur. “Ini buat kamu. Biar segar” kemudian tangannya menyentuh puncak kepala Renjun dan mengacaknya perlahan.

“Ih, Na! Aku udah sisiran!” Renjun mencebik dan menatap sang kekasih yang sibuk terkekeh melihat gurat kesal wajahnya.

“Mata kamu keliatan ngantuknya sayang” kini rambut Renjun telah tertutup snapback hitam.

“Ya gara-gara siapa!”

“Emangnya gara-gara siapa?”

“Kamu lah!”

“Loh kok aku siiih??” Jaemin cubit pipi Renjun yang selalu terlihat menggemaskan 24 jam nonstop di depan matanya.

Coca-Cola yang sudah berada di tangan Renjun, mulai diminum sedikit demi sedikit. Mereka kini sedang berada di salah satu stasiun pengisian bahan bakar Jerman. Sebelum menuju ke Frankfurt Internasional Airport, beberapa rekan Jaemin dan Renjun memang meminta untuk mampir sejenak membeli snack minuman ringan. Untungnya, ada gerai di sekitar tempat mereka berhenti saat ini.

“Nanti kamu selama di airport dekat aku aja. Jangan jauh-jauh” pinta Jaemin setelah mengirimkan foto selcanya ke aplikasi yang bisa menghubungkan dirinya dengan penggemar di seluruh dunia. Sebelumnya, Renjun telah mengunggah beberapa foto terkait pagi terakhirnya di Jerman. Mereka berdua memang sengaja update dengan jeda waktu berbeda walau hanya sedikit dan sama-sama menuliskan kalimat senada tentang cuaca.

“Hm-mm” Renjun menjawab seadanya sembari melihat beranda instagramnya, “kamu update Coca-Cola?”

“Iya. Kenapa?”

“Coca-Cola yang aku minum ini?” tanya Renjun lagi.

“Iya sayangnya Jaemin”

“Kamu kan cuma beli Coca-Cola dua aja?”

“Terus?”

“Nanti penggemar kita pada tau dong”

“Emang itu tujuan aku kok. Buat pamer. Hehehe”

“Ck! Terserah kamu aja ah”


“Makannya, hari terakhir mau pulang tuh dipakai buat istirahat. Bukan untuk yang lain-lain” Jeno berjongkok di depan dua sahabatnya yang menampilkan wajah mengantuk. Telinga dan mata Jaemin memerah, sedangkan mata Renjun terlihat sayu, tertutup snapback hitam yang dipakainya.

Jaemin dan Renjun diam saja tanpa memberikan tanggapan.

“Sampai di Korea, langsung pada istirahat deh kalian berdua”

Setelah selesai memberikan nasihat panjang, Jeno kembali ke kursinya di ruang tunggu airport. “Kebiasaan, kalau keluar negeri pasti jarang tidur sampai pagi. Emang susah dibilangin sih. Untung bukan Chenle atau Jisung yang disuruh nyamperin mereka di kamar tadi pagi. Kalau nggak, bisa terkontaminasi duo bungsunya Dream.”

©Kalriesa🦋

Part of Tetangga Punya Rasa

Jaemren AU~

💛💚137.


From Bronya Renjun: Gw depan rumah lo, Jaem. Renjun beliin jajan tuh.

Jaemin membaca chat yang masuk dari kakak tetangga. Keningnya mengernyit bingung karena bukan Renjun yang mengirimkan pesan padanya.

Jaemin segera berlari turun ke lantai satu. Ternyata sudah ada Jaehyun yang asyik ngobrol bersama Winwin.

“Nih punya lo” Winwin menyodorkan plastik berisi Smoked Beef and Cheese beserta Americano ke arah Jaemin.

“Renjun mana kak?”

“Dia masuk rumah duluan. Mau bersihin celana sama bajunya yang kotor ketumpahan curry mayo“

“Kok bisa ketumpahan?” tanya Jaehyun yang menyeruput Hazelnut Choco miliknya.

“Dia gak sabar mau makan toastnya. Meja kita tadi sempat kesenggol sama orang dan pesanan Jaemin ada di pinggir, hampir jatuh. Jadi dia nyelamatin itu duluan, eh malah ngelepasin toast yang dipegangnya. Makannya jatuh kena pakaian dia” terang Winwin panjang lebar.

“Segitunya demi pesanan Jaemin. Kan bisa beli lagi kalau jatuh” ujar Jaehyun tanpa berdosa sambil melirik adik sepupunya.

“Renjun ga bawa duit cukup tadi. Dia beli punya Jaemin pakai tabungannya”

“Ooo. Kapan-kapan gw request ke Injun deh buat dibeliin toast juga. Ntar toastnya mau gw pajang di kamar sebelum gw makan. Soalnya itu pemberian dari Injun” muka Jaehyun mesem-mesem.

Jaemin tak menanggapi ucapan Jaehyun, “Gw ke rumah Renjun ya kak”

“Loh mau ngapain?”

“Mau ketemu Renjun. Kali aja dia butuh bantuan”

Jaehyun tersedak minumannya, sedangkan Winwin hanya bisa mengiyakan dan melihat Jaemin tergesa pergi keluar rumah untuk menuju ke rumah sebelah.

“Liat kan depan mata lo sendiri”

“Iya. Gak habis pikir gw. Ckck.”

“Action lo kurang greget, Jae. Liatin lagi kalau lo emang suka sama adek gw. Biar sepupu lo makin panas”

“Gw pikir dulu deh gimana caranya.”

©Kalriesa🦋

Part of Tetangga Punya Rasa

Jaemren AU~

đź’šđź’›132.


“INJUN DATAAAANGGGGG” sandal swallow miliknya segera dilepaskan begitu memasuki rumah tetangga sebelah. Kakinya ditujukan ke taman belakang dengan dua tangan yang memegang kantong plastik.

“NANAAAA MANA DAGINGNYAA???”

“Berisik amat sih bocah!” Winwin menegur Renjun yang lari-lari kecil ke arah Jaemin.

“Eh ada Injun” sapa Jaehyun ramah.

Jaemin yang masih menata salad dan timun di meja, segera menghentikan aktivitasnya begitu melihat Renjun menghampiri dengan tergesa, “nggak usah lari. Nanti kepeleset. Sini duduk dulu” tangan Jaemin menepuk-nepuk kursi kosong di sebelahnya.

“Hhh—Gw bawa—Es krim—”

“Minum dulu, Ren”

Gelas berukuran sedang yang diulurkan oleh Jaemin, diambil Renjun secepat kilat. Setelah selesai meminum airnya, “es krimnya makan dulu, Na. Gw mau bikin sosis sama jagung bakar. Minjem alat panggangnya ya”

“Ngga makan dagingnya dulu?”

“Ntar aja, nunggu jagung sama sosis dulu. Biar bisa kita makan bareng-bareng”

Renjun sudah berdiri dan mengeluarkan bahan-bahan yang dibutuhkannya. Ada jagung, sosis, kuas, susu krim, mentega dan beberapa bumbu varians berbeda seperti BBQ dan keju. Jagung dan sosis yang ada, dicucinya perlahan, lalu diletakkan di atas meja kecil di sampingnya. Dengan lihai tangannya mengoleskan mentega dan susu krim ke jagung yang sudah disiapkannya lalu meletakkan jagung tersebut di atas alat panggang milik Jaemin.

“Renjun beli es krim, Jaem?” tanya Winwin yang tiba-tiba muncul dari belakangnya.

“Iya kak. Mau?”

“Gw masukin freezer lo dulu gimana? Cair nanti”

“Kak Winwin nggak mau langsung makan aja?”

“Gw masih kenyang”

“Oke kak. Tolong ya”

Plastik yang berisi es krim itu sudah berpindah ke tangan kakaknya Renjun untuk kemudian dimasukkan ke freezer yang berada di dalam rumah Jaemin.

“Hati-hati, panas itu” Jaemin berdiri persis di samping Renjun.

“Iya-iya. Gw bisa kok”

“Nih coba dulu dagingnya” tiba-tiba saja Jaemin menyodorkan sepotong daging ke mulut Renjun yang diterima Renjun dengan senang hati.

“Whoaaa enaaaaak” pipi Renjun menggembung di kedua sisinya.

“Mau pakai salad nggak?”

“Mau-mauu!”

“Buka mulutnya, Ren. Aaa—”

Tak jauh di belakang Jaemin dan Renjun, dua sosok tertua memperhatikan yang lebih muda sembari menyeruput minuman masing-masing.

“Menurut lo, siapa yang suka duluan di antara mereka berdua?”

“Nggak tau deh. Dua-duanya sama aja kalau gw liat-liat”

“Tetangga mana yang sumringah nyuapin tetangga sebelah rumahnya”

“Ya kan? Pakai acara berdiri lagi. Gak capek apa? Ckck”

“Mereka nggak sadar aja kalau udah saling suka”

“Gengsi maybe”

“Bisa jadi”

“Terus rencananya jadi?”

“Jadi dong. Gw pengen liat adik sepupu gw cemburu sampai akhirnya sadar sama perasaannya sendiri”

“Kalau adik gw malah suka beneran sama lo gimana?”

“Kayanya sih nggak. Injun selain polos, otaknya udah penuh sama adik sepupu gw. Manut pula”

“Yaudah lanjutin aja. Semoga rencana kita lancar.”

©Kalriesa🦋

Part of Tetangga Punya Rasa

Jaemren AU~

đź’šđź’›128.

Part Tetangga Punya Rasa

Malam itu, Jaemin masih belum mengantuk. Ia baru saja selesai mengucapkan kalimat selamat tidur pada tetangga sebelah. Perutnya tiba-tiba terasa lapar dan meminta untuk diisi. Akhirnya ia putuskan untuk turun ke lantai bawah demi menghilangkan rasa laparnya. Kamar Jaemin terletak di lantai 2, bersebelahan dengan kamar tamu yang ditempati oleh Jaehyun. Jaemin sedari tadi memang mendengar bunyi senar gitar samar-samar dari arah kamar Jaehyun. Namun tak lama kemudian, suara itu berhenti. Jaemin pikir sepupunya itu sudah tertidur. Jadi dirinya berjalan saja dengan santai melewati kamar Jaehyun yang pintunya ternyata dibuka sedikit.

“Gw kira liburannya bakal b aja. Ternyata enggak. Soalnya gw nemu mainan baru di sini” terdengar suara yang lumayan keras dari kamar Jaehyun yang dapat didengar oleh Jaemin.

Awalnya Jaemin masa bodoh dengan percakapan yang dilakukan sepupunya, sampai ketika Jaehyun menyebutkan kalimat yang membuat dahinya mengernyit bingung.

“Taruhan aja. Gw yakin menang kok. Secara anaknya masih polos. SMA pula, gak pernah pacaran. Palingan dikasih perhatian sedikit langsung klepek-klepek. Percaya deh sama gw”

“SMA? Gak pernah pacaran?Kak Jae ngomongin siapa sih?” Jaemin membatin.

“Kayanya sih belum pernah diapa-apain. Makannya gw penasaran. Bisa kali gw sosor bibirnya. Soalnya ciumable. Gemas liatnya”

Dahi Jaemin makin berkerut. Selama Jaehyun berada di rumah Jaemin, dia memang banyak bertemu dengan teman-temannya yang tinggal ataupun yang turut mengambil cuti libur di kota ini.

“Uang semester yang jadi taruhannya. Kalau gw berhasil, lo bayar semesteran gw. Kalau gw gagal, ya gw bayarin punya lo. Deal? Oke nice”

Jaemin menggeleng kecil begitu mendengar kalimat terakhir sepupunya, “urusan orang dewasa bikin heran aja.”

Ia pun segera lanjut menuju ke lantai 1 untuk menuntaskan niat makannya yang tertunda.

Sementara dari kamar Jaehyun, masih berlanjut obrolan yang dikira Jaemin sudah selesai.

“Bahan mainannya? Tetangga sebelah rumah Jaemin. Syukur-syukur bisa gw tidurin. Hahaha”

Jaemren Oneshot AU 🔞

Feel the Love |

cw // nsfw , explicit sex scene , anal sex , handjob , kissing , harshwords , sex without protection ,

tags: very slowburn sex scene...

Note:Privatter Jaemren ini sebagai hadiah untuk gw secara pribadi yang berbahagia dengan update mereka di Jerman, juga untuk kalian khususnya Jaemrenist yang membaca oneshot ini. Gw harap kalian tidak berekspektasi terlalu tinggi dengan narasi esek-esek di dalamnya. I am just trying to explore what i want to write. So, enjoy it♥️🦋


Hal pertama yang Renjun lakukan setelah sampai ke kamar hotelnya adalah masuk ke toilet untuk segera membersihkan badannya. Sisa-sisa peluh yang masih menempel dijadikan alasan utamanya mandi malam.

Tok..tok

“Ren, kamu langsung mandi?” tanya Jaemin, rekan segrupnya yang juga berstatus sebagai kekasihnya.

“Iyaa. Badan aku gatal, Na” Renjun menjawab dengan sedikit berteriak, khawatir sang kekasih tak bisa mendengarnya.

“Hmm okee”

Jaemin lepaskan topi yang bersarang di kepalanya ke atas meja. Badannya direbahkan sejenak demi menghilangkan kepenatan yang masih belum sepenuhnya pergi.

“Di Jerman udah malam. Besok kita balik ke Korea” Jerman menggumam kecil sembari menolehkan kepalanya ke arah jendela hotel.

Tak lama kemudian, Renjun keluar dengan semerbak wangi khas ala dirinya, “wanna accompany me on late night date, Na Jaemin?”

***

Jaemin dan Renjun tau bahwa keduanya sedikit tipsy. Night date drunk yang mereka lakukan memang sudah direncanakan. Apalagi keduanya juga sudah sama-sama legal secara umur Korea dan internasional.

“Kita pulang aja sayang?” tanya Jaemin tanpa mengalihkan pandangannya dari Renjun yang masih berusaha menghabiskan Love Hurts di gelasnya.

“Hmm—Habisin ini dulu deh” Renjun menoleh, minuman di gelas Jaemin masih tersisa setengahnya, “you don't want to empty your glass, don't you?”

“I will”

Dengan 5 tegukan sekaligus, isi gelas Jaemin langsung kosong. Alarm di handphonenya berbunyi, dengan jarum panjang dan jarum pendek sama-sama berada di angka 2. Sudah dini hari waktu Jerman dan mereka masih menikmati momen bersama sebelum bersiap di pagi hari untuk kembali ke Korea.

Setelah selesai membayar pesanan masing-masing, Jaemin dan Renjun berjalan perlahan, menikmati suasana Jerman yang syahdu. Jalanan terlihat sepi. Hanya ada beberapa pejalan kaki yang memiliki tujuannya masing-masing.

Jaemin mengenakan setelan hitam dari atas sampai bawah. Sedangkan Renjun mengenakan coat cokelat kesukaannya dengan lapisan baju Burberry yang merupakan hadiah dari kekasihnya saat ulang tahun lalu. Topi hitam di atas kepala juga tak lupa dikenakan keduanya.

Tangan mungil Renjun sedari tadi berada dalam genggaman Jaemin. Tanpa henti dielusnya satu per satu jemari kekasihnya itu demi menyalurkan rasa hangat di tengah suasana dingin yang menerpa kulit masing-masing.

Renjun menikmati bagaimana tangan halus Jaemin menyatu dengan tangannya. Tonjolan urat nadi yang selalu bisa dihafalnya, juga tiap elusan lembut yang ntah kenapa bisa buat Renjun merasa sangat disayang dan diperhatikan.

“Wait Ren—” Jaemin berhenti mendadak, “itu di depan hotel penginapan kita masih ramai fans. Kita ngga bisa masuk lewat depan”

“Uhh, padahal udah jam dua lewat. Kenapa mereka masih aja standby di sana? Hhh—” helaan pendek nafas Renjun terdengar.

“Err, Ren. Kayaknya mereka mau jalan ke arah kita. We should avoid them” Jaemin segera menarik tangan Renjun untuk masuk ke dalam gang kecil yang terletak tak jauh dari hotel tempat mereka menginap.

Langkah keduanya dipercepat, nafas mereka memburu. Tidak lucu jika mereka ketahuan oleh fans masing-masing masih berada di luar hotel saat dini hari. Walaupun sebenarnya itu tidak masalah, tapi Jaemin dan Renjun tak ingin mendapat cap yang aneh-aneh dari penggemarnya karena mereka tau bahwa grupnya masih dicap sebagai salah satu grup dengan anggotanya yang masih muda. Padahal semuanya sudah legal dan memasuki tahap menuju dewasa.

“Hhh—Na, jangan jauh-jauh deh—” Renjun menghentikan langkahnya dan menahan lengan Jaemin, “kayaknya mereka ngga bakal ngikutin sampai sini.”

Renjun menyenderkan tubuhnya di sisi dinding gang yang kosong. Memang hanya ada mereka berdua di sana. Ia mengatur nafasnya yang masih belum normal akibat diajak berjalan terlalu cepat.

Di sampingnya, ada Jaemin yang turut mengikuti posisinya menyender. Suasana sunyi yang mengelilingi keduanya, buat mereka saling menolehkan pandangan dan menatap netra masing-masing. Gang kecil itu dihiasi lampu temaram. Tapi mereka tau bahwa arah tatapan masing-masing telah beralih ke belah bibir yang saling membisu.

Jaemin kemudian membalikkan badannya ke hadapan Renjun, mengukung kekasihnya dengan dua telapak tangan yang menempel di dinding. Renjun yang sedari tadi sudah berusaha menahan diri, paham bahwa kekasihnya ini sedang meminta persetujuan secara tersirat melalui tatapan matanya yang tak berhenti menatap ke arah bibirnya.

“Kamu mau ngapain, Na?”

“Can i—kiss you in here?” tanya Jaemin sembari melabuhkan ibu jarinya di ujung bibir Renjun.

“You don't have to ask. Since first, my lips is yours”

Dapat Renjun lihat Jaemin tersenyum penuh arti setelah mendengar jawabannya.

Maka tanpa perlu menunggu lebih lama, Jaemin labuhkan bibirnya untuk mengecup kepunyaannya. Lipbalm varians apel yang digunakan Renjun dapat dirasakan ketika Jaemin mulai menyesap bagian bawah bertekstur kenyal yang tentu sangat menggodanya untuk dieksplorasi lebih jauh.

Satu tangan Jaemin menelusuri permukaan wajah Renjun yang ditumbuhi bulu-bulu halus. Sampai akhirnya Renjun rasakan telapak tangan Jaemin menyentuh rahangnya dan mengusapnya berkali-kali.

Renjun merasa dejavu dengan ciuman yang mereka lakukan sekarang karena dahulu kala sewaktu di Korea, Jaemin pernah merasai bibirnya persis di dalam gang kecil seperti yang keduanya lakukan saat ini. Mengingat ciuman lamanya saja, bisa buat gairah Renjun semakin membara dan tanpa sadar membuka belah bibirnya yang sedari tadi disesap tanpa henti oleh sang kekasih.

Jaemin tentu tak akan menyia-nyiakan kesempatan yang ada di depan mata. Lidahnya menyusup masuk demi mengabsen rongga bagian dalam mulut Renjun. Tujuan utamanya adalah langit-langit mulut sang kekasih yang menjadi sapaan pertama favoritnya, karena Jaemin tau jika lidahnya dapat mencapai area tersebut, maka Renjun akan—

“Mmmh—” lenguhan pertama Renjun berhasil dipancing keluar oleh Jaemin.

Tak mau jika hanya dirinya saja yang diobrak-abrik oleh sentuhan lidah Jaemin, maka Renjun pun turut menyapa sisi dalam mulut Jaemin dengan menyesakkan lidahnya.

Di tengah gempuran dua benda tak bertulang yang saling menjelajah dalam rongga mulut masing-masing. Dua tangan sosok yang lebih mungil, saling tertaut di belakang leher Jaemin. Bahkan turut memajukan tengkuk lawannya agar ia bisa merasakan sisa-sisa Long Island yang masih tertinggal di indera pengecap Jaemin.

“Mhmn, Ren—” Jaemin lebih dulu memutuskan tautan lidah keduanya dengan kening yang masih menempel erat, “kamu gigit bibir aku”

“I did...Uhm sorry, Na—” Renjun setengah matanya sudah sayu. Entah karena mabuk dengan ciuman barusan, atau efek dari Love Hurts yang diminumnya sampai tak bersisa.

“Should we continue it in here— Or?”


Begitu mereka berhasil masuk ke kamar hotel, hal pertama yang dilakukan tentu saja mengunci pintunya dan memastikan tak ada seorang pun yang bisa masuk. Beruntung karena Jaemin bisa menghubungi manajernya dan meminta tolong untuk menjemput mereka diam-diam tanpa ketahuan fans sama sekali.

Renjun melepas coat panjangnya untuk diletakkan di gantungan baju. Di belakangnya, ada Jaemin yang setia mengekori setiap langkahnya bak anak ayam takut kehilangan induknya.

“Na, kita bakal ninggalin negara indah ini” nada suara Renjun terdengar sedih.

“Iya, aku tau kok” dua tangan Jaemin melilit pinggang Renjun. Wajahnya tergeletak pasrah di atas bahu kekasihnya yang masih berdiri tegak menghadap jendela kamar hotel dengan pemandangan langit malam Jerman.

“Waktu kita terlalu singkat di sini” Renjun mengelusi punggung tangan Jaemin dan merasai hangat suhu tubuh kekasihnya itu dengan tenang.

“Aku juga ngerasa gitu. Pengennya lama-lama di sini sama kamu. Biar kita bisa keliling ke tempat yang jauh, kayak Chenle sama Jisung” hidungnya diarahkan ke ceruk leher sang kekasih demi menghirup wangi yang selalu buat Jaemin candu bukan kepalang.

“Ini kok kedengerannya kamu cemburu sama dua bungsunya kita ya?”

“Ya memang. Mereka jalannya ke mana-mana. Cuma berdua. Bahkan bisa ngerecord sekelilingnya untuk konsumsi pribadi”

“Siapa suruh kamu ngga bawa kamera andalan”

“Aku pikir handphone aja udah cukup. Eh sebentar, ini kamu ngejek aku ceritanya?” Jaemin membalikkan tubuh kekasihnya itu tiba-tiba ke hadapannya dan mengunci kembali pinggang Renjun dengan kedua tangannya yang saling terkait.

“Ih kenapa sih kamuuu? Aku ngga ngejek! Kan emang fakta kalau kamu ngga bawa kamera. Sayang aja nggak bisa mengabadikan momen indah selama di Jerman”

Jaemin mengerutkan keningnya, “siapa bilang hm?”

“Aku” tantang Renjun dengan satu alisnya naik ke atas.

“Ini aku lagi mengabadikan keindahan yang ada di depan mata. “Can't you see that?”

“Apa?”

“Kamu,”

“Aku kenapa?”

“Kamu sumber keindahan yang selalu ketangkap di dua mata aku. Jadi aku ngga perlu kamera lagi, semuanya udah kerekam dengan sempurna di sini” telunjuk Jaemin mengarah pada matanya, “siapa yang butuh kamera kalau nyatanya objek yang ada di depan aku indahnya terasa nggak nyata. Saking nggak nyatanya, aku suka nanya sendiri; Na Jaemin bisa ketemu Huang Renjun yang terlalu indah, itu sebenarnya mimpi apa bukan?“

“Ugh—” Renjun mengalihkan wajahnya sejenak. Ia malu. Walau sudah sering mendengarkan berbagai jenis kalimat senada yang diucap Jaemin untuknya, tetap saja dadanya masih merespon dengan degupan yang kencangnya tak bisa ia tolerir.

“Hey, lihat ke sini sayang”

Wajah Renjun dibelainya. Sang kekasih dengan malu-malu menatap netra Jaemin yang teduh, “are you drunk?”

“Yeah, aku mabuk karena kamu”

“Euhh— Aku geli dengarnya Na” Renjun menahan senyumannya dan Jaemin tentu saja bisa melihat itu semua.

“Nggak usah nahan-nahan senyum gitu. Kita kan juga lagi berdua di sini. Nggak ada siapa-siapa” Jaemin curi sebuah kecupan kecil di kening Renjun lalu menggesekkan kening dan hidungnya beberapa detik di wajah sang kekasih.

Nafas keduanya beradu. Jaemin turut menempelkan dadanya ke dada Renjun agar mereka berdua bisa saling mendengar degupan jantung masing-masing. “Kamu dengar nggak?”

“Apa?”

“Bunyi jantung aku kalau dekat kamu bisa dua kali lipat excitednya” mata Jaemin kembali terarah ke bibir Renjun.

“Iyaa aku denger kok. Soalnya jantung aku juga sama excitednya kalau sama kamu”

Jaemin mengulum senyumannya dan memajukan lagi badannya agar menempel erat dengan sang kekasih. Tanpa mengira di bawah sana, kepunyaan mereka telah sama-sama beradu dan Jaemin tak sengaja menggerakkan miliknya sampai harus menyentuh milik Renjun walau masih dibalut kain jeans.

“Nnh Na—” desiran mulai muncul karena pergerakan Jaemin yang mau tak mau membuat Renjun melepas lenguhan tertahannya.

“Iya sayang?” Kamu mau apa?” tanya Jaemin seduktif dengan tangan yang sedari tadi sudah menyusup demi merasakan kulit halus Renjun di bagian belakang dan menyusuri lembutnya sampai ke punggung Renjun.

“Kamu. Mau kamu” Renjun dengan gelisah mulai menggigit bibirnya sendiri. Ia tak tahan menerima sentuhan Jaemin yang pelan-pelan mengaburkan isi pikirannya dan hanya menginginkan sentuhan lain yang lebih dalam dari sang kekasih.

“Mau aku? Kan aku ada di depan kamu sayang” goda Jaemin lagi.

“Naaaa” Renjun merengek kecil. Ia paling tidak bisa menghadapi godaan sang kekasih yang memang sengaja ditujukan untuk membuatnya kesal.

Sampai pada akhirnya Renjun yang sudah tidak tahan, mulai melumat bibir Jaemin tanpa henti. Jaemin dengan bangga menerima sentuhan bibir sang kekasih di bibirnya karena memang itu tujuan awalnya; memancing Renjun yang akhirnya berhasil.

Keduanya masih menikmati bibir masing-masing dan berlomba memberikan ciuman terbaik. Walau bibir Jaemin sibuk menjamah salah satu bagian favorit kekasihnya, dua tangannya tetap aktif membuka pakaian milik Renjun sampai bagian atas tubuh Renjun terekspos sempurna tanpa sehelai benang pun yang menutupinya. Selanjutnya, jamahan bibir Jaemin menuju pada sisi wajah Renjun. Lidahnya tak henti memberi sapuan di sana. Buat Renjun mau tak mau harus menutup matanya dan merasakan sensasi geli.

Tak berhenti sampai di situ, tangan Jaemin mulai mengelusi daun telinga Renjun dan merapikan anak rambutnya. Kemudian, diberikannya satu kecupan serta gigitan mesra, “kamu suka kan aku gigit di sini hm?” hembusan nafasnya sengaja di arahkan ke lubang telinga Renjun.

“Sssh Na! Don't—” bulu kuduk Renjun meremang karena tak kuasa menerima sentuhan kekasihnya. Jaemin anggap itu sebagai tanda untuk semakin melanjutkan aktivitas yang paling ia senangi; menggoda dan menggigit tiap inci tubuh sang kekasih.

Bibir Jaemin perlahan menelusuri leher jenjang milik Renjun. Beberapa kecupan mesra tak henti-henti diberikannya sampai turun ke tulang selangka sang kekasih. Ketika melihat tanda lahir kecil di tengah-tengah lehernya, lidahnya tak sabar untuk segera memberikan sapuan halus dan kemudian menggigit bagian tersebut dengan lembut.

Lenguhan kecil kembali muncul dari Renjun. Jaemin tak pernah gagal memberikan stimulus yang selalu buat pikiran Renjun porak-poranda. Contohnya sekarang, tangannya mulai menjambak pelan rambut Jaemin karena kekasihnya itu tak henti meninggalkan tanda cinta di area lehernya.

“Na, hhh—Jangan gigit di situ—”

“Hm kenapa jangan?”

“Nanti—Keliatan—Ahh!” Renjun terlonjak dengan cubitan tiba-tiba yang dilayangkan Jaemin ke dua titik sensitif di dadanya.

Jaemin paham dengan permintaan Renjun. Apalagi mereka harus berangkat sekitar jam 10 pagi waktu bagian Jerman demi kembali ke negara asal. Tanpa perlu berlama-lama di tempat yang sama, bibirnya turun untuk menyapa bagian lain ternyata sudah mencuat, “hm—aku main di sini aja ya sayang”

Telinga Renjun mulai menuli. Yang bisa dirasakannya hanya sentuhan demi sentuhan intim dari Jaemin. Apalagi saat ini kedua titik sensitifnya sedang dimainkan oleh Jaemin secara bergantian menggunakan lidah dan jari-jari lihainya.

“Na! Please!” kepala Renjun mendongak ke belakang dengan tangan mencengkeram atasan milik kekasihnya yang masih dikenakan. Kecupan dan gigitan yang diberikan Jaemin terlalu berbahaya, bagian bawahnya terasa semakin sesak.

“Apa sayang? Puting kamu kangen aku sentuh ya? Warnanya jadi lucu gini setelah aku gigit”

“Shit—” Renjun mulai frustasi.

Jaemin dengan segala kemanisannya yang semakin buat Renjun terbuai. Jejak liur Jaemin masih tertinggal sempurna di kedua puting Renjun. Tugasnya di sana telah selesai. Kini lidahnya turun menyusuri area perut Renjun yang merupakan titik sensitif lain dan sangat menggoda untuk dimainkan. Kedua tangannya turut lihai memberikan pijatan demi pijatan di area sekitar pinggang saat bibirnya memiliki tugas baru untuk menciumi pusar Renjun.

Kaki Renjun semakin lemas. Ia tak kuasa menopang tubuhnya sendiri. Jaemin yang sedang berjongkok menciumi area perutnya bisa merasakan dua tangan Renjun tertumpu di sisi bahu kanan dan kirinya.

“Sayangnya aku udah lemas aja” kekeh Jaemin kecil.

Wajah Renjun yang memerah menahan gelora membara hanya bisa mengangguk pasrah. Sampai akhirnya badannya digendong perlahan oleh Jaemin untuk di bawa ke atas kasur hotel.

***

Jaemin memandang setiap inci tubuh Renjun dengan tatapan memuja. Rona merah di wajah kekasihnya adalah gambaran sempurna satu dari sekian banyak ciptaan terbaik yang ada di muka bumi. Deru hangat nafas Renjun yang naik turun buat Jaemin ingin sekali ambil bagian untuk semakin mencicipi keindahan yang terpampang nyata di hadapannya.

Paha Renjun sudah terbuka lebar sejak tadi. Jaemin dengan tatapan yang tak bisa diartikan Renjun, kini sedang memandang lekat-lekat area bawah tubuhnya. Senyum Jaemin mengembang. Mulutnya berkali-kali mengatakan kalimat yang sama; i am so lucky to have you, Renjun. Very-very lucky.

Ketika Renjun tak tahan lagi dengan ucapan Jaemin yang berhasil melambungkan dirinya, satu cara yang bisa dilakukannya adalah menutupi wajahnya dengan telapak tangannya yang kecil. Sampai akhirnya Jaemin harus maju untuk menyingkirkan pelan kedua tangan Renjun dengan gentle dan memberikan kecupan-kecupan kecil di wajahnya, “kekasih terindahnya Jaemin. Jangan ditutup wajahnya. Aku mau rekam wajah indah kamu, cuma untuk Na Jaemin seorang. Oke?”

Renjun kembali menatap Jaemin dengan perasaan yang lebih tenang. Jawabannya untuk sang kekasih, diberikan melalui anggukan kecil.

“Aku izin sentuh kamu di bawah sana. Boleh sayang?”

Rona merah itu kembali. Renjun harusnya sudah hafal dengan kebiasaan kekasihnya yang selalu meminta persetujuannya sebelum melakukan aktivitas penyaluran kasih sayang ini. “Boleh, Na”

Bibir Jaemin mendarat lembut di kening Renjun, sebagai tanda terima kasihnya. “Kasih tau kalau apa yang aku lakuin nanti ternyata bikin kamu nggak nyaman ya sayang. Jangan dipendam”

“Iyaa”

Ketika persetujuan telah didapat, bibir Jaemin pun mulai menyentuh sisi paha bagian dalam milik Renjun. Kecupan demi kecupan meluncur perlahan sampai ke area selatan sang kekasih. Ibu jari Jaemin tak henti mengelus sisi kiri dan kanan di sekitar penis Renjun. Lalu tangannya menggenggam kepemilikan Renjun dan menyentuh puncak penisnya. Bisa Jaemin dengar desis kecil yang keluar dari Renjun. Pinggul kekasihnya itu sedikit terangkat, efek dari genggaman Jaemin barusan.

Dengan kemampuan handjob terbaik yang Jaemin miliki, penis Renjun digenggam sempurna oleh satu tangannya. Tak lama kemudian tangan tersebut mengurut penis sang kekasih dengan tempo pelan.

“Na—emh” seprai hotel yang ada di dekatnya, jadi bahan rematan Renjun demi menyalurkan kenikmatan yang didapatnya hanya dengan bantuan tangan Jaemin.

Mata Jaemin mulai menangkap cairan precum yang keluar sedikit demi sedikit di ujung penis kekasihnya. Jika tadi hanya milik Renjun yang digenggamnya, saat ini miliknya dan Renjun berdampingan dalam kuasa tangannya. Beruntung karena Jaemin memiliki telapak tangan yang lebar sehingga bisa menyatukan dua kelamin dalam satu genggaman sekaligus. Gerakan naik turun tangan Jaemin di miliknya dan Renjun memiliki tempo pelan, lalu naik menuju tempo sedang, sampai akhirnya berada pada tempo tak teratur.

“Na! Ahh! Stoph!” tubuh sensitif Renjun bergerak tak karuan. Kepalanya semakin mendongak ke belakang. Tak kuasa dengan servis yang diberikan kekasihnya. Peluh demi peluh mengalir perlahan dari kening Renjun, lalu turun sampai ke daun telinganya.

“Yakin mau di-stop hm?” suara bariton Jaemin terdengar samar di pendengaran Renjun.

“No—Ahh!”

Gerakan tangan Jaemin semakin dipercepat. Sampai pada akhirnya Renjun bisa merasakan pelepasan pertamanya. Tubuhnya bergetar hebat ketika putihnya menyeruak keluar dan membasahi tangan Jaemin.

Jaemin tersenyum bangga. Ia mencolek sedikit cairan yang berasal dari pelepasan Renjun untuk kemudian dimasukkan ke dalam mulutnya.

“Kenapa kamu coba huh?!” nafas Renjun masih terengah. Namun dirinya tak bisa tinggal diam ketika Jaemin dengan santainya mencicipi cairan putih miliknya.

“Kan punya kamu, sayang” Jaemin merangkak naik ke atas badan Renjun. Bibirnya melumat bibir Renjun dengan rakus. Keduanya saling bertukar saliva dan merasakan deru nafas masing-masing yang semakin membara.

“Hmmph—hahh!” Renjun melepas cepat tautan bibirnya dari bibir sang kekasih. Di depannya, masih ada Jaemin dengan senyum merekah, “buka mulutnya sayang” titah Jaemin lugas. Jadi telunjuk dan jari tengahnya kini berada di depan bibir Renjun, menunggu sang empu membuka mulutnya.

Ketika celah kecil mulai terbuka, Jaemin memasukkan dua jari panjangnya ke dalam rongga mulut Renjun, “suck it, honey”

Hati Renjun berdesir hebat. Jaemin dengan segala kuasanya di atas ranjang bisa buat Renjun tunduk namun tetap memperhatikan kenyamanan masing-masing tanpa saling menyakiti. Tak perlu jeda waktu lama, dua jari milik kekasihnya kini telah berada dalam mulutnya. Renjun menyesap dua jari tersebut sembari menatap Jaemin. Sang kekasih turut membalas tatapannya dengan intens. Jika di waktu-waktu biasa, mereka berdua bisa flirting dan tak kuasa saling tatap mata masing-masing, maka di atas ranjang, adalah sebaliknya. Saling pandang dan saling menantang justru menjadi kebiasaan keduanya.

“Aku nggak tau kenapa kamu bisa sexy dan hot dalam waktu yang bersamaan, sayang” tutur kalimat menawan itu kembali keluar dari bibir Jaemin.

Di bawahnya, Renjun menanggapi dengan menggigit kecil dua jari Jaemin yang berada dalam mulutnya.

”—Juga nakal” tambah Jaemin setelah merasakan perih sedikit pada jari-jemarinya.

Jaemin menarik pelan dua jarinya lalu menjilatnya persis di depan muka Renjun dengan tatapan seduktif.

“Don't tease me, Jaemin”

“Am i?”

Renjun mengerang, lengan Jaemin dicubitnya dan kekasihnya itu hanya tertawa sembari turun untuk kembali menyapa bagian bawah tubuh kekasihnya yang sedikit terabaikan.

Jaemin mengangkat dua paha Renjun yang tergeletak pasrah di atas kasur. Tujuannya adalah agar bisa lebih jelas melihat lubang penuh cinta milik sang kekasih yang sedari tadi sangat ingin disentuhnya.

“Kamu tau Renjun?”

“Hmm?”

“Ini cuma punya aku”

Dua jarinya yang masih tersisa saliva Renjun, dimasukkan perlahan ke dalam lubang yang seolah memanggil untuk segera dijamah.

Pinggul Renjun bergerak gelisah menerima dua jari Jaemin yang memasuki lubangnya, “uhhm—”

Jaemin berusaha mencari dengan maksimal titik sensitif yang akan menghasilkan lantunan desahan nikmat dari sang kekasih. Dua jarinya dilebarkan, dinding lubang milik Renjun disentuhnya tanpa henti. Sampai akhirnya ia berhasil menyentuh prostat Renjun dan mendorong lebih dalam jemari panjangnya demi menyenangkan kekasihnya yang sudah mulai mendesah memanggil namanya tanpa henti.

“Jaemin! Ugh— Jangan di situ! Ahh! Nana!!”

Badan Renjun mulai terangkat. Jaemin sampai harus menahan paha kekasihnya dengan satu tangannya.

“Aku tambah lagi boleh?”

Renjun mengangguk brutal. Kepalanya terlalu pusing menerima kenikmatan yang diperolehnya dari sentuhan jemari Jaemin di dalam sana.

“Honey, kenapa lubang kamu nggak berhenti hisap empat jari aku hm? Nagih ya?” pertanyaan retoris Jaemin sebenarnya tak memerlukan jawaban dari Renjun, tetapi Renjun yang sedang kesusahan mengontrol nafasnya malah menanggapi kekasihnya dengan jawaban yang buat mata Jaemin berkilat seketika, “nggak usah—banyak omong kamu hhh— Penis kamu nggak ada gunanya—kalau nggak dimasukin sekarang, Na!”

Jaemin tergelak puas. Renjun memang selalu jujur dengan apa yang dirasanya, begitu pula saat sedang beraktivitas di atas ranjang.

“Just touch it” Renjun memberikan tatapan memohon dan Jaemin tentu tak bisa menolak apa yang kekasihnya mau karena daritadi yang terbayang adalah bagaimana penisnya memasuki lubang Renjun, menyatu di dalam sana, dijepit kuat oleh dinding surgawi penuh cinta juga paha mulus kekasihnya yang—

“Damn!” Jaemin menggigit bibirnya sendiri, “aku nggak bawa kondom, Ren”

“Nggak perlu. Aku mau ngerasain punyamu di dalam sini” tangan Renjun menunjuk pasti ke bagian selatannya, memberikan tatapan penuh keyakinan tanpa ragu.

Kilat di mata Jaemin semakin menggelora, “oke kalau itu mau kamu.*

Batang kejantanan yang tebal dan berurat milik Jaemin perlahan menembus lubang Renjun yang sudah dipenetrasi oleh empat jari Jaemin. Di bawah Jaemin, Renjun menahan nafasnya dengan segala daya upaya dan berusaha menahan perih yang siap menghantam tubuhnya. Satu kali hentakan yang Jaemin lakukan, berhasil menghancurkan kesadaran Renjun. Teriakannya memenuhi kamar hotel yang mereka tempati. Di sudut matanya, terkumpul cairan bening yang siap turun. Benar saja, ketika hentakan selanjutnya dilakukan oleh Jaemin, bisa Renjun rasakan air matanya mulai mengalir membasahi wajahnya.

“Ngg—Na—” nafas Renjun tercekat. Milik Jaemin begitu besar dan sudah berada di dalam dirinya. Badannya terasa akan terbelah dua.

“Renjun sayang” begitu menyadari kekasihnya sedang menahan sakit yang berasal dari penyatuan mereka barusan, Jaemin mengambil inisiatif untuk mencium kembali bibir Renjun yang sudah membengkak, karena ulahnya juga.

Renjun berulang kali mengecek jam tangannya. Waktu masih menunjukkan pukul 01.00 dini hari di Jerman. Tiga temannya yang lain sudah terlelap tidur di kasur masing-masing. Hanya ada satu sosok yang sedari tadi memperhatikannya dengan tatapan sedalam samudera.

“Kamu kok belum tidur, Ren?” tanya Jaemin yang mulai berjalan mendekat ke arahnya.

Renjun menolehkan wajahnya ke arah Jaemin, lalu memperhatikan jendela hotel di sisi kirinya, “aku kepingin cari makanan di luar. Mumpung masih di Jerman”

Ujung bibir Jaemin terangkat sedikit. Senyumnya merekah dengan satu tangan berada di atas kepala Renjun, “kita keluar aja gimana? Aku temanin kamu sekalian kita jalan malam nikmatin suasana di sini. Mau?”

Renjun mendongak, menatap sosok di hadapannya yang masih setia menunggu jawaban darinya dengan tatapan teduh yang ia punya, “kamu mau temanin aku?”

Jaemin mengangguk pasti, “kita udah lama ngga nikmatin waktu berdua, Ren. Aku juga mau hunting foto selagi masih di sini”

Kalimat Jaemin tidak menunjukkan inisiasi menggoda, tapi berhasil pancing semburat merah dari wajah Renjun yang membuatnya terpaksa harus mengalihkan pandangan dari Jaemin. “Aku siap-siap dulu kalau gitu.”

***

Perdana di tahun 2022 ini Jaemin dan Renjun bisa merasakan bepergian keluar negeri dengan nyaman. Setelah segala aktivitas mereka selesai dengan sempurna, mereka dapat menikmati momen bersama tanpa perlu memikirkan pekerjaan. Waktu yang mereka punya memang sangat sedikit, karena beberapa jam ke depan, mereka harus kembali ke negara asal sebelum melanjutkan aktivitas lain.

“Kamu kenapa ngelamun? Pemandangannya lagi bagus tuh. Ngga mau difoto aja?”

“E—eeh. Iya juga. Aku masukin ke instastory aja deh”

Jaemin kemudian mengambil beberapa foto menara coklat di hadapannya lalu memilih yang terbaik sebelum dipost ke akun instagramnya.

“Kamu mau masukin foto menaranya, Na?”

“Iya. Bagus ngga?”

“Foto kamu sih selalu bagus, tapi itu kan spot foto yang aku ambil waktu pergi jalan sama Chenle”

“Memangnya kenapa kalau aku mau update foto ini?”

“Sama kayak punyaku dong?”

“Tujuanku kan memang itu. Soalnya kamu perginya sama Chenle ngga ngajakin aku. Padahal aku juga mau keliling Jerman bareng-bareng”

“Bareng-bareng atau 'bareng-barengggggg' nih?” Renjun menggoda lelaki yang mengenakan setelan hitam di sampingnya karena mengenali pesan cemburu secara tersirat dari kalimat Jaemin.

“Bareng-bareng sama kamu aja maksudnya” Jaemin menekankan intonasinya di dua kata terakhir. Buat Renjun menggeleng kecil dan terkekeh dibalik masker yang dikenakannya.

“Nah udah aku update”

“Indah ya fotonya”

“Lebih indah kamu”

Jaemren oneshot au~


Jaemin dan Renjun pikir, mereka bisa saling memahami dan mengerti satu sama lain hanya karena mereka sudah mengenal sejak lama. Tapi isi kepala dan hati manusia memang tiada yang tau.