modusmu
posisi masih di indotamkot. betah total. Wi-Fi gratis ditambah pemandangan apik di depan mata. siapa yang gak tergiur? farlan sudah pulang dari tadi, fyi.
dari sini eren tahu jawaban kenapa pemuda boncel di depannya hobi habiskan waktunya disini.
obrolan lancar. walaupun hanya eren yang banyak bicara dan levi yang hanya menyahut jika perlu.
“lo gak pulang, om? udah jam delapan.”
“ntar.”
“emang gak diusir kalo duduk disini terus sampe malem?” levi geleng pelan.
“rumah lo deket sini apa gimana?”
“kos.”
“udah lam—”
“gak usah banyak tanya bisa?” potong levi cepat. mata tajamnya pandangi eren yang kerjapkan mata. levi berdecak begitu lihat raut wajah eren yang mendadak berubah ketakutan.
“takut?”
“orang natapnya gitu..” cicit eren pelan.
“gak usah bawel makanya. ngomong terus gak capek apa mulutnya.”
“gak, lah. kan biar bisa ngobrol sama om lama-lama.”
reflek hening.
eren keceplosan dan itu buat eren malu sendiri. sial.
:
ponsel dihidupkan. lihat layar ponsel yang tunjukkan jam setengah sepuluh malam.
“mau kemana?” tanya eren begitu lihat levi berdiri dari kursinya.
“pulang. ngantuk.” sahut levi. ambil kunci motor juga helm miliknya. “lo pulang sendiri bisa' kan?” yang ditanya gak menjawab. hendikkan bahu acuh lalu pergi dari situ.
langkahnya berhenti begitu dirasa ujung bajunya ditarik. menoleh ke belakang dan dapati eren yang menatapnya ragu.
levi naikkan satu alisnya. “apa?”
“anu,” eren meringis. “anterin gue, ya? hehe.”
decakkan malas jadi respon. “motor lo?”
“lupa bawa. tadi kesini jalan kaki soalnya.”
'lupa' katanya. ingat dosa, hoi.
putar matanya malas. tangannya beralih tepis halus jemari eren dari bajunya.
“jadi anter gak?” ketus levi manakala lihat eren yang masih saja duduk. eren menyengir, buru-buru berdiri dan jalan di belakang levi menuju parkiran.
“lain kali motor dibawa. nyusahin aja lo.” ucap levi sambil pasang helm nya.
“sendirinya juga mau aja disusahin. kenapa tuh?”
kicep.
kasih lirikan ke eren sebelum tunggangi kuda besinya dan disusul oleh eren.
“bayarin parkir.”
“dih kok gue?”
“yaudah turun.”
hadeh.
:
posisi sudah sampai di kediaman eren. turun dan ucap terima kasih kepada levi.
eren terkekeh begitu rungunya dengar suara perut yang berkeroncong.
“laper?” tanya eren halus. “dari tadi belom makan emang?”
“belom.”
“makan di rumah gue, ayo.”
“gak. makasih.” tolak levi. niat hati ingin pergi dari situ urung begitu motornya ditahan oleh eren.
“lepas.”
“gak.”
“gue gas motor terus lo jatuh, bukan urusan gue omong-omong.”
“ya kalo maunya gitu kenapa gak dari tadi?”
setan.
muka diusap kasar. levi betulan tahan emosi dari tadi.
“nah, oke. daripada bikin ribut, mending nurut. jangan batu, ya?”
“adek!”
keduanya sontak menoleh ke sumber suara. dilihatnya carla yang berdiri di depan pintu dengan apron yang bertengger apik di badannya.
“masuk, sini. sekalian ajak temen mu buat makan malem bareng.”
eren kasih acungan jempol, setelahnya menoleh ke arah levi. “denger kan? perintah ibu, gak boleh dibantah.”
gerbang dibuka lebih lebar untuk akses masuk motor levi.
dongkol setengah mampus. dua hal yang levi hindari di hidupnya; berkenalan dengan orang baru dan harus beradaptasi dengan lingkungan mereka. itu melelahkan kalau boleh jujur.
dan sialnya lagi, nyatanya levi harus hadapi kedua hal itu malam ini.