effemyorlin

permen karet

niat untuk langsung pulang gagal begitu lihat pemuda yang kemarin malam tolong dia, siapa lagi kalau bukan levi. eren langsung jalan hampiri pemuda itu yang tengah menunduk mainkan hp.

“dor,” eren seret bangku kursi dan dudukkan pantatnya. “ketemu lagi. jodoh gak nih?”

levi mendongak sekilas sebelum kembali mainkan ponselnya. eren kena kacang.

“aduh kena kacang.”

“berisik.” levi menyahut datar. ambil bungkus rokok dan keluarkan satu batang. rokok diapit di belah bibirnya kemudian dinyalakan dengan pemantik.

man, dikasih pemandangan begitu siapa yang mau nolak? bahkan eren dibuat gak kedip melihat itu. bukan apa, sejujurnya eren biasa saja jika melihat pemuda lain melakukan hal yang sama. namun begitu lihat live action di depan mata, terlebih ini levi yang— sialan itu sexy menurutnya, levi langsung masuk ke kategori pengecualian.

“apa liat?”

eren tersentak kecil. lalu geleng pelan. “gak.”

“suka banget nongkrong disini, ya?” yang ditanya manggut. buka kresek belanjaan dan ambil satu nutriboost.

“mau?” tawar eren sebelum meminumnya.

“gak. udah punya.”

eren ngangguk paham. kemudian tenggak minuman itu sampai setengah, matanya melirik ke layar ponsel yang tunjukkan notifikasi pesan dari bunda. disuruh pulang cepat.

eren spontan berdiri lalu ambil kresek belanjaannya di meja. tangannya rogoh saku jaket miliknya, ambil satu bungkus permen karet lalu disodorkan ke arah levi yang masih saja mainkan ponselnya.

“nih,” levi mendongak, tatap eren dari bawah. “jangan ngerokok terus, gak sehat. kunyah ini aja, gak kalah candu kok dari rokok.” ucapnya. geletakkan permen karet di hadapan levi sebelum pergi dari sana. tinggalkan levi yang hanya menatap bungkus permen itu sebelum diambil.

rokok yang bahkan masih setengah digerus. robek bungkus permen dan ambil satu, lantas dikunyah.

jangan mikir kemana-mana. gak sehat kan katanya?

kilas balik

tengah malam selalu dihabiskan untuk duduk di tempat kesukaan. buang-buang waktu. rokok dan minuman kaleng juga ciki selalu jadi teman ngalong. tipikal bocah blangsak yang baru lulus sekolah dan terlalu malas untuk lanjut kuliah— bahkan kerja.

dan levi termasuk salah satu dari mereka.

“cabut dulu, bro,” celetuk mike seraya berdiri dari kursi. “jangan ketiduran sampe subuh disini lagi kaya kemarin. kaya gembel, lo.”

levi terkekeh, lempar puntung rokok ke arah temannya itu. “bangsat.”

“haha, yaudah duluan yo.”

“yo.”

duduk sendiri lagi, ya?

netranya sapu area sekitar. sepi. sisa dia dan tiga remaja lain kurang kerjaan yang habiskan waktunya sampai menjelang subuh.

sekali lagi, levi masuk dalam jejeran anak-anak itu.

batang rokok ketiga dihisap santai. tatap jalanan kosong sebelum ujung matanya lihat pemuda yang tengah berdiri di trotoar. levi bukan orang yang terlalu perduli dengan orang sekitar, sejujurnya. namun begitu lihat pemuda itu yang tiba-tiba berjongkok dan sembunyikan wajahnya di lipatan tangan itu yang buatnya bergerak.

hela nafas kasar. oke, levi blangsak tapi masih punya hati nurani.

:

“hoi.” terbilang gak sopan untuk panggil orang asing seperti itu sebetulnya. persetan.
pemilik surai coklat mendongak. bisa dilihat kedua bola mata pemuda itu berkaca-kaca. levi mendecih.

“bocil habis diputusin pacar? nangis di kamar jangan di trotoar. gak usah cari empati buat orang-orang prihatin sama lo.”

“bocah smp bacotnya gede juga, ya?”

oke. first impression yang buruk untuk keduanya.

levi tatap tajam pemuda itu telak di mata. yang ditatap nyatanya jadi menciut— sedikit takut rupanya ditatap seperti itu.

“ya, oke, sorry. jangan tatap gue begitu, bisa?” eren angkat tangan. “mending tolongin gue,”

levi naikkan satu alisnya gestur bertanya. sekali lagi itu gak sopan, bahkan hasrat untuk tonjok pemuda itu ada di dalam niat eren saat itu.

“anterin gue pulang, ya?”

“rumah lo mana?”

“krandegan,”

levi kernyitkan dahi. “daerah sini masih daerah krandegan betewe?”

“masalahnya gue jadi lupa jalan pulang kalo malem-malem.”

“lah?”

:

“rumah sebelah mana?”

“perempatan, masuk gang.”

levi manggut. “kenapa bisa lupa?”

“gue bilang apa tadi?”

“bocil gak usah sok-sok'an keluar malem, makanya. nyu—”

“udah deh, lo diem! omongan lo ngeselin. gue tonjok, nih.”

levi berhenti jalan. pandang pemuda di sebelahnya sebentar sebelum balikkan badannya untuk pergi dari situ. namun pergelangannya ditahan.

“eh, mau kemana?”

“balik. gih, pulang sendiri.”

eren mencebikkan bibir kesal. “yaelah, ngambekan. bercanda doang tadi. udah ayo.” pergelangan levi ditarik supaya berdiri di sebelahnya, kemudian berjalan kembali.

:

keduanya berhenti di rumah ber cat abu.

“ini?”

“heem.” eren mengangguk. serongkan tubuhnya untuk hadap lelaki di sebelahnya kemudian ulurkan tangannya.

“apa?”

“kenalan, lah. gue eren, lo siapa?”

levi pandang uluran tersebut. “levi.” jawabnya tanpa balas uluran tadi. eren yang dapat itu senyum masam.

“smp kelas berapa?”

levi melirik sinis. “udah lulus,”

“lulus smp?”

“smk.”

oke. salah persepsi. eren rasanya malu sekali, betulan. garuk tengkuknya seraya terkekeh canggung.

“oh, kirain. maaf deh, kirain masih smp, hehe.” garasi dibuka. “yaudah, gue masuk duluan. makasih om.”

“om?”

eren berhenti. balikkan badannya. “ya?”

“kenapa panggil gue om?”

eren diam sambil tatap wajah levi. “muka lo kaya om-om soalnya.”

“anjing.”

eren ketawa kencang. “fakta, kok. udah sana lo cabut. hush hush.”

levi putar mata malas. balik badan dan berjalan menjauh dari kediaman eren.

“hati-hati! nanti diculik sama tante-tante!”

dan acungan jari tengah levi jadi penutup malam itu.

yang lalu

levi tatap datar eren yang baru saja bukakan pintu. yang lebih muda masih disana, keluarkan sebagian tubuhnya sambil menatap levi yang bersandar di pinggiran tangga.

gak ada yang berniat untuk membuka suara, melainkan mereka hanya adu pandang sebelum eren memutuskan kontak mata terlebih dahulu.

“sini masuk,” perintahnya. buka pintu lebih lebar untuk akses levi masuk ke dalam kamar, setelahnya tutup pintu dan gak lupa untuk dikunci.

levi berdiri di bagian rak yang berisi jejeran komik eren. ambil satu, kemudian rebahkan tubuhnya di kasur dengan nyaman.

yang punya kamar masih diam, merangkak naik ke kasur dan rebahkan tubuhnya di sebelah levi. ujung baju levi dimainkan: dililit sampai kucel sendiri— yang levi sendiri kelewat hafal kalau pacarnya ingin diperhatikan.

“kak,”

“kenapa?” levi lirik sekilas sebelum matanya kembali berkutat baca komik. yang ditanya diam, jarinya masih mainkan baju si pacar.

hadeh.

“kenapa?” kasih seluruh atensi ke eren yang tatap dia pakai tatapan layaknya anak kucing. “hoi. ditanya jangan diem mul—”

“mau peluk.”

kan.

dua hal yang levi masih ingat sekali gestur pacarnya. baju dililit ditambah dengan panggilan 'kak', eren ingin peluk dirinya tanpa baju.

iya. harus naked.

karena eren suka dengan tubuh hangat levi, sekalipun pemuda itu baru saja mandi.

levi duduk, buka bajunya dan taruh di atas nakas. berbaring kembali dan persempit jarak antar keduanya, setelahnya giring tubuh eren untuk masuk ke dekapannya.

komik total kena kacang. eren ingin peluk dan itu jadi prioritasnya sekarang.

halah. bulol.

:

“teo apa kabar?”

“baik.”

obrolan ringan dengan posisi pewe dan satu pelukan hangat.

eren bahkan rasanya gak mau beranjak karena saking nyamannya pelukan levi.

“leo sendiri mana?”

“dibawa sama temen abang.” levi cuma manggut. cium pucuk kepala eren beberapa kali dengan lembut. hal itu sukses jadikan eren senyum manis karena disayang sebegini tulus oleh lelaki yang hampir setiap hari temani hari-harinya.

“kak,”

“apa?”

“tiba-tiba keinget jaman dulu. waktu pertama kali ketemu,”

ho, mau flashback?

“dulu aku ngiranya kamu preman pasar yang hobi godain degem, tau,”

“ngawur,” hidung eren dicubit. “mana ada, baru nongkrong sama temen padahal. eh, liat bocil yang mau nangis karena lupa jalan pulang,”

“diem,” eren pukul dada levi manja. levi ketawa ganteng, lalu tepuk sekilas pantat eren.

“kamu tok kayaknya yang lupa sama arah rumah sendiri,”

“dibilang aku ngerasanya beda sama jalan rumah kalo malem-malem daripada siang. terlebih dulu aku anaknya gak suka keluar malem, yaudah,” tuturnya. “terus ketemu sama om-om yang pakai kolor sama kaos oblong warna item kaya anak gak ke urus. mukanya datar, galak, boncel lagi. kirain anak sd tapi kok mukanya udah tua.”

levi putar mata jengah dengar penuturan eren yang lumayan menohok ke hati.

“sialan. dari dulu emang gak tau diri, ya? masih untung aku yang nolongin kamu waktu itu, bukan preman pasar beneran.”

“halah. dulu setiap ketemu kamu rasanya mau aku tampol aja, ngeselin sih mukanya.”

“ya ya. kata-katain terus akunya.”

eren mendongak, kasih cengiran lebar ke arah levi sebelum kecup bibir favoritnya itu.

“beneran, aku dulu se-males itu liat muka mu datar terus. belum lagi omongan mu yang pedes, bikin sebel. eh ujungnya malah jadi pacar sampe sekarang,” eren senyum, pipinya merah. malu si doi. “bahagia banget tau, bisa punya pacar modelan kamu, kak.”

cringe.”

katanya begitu. wajah eren ditarik supaya ndusel ke dadanya sampai si pacar mengaduh akibat sesak. alibi sebenarnya.

levi tumpu dagu di kepala eren. senyum malu sampai wajahnya total merah.

bro, levi blushing.

dan naasnya eren gak bisa liat wajah itu.

kapan-kapan aja deh, ya?

adek

ruang keluarga kediaman yeager. levi ada disana setelah tadi adu cek-cok dengan eren yang mengajak dirinya untuk main ke rumah pemuda itu.

kumpul dengan keluarga pacar sambil tonton acara tv. suasana hangat. dan levi ucap banyak syukur karena sudah diterima sebegini hangat oleh keluarga eren.

eren senderkan kepalanya di bahu lebar levi. mainkan jemari levi agar tarik eksistensi pemuda itu yang sedang mengobrol dengan zeke, yang eren sendiri gak tau pembahasan apa yang sedang mereka bahas dari tadi. singkatnya eren tengah caper.

namun agaknya levi kurang peka dengan sikap eren kali ini. yang lebih muda mendecak sebal, cubit kecil paha levi yang reflek meringis sakit sebelum berdiri dan berjalan menuju kamar.

“loh, adek mau kemana?”

bunda tanya. namun eren justru diam, gak balas pertanyaan bunda.

ngambek.

levi kernyitkan dahi bingung. cerna apa yang buat eren jadi merajuk begitu. setelahnya terkekeh sambil gelengkan kepalanya.

“bun, yah,” undang levi. kedua orang dewasa itu menoleh. “levi izin ke atas dulu, mau nyusul adek.”

“iya, gak apa-apa,” jawab bunda.

grisha tepuk punggung levi. “sabarin ya punya pacar modelan eren,” grisha terkekeh. “yaudah sana, susul adek.”

“vai,” yang punya nama menoleh, naikkan satu alisnya ke arah zeke gestur bertanya. “spank aja pantatnya.”

“abang!”

“hehehe. piece, ratu.”

sinting.

betulan

terhitung sudah delapan batang rokok yang levi hisap temani dirinya semalaman. iya, ini sudah pagi dan dirinya bahkan gak tidur— atau mungkin gak bisa. persetan dengan cari mati, dirinya total kepikiran sama ucapannya se malam juga pertanyaan eren yang dilontarkan sebegitu ringan.

gak ada maksud untuk mengarah ke sana. hanya saja dirinya ingin ungkapkan apa yang memang dirasa akhir-akhir ini. ada rasa gak suka sejujurnya begitu dengar kata 'putus' yang dilontarkan dari mulut pacarnya. hampir tiga tahun pacaran dan berakhir dengan kata bosan menurutnya itu akan timbulkan rasa sesal nantinya. dan levi gak mau itu.

dan lagi, kalau boleh jujur — sumpah bangsat dirinya kelewat sayang dengan eren melebihi dirinya. bahkan skala atau persentase gak bisa hitung seberapa sayang dirinya pada lelaki itu. ini alay, tapi memang begitu faktanya.

wajahnya menunduk, pandangi eren yang masih terlelap dengan selimut yang baluti tubuh pemuda itu. jempolnya usap halus pipi eren. rokok dihisap sebelum digerus ke asbak. merunduk dan cium sekilas bibir eren lembut.

eren menggeliat, matanya sedikit terbuka. dan pemandangan levi yang setengah naked dengan rambut yang basah itu jadi hadiah di pagi hari. tangannya menarik malas tengkuk levi untuk saling cium kembali.

saling lumat dan hisap. gak ada nafsu disana, melainkan ciuman sayang di pagi hari.

bibir levi sudah jadi candu untuk eren omong-omong. bibir masih dihisap, digigit lalu dilumat kembali. seperti itu terus sampai eren menarik wajahnya terlebih dulu.

“mulutmu bau rokok,”

“ya emang,” sahut levi datar. “cuci muka sana, habis itu bikin sarapan,”

kepala mengangguk, namun tubuhnya justru peluk pinggang levi dan duselkan wajahnya disana untuk tidur kembali.

hela nafas kasar. tangan eren disingkirkan yang mana buat empunya mendecak sebal. levi berdiri dan tarik kaki eren lumayan sadis supaya bangun.

“anjing. kasar banget, bangsat.” umpat eren. matanya tatap tajam levi yang masih tunjukkan raut datarnya.

“bangun makanya.”

“tau. tapi pake cara yang lebih halus ada kan?

“ciuman tadi bukannya udah halus? sendirinya juga bangun.”

skakmat.

eren menggerutu. berdiri malas dan tendang kaki levi sebal sebelum berjalan ke area belakang.

levi membalas dengan tendang pantat eren sampai pacarnya sedikit tersandung.

“hih!”

“apa?”

“gak usah ikut nendang!”

“sesukaku, lah. ngatur.”

kok malah berantem?

eren menggertakkan giginya. betulan harus punya kesabaran yang tinggi punya pacar modelan levi kalau kalian mau tahu.

“udah sana cuci muka. bikin sarapan.”

“sarapan apa?”

“nasi goreng sama omelet.”

“telornya habis,” sahut eren setelah buka kulkas kecil.

“pake sosis,”

“gak ada sosis, brengsek. sosis mu sini aku goreng.”

“gak ada yang bisa manjain lubangmu kalo punyaku digoreng.”

dasar pasangan mesum.

bahkan obrolan tadi malam dianggap seperti angin lalu— atau mungkin keduanya memang gak mau bahas itu?

itu terserah mereka. intinya ya jalanin aja dulu sekarang, urusan gimana kedepannya nanti pikir belakangan. iya kan?

3 a.m. ; break up.

jalan berdempetan, bahkan terbilang gak ada space diantara mereka berdua. tangan saling menggenggam di saku hoodie milik levi, cari hangat.

“tadi kamu bukan yang lemparin kerikil ke jendela?” eren menoleh, pandang levi dari sebelah.

pacarnya ganteng, ya?

yang ditanya berdehem sebagai jawaban. “kirain orang jahil,”

“orang jahil gak ada yang seganteng aku,”

tau? eren reflek kernyitkan dahi jijik dengar ucapan sang pacar yang tumben sekali tunjukkan sisi pedenya.

“kesambet apa kamu?” endikkan bahu cuek, eren rasanya total ngeri lihat tingkah levi kali ini.

“tingkahmu aneh. om nya aku bukan?”

“geli, anjing.”

eren terkekeh, “ya gimana, habisan tingkahmu aneh banget. tumbenan ajak keluar subuh-subuh begini, biasanya kan ng—”

ucapannya terhenti. levi dengan jahil tarik tali hoodie milik eren sampai wajahnya total tertutup; sisakan hidung juga bibir milik pemuda itu. setelahnya pegang kepala eren dan digoyangkan gemas.

“pusing, om. aduh!”

“bawel, sih.” katanya, gigit ujung hidung eren kencang sebelum lari tinggalkan eren yang teriak kencang di belakang.

dasar pasangan.

;

berakhir di kos levi, lagi. keadaan keduanya total ngos-ngosan akibat aksi saling kejar tadi. eren teparkan tubuhnya di lantai sambil hirup oksigen banyak.

“tau capek, gak? sialan.” eren tendang kaki levi yang tengah selonjor.

“salahmu milih dikejar,”

eren gelengkan kepalanya malas, pilih mengalah.

beralih berjalan ke arah kasur dan baringkan tubuh mereka nyaman disana. ruangan berukuran 3x3 meter itu diisi hening untuk waktu yang cukup lama, keduanya sibuk dengan urusan masing-masing.

“bosen,”

eren yang sedang menonton tv lirik sekilas lelaki di sebelah. “ya udah tinggal tidur lagi kalau bosen,”

“bukan bosen itu,”

“nah, lalu?”

“bosen sama kamu— kita.”

munafik kalau eren gak kaget dengar penuturan levi barusan. bahkan kalau boleh jujur, dirinya kali ini takut sekali dengan kemungkinan buruk yang akan datang nanti.

“terus gimana? mau putus?” ucapannya kelewat santai untuk seukuran orang yang bahkan sedang tahan suaranya biar gak bergetar.

levi menggeleng pelan, taruh ponselnya sembarangan dan beralih peluk perut eren dan sembunyikan wajahnya disana.

“gak mau, gak mau putus.” lirih levi. “ren, gak mau putus,” yang punya nama justru diam, tangannya masih betah usap surai milik levi halus.

levi merangkak, tenggelamkan wajahnya di ceruk leher eren dan tangan yang memeluk area leher si pacar. “jangan putus,”

levi meracau lagi. dengar itu eren justru terkekeh simpul. “gak ada yang mau putus. aku cuma nanya tok, kak.” eren nyahut pakai nada halus sekali. dan itu buat levi makin tenggelamkan wajahnya di leher.

“ya pokoknya jangan putus, aku sayang sama kamu.”

betulan kaget. setahunya, levi bukan tipikal orang yang gampang untuk bilang sayang— lebih tepatnya gengsi yang besar untuk bilang kalimat itu pada pasangannya. tipikal orang yang lebih banyak kasih bukti dan tindakan ketimbang omongan.

dan, ya. satu pelukan kencang dan kata sayang yang diucapkan tepat saat jam tunjukkan pukul tiga pagi. waktu rawan untuk segelintir orang jadi jujur dengan apa pun.

iya, levi sayang. sangat.

bangsat

gerbang kediaman yeager lagi, posisi berhadapan dengan levi yang senderkan tangannya di stang motor. keduanya berbincang ringan perkara insiden tadi.

eren ketawa lebar begitu matanya lirik bagian bawah levi yang masih menggembung. “aduh, kasihan masih ngembung.”

levi mendecih. “bangsat, aku udah nahan sesak dari tadi. untung ketutup sama hoodie.”

“haha, salah sendiri lah,” eren mengetuk dahi levi pelan. “mesumnya dikurangi, dong om sayang.”

“berisik,” ketusnya. beralih rangkul pinggang eren yang reflek maju kemudian beri ciuman di bibir.

lagi.

disana keduanya saling memagut bibir satu sama lain untuk waktu yang lama. levi menggeram begitu tangan eren dengan kurang ajarnya mengelus area selatannya lalu diremas pelan.

“yok udah yok! mesumnya besok lagi. bisa yok bisa!”

zeke si pelaku yang tengah menumpu badannya di pembatas balkon dengan santainya tatap mereka berdua sambil sebat.

eren menyengir lebar, pandang muka levi yang masam total. ketawa puas dalam hati begitu lihat sekilas bagian bawah levi yang semakin menggembung. tepuk keras bagian itu yang dapat hadiah tatapan tajam levi.

“bangsat, cil.”

“wleekk,” eren jahil. julurkan lidahnya mengejek kemudian lari masuk ke dalam tinggalkan levi yang total jengah.

double bangsat

bangsat

gerbang kediaman yeager lagi, posisi berhadapan dengan levi yang senderkan tangannya di stang motor. keduanya berbincang ringan perkara insiden tadi.

eren ketawa lebar begitu matanya lirik bagian bawah levi yang masih menggembung. “aduh, kasihan masih ngembung.”

levi mendecih. “bangsat, aku udah nahan sesak dari tadi. untung ketutup sama hoodie.”

“haha, salah sendiri lah,” eren mengetuk dahi levi pelan. “mesumnya dikurangi, dong om sayang.”

“berisik,” ketusnya. beralih rangkul pinggang eren yang reflek maju kemudian beri ciuman di bibir.

lagi.

disana keduanya saling memagut bibir satu sama lain untuk waktu yang lama. levi menggeram begitu tangan eren dengan kurang ajarnya mengelus area selatannya lalu diremas pelan.

“yok udah yok! mesumnya besok lagi. bisa yok bisa!”

zeke si pelaku yang tengah menumpu badannya di pembatas balkon dengan santainya tatap mereka berdua sambil sebat.

eren menyengir lebar, pandang muka levi yang masam total. ketawa puas dalam hati begitu lihat sekilas bagian bawah levi yang semakin menggembung. tepuk keras bagian itu yang dapat hadiah tatapan tajam levi.

“bangsat, cil.”

“wleekk,” eren jahil. julurkan lidahnya mengejek kemudian lari masuk ke dalam tinggalkan levi yang total jengah.

— main ⚠️🔞

bosan main dengan kucing.

eren yang sedang anteng baca komik jadi sasaran levi kali ini. dekat kan tubuhnya lalu peluk pinggang eren. baju tidur milik si pacar sedikit disingkap ke atas, masukkan kepalanya disana sebelum mencium dada eren.

yang punya dada masih diam, dan itu dijadikan kesempatan emas bagi levi untuk lecehkan dada eren lebih ganas. puting sebelah kanan dijilat sensual sebelum disesap layaknya bayi. tangannya gak tinggal diam, raba perut rata eren yang sukses munculkan rasa menggelitik sebelum jemarinya bertengger di pucuk dada sebelah kiri, dicubit dan dipelintir gemas.

eren telak dibuat panas akibat diberi afeksi sebegini nikmat oleh levi.

shh, jangan digigit, sakit.” desisnya, namun levi memilih acuh. tetap lanjutkan aksinya sampai eren kewalahan sendiri.

“kak, sumpah. kalo kam— ah, fuck.”

“udah kepalang, dek.” ucap levi serak tepat di telinga eren. tubuhnya ia tegap kan, tangannya beralih membuka bajunya serampangan, setelahnya suara gesper yang dilepas terdengar di indera rungu eren.

“adek, turun! makan malam dulu, sekalian ajak pacarmu!”

bangsat.

obrolan sabtu malam

tangannya ambil kucing putih itu dari pelukan levi kemudian ia taruh pelan ke samping. beralih dirinya yang merangkak masuk ke dalam pelukan levi dengan dirinya yang menindihi tubuh yang lebih tua.

“gantian aku yang dipeluk, jangan teo terus.” rengek eren.

“teo empuk, gak kaya kamu.” satu cubitan di pinggang eren berikan dan direspon dengan kekehan kecil.

“pulang sana,” kata levi sambil mengelus surai halus eren.

“gak mau,”

“udah berapa jam kamu disini? betah banget kenapa deh?”

“betah, lah. orang sama kamu,”

halah. levi putar matanya malas. “jangan sama aku terus, luangin waktu sama keluarga mu apa gimana, lho.”

“keluar semua. bunda sama ayah malam mingguan, bang zeke lagi bawa temen-temennya ke rumah.”

“ho,” anggukkan kepala paham. “terus pelariannya kesini?” disana eren manggut sekilas.

“iya, sekalian mau lihat teo. aku bawa pulang ya?”

“enak aja,” levi cubit hidung eren. “buat temen aku di kos. gak usah main ambil.”

:

kemudian mereka lanjutkan dengan obrolan ringan yang memakan waktu mungkin hampir dua jam lamanya dengan posisi yang masih sama.

levi mendengarkan seksama celotehan eren yang masih saja bercerita dari tadi. tangannya masih betah memainkan hidung si pacar, sesekali tersenyum tipis.

“liatin terus, aku lagi cerita.”

“kamu lagi cerita ya aku liatin, telingaku masih dengerin kok,”

“ya tapi jangan liatin telak di mata dong!” eren pukul dada levi.

levi hela nafasnya panjang. “aku liatin ke arah lain, nanti marah lagi. maunya apa?”

“kan kamu tempatnya salah, hehe.”

aduh, kok lucu.

levi ya telak dibuat gemas, gulingkan tubuh mereka lalu cium wajah eren berkali-kali efek terlalu gemas.

“pulang, ya? bawa motor sendiri kan?” tanya levi dan eren mengangguk.

“gih, pulang. keburu malem.”

“alah, jam sembilan juga belom ada. lagian aku cowok.”

“gak ada yang bilang kamu cewek, betewe.”

“yaudah diem.”

salah terus.