Jungkir Balik (Bagian Satu)
Aku mohon kebijaksanaanmu dalam membaca. Aku berusaha menulisnya agar tidak terlalu blak-blakan, tapi, bagian ini memuat konten dewasa
“Chaewooon,” Hitomi menoleh ke belakang, mendapati gadis itu tetap menggeleng, “Boleh ya?”
“Nggak,” Chaewon lagi-lagi berkata, namun pelukannya di pinggang Hitomi mengerat, “Jangan aneh-aneh. Kalau besok nggak bisa bangun dari tempat tidur, aku nggak mau tanggung jawab.” Hitomi bergerak di pangkuan—tidak, gadis itu duduk di sela kakinya yang terbuka lebar, punggung bersandar pada tubuh bagian depannya—
“Honeeey,” Hitomi mencebik, sebelah tangannya bergerak menggerayangi pipi Chaewon yang sedari tadi sudah mewujud dispenser—panas dingin.
INI KENAPA JADI BEGINI?
Satu jam lalu gadis itu berlari dari lapangan olahraga menuju sebuah supermarket yang ia yakini menjual cemilan favorit Hitomi. Tadi pagi, gadis itu tiba-tiba mengiriminya pesan bernada manja, dan artinya cuma satu: gadis itu kedatangan tamu bulanan.
Yang juga artinya, selama sepekan ke depan, hidupnya akan jungkir balik.
Ponselnya berdering dan berdenting bergantian sejak tadi—pesan-pesan gusar dari Nako, teman sekamar Hitomi yang belum apa-apa sudah jadi sasaran empuk Hitomi, lalu tentu saja pesan-pesan gelisah dari Hitomi. Chaewon buru-buru meraup beberapa cemilan, memastikan makanan ringan dengan logo kura-kura itu masuk ke keranjangnya, lalu beberapa makanan manis lainnya; cokelat. Jelly. Permen. Marshmallow. Biskuit. Kue beras. Satu galon es krim—strawberry, demi kesejahteraan bersama.
Lengkap, pikir Chaewon. Dengan tak sabar ia menarik keranjang belanja menuju kasir. Tepat setelah barang terakhir masuk di plastik, ia memelesat, kembali berlari menuju asrama tempat mereka tinggal.
“DATANG JUGA OKNUM KIM CHAEWON,” di depan pintu, Nako berdiri sambil bersungut-sungut. Chaewon meringis, menyerahkan satu kantong plasik besar pada Nako, “Nih, bawa, buat sama yang lain. Kamu tidur—”
“YA IYA AKU TIDUR DI KAMARMU, TERUS DI MANA LAGI? POS SATPAM, HAH?!”
“Ampun, Ibunda Ratu, silakan pergi,” Chaewon membungkuk, mengayun tangan kanan, ke samping, menyilakan gadis itu untuk segera pergi. Nako mendengus
“Kalau mau masuk, mending sekarang. Tapi kalau mau masyuk, please, jangan di kasurku. BARU GANTI SEPRAI!”
Chaewon tergemap, berdiri mematung di tempatnya bahkan setelah Nako menghilang di balik tangga. Sebelah tangannya mengusap wajah kasar.
Dia—'kan—kalau lagi begini.... Suka.... Suka—
Sebuah lengan tiba-tiba menariknya dari pintu yang terayun terbuka. Punggungnya beradu dengan pintu, kedua tangan mengepal di kedua sisi tubuh. Ia ingin berontak—tapi mana bisa? Mana bisa kalau yang memerangkapnya adalah Hitomi?
Nggak, Kim Chaewon, kamu nggak boleh aneh-aneh, ingat, kamu ke sini sekarang—
Kedua tangan yang menangkup pipinya bergerak turun, bermain-main dengan kerah bajunya.
Nggak, nggak boleh, nggak—
Persetan.
Lagipula, jika ia betulan ingin menghentikan aktivitas mereka, seharusnya ia mendorong Hitomi sejak tadi 'kan? Nyatanya tidak.
AH BODO AMAT LAH.
Kantong plastik di tangannya terjatuh begitu saja; isinya terburai, tapi siapa peduli? Siapa yang akan peduli jika makanan ringan itu terinjak saat bibir manis Hitomi beradu dengan, bergerak, memagut bibirnya?
Satu sentakan, ganti punggung Hitomi yang mencium tembok. Gadis itu terkikik saat ciuman Chaewon merambat turun, menuju rahang, menuju leher, menuju—
“Chaewon kunci kamar—ASTAGA MATAKU PERLU DISUCIKAN!”
Hitomi mengerang saat tubuh Chaewon merosot begitu saja. Gadis itu lantas berjongkok memeluk lutut, menyembunyikan wajah di sela lengannya.
“Ada yang namanya ketuk pintu sebelum masuk, Nako?”
“MANA AKU TAHU KALIAN BERDUA LAGI ASYIK MASYUK HAH? Omong-omong Chaewon, kunci?”
Chaewon menggeleng pelan. Tanpa mendongakkan kepala, ia berkata, “Ada di Yena, Yena udah di kamar Wonyoung, ke sana aja,” ia berkata dengan suara teredam. Nako menghela napas.
“Oke—INGET, JANGAN DI KASURKU!”
“Berisik banget deh temennya Putri Salju yang itu,” gerutu Hitomi sambil menutup pintu. Kali ini, tangan kanannya bergerak memutar kunci ke arah kiri. Klik. Seringai kecil muncul di wajahnya. Gadis itu berbalik, lantas melangkah menuju Chaewon yang masih berjongkok. Ditariknya pelan dagu gadis itu, seiring dengan tubuhnya yang makin merunduk, menyejajarkan pandangannya dengan gadis itu.
“Honey,” ia berbisik pelan. Kedua mata Chaewon melebar, “Nakonya udah pergi,” pelan kedua tangannya bergerak ke arah pundak Chaewon, mendorongnya, memaksa gadis itu untuk duduk. Ia lantas memosisikan diri di pangkuan kekasihnya. Hitomi terkikik melihat Chaewon bergidik saat kedua lengannya bergerak ke arah leher, mengalungkannya di sana.
“Nggak mau lanjut yang tadi, honey?”