Remang Jalan Pulang
———
Faisal berlari dengan tergesa menyusuri jalan rumah Rena, beberapa kali meminta maaf pada pejalan kali yang sudah ia tabrak namun langkahnya tetap berlari. Satu pesan dari Rena begitu mengusiknya, dan saat ia telah selesai ia hanya berharap bahwa semuanya tidaklah terlambat.
“Demoiselle, angkat telpon saya, tch.”
Nafasnya berpacu sama derap kakinya, bahkan dalam larinya ia dapat mendengar degup jantungnya yang tidak karuan. Sesampainya di rumah gadis itu ia mendapati pintu rumah yang terbuka lebar begitu saja. Walau demoiselle-nya itu sedikit cereboh tetapi ia bukanlah gadis yang bodoh meninggalkan rumah dengan pintu terbuka.
Dengan segera ia mengeluarkan ponselnya, mengirimkan sinyal SOS ke kontak daruratnya, Rizal. Kontak SOS yang jelas diketahui bukan perihal dirinya tetapi perihal sang putri.
Ia mengambil nafas panjang dan menghembuskannya perlahan, ia harus tenang atau ia akan semakin kecolongan. Sepertinya musuh benar-benar mengincar saat dirinya tidak bersama Rena untuk menjalankan aksinya. Tetapi ia memang tidak bisa dua puluh empat jam mendampingi Rena, sial, ia merutuki dirinya dan kesalahannya.
Pembawa sial
Tidak, ia tidak mau mempercayai bahwa hilangnya Rena adalah kesalahannya. Ia harus tenang. Dirinya harus tenang. Setelah berhasil mengembalikan kesadarannya Faisal pun perlahan memasuki kediaman yang tampak kosong. Pandangannya hanya mendapati sebuah keranjang yang telah tergeletak tak berdaya di dekat pintu dengan buah stroberi yang berjatuhan.
Darahnya terasa mendidih, ia ingat betul ini adalah buah stoberi yang sengaja Rena beli untuknya. Manusia biadab gumamnya.
Ada keadaan darurat apa?
“DEMOISELLE HILANG! Tolong kerahkan Diki dan Doni untuk bergerak, ini keadaan darurat!”
Sosok di sebrang panggilan suaranya itu pun sama terkejutnya dengan Faisal saat pertama kalo tiba di kediaman Rena tersebut. Meskipun demikian Faisal masih berusaha untuk memjelaskan kondisi yang ada dengan selogis mungkin sembari memperhatikan TKP dengan seksama.
Faisal menggretakkan giginya kesal, tidak tidak ada petunjuk apapun, bagaimana cara dia mencari Rena? Bagaimana jika Rena benar-benar menghilang? Apa kata Indra? Apa benar ia hanya bisa mengacau?! Tidak tidak seharusnya dia berpikir demikian. Ia harus tenang dan mulai menganalisis kemungkinan dan motif yang ada.
Dengan segera langkah kakinya ia bawa untuk menuju lokasi tempat kematian madam Ningsih. Jika memang pelakunya adalah orang yang sama maka seharusnya terdapat kesamaan motif.
———
Faisal pun mengamati kondisi gang pemukiman tersebut. Sesuai dugaannya, tempat ini memang menjadi titik buta. Menculik demoiselle di rumahnya juga merupakan tindakan yang bodoh dan gegabah, apakah demoiselle dijebak? Atau apa?
Sebenarnya ia memiliki beberapa kemungkinan skenario. Skenario pertama adalah reka adegan madame Ningsih tetapi alih-alih langsung dibunuh maka sang pelaku justru mengikuti demoiselle ke rumah, motifnya adalah menipu dengan meminta tolong dan saat demoiselle lengah maka langsung dilumpuhkan. Setelah itu dibawa kembali melewati gang ini.
Skenario kedua adalah sang pelaku langsung menculik demoiselle di rumah dan dibawa pergi, tetapi mengingat pintu yang terbuka maka jika demoiselle tiba-tiba berteriak karena diculik tentu akan menarik perhatian.
Jika memang skenario pertama yang terjadi maka… arah selatan sudah memasuki hutan. Lokasi ini menjadi titik buta karena perbatasan terluar dari selatan kota Jaya. Di mana aktivitas masyarakat sangat minim. Namun menjadi kelemahan yang sangat mudah di eksploitasi. Sepertinya Diki akan kesulitan jika seperti ini, jejaring komunikasi akan sulit dilacak jika keluar dari kota tetapi Doni seharusnya bisa mengenal organisasi penjahat bawah tanah dan sindikatnya.
Faisal harus bergerak cepat, lembayung senja mulai mereda digantikan redupnya sinar rembulan. Akan susah menyisiri hutan apabila cahaya sang surya telah menghilang.
———
Bagaimana?
“Sepertinya aku sudah mendapat sedikit petunjuk, dan aku ingin memastikannya,”
Seorang diri?
“Ya, kalian bisa gunakan radar dari ponselku, jika berbenturan dengan sinyal telekomunikasi yang lain maka kemungkinan besar itu milik demoiselle atau sang pelaku,”
Kau?! Tidak bisakah kau menunggu bantuan?
“Apa kau khawatir?”
Dasar bocah tengil
“Terima kasih karena telah mengkhawatirkanku, tapi aku tidak akan mati semudah itu…,”
…
Baiklah, hati-hati. Aku akan segera mengerahkan bantuan
“Terima kasih”
Faisal pun memasukkan ponselnya, dikeluarkannya sebuah belati yang selalu ia sembunyikan dibalik punggungnya. Dirinya sedikit mendecih, jika saja ia membawa pedang bersama dengan dirinya semua akan lebih mudah. Yah paling tidak ia juga selalu membawa pistol beserta peluru bersama dirinya untuk jaga-jaga walaupun kemahirannya dalam menembak tidak bisa disamakan dengan Rizal maupun Doni. Ia lebih terlatih dengan mata pedang.
———
Rena berusaha untuk membuka kedua kelopak matanya, rasanya begitu berat. Kepalanya pusing sekali, seperti abis terbentur sesuatu dan ia dapat mencium bau anyir darah yang menganggunya.
“Oh? Sudah bangun ya?”
Tanya seorang lelaki berambut sedikit blonde tersebut. Kepalanya masih terasa begitu berat, sulit untuknya memberi respon secara langsung ataupun melawan. Sepertinya tadi dirinya sempat dibius.
“Wah? Sudah bangun? Padahal pertunjukkannya belum saja di mulai,”
Pandangannya yang buram dan sedikit remang itu dapat melihat bayangan sosok lain yang berjalan ke arahnya. Lelaki paruh baya yang entah kenapa membuat Rena bergedik ketakutan. Otaknya sudah mulai bisa mengolah informasi yang ada. Di mana dia sekarang? Kenapa ia disekap dan diculik seperti ini?
“Jadi ini perempuan yang selama ini berada dalam pengawasan Raja? Tidak ada istimewanya sama sekali…,”
Apa maksudnya?
Apa yang mereka inginkan? Lalu apa hubungannya dengan sang Raja? Rena tidak tahu menahu! Kenapa ia sampai terlibat hal seperti ini?!
“Apa kau wanita simpanan sang Raja?”
“Jangan sembarangan kalau bicara!” Bentak Rena, sembarangan sekali jika berkata. Ia tidak terima dengan tuduhan itu, walau memang ia bukanlah gadis dari keluarga berada tapi tentu saja ia tidak akan pernah mau menurunkan martabatnya seperti itu.
“Heh, apa kau tidak tau situasimu sekarang?”
“Bagaimana kalau kita rusak saja ‘harta’ berharga sang Raja, membuktikan jika memang sang Raja macam-macam dengan kita maka kita bisa melakukan lebih,”
Mata gadis itu terbelalak penuh ketakutan saat tangan-tangan itu mulai menggerayangi tubuhnya. Rena terus berusaha memberontak untuk melepaskan diri. Tidak, dia tidak mau seperti ini! Apa salahnya?! Apa salahnya?!
“Tidak… tidak…, TIDAAAAK! BERHENTIIII!”
———
Pintu bapuk itu terdobrak hingga rusak. Fokus semua orang di dalam ruangan kumuh tersebut teralih, Rena yang penampilannya sudah berantakan itu pun berusaha memfokuskan pandangan dan kesadarannya. Remang cahaya bulan menyinari sosok bayangan lelaki yang saat ini tengah berjalan ke arahnya.
Apakah akhirnya akan seperti ini? Rena sudah tidak dapat melawan lagi, hanya bulir air mata yang mengalir membasahi pipinya. Ia sudah terlampau lelah, jika memang sosok itu juga akan berbuat buruk pada dirinya. Toh dirinya sudah tidak punya siapa-siapa di sisinya. Mungkin setelah ini dia bisa menyusul bundanya kan?
“Si-?!”
Satu tebasan belati seketika melukai kedua mata lelaki berambut blonde tersebut. Lelaki itu menggretakkan giginya sebal dan tangannya secara refleks mengambil pistol dibelakang tubuhnya untuk menangkis tembakan peluru yang dilepaskan oleh lelaki satunya.
“Jati… dan Bobby… kalian ditangkap atas tuduhan pemberontakan terhadap kerajaan Jaya dan penyerangan pribadi terhadap anggota kerajaan yaitu putri Indy Sri Jaya,”
Hah?
Dengan susah payah ia berusaha untuk memfokuskan pandangannya, cahaya bulan perlahan memasuki rongga rongga kayu gubuk tersebut dan menampilkan sosok siluet yang begitu familiar untuknya.
“Monsieur…”
“Penyelidikan akan terus dilakukan untuk mencari tuan yang mendalangi kalian, segala macam pembelaan hanya dilakukan di ruang persidangan,”
Dari bawah sinar rembulan, pertama kalinya Rena melihat ekspresi wajah seperti itu. Mata tajam yang haus akan darah dan penuh akan kebencian. Sosok dihadapannya bukanlah sosok Faisal yang ia kenal. Apakah sekarang ia harus merasa lega karena sudah merasa aman? Tetapi perasaan asing itu pun mengusiknya.
“Biadap… orang-orang biadap…,”
Rena dapat mendengarnya, Faisal yang menggumamkan sumpah serapah pada kedua lelaki asing tersebut… tangan kirinya mengarahkan pistol kepada sosok lelaki yang tidak terluka, sedikit lagi akan menembakkan pelatuk dari sana. Tapi, jika Faisal melakukannya bukankah akan menjadikannya sebagai pembunuh?
“Mo…monsieur… ja… jangan lakukan itu…,”
Duar
Satu tembakan dilepaskan tepat di atas kepala Jati. Membuat Faisal mendecih tidak suka, tembakan peringatan. Disimpannya kembali belati dan pistolnya. Faisal berjalan perlahan ke arah Rena.
Sungguh malang kondisi gadis itu, dengan rok yang sobek lebar memperlihatkan bagian pahanya, memar bagian paha dalam, dada, dan juga bibir terluka karena digigit. Namun, gadis itu tetap berusaha tersenyum sayu saat mengetahui Faisal tengah menyelamatkannya dan memandangnya sembari diam mematung.
Yah… dirinya sudah tidak lagi suci dan benda rusak yang tidak pantas dilindungi… lebih baik ia ditinggalkan dan mati saja…
Faisal duduk berjongkok dihadapan Rena. Melepaskan jas miliknya untuk menutupi tubuh bagian bawahnya. Ia dapat melihat bulir air mata yang keluar dari sudut mata kelabun milik sang lelaki.
“Monsieur… tinggalkan saja aku… aku sudah tidak layak lagi untuk diselamatkan…,”
Lagipula apa kata orang-orang jika mengetahui ia adalah seorang gadis yang hidup kehilangan martabatnya? Lebih baik ia mati saja bukan?
“Tidak…, saya tidak mungkin meninggalkan orang yang berharga bagi saya…,”
“Berharga… tapi… aku…,”
“Tidak ada yang akan pernah bisa menodai kemurnian dan kebaikan demoiselle…, Anda masih sangatlah berharga…,”
Didekapnya erat sosok perempuan ringkih itu. Berulang kali, Faisal meminta maaf karena meninggalkannya, berulang kali Faisal meminta maaf karena terlambat, berulag kali Faisal meminta maaf karena tidak ada di sisinya. Rena pun hanya bisa menangis dalam diam dan menyembunyikan wajahnya dibalik ceruk leher milik Faisal.
———
Digendongnya gadis itu yang pingsan dalam pelukannya karena stress dan trauma yang dilandanya. Faisal menatap kedua lelaki biadap tersebut penuh dendam dan amarah. Tapi prioritasnya adalah menyelamatkan Rena.
Saat ia melangkahkan kakinya keluar ia dapat merasakan satu peluru menghujam bahunya.
“FAISAL?!”
Faisal dapat melihat sosok Rizal dalam baju tempurnya tergopoh-gopoh ke arahnya. Mendapati dirinya yang tengah terengah sembari menggendong Rena.
Dor
Satu tembakan kembali dilepaskan mengenai kaki Faisal, menbuat lelaki itu seketika terjatuh karena rasa sakit namun Rizal dengan segera memapahnya.
“Demoiselle… keselamatan demoiselle yang utama… mereka… mereka…”
“Baik, aku mengerti,”
Rizal pun dengan segera mengambil tubuh Rena. Namun satu tembakan kembali dilepaskan dan mengenai perut Faisal. Membuat lelaki itu terhuyung seketika.
“FAISAL?!”
Dengan segera Rizal mengarahkan pasukannya untuk mengepung Jati dan membawa Bobby.
“Demoiselle… keselamatan… demoiselle… utamakan…,”
Rizal mendecih sebal, ia berjanji bahwa Doni dan Diki akan segera menyusulnya bersama Romi dan menyelamatkan Faisal. Mendengar hal tersebut entah mengapa sedikit membuat Faisal merasa lega.
———
“Tidak apa… aku… masih bisa bertahan…,”
———
Dengan tubuh bersimbah darah, Faisal terduduk tidak berdaya di kusen pintu gubuk tersebut. Memandang sinar rembulan yang entah mengapa malam ini terasa hangat dan familiar.
“Sepertinya… sang pangeran hari ini tengah tersenyum…,”
———