☘️☘️☘️
Alunan musik dan lagu yang berdentang seolah mengajak siapa pun untuk turut berdansa ataupun bernyanyi. Gemerlap lampu hias pun turut memeriahkan pesta tahun baru hari ini, dan siapa sangka halaman belakang villa mereka telah didekor sedemikian rupa dalam waktu beberapa jam saja.
“Permisi”
Rena pun seketika memberi jalan ke pada Fani dan Budi , dengan cekatan ia pun membantu Rizal untuk membawa bahan ataupun perlengkapan persiapan bakar-bakar malam ini. Seraya membantu Fani untuk mempersiapkan bahan-bahan dirinya sedikit teringat saat di mana Faisal belanja begitu banyak bahan sampai membuat Budi meledeknya apakah lelaki itu hendak memberi makan satu kampung, hanya mengingatnya saja sukses membuat Rena terkekeh geli. Mungkin itulah sebabnya Faisal hari ini tidak mengambil perlengkapan BBQ.
“Ih! Rena jangan ketawa-ketawa sendiri! Serem tau!” celetuk Fani membuat gadis itu sedikit salah tingkah, kedua pipinya pun bersemu merah
“Ah! Aku hanya teringat hal yang lucu kak!” ujarnya
“Hmm… apa tuh kalau boleh tau? Kok bisa bikin kamu ketawa sendiri?”
Rena tidak seketika menjawab, tapi entah mengapa hanya dengan mengingatnya saja sudah sukses membuat wajahnya memerah—kenapa dirinya tiba-tiba merasa malu?! Dan reaksi Rena itu sukses membuat Fani memelototkan matanya.
“Renaaaa??!”
“Aaaa udah kak Fanii aku maluuu”
“Kalian bahas apa sih kok asik ngga ajak-ajak aku? Aku sedih nih!”
Suara itu—
“Kak Siska?!”
Rena menoleh ke arah Siska yang tiba-tiba datang dan merangkulnya, wajahnya memberengut lucu seakan sebal karena tidak diajak dalam pembicaraan asyik tersebut. Rena tidak menjawab, dirinya hanya berkata ia akan menceritakannya nanti saat ada kesempatan hanya mereka bertiga untuk mengobrol. Membuat Fani dan Siska semakin tidak tidak sabar. Apakah bunga musim semi milik Rena mulai bermekaran.
Sementara itu tidak jauh dari posisi pra gadis berdiri para jejaka pun tampak sedang sibuk memperhatikan—lebih tepatnya Romi karena Faisal, Budi, dan Diki tampak sibuk dengan permainan mereka.
“Waah… enaknya ya cewe-cewe sepertinya mereka sudah akrab satu sama lain, bukankah pembicaraan seperti siapa orang yang mereka sukai menarik aku jadi ingin tau~”
Celetukan Romi barusan sukses membuat Budi tersedak daging, Faisal pun dengan cekatan menyodorkan air mineral kepada lelaki tersebut. Tentu saja obrolan tersebut sedikit mengejutkan Budi apalagi perasaan Fani terhadap dirinya sepertinya telah jadi rahasia umum satu kosan.
“Kenapa kamu bereaksi berlebihan seperti itu? Apa kamu juga ada penasaran?”
Dan Budi pun tersedak untuk kedua kalinya.
“Tidak—! Berhenti menyebar fitnah,” bela Budi
Dadang hanya bisa berdiri cengo melihat Budi yang seperti tidak menjadi dirinya sendiri itu, sedangkan Faisal disebelahnya tetap santai sembari meminum segelas soda di tangannya, seakan pernyataan Budi adalah hal umum yang sering dirinya lihat.
“Budi, D-nya denial” ledek Dadang dan Faisal pun mengangguk setuju.
☘️☘️☘️
You know it is not the same as it was~
Alunan musik santai band tersebut tanpa sadar membuat Faisal ikut bergoyang, menikmatinya, apalagi ditambah iringan saxofone di tengah bagian bridge lagu membuatnya semakin khidmat menggoyangkan kepalanya seirama dengan lagu yang ada.
“Aku tau kamu bakalan suka lagu ini Sal, cocok banget ga sih musiknya sama malam santai tahun baruan kali ini,”
Faisal mendongakkan kepalanya, mendapati Romi yang berdiri di dekatnya sembari membawakan dua gelas minuman bersoda, diberikan satu kepadanya.
“Aku kira kamu bakalan ngajak ‘minum’”, candanya yang dibalas dengusan tak suka dari Romi, sang dokter pun duduk tepat di kursi rotan sebelah Faisal yang masih kosong—tanpa meminta persetujuan Faisal tentunya.
“Aku masih cukup waras ya dan aku ga bakal pernah mau jadi samsak pak Agus,” balasnya, Faisal pun mengangguk setuju. Tidak ada yang pernah mau menjadi samsak dari ‘guru’ secara sukarela. Bahkan Rudy saja berusaha menahan niatannya untuk membawa ‘minum’ diam-diam.
“Emang kamu masih?” tanya Romi, “Sometimes, kalau sumpek banget tapi kamu tau kan terakhir kali aku gitu gimana, jadinya sekarang udah berusaha ngurangi sama ngilangin lah,”
“Resolusi tahun baru ceritanya?”
“Kali,”
Hening sejenak, kedua lelaki itu sama-sama duduk terdiam memikmati alunan musik yang ada sembari memperhatikan Siska, Doni, Rudy, dan Dadang yang ribut saat bermain karambol sendari tadi.
“Ngomong-ngomong, how’s life this year? Is it good enough atau justru fucked up enough?” tanya Romi tiba-tiba yang sukses membuat Faisal tersedak minuman bersodanya, membuat hidungnya terasa perih.
“Hiiii jorook!”
Ia menghiraukan ledekan Romi tersebut, lelaki itu dengan terburu-buru menuju toilet untuk membersihkan wajahnya sebelum kembali beberapa saat kemudian sembari membawa tisu.
“Salah siapa? Lagian ngasih pertanyaan minimal ada basa-basi dikit atau apa gitu ngga langsung diulti gitu,”
“Ya kan kamu ga suka basa-basi Sal,”
Kembali hening, namun saat ini benak Faisal tidaklah kosong, pertanyaan Romi berulang kali silih berganti memenuhi kepalanya. Tahun ini bagaimana dia? Kondisinya? Mentalnya? Sehat? Atau gimana? Entahlah, Faisal tidak menjawab secara pasti tetapi yang jelas…
“Untuk saat ini aku bisa memandang sedikit optimis di masa depan,” jawabnya mantap membuat Romi tersenyum simpul, syukurlah
“Bagus deh, oh! Biar aku tebak, pasti karena seseorang yang spesial ya~” goda Romi dan Faisal pun tidak mengelaknya, dengan santai ia justru menyesap kembali minumannya.
“Mungkin…, Rom, kamu mau tau apa yang membuatku menyukai gadis itu?”
Oho? Apakah setelah ini gelar Romi akan bertambah menjadi dr. Romi., Sp.Cin alias dokter cinta? Tunggu kenapa rasanya terdengar familiar ya?
Tapi Romi tidak menjawab, ia hanya diam menunggu Faisal bercerita, dan diamnya Romi juga Faisal anggap sebagai pernyataan setuju lelaki itu.
“Karena Rena itu sangat berbeda denganku…, dia adalah gadis yang ceria, selayaknya cerah matahari esok pagi, yang membuatku selalu penasaran dan menantikan hari esok, kira-kira akan ada hal atau kejadian menyenangkan apa lagi ya?” jelasnya, Faisal menghela nafas pelan.
“Dan aku tidak lebih malam hari baginya, yang hanya mampir dan lewat sekelebat, bahkan sang malam pun akan selalu merindukan mentarinya bukan? Begitu pula denganku, mungkin kehadiranku hanyalah sepintas saja bagi Rena,”
“Sal…”
Faisal menoleh ke arah Romi, yang menatapnya dengan iba dan penuh kasihan, membuatnya terkekeh pelan, “Kenapa ekspresimu seperti itu? Ini bukanlah sesuatu yang perlu kamu kasihani,” jelasnya.
“Hingga saat ini sebenarnya aku sudah tidak memiliki impian ataupun hal-hal besar yang ingin aku raih, kalau boleh jujur pun aku sebenarnya merasa lelah untuk terus lari. Aku tidak punya bayangan apa yang akan aku lakukan esok selain mengulangi rutinitas sehari-hari yang menoton dan memuakkan,”
“Tapi paling tidak sekarang, aku selalu ingin menunggu apa yang akan terjadi di hari esok, bukanlah itu bagus?” jelas Faisal, senyum lelaki itu nampak begitu berseri, entah mengapa melihat Faisal yang seperti itu membuat Romi berkaca-kaca.
“Hahaha… haaaaah! Sialan…, hanya mendengarnya kenapa aku jadi ikut senang? Kenapa sih kamu juga bikin baper orang?!” gerutu Romi sembari meninju kecil bahu Faisal
“Padahal aku belum sempat berterima kasih padamu tapi kamu sudah seperti ini,”
Hah?
“Makasih ya Rom, udah bantuin aku selama ini, mungkin tanpa penanganan professional darimh aku sudah menyerah dari dulu—”
Ditutupnya mulut Faisal dengan paksa membuat lelaki itu terkejut dan menatap Romi heran.
“Ngga kamu, ngga Indra, kenapa kalian berdua seperti ini sih?!”
Dilepaskannya mulut Faisal, lelaki berambut oranye tersebut menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, sedikit salah tingkah dan malu.
“Tapi Sal, orang yang paling pantas mendapat ucapan terima kasih adalah dirimu sendiri, makasih, sudah bertahan hingga saat ini,”
Satu ucapan kecil namun juga sederhana, apa memang selama ini Faisal kurang menyayangi dirinya sendiri? Kurang mengapresiasi dirinya sendiri? Ia dapat merasakannya, kedua pelupuk matanya yang mulai memanas. Kenapa dirinya merasa bersyukur dan senang sekali mendengarnya? Apa karena selama ini ia hanya mendengar sumpah serapah orang-orang yang tidak menghargainya, menyia-nyiakannya dan menyuruhnya mati? Apa karena itu ia merasa tidak perlu bertahan lebih lama lagi?
“Haaah, sialan…,” gerutunya dan mereka pun terdiam untuk waktu yang lama dengan berusaha menahan tangis satu sama lain.
Namun suasana melankolis tersebut tidak bertahan lama hingga musik upbeat tersengar menggantikan lagu sebelumnya, mengubah suasana dengan sangat kontras. Tapi sepertinya kedua lelaki ini mengerti lagu ini.
“Oh?”
“Yok lagu selanjutnya kayaknya cocok banget ya buat dokter cassanova kesayangan kita ya!”
“HEH AKU BISA DENGAR!!”
Siska yang tengah berbicara di mic tertawa puas melihat Romi yang nampak tidak terima tersebut.
“Ayo Rom nyanyi! Ini aku udah pilihan lagu yang cocok buat kamu!”
“YA TAPI GA DOKTER CINTA JUGA KALI?!” teriak Romi tidak terima, wajah dokter muda tersebut nampak memerah menahan malu dan juga kesal
“Sana Rom, pamerkan suara merdumu,” Romi berdecih mendengarnya, “Kamu yakin gapapa sendiri?”
Dan Faisal pun mengacungkan jempolnya, mengatakan bahwa tidak perlu khawatir karena ia tidak akan melakukan hal-hal yang dianggap ‘bodoh’
☘️☘️☘️
Sendari tadi Rena tidak bisa melepaskan pandangannya dari Faisal yang memilih menyendiri dibanding dengan menikmati pesta bersama yang lain, terkadang memang Rizal, Dadang, ataupun Romi datang menghampirinya, mengajaknya mengobrol dan bergabung tetapi berakhir dengan sebuah penolakan, Faisal lebih memilih menikmati pesta seorang diri. Jujur saja dia ingin Faisal ikut bergabung dan bersenang-senang, bahkan lelaki itu belum menyentuh BBQ sama sekali.
“Kenapa Ren?” tanya Fani dan mengikuti ke mana arah pndang Rena, Faisal
“Kamu khawatir sama Faisal?” tanya Fani, gadis itu mengangguk pelan. “Sendari Tadi Faisal hanya duduk memperhatikan, bahkan belum menikmati BBQ, apa dia baik-baik saja?” tanya Rena balik.
“Kalau kamu khawatir kamu bisa datang menghampirinya kok Ren-Ren”
“Kak Sembilan?”
Mendengar suara parau Sembilan membuat Fani bergidik ngeri dan seketika sembunyi dibalik punggung Rena. Lelaki dengan mata gelap itu menatap Rena dengan senyum yang tidak bisa didefinisikan, yang selalu sukses membuat semua orang kosan ketakutan, kecuali Rena.
“Tahun baru seperti ini tidak akan menyenangkan jika dihabiskan waktu dengan seorang diri, kamu bisa menghampiri Ical dan menawarkannya makanan, saya yakin Ical akan merasa sangat senang,”
Rena masih sedikit ragu, “Tapi, bagaimana jika Faisal memang ingin sendiri?”
“Percayalah pada saya Ren-Ren, Ical bukan tipe orang yang mudah menolak, apalagi terhadapmu, dia pasti senang,”
☘️☘️☘️
I can’t get you all that stuff,
But I can give you all my love
Free love~
Sendari tadi Faisal asik bersenandung sendiri, iringan piano yang lembut begitu menenangkan hatinya, beberapa jam lagi tahun sudah berganti dan anggota lain masih asik berpesta, hanya dirinya yang menikmati pesta ini seoarang diri, tapi itu sudah cukup baginya.
Senandungnya pun ikut terhenti saat sosok gadis yang akhir-akhir ini memenuhi pikirannya itu datang menemuinya, fokusnya beralih dari lagu tersebut ke arah Rena yang tengah berdiri tidak jauh dari tempatnya duduk.
“Faisal, apa kamu mau coba ini? Aku lihat daritadi kamu belum makan, jadinya aku tawari saja langsung” tawar Rena, Faisal sedikit bingung sejenak sebelum akhirnya tersenyum kecil, “Makasih Rena,”
Diambilnya makanan tersebut, suasana canggung menyelimuti mereka, Rena yang tidak tau ingin bicara pun hanya diam, kepalanya sibuk menduga, apa mungkin Faisal memang tidak ingin diganggu? Apakah lebih baik ia tinggalkan seorang diri saja sampai akhirnya sebelum dirinya beranjak sosok itu memanggilnya.
“Rena, tunggu!”
“Ya?”
“Apa kamu mau menemaniku di sini?”
Satu ajakan sederhana. Namun, sukses membuat senyum Rena seketika merekah.
☘️☘️☘️
Sejak Rena duduk di sebelah Faisal belum ada di antara mereka berdua yang berminat untuk membuka pembicaraan satu sama lain, meskipun demikian presensi satu sama lain di antara mereka sudah lebih dari cukup.
“Bagaimana satu tahunmu ini Rena?” tanya Faisal memulai pembicaraan, gadis itu tidak menjawab dan pandangan matanya tampak mengadai-andai, mengingat apa saja yang telah terjadi tahun ini.
“Tahun ini…, banyak hal yang terjadi di hidupku, memang tidak semuanya menyenangkan tetapi paling tidak aku bisa bertemu dengan keluargaku dan banyak hal-hal baik terjadi tahun ini…, itu yang membuatku sangat bersyukur,” jelasnya.
“Bagaimana dengan Faisal?”
Gantian, lelaki itu pun diam, tangan kirinya oun bergerak untuk meremat tangan kanannya, mengingatkannya akan luka psikologis yang bahkan tak akan pernah bisa sembuh. Bagi Faisal, setiap tahunnya selalu sama, kelabu…
“…tapi paling tidak, di penghujung tahun ini aku menemukan warna warni menarik yang menarik,” jawabnya.
Sorot mata Rena pun melembut—mengiba, dirinya selalu penasaran dengan lelaki di sampingnya, entah mengapa ada banyak hal yang masih belum ia ketahui dan kenal dari persona tanpa celah milik Faisal. Ia ingin mengenalnya lebih dalam lagi, Rena ingin lebih terlibat sebagaimana Faisal yang selama ini selalu menolongnya walau ia seringkali merepotkannya.
“Faisal…, apa kamu… baik-baik saja?” tanyanya khawatir.
Faisal pun balik menoleh menatap Rena, ah… tatapan mata itu. Faisal benci mengakui fakta bahwa ia menyukai cara Rena memandangnya saat ini, penuh kelembutan, kekhawatiran, hal-hal yang membuat Faisal merasa berhaga, sesuatu yang tidak pernah ia dapat sebelumnya.
“Kamu tau Rena…, harapanku setiap tahunnya selalu sama…, aku ingin hidup tenang,”
“Apa aku baik-baik saja? Aku tidak tau, ada banyak sekali hal yang memenuhi kepalaku, begitu berisik…, makanya aku selalu berharap sekali saja aku hanya ingin merasa tenang,”
Rena hanya diam, mendengarkan. Sorot mata Faisal tidak bisa diartikan saat ini. Ada banyak luka, kekecewaan, amarah, dan juga dendam. Sorot mata yang begitu rapuh layaknya sebuah jiwa yang kosong.
“AYO NYALAKAN KEMBANG API YANG INI! ROM MANA KOREKNYA ROM?!”
“Tapi tidak dengan tahun ini…, untuk pertama kalinya aku bisa merasa tenang, bahkan nyaman… mungkin bisa dibilang aku cukup menikmati hidupku tahun ini,”
“SATU…DUA…TIII…”
Suara kembang api dilepaskan memekakkan telinga, semuanya saling bersorak sorai mana kala kembang api tersebut menghiasi gelapnya langit malam dengan warna warni indahnya.
Malam itu, semua yang ada di mata Rena berubah, sudut pandangnya pun demikian, terutama saat ia melihat sosok lelaki dihadapannya, bayangnya terpancar di bawah gemerlap meriahnya kembang api.
“Aku harap tahun depan aku bisa merasakan perasaan-perasaan yang baik, begitu pula denganmu, Rena,”
☘️☘️☘️
Rena, malam tahun baru, dan siapa sangka hari pertamanya diawali dengan sebuah gejolak aneh dalam dirinya, perasaan baru dengan sosok lama namun dilihat dari sudut pandang yang baru.
Malam itu, Faisal tampak begitu menawan di mata Rena—oh ayolah, Faisal memang tampan dengan karismanya tersendiri, tetapi bagi Rena tidak dengan malam ini. Entah mengapa ia dapat merasakan degup jantungnya yang sama berisiknya dengan kembang api yang menghiasi angkasa.
Siapa yang akan menyangka, bahwa dirinya akan jatuh hati bukan dengan pesona dan kesempurnaan lelaki di hadapannya. Namun, dengan bagaimana besar bukti ketegaran hatinya selama ini.
Ketertarikannya berubah menjadi sesuatu yang jauh lebih besar. Jika memang apa yang diinginkan Faisal adalah perasaan-perasaan yang baik, bolehkah Rena pun terlibat di dalamnya?
☘️☘️☘️