🍀🍀🍀
“Nahidaaa!”
Gadis mungil bersurai pucat itu menoleh manakala suara tinggi familiar memanggil namanya. Sepasang manik jelaganya mendapati perempuan bersuai merah datang menghampirinya, Nilou, sahabat baiknya.
“Jangan lupa ya sepulang sekolah nanti!” ujar sang gadis mengingatkan.
Nahida pun terkekeh kecil, sahabatnya itu sepertinya sangat khawatirnya dirinya lupa akan janji mereka untuk belajar bersama. Pasalnya, sejak tadi malam, gadis itu tak henti-hentinya mengirimkan pesan singkat padanya, mengingatkan perihal kegiatan belajar bersama sepulang sekolah.
“Iyaa Nilou, mau dimana nanti ngomong-ngomong?” tanya Nahida, siswi bernama Nilou itu terlihat berpikir sejenak, “Di gazebo taman gimana?” tawarnya, Nahida pun mengangguk setuju.
“Oke! Eh tapi aku nyusul yaa, kamu tunggu aja di situ dulu, aku mau ketemuan sama anak tari tradisional dulu soalnya!”
🍀🍀🍀
Koridor sekolahnya sore itu nampak sepi—jelas saja, mengingat sudah jam pulang sekolah. Sebagian besar siswanya tentu sudah berhamburan pulang dan sisanya tentu sibuk dengan urusan masing-masing, entah mengerjakan tugas kelompok, mengikuti ekskul, atau sekadar bermain di lapangan utama.
Sorak sorai teriakan bergema dari lapangan belakang sekolahnya. Derap langkah kaki siswa berlarian di tengah lapangan beradu dengan dentum bola yang dimainkan.
Dari sisi lapangan, gadis itu dapat melihat benerapa teman sekelasnya dan siswa lainnya tengah berlaga di lapangan, menperebutkan bola berwarna orange untuk di masukkan ke ring lawan.
Nahida jarang sekali menonton pertandingan olahraga, oleh sebab itu dirinya mudah sekali terkesima hingga menghiraukan teriakan yang menyerukan dirinya. Belum sempat ia memproses bahaya apa yang akan datang—bola basket dengan kecepatan tinggi telah sukses ‘mencium’ wajahnya dengan mesra.
Seketika permainan basket pun dihentikan, siswa-siswa yang bermain pun seketika mengalihkan fokusnya pada seorang siswi yang saat ini tengah terduduk di pinggir lapangan dengan buku berserak sembari memegangi wajahnya.
Jika boleh jujur, kepalanya merasa pusing dan wajahnya terasa sakit. Dari tempatnya ia dapat mendengar derap langkah kaki yang menghampirinya.
“Ngawur!”
“Kaveh ngawur!”
“Minta maaf gih!”
“Bacot, iya ini gue mau minta maaf”
Kepala Nahida semakin pusing mendengar riuh celoteh orang-orang yang dirinya tak tau pasti siapa, pandangannya semakin memburam.
“Aduh sumpa sori banget ga sengaja, gue ngga maksud ngelempar bola sampe ke lu— lu gapapa kan?”
Dengan kondisinya saat ini, Nahida berusaha memfokuskan pandangannya, berusaha tersenyum kalau dirinya baik-baik saja.
“Iya…, aku gapapa kok,”
Tanpa sadar, tangannya bergerak otomatis menadahi bawah hidungnya, ia dapat merasakan sesuatu mengalir dari sana dan bau anyir darah pun memenuhi indra penciumannya.
“ASTAGA! LU GAPAPA GIMANA?! MIMISAN GINI!”
Bukannya Nahida, siswa berambut pirang sedikit gondrong itu yang terlihat panik kalang kabut melebihi dirinya. Nahida menghela nafas pelan, ini hanya mimisan kenapa lelaki itu panik sekali?
“Ih gapapa kok nanti berhenti sendiri!” ujar gadis mungil itu.
Saat dirinya hendak mendongakkan kepalany, menghentikan pendarahan—karena yang ia tau orang-orang biasanya menghentikan mimisan dengan mendongakkan kepala—seorang siswa lainnya sudah berteriak kepadanya, menyuruhnya untuk tidak melakukan hal tersebut.
Dari pandangannya yang buram ia dapat melihat seorang yang cukup familiar baginya—Al Haitham—lelaki itu kemudian duduk bersinpuh tepat di sebelahnya, memegang punggungnya dan memajukan posisinya sedikit.
Lelaki itu dengan sigap menggantikan tangannya yang sendari tadi menadahkan darah. Menutupnya dengan sarung tangan.
“Nafasnya dari mulut ya, kalo kamu ndangak kayak tadi takut justru darah kamu masuk ke mulut”, jelasnya.
Nahida tidak menjawab, hanya melakukan apa yang disuruhkan oleh lelaki tersebut. Dari ujung matanya, ia masih mendapati siswa yang tadi panik setengah mati menatapnya dengan cemas, begitu pula dengan beberapa siswa lainnya.
Astaga ini memalukan
🍀🍀🍀
“Masih pusing? Masih keluar ngga darahnya?”
Nahida menggeleng sembari masih memegangi sapu tangan pemberian Haitham.
“Sori banget ya, gue—aku beneran ngga sengaja bikin kamu mimisan. Ini, bukunya udah aku beresin juga. Maaf banget ya,”
“Ah iya, gapapa”
“Lu mending anterin Nahida sekalian deh, kasihan di abis lu bikin mimisan suruh bawa buku banyak” celetuk Haitham.
Dari sudut matanya Nahida memperhatikan lelaki jangkung bersurai abu tersebut. Raut wajahnya tak berubah begitu pula nada bicaranya. Tetap datar seperti biasanya, entah kenapa ia merasa kecewa.
“Nahida, Nahida—,”
Gadis itu tak bergeming hingga Kaveh pun menepuk pundaknya pelan, tersenyum kikuk kepada sang gadis.
“Eh iya? Maaf Kaveh..,”
“Aduh ngeliatin apasih sampe cowo ganteng kayak gue dianggurin?”
“Ya?”
“Engga, gapapa, ini mau dibawa ke mana ya bukunya?” tanya siswa bersurai pirang tersebut. Ah! Hampir saja ia kelupaan kalau dirinya ada janji belajar bersama dengan Nilou.
“Eh? Ah, iya, boleh tolong bawain gazebo taman ngga?”
Lelaki bersurai pirang tersebut tersenyum sumringah dan mengangguk paham dan mengekori Nahida menuju gazebo taman, layaknya anak anjing yang begitu kegirangan diajak main. Nahida tersenyum kecil, sepertinya mood lelaki itu membaik dan sudah melupakan insiden barusan.
🍀🍀🍀
“Ih?! Kok bisa gitu?! Tapi kamu gapapa kan?!”
“Iyaa Nilou gapapaa kok! Lagian ini mimisannya udah selesai”
Walaupun Nahida mengatakan dirinya sudah baik-baik saja untuk ke-1000 kalinya hal tersebut nampaknya tak mampu menghapuskan raut kekhawatiran di paras ayu sang sahabat. Mungkin ini sudah saatnya, Nahida mengalohkan topik pembicaraan.
“Eh, ngomong-ngomong Nilou, ini kita mau belajar yang mana dulu ya” tanya Nahida.
Walau masih nampak kecewa, gadis bersurai merah teraebut sekwtika membuka buku catatan dan latihan soal miliknya. Menujukkan bagian soal terkait materi yang hendak diujikan—di atas kertas tersebut, kedua manik Nahida telah menangkap beberapa soal yang telah gadis itu jawab, dengan beberapa corat-coret angka tak menentu.
“Aku udah nyoba ngerjain beberapa kan ya. Tapi setelah aku minta tolong guru lesbuat koreksi, katanya masih banyak salahnya, dan katanya aku kurang bisa nangkap maksud soalnya… Kayak disuruh nyari apa, pakai rumus apa… Bagiku semua rumus tuh sama… yang penting keluar jawabannya…”
Nahida yersenyum simpul—tidak bermaksud menertawakan—tapi Nilou saat ini baginua cukup lucu, bagaimana gadis itu terlihat malu-malu mengungkapkan kesulitannya pada soal-soal Fisika ini. Yah, memang pada dasarnya setiap manusia punya kekurangan masing-masing kan? Begitu pula dengan Nilou—yang dipuja akan paras ayunya dan dirinya yang bersinar layaknya bintang—gadis itu pun akan kesulitan jika harus berhadapan dengan angka-angka mata pelajaran eksak.
Gadis mungil bersurai pucat itu pun membuka buku catatannya, semua materi dan rumus tercatat rapi—tidak seperti Nilou—dengan beberapa penjelasan dan warna-warni yang enak dipandang. Ia menjelaskan dengan telaten, memberi analogi yang mudah dipahami untuk siapa saja.
🍀🍀🍀
“Al-Haithaaam!”
Sang pemilik nama itupun menoleh ke arah sumber suara sang puan, mendapati gadis bersurai merah sedang melambaikan tangannya dengan senyum merekah di wajahnya.
“Oit! Kok belum pulang?” tanya balik sang lelaki.
Dari tempatnya Nahida memperhatikan, sosok sang Jaka dengan rambut basah dan handuk yang terselempang di pundak. Seketika Nahida memalingkan wajahnya, menyembunyikan semburat merah di kedua yg pipinya.
“Oh! Aku lagi belajar bareng sama Nahida! Kamu abis basketan?”
Lelaki itu hanya mengangguk sebagai jawaban, “Nahida? Masih mimisan ngga?” tanyanya.
“Ah…, iya, udah gapapa kok!” Jawabnya sedikit salah tingkah. Lelaki itu membalasnya dengan mengangkat jempol tinggi-tinggi.
“Oke, kalian masih lama kan?”
“Iyaa! Kenapa?”
“Gapapa”
Haitham, lelaki itu kemudian berlalu begitu saja, menyisakan tanya pada dua gadis tersebut. Nilou dan Nahida saling bertukar pandang, sebelum akhirnya kembali fokus pada kegiatan masing-masing.
🍀🍀🍀
“Boleh join ngga?”
Baik Nilou dan Nahida saling menolehkan kepala mereka, mendapati Haitham kembali menghampiri mereka dengan penampilan yang jauh lebih rapi dari sebelumnya.
“Kamu habis mandi?” tanya Nilou langsung tanpa menjawab pertanyan lelaki tersebut.
Dan nampaknya, Haitham pula tidak terlalu menghiraukan jawaban mereka. Lelaki itu dengan santainya mengambil duduk di sisi gazebo sebelah Nilou.
“Haitham mau ikut belajar?” tanya sang gadis bersurai abang tersebut. Sedangkan yang diajak bicara pun hanya mengangguk sebagai jawaban.
“Nahida ngga keberatan kan kalau aku gabung?”
“Eh? Engga kok! Gabung aja gapapa!”
Mendengar jawaban dari sang gadis, lelaki bernama Haitham itu pun tersenyum simpul. Bersamaan dengan rekah senyum sang jaka, ada hati yang porak poranda dari sang puan.
🍀🍀🍀