Note: Cookie Run Kingdom , Red Velvet Cookie (Reve) x Pastry Cookie , bxg , slowburn, accident , cookie run kingdom smasa universe , alternate unuverse
Tentang Reve dan janjinya untuk pulang
Jika kalian bertanya pada seluruh siswa SMASA perihal jalinan asmara yang antara Reve dan Pastry, dapat dipastikan 100% diantara mereka akan bersaksi, “Hubungan mereka lebih sukar dipahami bahkan bagi mereka satu sama lain”
Ya, hubungan mereka memang rumit, terlihat terlalu intim jika sekadar sahabat tapi selalu menyangkal jika ditanya perihal status lebih lanjut.
Mereka tak perlu repot-repot berseru, “Aku suka kamu, ayo jadi pacarku”, dan “Iya, ayo kita pacaran,”. Semua orang tahu pasti jikalau Reve hanya untuk Pastry dan sebaliknya pun begitu.
Ya, walau memang Reve selalu menyatakan perasaannya pada sang juwita yang dibalas kebisuan seribu bahasa. Akan tetapi hal tersebut seakan menjadi klaim resmi akan hubungan mereka.
“Jadi, akhir pekan besok kamu bakalan ndaki lagi?”
“Iya, sama Lico, Pome, Dark Choco”
Tidak ada balasan, karena Pastry tau betul, agenda sang 'sahabat' yang merupakan anggota klub pecinta alam umtuk pergi mendaki di setiap akhkr mimggu.
“Pastry, aku suka banget sama kamu,”
Meskipun hal tersebut sudah menjadi pernyataan Reve ke seribu-seratus-dua-belas kali. Hal tersebut tidak pantas membuat Pastry berhenti tersipu dan salah tingkah walau hanya sepersekian detik.
“Aku tau,”
Ya, Pastry tau betul dan setelah ini, Reve dengan 'stok' gombalam receh ngga bermutu namun menggelitik akan selalu membuat janji kepada sang dara untuk kembali.
“Tapi aku beneran mau bilang kalau perasaanku ini benar adanya”
Sang gadis dapat melihat keseriusan di balik wajah lelaki berkulit matang akibat sinar terik sang mentari. Entah kenapa, setitik firasat buruk menghampirinya yang lekas ia usir jauh-jauh karena kata bunda pamali.
Takut menjadi doa dan kenyataan, katanya
Alih-alih menjawab, Pastry memilih jalan terlebih dahulu dan meninggalkan sang lelaki, “Seperti biasanya Reve, aku tau dan seperti biasanya, berjanjilah untuk pulang kepadaku,” ujarnya sembari menoleh ke arah Reve dan tersenyum.
Dari tempatnya berdiri dapat terekam secara jelas dan pasti senyum sang pujaan hati. Wajah manis rupawan dihiasi bias sinar matahari sore yang perlahan bersembunyi di ufuk langit, menambah elok sosok sang gadis. Momen-momen seperti ini yang ingin selalu Reve rekam dan kenang dalam hatinya sepanjang hari. Kalau saja Reve seorang pujangga tak dapat dibayangkan berapa lembar kertas ia habiskan untuk menuliskan betapa ia jatuh hati. Memang Reve berlebihan orangnya, apalagi jika menyangkut Pastry.
Yang dikatakan Pastry benar, ia hanya harus pulang seperti biasanya
Dan, keinginan dan doa Reve saat ini hanyalah sebatas agar dia bisa pulang seperti biasanya.
Cerahnya Minggu pagi kali ini sepertinya tidak dapat menghilangkan awan mendung yang menggantung di wajah Pastry, seakan menutup cerahnya seri wajah gadis manis tersebut. Entahlah, Pasrty tidak mengerti, semanjak bangun ia merasa risau.
Gadis itu meggelengkan kepala, ia tidak boleh seperti ini, benar kata orang, pikiran negatif hanya dapat dihilangkan apabila seseorang aktif beraktifitas, benar, dirinya harus melakukan sesuatu yang dapat membuat tubuh dan pikirannya aktif.
Langkahnya membawanya menuju dapur, mungkin teh melati panas mampu membuatnya rileks, mungkin. Dalam pikirnya ia sudah berencana untuk membaca buku dengan menikmati seduhan secangkir teh melati panas, berharap dua aktifitas favoritnya tersebut mampu membuatnya melupakan beban pikir dan perasaan gelisahnya sejenak. Semoga saja.
“Ah!”
Prang!
Pastry hanya bisa menghela nafas pelan sembari melihat ceceran serpihan kaca dan air panas pada lantai dapurnya. Nyeri pada tangannya akibat air panas pun dihiraukan, dengan segera ia membungkuk untuk membereskan kecerobohannya itu.
Kenapa sih hari ini dia begitu ceroboh? Kenapa sih sesuatu tidak berjalan sebagaimana yang dia inginkan? Dan kenapa sih dia masih merasa gelisah?
Reve dapat merasakan pandangannya mulai mengabur seiring dengan linu tangan kanannya yang mulai mereda. Matanya terasa begitu berat, dengan nafas tersengal, peluh sebiji jagung memenuhi kening Reve yang meneluarkan bau anyir. Kepalanya pusing sekali, di ambang batas kesadarannya Reve hanya mengingat satu hal, janjinya untuk pulang.
“Pastry! Kamu kenapa deh kok lesu banget seharian ini?”
Gadis menoleh ke arah Raspberry yang langsung mengambil duduk tepat dihadapannya. Apakah dirinya terlihat sebegitu lesu hingga teman sekelasnya tersebut menyadarinya? Apakah begitu kentara?
Namun, Pastry hanya tersenyum sebagai jawaban, tidak mau membuat temannya khawatir, lagi pula dirinya saja tidak tau apa yang membuatnya gundah dari kemarin, kadang Pastry bertanya-tanya apakah sudah tanggalnya datang bulan? Tapi terakhir kali ia kedatangan tamu saja baru beberapa hari lalu.
“Ah! Aku tau! Pasti karena belum ketemu sama ayang Reve kan?! Iyaya seharian ini aku ngga liat kamu sama Reve, hayooo kangen ya!”
Tanpa sadar ujaran dari gadis bersurai merah itu berhasil membuatnya sedikit salah tingkah dengan rona samar di wajahnya. Apaan sih? Dia misah sehari sama Reve bukan berarti dia langsung gundah? Eh apa benar sehari? Eh tapi kalaupun benar bukan karena Reve kan? Eh?!
“Hahaha Pastryyy kamu merah bangeeet”
“Ih apaan sih, ngeledek? Orang biasa aja,” ujarnya sembari menepis tangan Raspberry yang menuding ke arahnya. Gadis di hadapannya itu hanya terkekeh, senang berhasil mengerjai temannya.
“Pastry! Kamu dicariin Pome!”
Pastry dan Raspberry saling menatap satu sama lain dengan kebingungan. Walaupun Pome adalah teman dari Reve, Pastry tidak lah terlalu dekat dengannya, bahkan mengobrolmu tidak pernah, ia hanya sebatas mengetahui Pome dari cerita-cerita Reve. Jadi ada urusan apa Pome sampai menemuinya?
Dibanding merasa risau dan dipenuhi tanya, dengan segera Pastry bangkit dari bangkunya. Menuju ke arah pintu kelas tepat di mana Pome san Cocoa, temannya yang barusan memanggilnya, berada. Dengan segera Cocoa pamit saat Pastry menghampiri mereka, memberi waktu pada dua gadis itu untuk saling mengobrol.
Pastry tidak tau lagi, reaksi seperti apa yang harus dia berikan dan tunjukkan mendengar semua ucapan dan cerita gadis di hadapannya ini.
“Iya, Reve, saat muncak kemarin mengalami kecelakaan saat berusaha menolong Shroomie,” ujar gadis bersurai merah legam tersebut dengan raut wajah yang begitu tenang. Seolah kecelakaan Reve bukan apa-apa.
Dirinya? Sementara dirinya sudah tidak bisa menyembunyikan raut kepanikan dan kekhawatiran lagi. Reve kecelakaan? Dimana dia sekarang? Apakah dia baik-baik saja? Beragam tanya dan cemas seketika menghujam dirinya.
Dan seakan tau kecemasan, kebingungan, dan kekhawatiran gadis di hadapannya Pome pun menjelaskan kondisi Reve terkini.
“Tangan kanannya patah, mata kanannya pun cedera cukup parah. Reve sempet berada di kondisi kritis karena luka yang dialaminya cukup serius. Untungnya ia segera mendapat penangan serius dari rumah sakit sehingga bisa selamat”
Demi penyihir suci
Mendengar ucapan Pome, Pastry seakan kehilangan akal sehatnya, tubuhnya seolah dihempaskan begitu saja dan disisakan tak bernyawa. Untung saja Reve segera mendapat pertolongan, jikalau tidak?! Pastry bahlan tidak sanggup memikirkannya. Membayangkannya saja membuat hatinya sakit.
Tanpa sadar setetes air ata jatuh membasahi pipi putihnya. Ia tidak gentar ataupun histeris. Ia pun tidak tau kenapa dirinya menangis, yang jelas ia merasa lega.
Reve-nya baik-baik saja dan Reve-nya telah pulang
Melihat gadis di hadapannya menangis dalam diam Pome hanya bisa menepuk punggung gadis itu pelan-pelan. Berharap semoga ia mampu membuat Pastry merasa sedikit lebih baik.
“Terima kasih Tuhan, terima kasih”
“Sebenarnya Reve melarangku untuk memberitahumu, tapi kurasa kau harus tau soal kondisi Reve” jelas gadis itu.
Mendapat kesempatan untuk berbicara dan bertukar cakap dengan gadis bersurai merah tersebut membuat Pastry belajar beberapa hal dan mengenal Pome melalui sudut pandangnya sendiri. Suara gadis itu begitu lembut, sesuai dengan parasnya yang selalu tenang. Pembawaannya anggun tapi juga tegas. Paling tidak kehadiran Pome membuatnya merasa tenang.
“Makasih ya Pome, paling tidak aku bisa tau kondisi Reve, dan itu membuatku mampu melepas kekhawatiranku dan kecemasanku selama ini,” ujarnya jujur yang dibalas Pome dengan seutas senyum simpul.
“Aku sama yang lainnya nanti sepulang sekolah mau ke rumah sakit, kamu mau ikut?”
Pintu bangsal tempat Reve di rawat pun terbuka, sontak mencuri fokus kebempat orang lelaki yang berada di dalamnya.
Di atas ranjangnya, Reve dapat melihat sosok dua gadis memasuki ruangan. Matanya yang masih berfungsi itu membelalak terkejut, mendapati kedatangan tamu yang tidak pernah diundang ataupun diduganya. Justru tamu yang ia harap tidak akan pernah mengetahui kondisinya yang menyedihkan itu.
“Pa-Pastry?” ujarnya kaku, masih dengan nafas yang tersengal.
Sementara itu, Pastry hanya bisa meringis melihat kondisi Reve saat ini. Perbat melilit separuh tubuhnya dan dengan tangan diinfus.
“Halo Reve, halo juga Lico, Dark Choco, dan Shroomie” sapa gadis itu. Pome yang berdiri di sebelahnya hanya bisa menautkan keningnya iba. Merasa kasihan dan juga kagum dengan ketegaran gadis itu.
Dark Choco yang mengerti kondisi pun segera menyuruh teman-temannya untuk keluar. Saat ini, Reve dan Pastry butuh waktu berdua.
Gadis itu duduk tepat di kursi penjenguk di sebelah ranjang Reve setelah meletakkan bingkisan buah-buahan dan juga susu. Sementara itu, Reve yang biasa cerewet, selalu menggoda Pastry dengan gombalannya itu seketika diam membisu seribu bahasa. Membuat Pastry membuka obrolan terlebih dahulu.
“Halo Reve,”
“Ah, iya... Halo Pastry...”
Hening
Reve sangat tidak nyaman dengan kondisi seperti ini, ia menggertakan giginya tak suka sampai merasakan elusan lembut Pastry pada tangannya yang tidak cedera.
“Pastry...?”
Ah, Reve sudah siap jika harus mendengar ocehan Pastry sekarang, iya dia ceroboh dan tidak memperhatikan dirinya sendiri makanya bisa sampai celaka seperti ini, sudah sepatutnya Pastry marah dengan dirinya!
Bukannya mendapat omelan dari sang gadis, gadis di hadapannya itu justru menangis dan terus mengelus telapak tangannya, membuat Reve dengan sigap melepaskan genggamannya dan mengusap air mata gadisnya itu.
“Loh kamu kok nangis?”
“Gimana aku ngga sedih, dari sejak kamu pergi aku gelisah mulu terus dapat kabar kamu kecelakaan gimana aku ngga sedih?!—”
Reve tidak berbicara, ia diam mendengarkan semua keluh kesah dari sang gadis yang masib terus menerus terisak.
“—kamu ih! Udah aku bilangin kan jangan ceroboh, hati-hati kalau muncak karena kita ngga tau apa yang bakal terjadi. Tiap kali kamu muncak aku tuh takut banget! Aku takut kamu kenapa-kenapa! Aku takut kamu ngga pulang ke aku! Aku—”
Meskipun dengan susah payah, Reve berusaha untuk merengkuh gadis yang dicintainya itu. Memeluknya dan membiarkan sang gadis terisak dalam peluknya. Seolah berkata untuk tidak khawatir, bahwa dirinya baik-baik saja, bahwa dirinya sudah pulang.
“Reve, aku takut, aku taku kamu pergi dan aku ngga bakalan liat kamu lagi, aku takut kamu ngga pulang...”
Masih dalam rengkuhannya, Reve berbisik lembut kepada Pastry.
“Kamu gausa sedih, lihat kan sekarang kamu sama aku. Nih, aku peluk kamu biar ngga khawatir lagi. Lagian gimana aku bisa ninggalin kamu kalau aku ada janji buat pulang ke kamu?”
Aku akan selalu pulang buat nepatin janji
Terima kasih karena sudah pulang