Seperti malam-malam lainnya, bar milik Shakky yang berada tak jauh dari Sabaody Park selalu ramai dengan hilir mudik pengunjung.
Shakky, sang pemilik bar sekaligus bartender di sana pun meletakkan dua gelas minuman keras pesanan dua insan manusia yang segera ditenggak langsung oleh gadis bersurai oranye sementara teman lelakinya terlihat hirau sembari menenggak minumannya pelan-pelan.
Bahkan dilihat saja gadis manis tersebut tengah berada di situasi hati yang gundah dan lelaki tersebut tidak perlu bertanya lebih lanjut atau justru dirinya nanti yang akan menjadi samsak akibat suasana hati gadis tersebut yang memburuk.
“Aku keseeeel ! Cowo itu kalo ngga brengsek ya homo!” ledak gadis tersebut mengeluarkan makian-makian andalan para wanita saat mereka baru saja putus cinta atau dipermainkan laki-laki hidung belang yang mereka temui.
“Zorooo~ kenapa sih cowo-cowo kalo ngga brengsek ya homo?!” ujarnya lagi menyeruakan protesnya kepada sang sahabat yang terlihat sama sekali tak menghiraukannya.
Zoro, lelaki tersebut hanya bisa menghela nafas pelan sembari kembali menuangkan minuman keras pada gelas milik gadis tersebut yang telah tandas.
“Kenapa lagi sekarang?” tanyanya tanpa minat, sebenarnya bukan bermaksud tidak ingin mendengarkan cerita sahabatnya namun Zoro sepertinya sudah bisa mengira-ngira penyebab sang gadis di sebelahnya ini patah hati dirundung pilu.
“Kamu tau kan aku habis match di Tinder sama cowo beberapa minggu lalu, Ablasom, Ablasom yang sempet aku ceritain itu... Nah di fotonya tuh dia cakeep banget asli kayak artis Hollywood pas ketemu kemarin zonk banget tau ngga sih?! Bete!”
Zoro masih terus mendengarkan semua keluh kesah sang sahabat yang ia yakini bahwa semua keluhan tersebut bukanlah inti utama ceritanya. Zoro sudah terbiasa berurusan dengan perempuan, jadi ia hafal betul peringai makhluk ciptaan Tuhan satu ini yang sering digadang-gadang sebagai 'ciptaan paling susah dipahami'.
“Tapi ya karena aku anaknya ngga pernah mandang rupa jadinya yaudah kita lanjut jalan, tanpa ilfeel astaga jarang-jarang kan nemu cewe baik kayak aku?! Selama kita cocok yauda ayo! Tapi tau ngga sih pas selesai jalan bisa-bisanya aku dikatain matre!”
Tuh kan... Zoro bilang apa...
Pasti urusannya duit...
Lelaki itu tidak merespon atau pun menanggapi, memilih untuk membuka telinganya lebar-lebar dan mendengar segala macam bentuk umpatan dan makian yang dikeluarkan oleh gadis tersebut. Orang-orang yang melihat mereka mungkin akan menaruh simpati pada Zoro yang begitu tabah meladeni semua cemoohan gadis tersebut, atau bahkan mengira Zoro lah yang sendari tadi dicemooh.
Namun Zoro lebih tau peringai sahabatnya, jika ia menimpali maka dirinya yang akan habis menjadi samsak pukulnya malam ini.
“Gini loooo maaas~ kalo misalnya Anda ngga cakep atau ngga ada bobot bibit bebetnya ya tonjolin dikit kek value lainnya! Orang dia yang nanya mau makan dimana mau dibeliin apa, aku jawab eh malah dikatain matre! Paling ngga kalau di satu aspek kurang di aspek lainnya lebih! Jangan dua-duanya kurang! Pake ngatain cewe lagi! Cupu!” omel gadis tersebut sambil terengah, dengan segera ia pun menenggak kembali minumannya yang langsung diisi kemabali oleh Zoro dengan sigap. Bahkan ia sudah di gelas ke limanya disaat Zoro belum habis menandaskan satu gelas sekali pun. Biasanya lelaki itu belum lima menit sudah membeli botol lainnya.
“Sepertinya suasana hati Nami-chan saat ini sedang buruk— benar kan, Roronoa-kun?”
“Seperti yang kau lihat, Shakky, makanya aku mengajaknya ke sini. Dia dari kemarin sudah marah-marah di sosial medianya,”
“Fufufu, menarik sekali— mau aku ambilkan satu botol lagi? Gratis untuk pelanggan kesayanganku yang sedang patah hati,” ujar Shakky sang pemilik bar yang tentu saja diiyakan oleh Zoro dengan semangat.
Tak butuh waktu lama Shakky pun kembali membawa minuman mereka, wanita dewasa yang masih tampak mewanan di usia empat puluh tahunnya itu pun duduk tepat di hadapan Zoro dan kemudian menyalakan pemantik untuk rokoknya.
“Tidak semua laki-laki seburuk itu Nami-chan, jika memang mereka seburuk itu berarti mereka yang tidak pantas mendapatkanmu,” ujar Shakky menghibur seraya mengedipkan sebelah matanya. Zoro yang mendengarnya pun menganggukkan kepalanya setuju.
“Zoro!” yang dipanggil pun hampir tersedak saat Nami tiba-tiba memanggilnya dengan suaranya yang melengking ditambah dengan tepukkan keras pada lunggungnya. Dirinya meringis tak suka.
“Dengar, kau lihat sahabatmu yang malang ini dipermainkan oleh lelaki tak berguna di luar sana. Kau! Sebagai lelaki harus mengerti perasaan kami para wanita! Jangan jadi lelaki seperti Ablasom yang payah itu!” omelnya, tunggu, kenapa dirinya yang kena? Harusnya di sini kan Nami yang diberi petuah agar lebih jeli dalam memilih teman kencan? Ah tapi sudahlah, jika itu membuat sahabatnya merasa lebih baik maka Zoro tidak maslaah harus memasang kuping sedikit lebih lama untuk mendengar petuah sahabatnya itu meskipun telinganya sudah sangat perih akibat jeritan sahabatnya. Nami sepertinya telah mabuk.
“Shakky-san—”
Pemilik bar tersebut menoleh, kepulan asap rokok keluar dari kedua bibir ranumnya, “Terima kasih telah datang, hati-hati di jalan Roronoa-kun, jaga Nami-chan ya,” ujarnya seraya melambaikan tangannya mengiringi kedua insan yang melangkahkan kaki keluar dari bar dengan Zoro yang membopong tubuh Nami keluar.
Zoro menepuk-tepuk tengkuk gadis bersurai oranye yang tengah berusaha mengeluarkan seluruh sisa makanan dalam tubuhnya. Sepertinya gadis itu meminun terlalu banyak alkohol malam ini hingga bisa berakhir menyedihkan seperti ini.
“Kebiasaan banget kan kalau kayak gini mesti lupa diri,” omel sang lelaki bersurai hijau tersebut. Nami hanya bisa mendengus, dirinya sudha tidak bertenaga lagi untuk meladeni atau bahkan membalas ucapan Zoro barusan.
“Mau dibantuin masuk ngga?” tawar sang sahabat, Nami pun menggeleng sebagai jawaban, lagipula sejak sampai di depan rumah Nami sudah menghubungi Nojiko untuk membantunya mamapah dirinya.
“Thanks” ya, jadi tempat curhat sumpah gedek banget sama—”
“Udah ngga usah dibahas mending masuk, bersih-bersih terus makan sup ganggang laut,”
Mereka berdua menoleh saat pintu rumah Nami terbuka, menampilkan seorang gadis muda dengan tato di tangan kanannya yang merambat hingga pertemuan lehernya. Nojiko, saudara seibu angkat Nami.
Gadis itu menyapa Zoro sejenak sebelum memapah Nami dan membawa barang-barangnya, “Nami,” panggil Zoro tepat sebelum kedua bersaudara itu masuk.
“Kalau misalnya laki-laki itu brengsek berarti dia ngga pantes dapetin kamu dan kamu ngga perlu mikirin laki-laki pecundang kayak dia,” ujar Zoro.
Diambang batas kesadarannya, Nami dapat melihat kedua mata Zoro yang menatapnya tajam, tegas, dan penuh keyakinan. Gadis itu pun menyunggingkan seutas senyum kecil.
“Makasi ya Zoro,”