sebungkus ; suna rintarou
Sambil memegang erat-erat boks risol jualannya Komori berusaha mengingat-ingat dengan jelas wajah Suna Rintarou yang mungkin terakhir kali ia temui saat ospek universitas satu tahun lalu. Menghiraukan tatapan aneh dari masiswa-mahasiswa yang berlalu lalang, ia berusaha mengingat gambaran sosok Suna Rintarou dari kepingan memorinya yang acap kali buruk tersebut dan juga foto profil twitter Suna.
Rambutnya coklat, koko-koko ganteng sipit, kulitnya putih
Jujur saja, Komori benci menunggu, apalagi jika harus membawa satu boks risoles di bawah terik sinar matahari seperti ini. Salahkan Komori, kenapa dia tidak menunggu di dalam saja, tetapi untuk saat ini Komori tidak tau alasan dibalik mengapa ia memilih berdiri di luar cafetaria seperti ini.
“Komori ya?” ia menoleh kala suara bass asing menyapa indera pendengarannya. Matanya membulat lucu menatap sosok yang menyapanya barusan, siapa lagi kalau bukan Suna Rintarou.
Meskipun tampang lelaki itu tidak berbeda jauh dibanding dengan foto profil dan ingatannya namun anehnya Komori merasa bahwa presensi lelaki itu sangatlah berbeda dari impresinya via pesan singkat.
Kulitnya putih, seperti orang asia timur pada umumnya, matanya tidak terlalu sipit tetapi melihat dari bentuk matanya saja orang-orang sudah bisa menebak bahwa Suna masih memiliki darah 'Cina' di dirinya.
Tubuhnya tinggi, lebih tinggi dari Komori, untuk seukuran laki-laki Suna termasuk kurus tetapi ia berani menjamin kurus tubuh Suja terbentuk oleh otot-otot kecil meskipun bukan hasil nge-gym
“Sori ya lama banget, tadi pak Harahap tiba-tiba ngadain kuis jadinya selesainya agak molor. Lo kok ngga masuk aja?”
“Takutnya lo bingung kalo gue di dalem soalnya kan rame tuh jadinya gue nunggu di luar biar keliatan”
Suna mengangguk paham, jadi itu toh alasannya, “Eh, gue boleh nyoba risolnya ngga?”
Dengan kikuk Komori menawarkannya, membuat Suna terkekeh karena Komori yang berusaha mengambilkan untuknya, “Udah gue aja gapapa, lo ribet begitu”
“Betewe Na, gue mau nanya”
“Nanya apaan?”
“Kenapa dah lo ngeborong risol gue? Gue seneng sih cuma kenapa gitu? Terus kenapa dah loh transfernya dengan jumlah dua kali lipat lebih banyak dari harga aslinya? Maksud gue tuh—”
Suna hanya mengangguk, mendengarkan cerocosan pertanyaan yang terlontar dari mulut Komori. Ia membuka plastik risolnya, memakannya, membiarkan sensasi lumer mayonais memnuhi mulutnya sembari Komori masih terus menanyakan rentetan pertanyaan.
“Buka mulut coba”
“Hah?”
hap
“Gigit terus kunyah”
Seolah dihipnotis oleh sebuah mantra, Komori melakukan apa yang Suna perintahkan. Saat lelaki itu menjauhkan potongan risoles tersebut Suna dapat melihat sisa mayonais di sudut bibir lelaki itu dengan segera ia membersihkannya dengan tangan kirinya.
“Enak kan? Daripada nyerocos mulu—”
Dengan sekali hap Suna menghabiskan risolesnya, membuang plastiknya sebelum kemudian mengambil sekotak risoles dari tangan Komori.
“Ngobrol di dalem aja yuk? Sekalian makan siang mau ngga? My treats soalnya lo udah kerepotan dan nunggu gue lama”
Awalnya Komori mau marah, kesal, ngambek. Tetapi wajahnya seketika berseri mendengar kata traktiran, siapa sih yang ga suka gratisan?
“Tadi pertanyaan lo apa? Kenapa gue ngeborong risol lo? Bukannya udah sempet gue jawab di DM ya?”
“Tapi kan lo kalo mau minta nomor gue bisa kek ngapain DM atau gimana gitu minta si kembar. Lo kan sohibnya mereka”
“Emang lo suka kalo nomor lo di share ke orang lain tapi lonya ngga ngerti? Emang lo suka kalo misalnya ada orang ngga seberapa akrab sama lo nge-DM lo minta nomor?”
“Engga juga sih...”
“Tapi—”
“Kan kalo gue borong dagangan lo, lo ngga perlu repot-repot open BO kan?”
Pertanyaan Suna tersebut seketika membuat pipi Komori memerah, astaga candaan itu entah kenapa jika diucapkan orang lain di luar lingkup 'sirkel'nya terdengar memalukan.
“Jangan kayak gitu Komori, ngga baik”
“Eh?”
Komori menatap balik Suna yang tengah menatapnya dengan melipat tangan di depan dadanya. Jika biasanya Komori bisa langsung nyablak entah kenapa di depan Suna rasanya dia ciut, hanya bisa diam dan mendengarkan.
“Jangan jadiin open BO bahan bercandaan lagi. Iya, lo dan sirkel lo nganggepnya guyon tapi orang lain gimana? Apalagi sampai di share di sosmed, gimana kalo lo beneran di DM sama orang yang intention-nya nyari orang-orang yang open BO? Terus kalau sampai kedengeran orang-orang di luar sirkelmu reputasimu bisa jelek, kamu mau dikenal sebagai 'anak yang hobi open BO' emang? Omongan dan pikiran orang ga ada yang tau, ga ada yang bisa kontrol”
“Suna, lo bawel ya?”
Seketika Suna terdiam, wajahnya terkejut menatap ke arah Komori yang sedang duduk santai sambil menopang dagunya dengan sebelah tangannya.
Sebelum kemudian lelaki itu memperbaiki posisi duduknya, menyuapkan setusuk batagor ke dalam mulutnya.
“Gue ga suka orang yang ngebawelin gue, ngomelin gue soal apa yang gue lakuin—”
“—cuma kalo Suna, kalo lo tuh rasanya beda. Gue ngga ngerasa kesel, gue justru seneng, pengen dengerin lo ngomel, lucu, aneh ngga sih?”
Keheningan pun seketika menjadi akhir dari ucapan Komori tersebut. Suna hanya diam, terpaku menatap Komori yang tengah tersenyum ke arahnya sebelum kemudian memakan kembali batagornya seolah baru saja mengatakan sesuatu yang sepele.
Terlalu cuek untuk Suna Rintarou yang di dalamnya tengah porak poranda
Ia membencinya, ia kira satu tahun diam-diam menyukai Komori Motoya dan baru mengambil tindakan sekarang ia siap menghadapi 'Komori Motoya'
Namun nyatanya, pujaan hatinya selalu membuatnya lemah hanya dengan beberapa potong kalimat