komoyi

just me and my loving komori hours, heavily post sunakomo


Malam ini berbeda dengan malam-malam sebelumnya, untuk pertama kalinya Suna Rintarou terkesima. Enggan memalingkan diri dari paras rupawan sang kekasih, Komori Motoya. Layaknya sebuah patung pahatan tanpa celah, pendar teranam lampu taman terpantul dan menggambarkan jelas guratan tipis yang selama ini luput dari pandangan.

Dalam diamnya ia terpana


Iya, malam itu berbeda dengan malam-malam sebelumnya. Untuk pertama kalinya ia memohon kepada sang pemilik semesta, permohonan yang ia tahu betul bahwa itu sia-sia namun Suna terus berharap, bahwa malam itu, seketika waktu dan semua di sekitarnya terhenti sehingga ia dan Komori dapat abadi selamanya

Komori Motoya, sebuah nama sarat akan makna dan juga kenangan, kekasih palsunya yang terjebak dalam perjanjian bodoh yang pada akhirnya hanya bisa ia sesali

Malam itu, ia larut dalam lamunnya sembari termangu memandangi rupa menawan yang berdansa tepat di hadapannya. Malam itu, dimana bumi tempat ia berpijak seketika menjadi lantai dansa dan malam itu, hanya tentang dirinya, Komori, dan waktu yang ia harap menjadi abadi 'tuk selamanya


Suna dan Komori, dua nama berbeda, dua raga terpisah namun keberadaan dan keserasian mereka layaknya satu pasang terhadap satu sama lain, paling tidak itu yang diketahui orang-orang mengenai mereka. Nyatanya hubungan mereka adalah kebohongan belaka dengan semua perhatian semu dan kemesraan yang yang sebatas sandiwara palsu. Sebuah kontrak hubungan yang mengikat mereka satu sama lain, bukan dengan ikatan cinta ataupun perasaan melainkan perjanjian yang cukup menjadi rahasia mereka berdua.

Hubungan yang tercipta atas dasar perasaan kecewa akan patah hati, ide gila seorang Suna Rintarou di mana mereka berdua saling menolong-lebih tepatnya memanfaatkan-satu sama lain 'tuk mencapai keinginan mereka. Katakanlah Suna itu orang yang manipulatif dengan memanfaatkan perasaan tulus Komori yang kebanyakan orang sebut sebagai cinta, atau mungkin Komori saja yang terlalu naif.

Satu tahun waktu yang cukup lama untuk sebuah hubungan pura-pura semata dan juga waktu yang diperlukan Komori untuk mengatakan permintaannya apa yang ia inginkan dari Suna dari hubungan ini.

Sebuah permintaan pertama dan mungkin juga terakhir dari Komori.


Suna, aku ingin kamu jadi pasanganku

Untuk malam ini saja, jadilah pasanganku tanpa adanya kepura-puraan


Dari sudut matanya ia mendapati Komori yang masih terduduk manis di posisinya, keheningan seperti ini sudah terlalu biasa mereka rasakan satu sama lain, katakan saja selama mereka berkencan mereka tidak pernah lebih dari membicarakan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan sehingga ketika Komori memintanya menjadi pasangannya tanpa kepura-puraan sejuta tanya seketika mengerjap. Karena sejatinya raga mereka boleh saja begitu dekat, saling menyentuh dan menggapai namun hati mereka tidak akan pernah terhubung oleh perasaan satu sama lain.

Yang mengikat mereka hanyalah sebatas perjanjian. Oleh karena itu, ketika Komori memintanya untuk berhenti berpura-pura sejuta tanya seketika memenuhi kepalanya.

Sebenarnya bagaimana dan apa yang dilakukan pasangan pada umumnya?

“Kamu ganti pengharum mobil kamu ya?”

“Eh? Iya, papa beli yang baru...”

”...kamu suka ngga baunya?”

Ia sedikit terkejut dengan ucapannya barusan, begitu tiba-tiba namun juga mengalir begitu saja, dari sudut matanya ia mendapati Komori yang tersenyum simpul di tempatnya.

Ah..., sekarang Suna mengerti

Untuk pertama kalinya Suna sadar dan mengerti bahwa memulai pembicaraan 'pada umumnya' jauh lebih mudah dibanding yang ia kira. Tidak sesulit itu, hanya saja selama ini ia enggan, bukan ia yang mendorong Komori menjauh, selama ini Suna lah yang memberikan jarak di antara mereka sendari awal.


Jika saja Suna selama ini membiarkan Komori pelan-pelan menariknya, mungkin saja akhir hubungan mereka tidak akan seperti ini


“Kamu ngapain?”

“Emang aku ngga boleh bukain pintu buat pacar aku sendiri?”

Ia dapat melihat Komori yang tersipu dengan tawa kecil 'tuk menghapus rasa malu dalam diri. Pandangannya dengan seksama memperhati begitu hati-hati, enggan sedetik pun momentum lelaki tersebut, digapainya jemarinya untuk saling bertaut sebelum kemudian mengunci mobilnya.

“Sakusa engga ikut?” tanyanya yang dibalas gelengan lembut oleh Komori.

“Tau sendiri kan dia paling ngga suka tempat ramai kayak begini,”

“Ya siapa tau kan? Lagian kan malem ini juga sekali seumur hidup kan?”

“Bahkan kalau itu Iizuna-san sekalipun yang narik dia kesini dia ngga bakalan mau”

Mereka berdua berbagi tawa satu sama lain, masih dengan tangan yang saling bertaut, menyapa atau mengobrol dengan wajah-wajah familiar yang mereka temui, mencoba berbagai macam makanan hingga bahkan berfoto untuk mengabadikan kenangan manis mereka malam ini.

Suna tersenyum lembut mendengarkan setiap cerita dan kisah yang terucap di bibir ranum kekasihnya itu, Suna ingin merekam setiap momentum yang mereka lalui malam ini, enggan terlewatkan bahkan sedetik pun, biarkan otaknya sendiri yang menciptakan potongan-potongan kaleidoskop layaknya roll film yang dipenuhi oleh senyum dan juga wajah rupawan kekasihnya itu.

Ternyata, menjadi sepasang kekasih dengan binar penuh ketulusan dan juga perasaan cinta itu sangatlah mudah

“Ayo berdansa”

“Huh?”

Di bawah pendar lampu teranam Komori mendongak, memandang Suna dengan penuh tanya dan juga keraguan. Mereka berdua berdansa? Seolah menjawab semua tanya dalam diri, Suna pun mengulurkan tangannya yang disambut malu-malu. Dikecupnya punggung tangan selemput sutra dan seputih susu tersebut, seperkian detik tubuh Komori seolah merasakan semacam lonjakan, panas menjalar hingga menyisakan semu kemerahan di kedua sisi wajahnya.

“Tapi aku tidak bisa berdansa,”

“Tak apa, lagian kau berdansa denganku bukan seorang diri. Bisa atau tidak itu bukanlah masalah besar”

Suna menarik Komori untuk lebih dekat, memeluk mesra kedua panggul kecil milik lelaki itu, mengalungkan kedua tangan tersebut pada lehernya. Dengan alunan lembut musik opera klasik seketika tempat di mana bumi mereka berpijak berubah menjadi lantai lansa, begitu menenangkan, atensi mereka hanya tertuju untuk satu sama lain, tidak ada yang lebih menarik dibanding presensi satu sama lain. Semesta adalah milik mereka berdua, kemenangan sempurna untuk malam indah dan juga panjang.


Malam di bawah pendar sinar lampu teranam Suna dapat menangkap jelas bayangan siluet yang justru memperindah polesan wajah Komori yang memang telah tercipta menawan, ia berani bertaruh ketika Komori diciptakan Tuhan pasti sedang jatuh hati sehingga ketulusan perasaannya dapat tercetak jelas di salah satu hamba-Nya yang sekarang tepat berdansa dengannya.

Komori istimewa dan Komori berharga

“Kamu tau ngga kalau aku bahagia sekali malam ini”

“Tau kok, karena aku sama bahagianya denganmu”

Dan aku ingin malam ini abadi selamanya sehingga kita berdua bisa terus seperti ini

Biarkan, biarkan saja angan dan juga khayal tersebut ia simpan seorang diri. Ia tau permintaannya sia-sia namun jika Tuhan memang ada maka ijinkanlah ia memohon dan berharap bahwa malam itu akan benar-benar abadi. Suna rela melakukan apa saja menukarkan semua yang ia miliki asalkan malam indah ini bisa terus abadi, ia dan komori di satu momen dan juga lini garis dimensi yang sama.

Ia menarik Komori untuk lebih mendekat, menyelami sepasang netra sejernih langit biru tersebut. Meskipun sama namun bulir samar tersebut kasat akan penglihatannya telah menumpuk menciptakan selaput bening di sana.

Tangan Komori bergerak mengelus lembut sisi wajah Suna dengan seutas senyum yang terlihat begitu dipaksakan serta memilukan.

“Rintarou...,”

“Jangan menangis, karena aku ingin merekam malam indah ini sebagai kenangan yang membahagiakan bagi kita,”

Ucapannya seketika membawa mereka bernostalgia sejenak, satu tahun bukanlah waktu yang sebentar namun juga cukup lama bagi mereka sehingga bisa meresapi presensi serta perasaan satu sama lain. Pertama kalinya mereka menghabiskan waktu bersama dengan raga dan juga hati yang begitu dekat satu sama lain.

Mereka menghabiskan waktu yang cukup lama untuk mencapai lini waktu ini bersama namun sayang momentum tersebut hanya sekelebat malam singkat namun juga indah ini yang mungkin jika dirangkum dalam kilas balik hidup mereka hanyalah sepersekian sekon.

Komori berjinjit untuk mengecup kedua belah bibir ranum milik Suna yang dibalas dekapan hangat oleh lelaki itu, kecupan panjang namun juga singkat bagi kenangan mereka. Suna enggan melepaskan, ciuman pertama mereka yang entah mengapa begitu memilukan dan juga menyedihkan.

Komori menarik diri, dengan alur air mata yang telah membekas di kedua sisi wajahnya, bahkan dengan penampilan yang begitu pedih tersebut Komori masih saja bisa tersenyum, hanya 'tuk orang yang ia cintai.

“Rintarou terima kasih karena telah mau membantuku untuk mencapai keinginanku selama ini, terima kasih karena telah menjadi kekasih yang baik untuk malam ini”

Tidak, jangan

“Rintarou..., ini terakhir kalinya sesuai perjanjian kamu harus membantuku mencapai keinginanku”

Berhenti, jangan lanjutkan

“Rintarou, aku ingin kita mengakhir perjanjian dan hubungan yang penuh akan kepura-puraan ini”


Hanya perlu waktu satu malam bagi Suna untuk merasakan ketulusan yang sama dengan Komori,

Hanya perlu waktu satu malam bagi Suna untuk melabuhkan perasaannya pada Komori,

Hanya perlu kecupan singkat seperkian sekon bagi Suna untuk merasa bahwa dirinya dan Komori saling memiliki, terikat, dan mencinta

Namun hanya perlu satu malam bagi Komori untuk menyerah terhadap cintanya pada Suna setelah merasakan sakit dan kesedihan dalam kepura-puraan satu tahun hubungan mereka

Malam teranam itu ada cinta yang tumbuh namun juga gugur


Berbeda dan kembarannya yang bak habis kejatuhan durian runtuh seperti sang fortuna tidak berpihak pada Osamu. Membuatnya menyumpah serapahi kehidupan! Pilih kasih! Padahal mama Miya tidak pernah pilih kasih dan selalu adil pada anak-anaknya.

Ia masih tidak terima, bisa-bisanya Atsumu selama pekan UTS lalu bisa menggaet hati presbem universitasnya yang terkenal berwajah datar dan dingin sedangkan dirinya hanya bisa menyukai dan menyanyai seseorang dalam diam. Sungguh ia mengakui kalau ia iri dan dengki.

Namanya Akaashi Keiji, tentu ia baru tau namanya setelah bertukar akun media sosial setelah berbincang cukup lama di aplikasi dating dan merasa bahwa cukup akrab terhadap satu sama lain.

Namun sayangnya, interaksi mereka hanya sebatas bertukar video lucu, memasukkan nama satu sama lain ke teman dekat dan beberapa reply di instagram story tidak kurang ataupun lebih. Sekali pun lebih paling-paling hanya membahas tentang perkuliahan atau kegiatan menarik di instastory.

Osamu menghela nafas pelan sembari memandangi ponselny dengan hati yang gundah gulana, teman-teman tongkrongannya itu sudah sangat biasa meskipun awalnya dibuat terkejut karena Osamu tidak pernah serisau ini kecuali berhubungan dengan makanan.

“Lemes amat kek mendoan dingin, nih risol mayo, susah loh belinya, gue sampe ke FEB”

Osamu melirik Suna malas, tetapi tetap menerima tawaran lelaki itu, memakan risol mayo favoritnya dengan lahap.

“Kalau kangen ya chat!”

Osamu hanya bisa merotasikan bola matanya malas, mungkin terdengaran mudah tetapi jika sudah melibatkan perasaan dan keraguan bakalan rumyan urusannya itu yang membuat Osamu berakhir terkena jitakan dari Atsumu.

“Lo belum nyoba udah ciut duluan, cupaw, kalau mau maju ya jangan ragu!”

“Lo ngomong gampang banget anjir?!”

“Ya emang gampang! Tinggal tanya apa kek misal suka kayang di lapangan basket atau apa gitu?!”

Ginjima sudah sangat terbiasa dengan pemandangan ini tak lupa dengan Suna yang mendokumentasikan pertengkaran rutin si kembar itu dengan hengpong berteknologi yang mengalahkan kecanggihan dispatch.

“Sini hape lo ah, lama banget bete gue”

Atsumu merebut paksa ponsel kembarannya. Jemarinya lincah membuka akun instagramnya dan mencari akun Akaashi, dengan cepat ia menemukannya, membuka story sebelum mengetikkan sesuatu dan mengembalikan ponsel tersebut pada Osamu.

“Lo ngirim apa anjir?!”

“Dia abis selese UTS, gue cuma bilang makasi, lo bisa mulai nyoba tanya-tanya atau ga gitu kirimin dia gift meals buat ucapan selamat”

Entahlah, Osamu tidak tau ia harus kesal tetapi dirinya juga terlalu gengsi jika harus berterima kasih, secara tidak langsung ia berharap bahwa dengan—ia masih mengumpulkan niat untuk mengucapkan kata ini—bantuan Atsumu, hubungannya dengan Akaashi dapat memasuki tahap lebih lanjut, yah semoga saja.


Meskipun dengan bantuan Atsumu, hal tersebut tidak sepenuhnya menghapuskan kerisauan di dalam diri Osamu. Iya mereka—Akaashi dan Osamu—memang kembali berbincang dan bertegur sapa via pesan singkat seperti sedia kala dan sekarang Osamu kembali dilanda gundah karena bingung harus ngasih Akaashi apa sebagai ucapan selamat telah melalui pekan UTS.

“Yaelah lu ngorder makanan bingung banget kek perawan ngebet kawin aja” ledek Atsumu sembari bermain PSP-nya di dek kasur atas saat Osamu sembari tadi terus menanyakan pendapatnya—layaknya angket sensus penduduk—ia harus mentraktir Akaashi apa.

“Kalo dibeliin kopi sama toast mau ga ya doi?”

“Pasti mau wong ditraktir, tapi kalo lo ragu coba aja tanya anaknya mau apaan”

“Dia jawabnya terserah”

Angel wes angel

Atsumu memperbaiki posisinya, membuat Osamu menoleh ke atas kala kembarannya itu memanggilnya.

“Ga perlu mahal, dia pasti ngehargai kok, kalo emang mau buat makan malem ya sekalian makanan berat kalo buat sarapan besok ya kirim roti atau apa yang bisa dipanasin—kayak Ginjima kemarin pas tengkar sama kak Akagi loh”

“Tsum, ijinkan gue bilang ini mungkin untuk sekali seumur hidup, tapi punya lo sebagai kembaran ternyata berguna ya”

Atsumu pun melemparkan bantal pada Osamu dengan makian pastinya, tentu saja dihindari dengan sigap dan justru Osamu ambil untuknya membuat Atsumu berteriak mengadu ke mama Miya.

Osamu hanya bisa terkekeh, senang sekali menggoda saudara kembarnya itu.


Osamu yang sedang asik mengejar highscore untuk game-nya seketika tersentak kaget, seketika terduduk tegap kala membaca nama yang tertera, Akaashi Keiji, ada apa gerangan sang pujaan hati menelepon?

Dengan sigap Osamu keluar kamar—daripada dia harus diejek oleh Atsumu—menuju ruang bersantai di belakang rumah.

“Ha-halo apa Akaashi?”

Sial, Osamu ingin merutuki dirinya sendiri, kenapa ia harus sampai tergagap seperti ini

“Hahaha, kamu kenapa gugup gitu?”

Berterima kasihlah pada tawa renyah Akaashi sehingga daoat menghapuskan kegugupan dalam diri Osamu.

“Gak... Gapapa kok, cuma kaget aja ditelpon, ada apa?”

“Hmm... Gapapa sih, cuma mau bilang makasih aja”

“Kan bisa lewat chat?”

Dan Osamu pun dapat kembali mendengar tawa renyah Akaashi.

Well, yah aku agak sungkan sama kamu, aku ngga kasih kamu apa-apa tapi kamu beliin banyak banget jadi aku pengen bilang langsunh ke kamu makanya aku nelpon”

Astaga ingin rasanya Osamu menangis terharu, mamak, anakmu di notis gebetan!

“Halo Osamu?”

“Ah iya? Sori-sori”

Astaga Osamu terlalu lama melamunkan diri, terbang bersama angannya sendiri, jadinya ia menghiraukan sang pujaan hati.

“Aku kira kamu kemana soalnya ngga bilang apa-apa”

Bolehkah Osamu berkata bahwa ia masih tidak percaya?

“Anu Akaashi, kamu suka kan?”

“Suka kok, banget malah, kebetulan roti yang kamu beliin buat aku rasa favoritku, kok bisa tau?”

“Telepati mata batin”

“Kamu bisa aja”

Hening sejenak, astaga Osamu ingin sekali rasanya merutuki diri dan kebodohannya, bagaimana bisa ia menjadi begitu canggung padahal sudah diberi kesempatan seperti ini?

“Semoga kamu suka ya Akaashi, sori banget ya aku beliinnya malem baget kayak gini pasti udah telat juga buat makan malam...”

“Iya gapapa”

“Selamat menikmati, selamat malam”

Osamu itu memang pecundang, diri dan perasaannya belun siap sepenuhnya terhadal sesuatu yang begitu meletup dan berdebar dalam hatinya.

Untuk orang yang disukai Osamu dalam diam, Akaashi Keiji. Osamu harap kau tidak salah paham kenapa Osamu begitu cepat mengakhir telepon atau percakapan kalian.

Bukan berarti ia tidak menyukaimu atau apa, hanya saja ia belum siap sepenuhnya dengan perasaan ini, degup jantungnya selalu membuatnya hilang fokus seketika.

Andai saja Akaashi dapat menyadarinya.


hai, aku udah ada di depan enterance gate nih

aku pake hem warna khaki yaa!


Suna memasukkan kembali ponselnya ke dalam saku celananya, ia menoleh ke sekeliling, mencari-cari sosok partner blind date-nya. Lucu jika harus diingat bagaimana mereka dapat berkenalan melalui bot telegram.

Sama seperti Atsumu dan Kita, ia 'bertemu' dan berkenalan dengan partner blind date-nya kali ini karena pemenuhan nilai UTS-nya. Tidak seperti teman-teman yang menggunakan Tinder atau Tantan, Suna memilih menggunakan bot telegram.

Perkenalannya juga cukup unik, dibanding menggunakan salam sapaan atau basa-basi 'hai' pada umumnya. Suna justru mengirimkan potongan lirik lagu Lauv yang berjudul 'fuck, i'm lonely'.

I'm lonely as fuck come hold me, come hold me, come hold me

Yang tak pernah Suna sangka potongan lirik itu akan dilanjutkan oleh orang yang sekarang akan pergi bersama dirinya menonton konser Lauv di kotanya itu, padahal seseorang dengan nama—yang kau panggil saja moyi katanya— partner-nya itu adalah orang Tokyo.

Senyumnya merekah, lebar sekali layaknya iklan pasta gigi kala mendapati sosok yang sepertinya hanya satu-satunya menggunakan hem berwarna khaki di antrian masuk itu, dengan percaya diri Suna pun segera menghampirinya.

Senyum merekahnya itu seketika memudar berganti dengan wajah penuh keterkejutan manakala mendapati sosok tersebut menoleh, memperlihatkan wajahnya yang mungkin dapat Suna hitung kurang lebih sudah hampir setengah tahun mereka tidak bertemu ataupun bertegur sapa via pesan online tentu saja.

“Komori?”

Iya, Komori, Komori Motoya, mantannya.

“Kamu kok? Loh? Bentar, kamu moyi?”

Nah loh Suna bingung sendiri, ia menoleh ke sekitar dan kembali membaca pesan singkatnya dengan moyi tetapi tetap matanya tidak bisa menemukan sosok lain mengenakan baju seperti yang dijelaskan moyi di kolom chat-nya.

Komori tidak menjawab selain mengeluarkan ponselnya, menampilkan kolom chat mereka berdua, membuat Suna menghela nafas pelan, bisa-bisanya ia bertemu mantan pacarnya di bot telegram dan berakhir blind date seperti ini.


Hubungannya dengan Komori bisa dibilang cukup unik, karena selain untuk pertama kalinya Suna menjalin hubungan jarak jauh, hubungannya dengan Komori bisa dibilang paling lama dibanding dengan mantan-mantannya yang lain.

Anehnya lagi, untuk pertama kalinya Suna memutuskan seseorang bukan karena dia selingkuh, ia hanya bilang pada Komori kalau dia bosan yang sebenarnya karena ia merasa bahwa dirinya tidak cocok dengan hubungan jarak jauh. Capek mungkin?

Toh ya, waktu ia memutuskan Komori ia mengakui bahwa ia masih ada rasa pada lelaki itu, ia hanya merasa bosan saja karena hubungan mereka yang diisi dengan chat dan juga calls baik telepon biasa ataupun video call tak ada yang lain.

Padahal ia juga ingin bisa berkencan dengan Komori, menghabiskan waktu untuk sekedar ngapel atau jalan-jalan berdua. Pada akhirnya malam ini angannya menjadi nyata dirinya dan Komori akhirnya bisa berkencan, terlepas status mereka yang sudah menjadi mantan.

“Suna? Sunaaa”

Ia tersentak kaget, mendapati Komori yang menatpnya khawatir sembari melambaikan tangan tepat di hadapannya.

“Kamu ngelamunin apa?” tanyanya dengan raut khawatir, Suna hanya tersenyum dan menggeleng, mengatakan bahwa dia baik-baik saja.

“Kamu beli apa ngomong-ngomong?” tanyanya berusaha mengalihkan pembicaraan.

Komori tersenyum senang dan menunjukkan casing ponselnya, baru, merch official konser hari ini yang langsung ia pakai.

“Lucu ngga?”

“Lucu kok, eh btw ayo cari tempat duduk, abis ini di mulai ngga sih?”

“Beli makan sama minum dulu yaa?”

“Iyaa”


Komori tersenyum lebar ketika sang penyanyi, Lauv, hendak memulai penampilannya malam ini, Suna menoleh kearahnya mendapati Komori dengan binar di kedua matanya.

Next song is a story about someone, who was fallen into someone, you might call them a 'strangers', actually they didn't have a thing between them

about them, their feelings, and keeping theur memories, something to remember

Tattoos Together!

Alunan musik terdengar yang dibalas oleh sautan teriakan turut bernyanyi dan berdendang mengikuti musik. Suna menengok, mendapati Komori yang ikut bernyanyi dengan wajah riangnya.

Tattoos Together, something to remember If it's way too soon? Fuck it whatever!

Komori tampak begitu menikmatinya, dengan penghayatan di setiap lorok yang ia nyanyikan. Dibanding berfokus pada konser dan penyanyi idolanya di atas panggung presensi Komori jauh lebih kuat bagi atensi Suna, dibanding menonton Lauv judulnya telah berganti menonton Komori.

Cause i love you!

Satu bait lirik yang membuatnya tersentak, mungkin saja.

Tanpa sadar Suna menarik sosok tersebut dalam rengkuhnya, membuat Komori seketika terkejut mana kala kedua bibir mereka bertu satu sama lain dan Suna memeluknya erat.

He's not even his boyfriend (anymore)

Cause there is nothing better than you and i


“Kamu boarding jam berapa?”

“Abis ini, masih ada sekitar satu jam lagi lah, oiya btw ini buat kamu. Belum sarapan kan?”

Suna menerima roti daging asap hangat pemberian Komori tersebut, mereka saat ini tengah berada di bandara, sebenarnya Suna tidak perlu mengantarkan Komori karena hotelnya yang tidak terlalu jauh dari bandara tetapi tetap saja, Suna ingin menghabiskan waktunya dengan seseorang yang masih mengisi hatinya mungkin untuk terakhir kali sebelum tau kapan mereka dapat bertemu lagi.

“Ngomong-ngomong, selama pacaran aku gatau loh kalo kamu juga suka Lauv” ujarnya membuat Komori tersenyum mendengarnya.

“Memang aku ngga seberapa suka kok, tapi karena kamu sering cerita sama rekomendasiin lagu-lagunya ya bisa dibilang aku kecantol dikit lah”

“Kamu ngga bisa lebih lama gitu di sini?”

“Aku juga ada kuliah sama kehidupan di Tokyo”

Benar juga, Suna merutuki betapa konyol dan bodohnya pertanyaannya itu.

“Kalau gitu aku gantian deh yang ke Tokyo gimana?”

Komori menoleh, kembali tersenyum dan menggelengkan kepalanya sebelum terkekeh kecil.

“Gausa konyol kamu”

Karena Komori memang tidak mau berharap dan mengucapkan Sure, i'll wait for you

Mereka menghabiskan waktu untuk mengobrol dan berbincang sebelum pemberitahuan bergema dan menginformasikan bahwa penumpang maskapai Komori untuk segera boarding

Namun, sebelum itu Komori mengeluarkan sesuatu dari tas ranselnya, sebuah kotak kado cukup lebar dan memberikannya kepada Suna.

A really late birthday and valentine gift buat kamu, sekalian kenang-kenangan mungkin”

Astaga, Suna hanya bisa tertawa kecil, bahkan ia tidak menyiapkan apa-apa untuk Komori.

Well i guess it's time for me to go

Farewell hug?

Sure

Untuk pertama dan terakhir kalinya mereka berpeklukan, Suna dapat merasakan Komori yang menyandarkan dagunya pada pundak lebarnya, ia mengusap lembut punggung lelaki itu, berusaha merengkuh dan mengambil semua yang ada dari Komori, untuk disimpannya dalam kenangan.


“Sampai jumpa”

“Ya, sampai jumpa”


Kalau boleh jujur, sebenarnya Suna benci perpisahan, terutama jika itu harus dengan Komori Motoya, apalagi untuk kedua kalinya


Sumpah demi Tuhan kak aku ngga selingkuh!

Terus kalau kamu ngga selingkuh ngapain kamu swipe kanan tinder?!


Bapak ibu dosen yang terhormat, PJMK, atau siapapun kalian yang bertanggung jawab atas ujian tengah semester mata kuliah Komunikasi Antarpersonal.

Bukan maksud hati Ginjima menjadi mahasiswa durhaka atau semacamnya.

Tetapi kenapa dari sekian banyak opsi studi kasus yang diujikan. Mengapa oh mengapa harus bermain tinder?

Keberlangsungan, kelancaran, dan keharmonisan hubungannya dengan mas pacar terancam kan jadinya...


“nGGGGHHHHUEEEEE”

Osamu, Atsumu, dan Suna menatap Ginjima sangsi. Dengan gerakan sedikit kaku dan canggung Suna menyodorkan air mineral miliknya, menyarankan sang sahabat untuk minum bersamaan dengan Osamu yang menepuk-nepuk tengkuk belakang lelaki itu.

“Kan udah gue bilangin kalo naik motor tuh pake jaket, kan sekarang jadi kena angin duduk, ngeyel sih”

Dan Atsumu pun ditoyor Osamu.

Ini bukan perkara angin didik ataupun masuk angin.

Bahkan kucing-kucing yang sibuk mengeong di daerah kampus mereka—serta duduk menunggu dengan penuh harap mendapat sisa ayam dari tiga jejaka—tau bahwa duduk perkara Ginjima menjadi gundah gulana adalah perihal UTS tinder.

Osamu dan Suna tidak terkejut, pasalnya dongeng UTS tinder departemen Komunikasi sudah melegenda, sudah banyak cerita, yang semulanya hanya mitos menjadi nyata adanya, layaknya sebuah kutukan di mana mereka-mereka yang tidak kuat dan tahan banting pun hubungannya kandas begitu saja.

Memang damage-nya Komunikasi Antarpersonal itu semematikan ini.

Yang dibahas materi, masuknya bukan ke otak tapi ke hati.

“Tapi ngomong-ngomong lo emang ga ngomong sama kak Akagi gitu? Harusnya tau dong soalnya UTS-nya kita tuh melegenda banget tiap angkatannya, bahkan rame di base

“Udah Sam, udah cuma ya gitu doi masih tetep ga percaya, sekarang kita lagi perang dingin gue takutnya doi minta talak”

“Coba lo beli martabak manis terus kirim ke rumahnya atau lo yang bawain soalnya biasanya kalo dibawain martabak manis bakalan luluh”

Osamu, Atsumu, dan Ginjima menatap Suna tidak percaya, seolah mengerti asal tatapan meragukan mereka Suna menjelaskan bahwa ia mengetahui informasi tersebut karena sempat menonton salah satu episode Malam Minggu Miko

“Eh tapi serius, soalnya kan waktu itu bang Daishou sama kak Mika sempet gelut kan, beritanya rame tuh di base tahun lalu, terus bang Daishou bawain martabak manis mereka ga jadi putus, eh gajadi putus atau balikan gitu gue lupa”

Osamu, Ginjima, dan Atsumu sih cuma bisa iya-iya aja waktu Suna selayaknya lambe turah berjalan itu menjelaskan secara detil dan terperinci tentang pertengkaran pasangan fenomenal kampus mereka itu.

Kadang mereka heran kenapa Suna bisa dapat nilai AB di mata kuliah Dasar Jurnalistik padahal kalau dia sedang menggibah atau bergosip dapat menceritakan duduk perkara hingga penyelesaian akhir begitu runtut dan mendetil.

“Harus martabak banget gitu? Ga ada yang lain?”

“Iya lah! Effort bro! Bayangin doi lo ngambek terus lo dateng kerumahnya dia bawa pukis Banyumas—eh salah! Kue cubit deh! Yang ada bukannya baikan restu langsung dicabut keluarga besar!”

Meskioun Ginjima masih tidak percaya dan sangsi akan keberhasilan saran Suna itu namun kedua sahabat lainnya (yang bahkan seharusnya tidak Ginjima dengar atau percayai) begitu suportif terhadapnya untuk melakukannya.

Ya namanya juga usaha!


“Oh? Masih inget rumah aku? Aku kira udah lupa soalnya kan udah asik sama yang baru di tinder, ngapain kamu ke sini? Orang di tinder slowrespon ya? Kasihan bukan prioritas”

Meskipun perkataan Akagi barusan sangat menohok, bukannya sakit hati, Ginjima justru tersenyum simpul, ia tau betul kalau Akagi sudah sewot begini tuh tandanya cemburu.

“Aku bawain martabak buat kamu sekeluarga”

“Maaf ya ngga mempan kalau misalnya kamu mau nyogok minta maaf pakai martabak manis kayak Daishou-Mika atau di Malam Minggu Miko”

“Tapi aku juga beli martabak telor”

Keheningan menyeruak ketika mereka beradu tatap untuk sejenank. Sebelum kemudian Akagi menghela nafas pelan dan mengalah, membuat senyum Ginjima semakin cerah.

“Ngapain sih kamu?”

“Ngapelin pacar soalnya malem minggu?”

“Aku ngga minta diapelin kalau akhir-akhir kamu nganggurin cuma alasan UTS padahal main tinder”

“Kak, tau ngga sih kamu kalau cemburu tuh gemes banget? Apa aku harus main tinder tiap hari biar bisa liat kamu cemburu gini?”

“JANGAN!”

Tanpa sadar nada suaranya pun meninggi, membuatnya berteriak. Oh astaga, sungguh Akagi malu setengah mampus keceplosan seperti itu! Membuat tawa renyah menguar begitu saja dari Ginjima.

“Duduk dong kak, masak yang punya rumah berdiri” ujarnya sambil menepuk-nepuk bagian kosong di sofa tempatnya duduk.

“Gamau ya? Yah padahal aku mau nunjukkin ke kamu aku chat apa aja sama essai laporan buat studi kasusku ini”

Ucapan Ginjima barusan seolah berhasil menarik sedikit ketertarikan dan rasa penasaran dari Akagi. Masih dengan sedikit enggan (biasa, solu-solu kolu) Akagi mengambil duduknya tepat disebelahnya namun cukup berjarak menandakan kalau mereka masih perang dingin sekarang.

Ginjima pun mengambil tindakan lebih dahulu, ia menyodorkan ponselnya sehingga mereka berdua dapat berbagi, menujukkan history chat dirinya dengan orangbasing di tinder yang bahkan hanya bertahan chat selama satu malam sebelum kemudian Ginjima meninggalkannya dengan tanda read saja.

“Jadi tuh ya kak, UTS aku disuruh main tinder buat studi kasus yang nanti di laporkan di mata kuliah KAP, asli nih kamu bisa liat sendiri kita cuma chat bentar terus aku tinggal read”

“Bohong, bisa aja kamu hapus history chat-nya”

Ginjima kembali tertawa mendengar ujaran polos Akagi dengan bibir mengkerucut dan wajah memerah, baginya kekasihnya saat ini terlihat lucu.

Namun daripada menjelaskannya dengan kata yang berakhir Akagi masih tidak memercayainya. Ginjima pun mengeluarkan laptop dari tasnya, kursornya bergerak membuka folder essai studi kasus dengan bukti screenshots disana.

“Nih kak, bisa baca sendiri ini laporan studi kasusku buat matkulku ini”


Kalau Atsumu kan UTS: Ujian dan Tinder Shinsuke

Maka UTS Ginjima sendiri adalah usahanya untuk meyakinkan mas pacar bahwa ia tidak selingkuh!

UTS: Uasli aku Tidak Selinhkuh sayang


“Kak tau ngga sih aku baru keinget soalnya baru kepikiran juga”

“Apa?”

“Kenapa aku ngga janjian sama kamu, pura-pura aja gitu kita tinderan buat menuhin nilai doang, toh ya dosen gatau kita pacaran”

Oiya ya, benar juga, kenapa Akagi ngga kepikiran tapi malah cemburu-cemburu ga jelas?


Mungkin singkatan UTS, Ujian Tengah Semester dirasa kurang cocok untuk kondisi Atsumu saat ini, pasalnya UTS apa yang menggunakan tinder sebagai bahan ujinya? Dan mahasiswa mana yang lebih peduli dengan mencari partner tinder dibanding subtansi pengujian tersebut.

Mungkin singkatan dari UTS yang cocok bagi Atsumu adalah Ujian dan Tinder Shinsuke, atau bahkan Untuk Tinder Shinsuke.

Siapa sangka, berawal dari pemenuhan tugas akhir tengah semesternya ia justru disuruh mencari 'seseorang' dan menganalisis kasus terkait komunikasi dan hubungan yang terjalin dengan orang asing melalu aplikasi dating app

Siapa juga yang menyangka dia yang bermain dating app pada pukul setengahsatu malam akan dipertemukan dengan 'petinggi' dan 'orang penting' kampusnya. Sang Presbem, Kita Shinsuke.

Perkenalan dengan seseorang bernama shin yang ternyata adalah petinggi kampus, membuatnya mengetti satu hal, bahwa presbem hanyalah muda-mudi pada umumnya, yang bahkan bisa ditemukan bermain dating app sekalipun.

Pemikiran tentang rasa segan, martabat, atau apapun itu dirasa kurang cocok jika harus melekat bahkan pada konteks hubungan selain organisasi kampus, nyatanya Shinsuke orangnya menyenangkan dan mau meladeni setiap omong kosong random tidak jelas miliknya.

Hubungan yang terjalin di antara mereka mungkin bisa diibaratkan sebagai peneliti dan juga subjek tesnya yang membuat Atsumu mensyukurinya adalah bahwa 'hubungan' mereka tidak hanya sebatas berlangsung selama pekan UTS namun tetap bertahan hingga UTS mereka selesai.

Bahkan sering kali mereka berkencan atau tertukar sapa melalui telepon.


Seperti pengetahuan yang ia dapat selama kelas, longterm relationship dapat terjadi antara dua belah pihak ataupun kelompok ketika mereka telah mencapai mutual understanding dan juga bonding satu sama lain dan alat untuk mencapai tujuan tersebut adalah komunikasi yang efektif dan juga tepat guna.

Mungkin dosen Atsumu harus memberikan nilai plus untuk mahasiswanya yang satu ini, selain Atsumu yang dapat mempertahankan longterm relationship-nya dengan orang asing melalui dating app ia juga dapat mengembangkan bonding dan juga hubungan di antara mereka, dari orang asing, menjadi teman, kemudian menjalin hubungan yang bisa dikatakan melibatkan perasaan lebih sekedar rasa nyaman.

Untuk UTS atau bahkan matkul ini, Atsumu yakin ia mendapat indeks nilai sempurna, 4.00, dengan predikat A.

Terima kasih untuk ujian dan tinder Shinsuke.


“Tsum!”

Ia mengalihkan pandangnya dari ponselnya, menyimpannya baik-baik ke dalam kantung mana kala lelaki bersurai abu-hitam itu datang menghampirinya.

Atsumu tau bahwa Shin—atau mungkin Kita Shinsuke—itu menawan dan memikat hati namun kali ini izinkanlah ia kembali memuja sosok yang berdiri di hadapannya.

Kita Shinsuke yang tidak pernah henti-hentinya membuarnya terpesona, baik via layar telepon, pertemuan pertama, dan di setiap jumpa mereka

“Sori lama ya, tadi bantu nenek dulu di rumah”

“Oh iya kok gapapa”

Ia mengerutkan keningnya, keheranan manakala lelaki itu mengulurkan lengannya kepadanya.

“Tidak aku tidak memintamu menggandeng tanganku”

“Lalu?”

“Berkenalan, rasa-rasanya kita belum bertukar nama secara proper dari awal jumpa”

Ah benar juga, dari awal ia menemukan Shin di dating app hingga Osamu memberitahunya bahwa lelaki itu adalah seorang presbem mereka berdua tak pernah bertukar nama.

“Hai, gue Miya Atsumu, biasa dipanggil Atsumu, Tsumu, atau mungkin sayang nantinya”

Lelaki satunya hanya bisa terkekeh ketika Atsumu membalas jabat tangannya.

“Aku Kita Shinsuke, mungkin bisa ditunggu ya panggilan sayangnya?”

Dan Atsumu pun bersemu.


“Shin, liat tuh, judulnya aja Ku Lari Ke Pantai, pasti nanti ada adegan lari-lari di pantai menyisiri ombak sambil gandengan”

“Emang kamu udah nonton?”

“Engga aku cuma nebak aja dari posternya”

Shin pun memberikan satu sikutan pada pinggul Atsumu, membuat lelaki itu mengaduh. Sakit tau.

“Kita mau nonton film apa btw”

“The Incridible mau ngga”

Otak Shin seketika berhenti bekerja sejenak, mencerna dan memproses ucapan Atsumu barusan, seriously? In might they called as first date Atsumu justru mengajaknya nonton film animasi keluarga superhero?

Terkadang ke-random-an pola berpikir Atsumu layaknya syatu lonjakan implusif dengan kilatannya begitu cepat yang bahkan tidak memberikan Shin ruang, gerak, ataupun waktu sepersekon untuk memikirkan reaksi selanjut.

Pola pikir Atsumu benar-benar sulit di tebak.

“Gimana Shin? Mau gak?”

“Tapi baru dua jam lagi mulainya”

“Apa lo pengen nonton Ku Lari Ke Pantai”

Ia tercekat sejenak, mengingat ujaran Atsumu barusan dan entah kenapa scene tersebut seketika berputar secara otomatis dalam pikirnya, berlari di pantai tanpa alas kaki, membiarkan debur ombak menyapa permukaan kulit kaki, bergandengan dan tertawa, ia sudah cringe sendiri.

“Yaudah Incridible aja gapapa”


“Jadi film yang kamu tunggu-tunggu minggu ini itu The Incridible?” tanya Shin ketika mereka berkeliling mengelilingi pusat perbelanjaan sambil menunggu jam tayang film tersebut.

Saat ini mereka sedang ingin mencari makanan ringan dan juga minuman, biasa, kantong anak muda yang terlalu broke jika harus membeli makanan bioskop.

Mungkin akan berajhir dengan ayan krispi dan juga minuman boba kekiknian atau kopi, karena itu favorit mereka.

“IYAH! Itu film kan keluar pertama tahun 2010-an kan kalo ngga salah? Aku nungguin juga bisa dibilang into anination movies banget. Bisa dibilang Disney sama DreamWorks addict hahaha”

Shin nengangguk paham.

“Lucu juga, jalan pertama diajaknya nonton film animasi, it's new for me

“Terus kamu berharap apa? Nonton film romantis atau horror gjtu di 'kencan' pertama”

“Gak dulu”

Selama menunggu antrian pesanan mereka Atsumu tidak henti-hentinya mencari bahan percakapan yang menghidupkan 'kencan' mereka.

Mendengar Atsumu yang bercerita banyak hal membuat Shin—Kita Shinsuke—tersenyum simpul, senang karena ada yang melihatnya sebagai teman 'kencan' biasa, bukan presbem atau 'petinggi' lainnya.


Osamu masih tidak percaya, buku dan Atsumu adalah perpaduan yang tidak pernah ia duga sebelumnya. Demi semesta, semua lagu indie yang pernah didengarkan Suna, dan kelangenggan hubungan Akagi serta Gin ia berani bersumpah bahwa kami ini adalah kali pertama ia melihat Atsumu diam anteng membaca lembaran demi lembaran buku secara berkala.

Satu pertanyaan pun hinggap, berlari-lari mengutari pikirnya, Atsumu habis kesambet apa?

Karena tidak hanya membaca buku, Atsumu bahkan menolak ajaran mabar dari Suna dan itu kemungkinan besar terjadinya layaknya satu banding seper angka yang mungkin probabilitasnya sangat kecil sekali.

“Tsum, lo gapapa? Sumpah gue ngeri kalo lo baca buku, di dalemnya ngga ada jampi-jampi kan? Apa gue suruh bunda ngerukyah lo aja?”

“Hah maksud lo?”

“Lo gapapa sekarang?”

“Apakah gue terlihat kenapa-napa?”

“Iya soalnya lo lagi baca buku”

Dengan sekali gerakan Atsumu melemparkan bantalnya yang dapat di tangkis seketika oleh Osamu yang sama gesitnya, beruntung bagi mereka berdua yang memiliki tubuh atletis dan pernah mengikuti ekskul voli ketika semasa SMA dulu.

“Sialan, gue baca buku dibilang kenapa-napa. Lagian buku itu jendela ilmu apa salahnya sih”

Fix lo beneran kenapa-napa, jangan kemana-mana lo di sini gue mau bilang bunda”

Belum sempat Atsumu melempar bantal untuk kedua kalinya Osamu sudah kecit berlari keluar kamar dan menutup pintu kamar mereka membuat benda empuk itu terbentur pintu kamar.

“OSAMU BANGSAT”

“ATSUMU SIAPA YANG NGAJARIN NGOMONG KASAR?”

“IYA BUNDA MAAF”

Atsumu mendengus kesal, lagian apasih salahnya membaca buku? Toh ya buku jendela ilmu, emang salah ya kalau dirinya ingin memperluas wawasannya dengan membaca.


Jelas salah lah Tsum, tujuan membacamu kan biar bisa ngajak Pak pres nonton, bukan mencari ilmu


“Hai! Kamu Tsum yang di tinder itu ya?”

Atsumu menoleh manakala mendapati seseorang nama yang ia gunakan di platform dating app tersebut.

“Hai, lo pasti Shin kan?”

Ia mengamati dengan seksama lelaki di hadapannya itu, menghiraukan sikutan berkali-kali di lengannya dari Osamu. Lelaki dihadapannya tidak begitu tinggi jika dibandingkan dirinya dan jika boleh jujur Shin terlihat jauh lebih menggemaskan dan manis jika bertemu secara langsung seperti ini dibanding dari foto profilnya.

Atsumu dapat menarik kesimpulan, bahwa Shin tidaklah fotogenik, padahal jika ia tahu angle yang menarik Atsumu yakin bahwa Shin dapat terlihat jauh lebih menawan.

“Hei, kamu ngelamunin apa?” tanya lelaki itu sembari melambaikan tangannya di hadapannya berulang kali, berusaha mengembalikan kesadaran Atsumu yang sepertinya entah hilang ke mana.

“Ah? Gak kok gapapa, cuma lo beda aja gitu dari foto”

“Oh iya? Sori ya kalo ngga sesuai ekspetasi kamu”

“Engga kok malah jauh lebih manis”

Dan Atsumu dapat melihat kedua pipi lelaki itu bersemu memerah karena malu, entah malu akibat pujiannya atau malu karena gombalan tidak bermutunya yang terdengar seperti fuckboy.

“Oh iya, ini novel yang mau kamu pinjem”

Atsumu menerima novel tersebut, cukup rapi dan begitu terawat bahkan hingga disampul. Jika itu Atsumu ia sudah dapat yakin bahwa halamannya akan banyak yang robek.

Atsumu harus benar-benar menjaga novel tersebut kalau mau PDKT-nya lancar dengan Shin, kusut sedikit maka dia akan di-ghosting.

“Btw Shin lo abis ini mau kemana? Makan bareng yuk?”

“Aduh sori banget ya Tsum, aku udah janji mau konseling dulu ke dosen abis itu mau nyari bahan referensi di perpus mungkin lain kali aja ya?”

Atsumu mengangguk paham, sebelum ia membuat gesture telepon dengan jari jempol dan telunjuknya, menggerakkannya berulang kali dekat telinganya saat Shin hendak pergi.

“Lain kali ya? Kabari gue kalo lo mau makan atau jalan bareng gue!”


“LO APAAN SIH ANJING NYIKAT NYIKUT GUE DARI TADI” bentak Atsumu kesal pada saudara kembarnya itu.

Bagaimana tidak, sendari tadi ketika sedang mengobrol dengan Shin, Osamu tidak ada hentinya untuk menyikutnya, sudah terhitung dalam peetemuan singkan kurang dari tiga menit itu ada Osamu menyikutnya sebanyak empatbelas kali.

“Dikira ngga sakit apa? Apaan sih apaan, ngomong atuh”

“Lo gatau Shin itu siapa?”

“Engga, kenapa emangnya”

“Dia itu presbem kampus kita anjir, namanya Kita Shinsuke”

Dan Atsumu hanya bisa melongo.

HAH SERIUSAN??!


Atsumu tersenyum puas melihat hasil selfie-nya kali ini, memuji betapa tampannya dirinya sendiri, katanya sih bentuk self love tapi toh itu memang fakta adanya, bundanya juga mengatakan bahwa dirinya tampan (lebih tepatnya bundanya mengatakan bahwa anak-anak bunda tampan semua) berarti dirinya memang tampan.

“Gila gue ganteng banget, fix ini,” ujarnya yang kesekian kalinya memuji dirinya sendiri. Biarkan saja.

“Sam, pilihin dong yang mana yang bagus dijadiin foto profil tinder”

Kembarannya, Osamu yang berada di kasur bawah hanya memberikan gerutuan malas, 'mengganggu orang main Candy Crush saja batinnya.

Berhubung Osamu adik berbakti, rajin menolong, dan suka menabung dirinya pun menuruti permintaan sang kakak, total ada limapuluhdelapan foto selfie terbarukan dan terkini di galeri handphone Atsumu yang bahkan Osamu sendiri tidak tau apa bedanya antarsatu sama lain.

“Yang ini bagus” ujarnya sembari menunjukkan foto ke-tigapuluhempat dengan pose ke-duabelas dari pose pertama.

“Ngokhei”

Dengan hati yang riang gembira Atsumu mengambil kembali ponselnya, mengganti foto profilnya sebelum kemudian mengisi beberapa data diri untuk profilnya. Tidak sampai hitungan menit akun tinder-nya pun jadi, tahun ini seperti yang telah ia bilang sebelumnya bahwa resolusi tahun ini adalah Tsumu punya pacar!


Atsumu bete, bete sekali, padahal dia telah mengupayakan selfie terbaiknya, memilih yang terbaik dari yang terbaik (halah) namun sudah kurang lebih tigapuluhsembilan menit ia memandangi aplikasi birojodoh tersebut hanya sedikit orang yang match ataupun swipe kanan profilnya.

Kadang Atsumu heran, bagaimana bisa orang-orang begitu ketagihan hingga mendapat pacar hanya dengan bermain tinder. Bahkan menurutnya bermain tinder tidak semudah menghitung kapan Suna akan putus dan ganti pacar lagi setiap tiga bulan sekali (paling cepat). Kesimpulannya adalah, bermain tinder tidaklah semudah dirinya dan Samu menaruh taruhan kapan Suna akan putus dan mencari pacar baru.


Jam di ponselnya telah menunjukkan pukul setengah satu malam, ia mendecih kesal karena masih belum menemukan strangers yang menurutnya cocok atau satu persepsi dan frekuensi dengan dirinya.

Dia tidak tau kalau ujian bermain dating app tidaklah semudah itu

Sampai suatu ketika jemarinya yang sendari tadi asik swipe kiri terus-menerus pun berhenti.

Ponselnya menampilkan foto profil yang bisa dibilang cukup menarik untuk seleranya, kepoin sebentar profilnya yang tidak sampai lima menit sebelum kemudian Atsumu memutuskan untuk swipe kanan profil bernama Shin tersebut.

Ajaibnya belum sampai satu sekon berganti (ini terlalu hiperbola memang) profil bernama Shin itu juga melakukan hal yang sama, tidak mau menyia-nyiakan kesempatan dengan segera Atsumu mengetuk DM profil tersebut.


“Yukieeeeee happy conggraduation ya bebs aaaaa finally resmi jadi sarjana”

Gadis yang baru saja keluar dari ruang sidang itu pun seketika menerima pelukan lebar dan juga hangat yang ditawarkan oleh sang sahabat, tak lupa bertukar sapa dengan Suna yang turut menemani Mika untuk menghampirinya.

Sementara sepasang sejoli itu masih asik berbincang satu sama lain ia menyempatkan waktu untuk mengecek ponselnya, masih belum ada balasan dari Komori, membuatnya menghela nafas pelan sebelum memasukkan kembali ponselnya.

“Dimana yang lainnya?” tanyanya kepada Mika

Jujur, sedikit kecewa karena sahabat yang lainnya tidak turut datang sekadar memberikannya ucapan selanat.

“Mereka semua udah pada kumpul kok! Tinggal kamu, yuk kita ada surprise buat kamu”


Mobil milik Suna itu pun berhenti melaju kala sampai pada salah satu cafe bintang lima yang cukup beken di ibukota Jepang tersebut, membuat Yukie menautkan kedua alisnya, heran, untuk apa teman-temannya menyewa cafe di tempat seperti ini hanya untuk kelulusannya.

“Kamu yakin ngga salah tempat?” tanyanya yang langsung dijawab oleh lambaian tangan Kaori dan juga Hana ketika ia baru saja keluar dari mobil, ternyata memang benar di sini tempatnya namun untuk apa? Dan kehadiran kedua sahabatnya itu belum cukup untuk menghapuskan segudang tanya dalam dirinya.

“Yukieeee happy congraduation yaaa”

Ia membalas pelukan dari Kaori terlebih dahulu sebelum berpindah ke Hana, dengan sediki cupika-cupiki, ritual khas yang dilakukan wanita ketika bertemu teman dekatnya.

Kedua sahabatnya itu sedikit kerepotan, memakaikannya semacam slempang bertuliskan “You Can Hear Me Now” tak lupa dengan sebaket bunga dan juga topi ala wisudawan yang entah Yukie sendiri tidak tau namanya.

“Ih kenapa sih harus pake ini, malu banget diliat orang gimana”

“Bagus dong! Mereka harus tau kalau kamu baru aja selesai sidang siapa tau ada bos perusahaan yang nyari karyawan terus ngelirik kamu!”

“Kebanyakan baca Wattpad ya kamu”

“Emang!”

Yukie sedikit kesulitan untuk mengelak manakala ketiga sahabatnya itu berusaha untuk meyakinkan (lebih tepatnya memaksanya) untuk menggunakan barang-barang tersebut, katanya sih juga bagian dari surprise.

Ia tersenyum akhirnya hanya bisa pasrah saja, toh ya ini emang usaha dari teman-temannya itu, bahkan ketika tubuhnya ditarik masuk ia tetap pasrah.

“Udah masuk aja, Kiyoko sama yang lainnya udah nunggu!”

“Yang lain?”

Belum sempat Kaori ataupun Hana membalasnya pundak belakangnya ditepuk oleh salah satu pramusaji wanita di sana, menanyakan apakah benar ia adalah Shirofuku Yukie atau bukan.

“Ini ada undangan untuk Anda”

Yukie mengerutkan dahinya, masih bingung dengan apa yang terjadi, ketika ia hendak bertanya kepada teman-temannya mereka semua telah hilang entah kemana meninggalkannya.

“Anu, teman-teman saya yang tadi ke mana semua ya?” tanyanya, dan pramusaji itu hanya tersenyum, menyuruhnya untuk membuka undangan itu saja.

Rasa bingungnya kalah besar dengan penasaran, sembari melongok dan mengedarkan pandangnya ke sekitar sesekali ia pun membuka simpul pita pada undangan tersebut sebelum kemudian membacanya.

We are looking for you!

|| Happy Congraduation our beloved nutrist !! As we wanted to show you how much we love you and how happy we are come and join us ni!

|| Please follow the road that's filled with a flowers petals and showers to second floor, see you really soon!


Bersamaan dengan langkah kakinya menuju lantai dua, mengikuti setapak jalan yang telah dipenuhi oleh kelopak bunga dan juga gugurannya lantunan lembut melodi piano klasik pun menyapa indera pendengarannya.

Please come to me, hurry up and hug me Let's walk together on the road That has falling flowers like rain I like it even if there are no spoken words and just see If it's with you

Alunan lembut melodi tersebut entah mengapa seakan menuntunnya melewati jalan berbunga tersebut dan entah bagaimana pula turut menambah debar dalam dirinya tanpa sadar.

The road, on my way meeting you

Melodi indah dan mudah diikuti, membuatnya tanpa sadar pun turut menyanyikan reff lagu tersebut bersamaan tempo ketukan perkusinya. Suara pentikan dawai gitar dan juga bass, tabuhan perkusi, tak lupa harmonisasi dari piano yang indah membuatnya turut larut dalam setiap melodi indahnya.

Singing like dada darada dada darada Dada darada dada darada Sing a Sing on and on

Dan betapa terkejutnya dirinya ketika telah tiba di lantai atas, mendapati sahabat-sahabatnya berkumpul di sana, di bawah binar lampu teranam dan melodi lembut nan syahdu.

Betapa terkejutnya dirinya mendapati sang terkasih yang telah hilang lama kurang lebih satu minggu tanpa kabar tengah berdiri tepat di hadapannya, menyanyikan melodi indah yang membuatnya seketika jatuh hati.

I'll be meeting you Even the moonlight is warm When I only think about you When I turn on my piano

Entah kenapa rasanya hatinya dipenuhi oleh sebuah perasaan membuncah yang tidak dapat diungkapkan dalam kata-kata. Ia bahagia, terharu, kesal, semuanya jadi satu.

Matanya tak dapat berbohong ketika ia merasakan sesuatu yang basah membasahi kedua pipinya, ia dapat merasakan sosok yang tengah bernyanyi itu pun turun dari panggungnya tak mempedulikan lantunan melodi yang terus bejalan begitu saja seolah memanggil sang vokalis untuk kembali namun sosok itu memilih untuk tidak acuh.

“Kok nangis sih, masa ngga seneng kalo aku balik Jepang, kamu juga habis wisuda loh”

“Abisan kamu jahat banget seminggu ngga ngabarin tau-tau kayak gini aku kesel tau”

“Yah terus gimana dong? Aku bikin gini niatnya bikin kamu seneng kamunya malah nangis”

Yukie sudah tidak sanggup berkata-kata lagi sebelum menghamburkan dirinya dalam pelukkan sang kekasih, tentu saja disambut dengan senang hati oleh Komori.

Hangat, rasanya hangat sekaki

Presensi yang bahkan sebelumnya hanya daoat ia lihat dari balik layar sekarang dapat ia rasakan dengan hanya betapa hangat dan juga nyamannya rengkuhannya.

Suara yang selama ini hanya bisa ia dengar via telepon genggam dan kadang kala terputus akibat kendala jaringan kali ini terdengar begitu jernih dan juga jelas di telinganya, bahkan lebih indah dari melodi lagu yang mengikutinya.

You’re the one and only that I give my everything I feel you every moment that I breathe

Komori menangkup kedua pipinya, menghapus jejak dan juga bulir air matanya sebelum mendaratkan sebuah kecupan singkat tepat di bibirnya. Singkat sekali namun mampu menciptakan semacam lonjakan elektron dalam dirinya.

Sang lelaki merengkuh pinggangnya, masih dengan bernyanyi, mengajaknya untuk turut bergabung, menyatu dengan suasana nan syahdu hari itu. Seketika ruangan tersebut berubah menjadi lantai dansa.

Singing like dada darada dada darada Dada darada dada darada Sing a song on and on