Malam Teranam
Malam ini berbeda dengan malam-malam sebelumnya, untuk pertama kalinya Suna Rintarou terkesima. Enggan memalingkan diri dari paras rupawan sang kekasih, Komori Motoya. Layaknya sebuah patung pahatan tanpa celah, pendar teranam lampu taman terpantul dan menggambarkan jelas guratan tipis yang selama ini luput dari pandangan.
Dalam diamnya ia terpana
Iya, malam itu berbeda dengan malam-malam sebelumnya. Untuk pertama kalinya ia memohon kepada sang pemilik semesta, permohonan yang ia tahu betul bahwa itu sia-sia namun Suna terus berharap, bahwa malam itu, seketika waktu dan semua di sekitarnya terhenti sehingga ia dan Komori dapat abadi selamanya
Komori Motoya, sebuah nama sarat akan makna dan juga kenangan, kekasih palsunya yang terjebak dalam perjanjian bodoh yang pada akhirnya hanya bisa ia sesali
Malam itu, ia larut dalam lamunnya sembari termangu memandangi rupa menawan yang berdansa tepat di hadapannya. Malam itu, dimana bumi tempat ia berpijak seketika menjadi lantai dansa dan malam itu, hanya tentang dirinya, Komori, dan waktu yang ia harap menjadi abadi 'tuk selamanya
Suna dan Komori, dua nama berbeda, dua raga terpisah namun keberadaan dan keserasian mereka layaknya satu pasang terhadap satu sama lain, paling tidak itu yang diketahui orang-orang mengenai mereka. Nyatanya hubungan mereka adalah kebohongan belaka dengan semua perhatian semu dan kemesraan yang yang sebatas sandiwara palsu. Sebuah kontrak hubungan yang mengikat mereka satu sama lain, bukan dengan ikatan cinta ataupun perasaan melainkan perjanjian yang cukup menjadi rahasia mereka berdua.
Hubungan yang tercipta atas dasar perasaan kecewa akan patah hati, ide gila seorang Suna Rintarou di mana mereka berdua saling menolong-lebih tepatnya memanfaatkan-satu sama lain 'tuk mencapai keinginan mereka. Katakanlah Suna itu orang yang manipulatif dengan memanfaatkan perasaan tulus Komori yang kebanyakan orang sebut sebagai cinta, atau mungkin Komori saja yang terlalu naif.
Satu tahun waktu yang cukup lama untuk sebuah hubungan pura-pura semata dan juga waktu yang diperlukan Komori untuk mengatakan permintaannya apa yang ia inginkan dari Suna dari hubungan ini.
Sebuah permintaan pertama dan mungkin juga terakhir dari Komori.
Suna, aku ingin kamu jadi pasanganku
Untuk malam ini saja, jadilah pasanganku tanpa adanya kepura-puraan
Dari sudut matanya ia mendapati Komori yang masih terduduk manis di posisinya, keheningan seperti ini sudah terlalu biasa mereka rasakan satu sama lain, katakan saja selama mereka berkencan mereka tidak pernah lebih dari membicarakan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan sehingga ketika Komori memintanya menjadi pasangannya tanpa kepura-puraan sejuta tanya seketika mengerjap. Karena sejatinya raga mereka boleh saja begitu dekat, saling menyentuh dan menggapai namun hati mereka tidak akan pernah terhubung oleh perasaan satu sama lain.
Yang mengikat mereka hanyalah sebatas perjanjian. Oleh karena itu, ketika Komori memintanya untuk berhenti berpura-pura sejuta tanya seketika memenuhi kepalanya.
Sebenarnya bagaimana dan apa yang dilakukan pasangan pada umumnya?
“Kamu ganti pengharum mobil kamu ya?”
“Eh? Iya, papa beli yang baru...”
”...kamu suka ngga baunya?”
Ia sedikit terkejut dengan ucapannya barusan, begitu tiba-tiba namun juga mengalir begitu saja, dari sudut matanya ia mendapati Komori yang tersenyum simpul di tempatnya.
Ah..., sekarang Suna mengerti
Untuk pertama kalinya Suna sadar dan mengerti bahwa memulai pembicaraan 'pada umumnya' jauh lebih mudah dibanding yang ia kira. Tidak sesulit itu, hanya saja selama ini ia enggan, bukan ia yang mendorong Komori menjauh, selama ini Suna lah yang memberikan jarak di antara mereka sendari awal.
Jika saja Suna selama ini membiarkan Komori pelan-pelan menariknya, mungkin saja akhir hubungan mereka tidak akan seperti ini
“Kamu ngapain?”
“Emang aku ngga boleh bukain pintu buat pacar aku sendiri?”
Ia dapat melihat Komori yang tersipu dengan tawa kecil 'tuk menghapus rasa malu dalam diri. Pandangannya dengan seksama memperhati begitu hati-hati, enggan sedetik pun momentum lelaki tersebut, digapainya jemarinya untuk saling bertaut sebelum kemudian mengunci mobilnya.
“Sakusa engga ikut?” tanyanya yang dibalas gelengan lembut oleh Komori.
“Tau sendiri kan dia paling ngga suka tempat ramai kayak begini,”
“Ya siapa tau kan? Lagian kan malem ini juga sekali seumur hidup kan?”
“Bahkan kalau itu Iizuna-san sekalipun yang narik dia kesini dia ngga bakalan mau”
Mereka berdua berbagi tawa satu sama lain, masih dengan tangan yang saling bertaut, menyapa atau mengobrol dengan wajah-wajah familiar yang mereka temui, mencoba berbagai macam makanan hingga bahkan berfoto untuk mengabadikan kenangan manis mereka malam ini.
Suna tersenyum lembut mendengarkan setiap cerita dan kisah yang terucap di bibir ranum kekasihnya itu, Suna ingin merekam setiap momentum yang mereka lalui malam ini, enggan terlewatkan bahkan sedetik pun, biarkan otaknya sendiri yang menciptakan potongan-potongan kaleidoskop layaknya roll film yang dipenuhi oleh senyum dan juga wajah rupawan kekasihnya itu.
Ternyata, menjadi sepasang kekasih dengan binar penuh ketulusan dan juga perasaan cinta itu sangatlah mudah
“Ayo berdansa”
“Huh?”
Di bawah pendar lampu teranam Komori mendongak, memandang Suna dengan penuh tanya dan juga keraguan. Mereka berdua berdansa? Seolah menjawab semua tanya dalam diri, Suna pun mengulurkan tangannya yang disambut malu-malu. Dikecupnya punggung tangan selemput sutra dan seputih susu tersebut, seperkian detik tubuh Komori seolah merasakan semacam lonjakan, panas menjalar hingga menyisakan semu kemerahan di kedua sisi wajahnya.
“Tapi aku tidak bisa berdansa,”
“Tak apa, lagian kau berdansa denganku bukan seorang diri. Bisa atau tidak itu bukanlah masalah besar”
Suna menarik Komori untuk lebih dekat, memeluk mesra kedua panggul kecil milik lelaki itu, mengalungkan kedua tangan tersebut pada lehernya. Dengan alunan lembut musik opera klasik seketika tempat di mana bumi mereka berpijak berubah menjadi lantai lansa, begitu menenangkan, atensi mereka hanya tertuju untuk satu sama lain, tidak ada yang lebih menarik dibanding presensi satu sama lain. Semesta adalah milik mereka berdua, kemenangan sempurna untuk malam indah dan juga panjang.
Malam di bawah pendar sinar lampu teranam Suna dapat menangkap jelas bayangan siluet yang justru memperindah polesan wajah Komori yang memang telah tercipta menawan, ia berani bertaruh ketika Komori diciptakan Tuhan pasti sedang jatuh hati sehingga ketulusan perasaannya dapat tercetak jelas di salah satu hamba-Nya yang sekarang tepat berdansa dengannya.
Komori istimewa dan Komori berharga
“Kamu tau ngga kalau aku bahagia sekali malam ini”
“Tau kok, karena aku sama bahagianya denganmu”
Dan aku ingin malam ini abadi selamanya sehingga kita berdua bisa terus seperti ini
Biarkan, biarkan saja angan dan juga khayal tersebut ia simpan seorang diri. Ia tau permintaannya sia-sia namun jika Tuhan memang ada maka ijinkanlah ia memohon dan berharap bahwa malam itu akan benar-benar abadi. Suna rela melakukan apa saja menukarkan semua yang ia miliki asalkan malam indah ini bisa terus abadi, ia dan komori di satu momen dan juga lini garis dimensi yang sama.
Ia menarik Komori untuk lebih mendekat, menyelami sepasang netra sejernih langit biru tersebut. Meskipun sama namun bulir samar tersebut kasat akan penglihatannya telah menumpuk menciptakan selaput bening di sana.
Tangan Komori bergerak mengelus lembut sisi wajah Suna dengan seutas senyum yang terlihat begitu dipaksakan serta memilukan.
“Rintarou...,”
“Jangan menangis, karena aku ingin merekam malam indah ini sebagai kenangan yang membahagiakan bagi kita,”
Ucapannya seketika membawa mereka bernostalgia sejenak, satu tahun bukanlah waktu yang sebentar namun juga cukup lama bagi mereka sehingga bisa meresapi presensi serta perasaan satu sama lain. Pertama kalinya mereka menghabiskan waktu bersama dengan raga dan juga hati yang begitu dekat satu sama lain.
Mereka menghabiskan waktu yang cukup lama untuk mencapai lini waktu ini bersama namun sayang momentum tersebut hanya sekelebat malam singkat namun juga indah ini yang mungkin jika dirangkum dalam kilas balik hidup mereka hanyalah sepersekian sekon.
Komori berjinjit untuk mengecup kedua belah bibir ranum milik Suna yang dibalas dekapan hangat oleh lelaki itu, kecupan panjang namun juga singkat bagi kenangan mereka. Suna enggan melepaskan, ciuman pertama mereka yang entah mengapa begitu memilukan dan juga menyedihkan.
Komori menarik diri, dengan alur air mata yang telah membekas di kedua sisi wajahnya, bahkan dengan penampilan yang begitu pedih tersebut Komori masih saja bisa tersenyum, hanya 'tuk orang yang ia cintai.
“Rintarou terima kasih karena telah mau membantuku untuk mencapai keinginanku selama ini, terima kasih karena telah menjadi kekasih yang baik untuk malam ini”
Tidak, jangan
“Rintarou..., ini terakhir kalinya sesuai perjanjian kamu harus membantuku mencapai keinginanku”
Berhenti, jangan lanjutkan
“Rintarou, aku ingin kita mengakhir perjanjian dan hubungan yang penuh akan kepura-puraan ini”
Hanya perlu waktu satu malam bagi Suna untuk merasakan ketulusan yang sama dengan Komori,
Hanya perlu waktu satu malam bagi Suna untuk melabuhkan perasaannya pada Komori,
Hanya perlu kecupan singkat seperkian sekon bagi Suna untuk merasa bahwa dirinya dan Komori saling memiliki, terikat, dan mencinta
Namun hanya perlu satu malam bagi Komori untuk menyerah terhadap cintanya pada Suna setelah merasakan sakit dan kesedihan dalam kepura-puraan satu tahun hubungan mereka
Malam teranam itu ada cinta yang tumbuh namun juga gugur