— i just want to be embraced by yourself and erase all hesitancy about us
Komori membuka pintu apartmen milik Suna setelah memasukkan sandi yang bahkan tidak pernah berubah sejak ia pertama kali mengenal lelaki tersebut. Ia melepaskan sepatunya, meletakkannya pada rak sepatu tepat di sebelah kanan pintu sebelum melegang masuk setelah memastikan ia mengunci kembali kediaman lelaki tersebut.
Seolah telah begitu menghafal seluk beluk apartemen tersebut layaknya rumah sendiri Komori melenggang dengan begitu ringannya, meletakkan tas ranselnya pada sofa ruang tengah sebelum mencuci kaki dan tangannya, kebiasaannya sendari kecil. Ia mengusap poninya ke belakang, celingukan, mencari kemana sosok pemilik rumah.
Pasti di kamar
Gumamnya, ia segera menyusur apartemen yang tidak terlalu luas itu, menuju kamar sang kekasih dan membuka pintunya, mendapati Suna yang asik di depan meja kerjanya dengan headphone di kepala, membuatnya menghela nafas, pantas Suna tidak mendengarnya masuk.
Atensi Suna segera teralih mana kala dirinya mendapati sensasi dingin menyapa kedua pipinya dan juga beban berat di atas kepalanya. Sementara itu Komori asik memainkan kedua pipi milik Suna, memeluk lelaki itu dari belakang dan menyandarkan pipinya pada pucuk kepala lelaki itu meskipun merasa sedikit tidak nyaman karena headphone yang menganggu.
“Loh? Sejak kapan kamu sampai?” tanyanya seraya melepas headphone-nya membuat Komori mengangkat dirinya sebelum kembali bersandar pada Suna.
“Baru aja, kamu ngga denger soalnya asik bikin lagu” dan jawaban tersebut sontak membuat Suna terkekeh.
“Ganti baju dulu sana”
Komori menurut, ia pergi meninggalkan lelaki itu dan berjalan menuju almari di sudut kamar. Mengambil setelan piyama satin berwarna biru dongker milik Suna dan mengenakannya.
Ya, kebesaran.
Mau gimana lagi kan? Tinggi mereka terpaut sepuluh sentimeter, apalagi mengingat bahu bidang milik Suna yang jauh lebih lebar dibanding miliknya.
Komori kembali berjalan menuju Suna namun kali ini dia justru memilih untuk duduk di pangkuan lelaki tersebut, untung saja kursi kerja Suna adalah kursi gaming yang kuat menopang bobot mereka berdua.
“Celananya mana?” tanya Suna kala ia melirik sekilas ke arah Komori yang saat ini tengah mencari posisi nyaman di atas pangkuannya “Kebesaran”.
Suna tidak menjawab ia kembali fokus pada pekerjaannya sembari Komori memutuskan memejamkan matanya dan bersandar pada Suna.
Komori membuka kedua matanya kembali kala Suna seolah tidak mempedulikannya, ia menoleh ke arah lelaki itu yang wajahnya terlihat serius mengerjakan urusannya.
“Kamu kenapa?” tanya Suna saat ia merasakan sedikit gesekan-gesekan kasar pada bagian bawahnya sementara Komori terus bergerak gelisah di atas pangkuannya.
“I want you“
Satu kekehan kembali keluar dari bibir lelaki itu, “Kenapa? Ada masalah?” dan Komori pun menggeleng.
“Liar, babe aku kenal kamu udah dua tahun lo ya, dan kamu kalau udah clingy atau needy gini biasanya ada sesuatu”
“Aku ga boleh gitu manja ke kamu?”
Suna mendaratkan satu kecupan singkat di bibir Komori, “Boleh, banget malahan. Yaudah deh aku foreplay aja dulu ya? Masih ada kerjaan”
Komori mengangguk tidak mempermasalahkannya. Ia dapat merasakan sensasi hangat dan juga kasar tangan kiri lelaki tersebut kala memberikan belaian lembut pada paha putih susunya, menyingkap atasan piyama yang menutupinya sebagian sembari tangan satunya sibuk sama pekerjaannya, seakan ia tau apa yang biasa dilakukan untuk memanjakan Komori.
Sementara itu tangan Komori juga tidak bisa diam, ia membuka sedikti celana training yang dikenakan Suna, memberikan handjob pada adik kecilnya.
Kadang Komori terkesan, bagaimana wajah Suna terlihat tidak menunjukkan raut perubahan sama sekali kala ia memberikan rangsangan seperti ini, sementara dirinya sudah terlihat memerah hanya dengan usapan lembut pada paha bagian dalamnya.
Suna mendekap lelaki itu, membawanya mendekat sebelum kembali mencium singkat bibir Komori, seirama dengan tangan Komori yang sibuk mengurut miliknya di bawah sana ia pun menyingkap dalaman lelaki itu memainkan anak dibawah sana dan sesekali memberikan pijatan pada milik lelaki itu.
Komori memejamkan matanya, nafasnya memberat, impuls otaknya merespon dengan baik setiap rangsang dan sentuhan milik Suna. Sementara tangan Suna sibuk dengan miliknya di bawah sana lelaki itu tak hentinya menciumi pucuk kepalanya, memberikan beragam afeksi dan juga kasih sayang.
Hanya dengan Suna, Komori bisa merasakan dicintai dan dihargai teramat sangat seperti ini.
“Sayang, kamu udah keluar lo” dan Komori hanya mengangguk.
Suna memundurkan kursinya, agar mereka mendapat ruang lebih banyak sebelum jemarinya sibuk membuka tiap kancing pada atasan lelaki tersebut, mencumbu setiap inci tubuhnya dan meninggalkan beragam bercak kemeran di sana yang sukses meloloskan desahan kenikmatan dari bibir bulat Komori.
Suna suka itu, menyukai wajah Komori ketika ia dapat memberikan kenikmatan pada tubuh kekasihnya tersebut.
“You are such a beautiful creature babe, damn how could i deeply in love with you?“
“You should, kalau engga aku bakalan marah” tawa renyah mengudara dari bibir Suna.
Suna mencium Komori, membuat Komori tersenyum di tengah ciuman mereka. Ciuman tersebut berlangsung lama dan juga dalam, seolah mengatakan bahwa Suna benar-benar menyukainya.
Tidak, ia tergila-gila pada sosok di atas pangkuannya itu.
“Ride me” ujarnya kala mereka memutus ciuman satu sama lain.
Suna menurunkan celananya hingga sebatas lutut sebelum kemudian Komori naik dan duduk tepat di atas miliknya, meringis kala ia sadar bahwa mereka tidak menggunakan lube serta pemanasan yang kurang.
“Kamu gapapa?” ia mengangguk, “It's fine“
Itu adalah seks mereka yang cukup pelan meskipun selama ini mereka tidak pernah terburu-buru. Tidak banyak gerakan sebenarnya, cukup Suna yang memberikannya kehangatan serta memenuhi dirinya di dalam sana.
“Kamu bikin apa?” tanya Komori sembari memeluk leher milik Suna, ia menolehkan kepalanya ke samping agar dapat melihat wajah lelaki itu.
Bisa dibilang posisi mereka saat ini cukup lucu, Suna layaknya menggendong bayi besar pada pangkuannya.
“Bikin lagu, kalo sama kamu bikin anak”
“Ngaco”
Suna terbahak mendengar umpatan Komori barusan, membuat Komori tersenyum kecil.
“Aku mau denger boleh ngga?” pintanya membuat Suna terdiam sejenak sebelum menjawabnya “Engga boleh”
“Kenapa?”
“Soalnya nanti ga bakal jadi surprise“
Komori cemberut, ngambek, memutuskan untuk kembali memuluk Suna.
“Ya ngambeknya gausah sambil ngegoda gitu dong ini aku nahan biar ngga keluar di dalem”
“Bodo, biar tau rasa”
Suna menghela nafas pelan sebelum kemudian mengecup bahu putih Komori.
“Aku kasih bocoran pas interlude aja ya? Tapi ada syaratnya”
“Apa?”
“Kamu cerita dulu kamu kenapa, ada masalah apa sampai bikin kamu gelisah gini”
Suna menarik Komori menjauh agar bisa menatap lelaki itu, mendapati Komori yang tengah kembali mengigiti bibir bawahnya, “Aku udah bilang berapa kali buat ngga kebiasaan gigitin bibir, Motoya?”
“Aku cemburu”
“Hah? Kenapa tiba-tiba?”
Ia dapat merasakan panas berkumpul di kedua pipinya, membuatnya bersemu merah.
“Aku cuma takut, takut sama hubungan kita atau perasaan kamu yang bakal berubah”
Suna tersenyum memberikan kecupan pada kening Komori berulang kali.
“Sekarang gimana? Masih takut ngga?” tanya Suna, Komori pun menggeleng sebagai jawaban membuat Suna tersenyum.
“As i said to you before, i'm deeply in love with you, jadi kamu gausa ngerasa takut lagi ya? Di hubungan ini ada kita berdua ngga cuma kamu ataupun aku, tapi kita”