too powerful
[ sunakomo oneshot, explisit nsfw without plot ]
Sinopsis:
Mungkin lain kali Komori harus lebih berhati-hati dalam bertutur kata
Pelatih EJP tersenyum puas melihat performa Suna hari ini, begitu optimal, membuat Komori di sebrang sana berulang kali mendecakkan lidahnya karena kesal. Bahkan libero terbaik Jepang pun kewalahan hanya untuk menangani spike dari middle blocker tersebut.
Washio yang melihatnya hanya bisa berguman dalam hati, memohon pengampunan untuk lengan Komori karena harus berurusan dengan spike dari Suna.
“You good?”, tanya Washio seraya mengulurkan tangannya kepada Komoti, membantu sang libero untuk berdiri.
Seraya menyeka peluh yang ada di keningnya ia menerima uluran tangan middle blocker yang lebih tua setahun darinya itu, “Haaaaah aku benci kalau Suna sudah seperti ini, his spikes are nasty, and it really annoy me”, ujarnya, Washio mengangguk setuju.
Kapten tim mereka memanggil mereka untuk berkumpul, time out untuk tim Komori dan Washio, mereka harus segera mengatur strategi untuk menghadapi Suna yang sedang dalam performa terbaiknya.
“Tch”, decih Suna manakala Komori beehasil menerima bolanya tersebut, meskipun tetap berakhir out dan poin untuk timnya.
“Man, that's one was too powerful!”, ujar lelaki beralis bulat tersebut memperhatikan kemana arah bola tersebut keluar.
Peluit tanda pertandingan berakhir berbunyi dan latih tanding kali ini dimenangkan oleh tim Suna.
Komori memperhatikan kedua lengannya, huh? Sudah berapa lama sejak terakhir ia mendapat memar seperti ini? Suna benar-benar tidak main-main ya hari ini?
“Kalian bertengkar?”, tanya Washio yang datang menghampirinya, memperhatikan memar di kedua lengan lelaki malang itu.
“Huh? Engga? Kenapa?”
Washio tidak menjawab langsung, lirik matanya bergulir menuju kedua tangan lelaki itu yang memerah, “Tidak mungkin dia sampai membuatmu seperti itu kalau kalian tidak bertengkar”
Komori tergelak karenanya, ia mengibaskan tangannya, mengatakan bahwa ia baik-baik saja, mungkin dia saja yang kurang berlatih dan Washio hanya mengangguk paham.
“Oh iya, ngomong-ngomong kau tidak pulang? Libur natal dan tahun barumu bagaimana?”, tanya washio yang telah menjinjing tas ganti miliknya.
“Pulang kok, tapi kayaknya tanggal-tanggal 28 atau 29. Washio-san pulang sekarang?” dan Washio pun mengangguk.
“Kalo gitu aku duluan, jaga dirimu baik-baik”
Komori mengangkat tangannya, memberikan isyarat 'ok' sebelum melambaikan tangan kepada yang lebih tua. Ia menghela nafas panjang sedetik setelah Washio meninggalkan ruang ganti, seperti akan benar-benar sepi mengingat banyak rekan timnya yang kembali ke rumah masing-masing.
Ah, daripada merasa kesepian lebih baik dia bermain PS di lounge dengan paling tidak, dengan ini dirinya dapat menyabotase ruang santai untuk dirinya sendiri!
Suna yang tengah sibuk bersantai di lounge seraya membaca majalah itu pun menoleh kala mendapati suara derit pintu dibuka, mendapati Komori yang baru saja masuk sambil membawa secangkir cokelat hangat dan kue kering, lelaki itu sedikit terkejut kala mendapati Suna di sana.
“Suna? Aku tidak tau kalau kau belum kembali ke Aichi” celetuknya dan Suna bersikap tak acuh, lagi pula itu pertanyaan retoris.
Begitu pula dengan Komori, ia tidak terlalu peduli dengan sikap cuek lelaki itu. Seraya meletakkan piring dan gelasnya ia pun mendudukkan dirinya di sofa kosong sebelah Suna.
“Kau tau, kau hari ini benar-benar menyebalkan! Your nasty spikes were too powerful today and somehow it really annoy me!” ocehnya
Suna hanya meliriknya sekilas, menjawabnya dengan gumaman singkat.
“Kau tau Komori, aku bisa lebih kuat dari itu dan aku bisa membuktikannya sekarang dari sekadar spikes biasa”
Jawaban tersebut sontak membuat Komori terkejut dan kebingungan. Akan tetapi ada hal lain yang membuatnya lebih kaget, ketika Suna berdiri dan menggapai pinggangnya sebelum kemudian mengangkatnya.
“Hei—”
“180cm dengan berat 66kg, kau begitu ringan”, celetuknya masih dengan wajah datar, entah kenapa itu membuat Komori kesal.
“Hei aku tidak paham maksudmu apa tetapi perkataanmu barusan membuatku kesal”
“Aku hanya mengatakan fakta dan ngomong-ngomong pantas kau tidak bisa menerima spikes-ku barusan, kau terlalu lemah dengan badan kurus seperti ini”
“Sekarang kau mengejekku?!”
“Apa kau mau membuktikannya?”
Komori tidak mengerti apa yang terjadi, oke, dia memang pintar tetapi untuk kali ini rasanya otaknya bahkan lebih lambat dari seekor keong.
Bagaimana bisa, sekarang dirinya berakhir dengan pakaian yang telah dilucuti dengan Suna Rintarou tinggi badan 190cm dengan berat kurang lebih 80kg menindihnya dengan keadaan yang tidak jauh berbeda dengannya.
“Suna kau berat—”
“Segini berat? Katanya kau mau membuktikan padaku”
“Apa?! Membuktikan apa?! Tiba-tiba ditindih olehmu begitu saja huh?!”, ujarnya di bawah sana dengan mata yang melotot dan bagi Suna itu terlihat begitu menggemaskan.
Lelaki itu mendekat, memberikan kecupan singkat pada bibir yang di bawahnya, berulang kali hingga membuat Komori terkekeh.
“Kau kenapa terlihat kesal?” tanyanya, sedikit mengintrupsi kegiatan Suna yang tengah menciumi seluruh wajahnya sekarang.
“Aku? Kesal? Tidak juga” dan Komori hanya bisa merotasikan bola matanya malas, yang benar saja, Washio saja menyadarinya.
“Tapi Washio-san bilang—”
Suna pun kembali menciumnya, kali ini lebih lama dan dalam, bahkan terdengar kecipak lidah yang saling bergelut dan desahan dari bibir Komori.
“Bisakah kau tidak membahas orang lain ketika denganku?”
Tunggu—
Dan itu membuat Komori tersenyum jahil, “Kau cemburu?”
Bukannya menjawab, Suna justru memasukkan jemari telunjuknya ke dalam anal milik Komori, membuat lelaki di bawah sana memekik tertahan dan mencengkram erat lengan kekar milik Suna.
“Suna—”
Belum sempat ia melanjutkan kalimatnya Suna kembali menambah jarinya hingga dua, merenggangkan anak tersebut dan memasukkannya lebih dalam, memberikan kepuasan serta sensasi getaran yang aneh bagi Komori.
Stimulus otaknya bekerja dengan cepat, rangsangan tersebut membuatnya memejamkan mata dan bergerak gelisah di bawah sana, iya, Komori memang semsitif, tetapi hal tersebut justru membuat Suna tidak memberikan ampun kepadanya.
Lelaki yang berada di atasnya itu membungkuk, berusaha menjaga posisi tubuhnya agar tidak ambruk menimpa Komori sembari tangan lainnya mengurut genital milik lelaki di bawah sana.
Sekarang gantian Suna yang tersenyum jail, melihat betapa merahnya wajah hingga telinga Komori tak lupa peluh membasahi kening lelaki itu.
Persetan jika ada yang memergoki mereka bercinta saat ini.
Ia mengangkat kaki kanan lelaki itu, meletakkannya pada bahunya agar jemarinya dapat lebih leluasa mengeksplor anal lelaki itu.
“Ah sial, aku lupa disini tidak ada pelicin”
Komori hanya bisa menatapnya dengan sayu di bawah sana, jujur saja, tubuhnya panas dingin, menyebalkan, padahal ini bukan pertama kalinya mereka bercinta.
“Motoya, ini akan sedikit kasar semoga kamu tidak apa-apa” dan Komori mengangguk sebagai jawaban.
Sebelum Suna memulainya ia berulang kali memberikan kecupan singkat pada wajah—terutama kening lelaki itu.
Matanya memejam, cukup erat hingga membuatnya tanpa sadar mengigit bibir bawahnya ketika genital Suna mulai perlahan memasukkinya membuatnya mau tidak mau melebar.
Nafasnya tertahan kala Suna tiba-tiba berhenti, ia tahu itu baru setengah, mengerti akan reaksi tubuh Komori yang masih terlalu kaku itu pun membuat Suna memberikan rangsangan-rangsangan kecil.
Ia menciumnya, mencumbunya berulang kali, mencecap setiap inci permukaan kukit Komori yang sensitif sembari perlahan menenggelamkan dirinya, berpenetrasi, membiarkan ia tenggelam seutuhnya dan menyatuh di dalamnya.
Sofa itu berdecit, tidak lupa dengan desahan panjang Komori yang sesekali lolos dari bibirnya, peluh membasahi baik Komori maupun Suna, membuat tubuh mereka terlihat mengkilap di bawah sinar teranam lampu.
Sudah tidak dapat terhitung sudah berapa kali mereka melepaskan pelepasan satu sama lain, baik milik Komori yang membasahi kedua perut mereka ataupun Suna yang memenuhi Komori.
Jujur saja, dibanding melakukan oral atau pelepasan di luar mereka berdua lebih suka seperti ini, Suna menyukai bagaimana anal Komori memijatnya, membungkusnya, dan memanjakannya hingga ia keluar di dalam sana.
Sedangkan Komori juga menyukai sensasi bagaimana milih Suna memenuhinya, menumbuknya hingga mengenai prostatnya dan memberikan kepuasan tiada tara, tidak lupa bagaimana cairan semen milik Suna itu memberikan kehangatan di dalam sana.
Yes, he know exactly how strong his lovers is, and now he learm to be more careful of his words so it could not pity his lovers or he would end up with a long night sex like this
At least both of them enjoy it