cinta lama yang berusaha kembali
🍂🍂🍂
“Loh? Itu kak Tsukasa ga sih? Kak Tsukasaaa!”
Mendengar namanya yang diserukan berulang kali itu, Iizuna yang baru saja keluar dari hotel dengan mengenakan topi untuk menutupi sebagian wajahnya itu menoleh. Mendapati Atsumu, Bokuto, Hinata, Sakusa, Joffee, dan juga Shion yang tengah berkumpul—sepertinya tim MSBY baru saja pulang dari makan malam bersama.
“Hai,” sapanya singkat.
“Mau kemana malam-malam sendirian?” tanya Atsumu.
Iizuna tidak langsung menjawabnya, ia sedikit berpikir sebelum kemudian ia mengatakan ingin mencari makan atau sebatas jus untuk mengisi tenggorokannya yang kering.
“Sendirian aja?”
“Iya, tadi mau ngajak Oikawa tapi dia udah keluar sama Kageyama. MSBY baru aja makan malem bareng di luar?” tanyanya berbasa-basi.
Atsumu pun mengiyakan, dan Bokuto menimpali bahwa tak jauh di sini ada rumah makan rumahan yang menyediakan daging dan juga okonomiyaki yang enak.
Iizuna pun tertawa kecil mengatakan mungkin lain kali ia akan mencobanya—tidak bisa dipungkiri jika malam ini dia makan terlalu banyak besoknya sepertinya ia akan muntah.
“Makasih ya rekomendasinya, kalau gitu aku pergi duluan ya—,”
“Mau bareng kak? Aku mau mampir ke minimarket soalnya, tadi kelupaan mau beli sesuatu,”
Apa?
“Eh ide bagus tuh, daripada kak Iizuna pergi sendiri mending sama Omi sekalian,”
Belum sempet Iizuna menjawab ataupun menolak tawaran tersebut, Atsumu dan rekan-rekan MSBY lainnya sudah meninggalkan mereka berdua. Tidak lupa dengan Hinata yang menyerahkan kunci kartu kamarnya dengan Sakusa agar Sakusa bisa masuk jika Hinata sudah tidur terlebih dahulu.
Sementara itu, Iizuna masih diam di posisinya, sedikit tidak percaya dirinya kembali terjebak dalam kecanggungan bersama Sakusa setelah insiden tadi sore. Dan belum sempat Iizuna berkata apa-apa untuk kesekian kalinya Sakusa sudah berjalan duluan dan memanggilnya.
“Tadi ada minimarket dua puluh empat jam deket sini, kayaknya juga jual makanan berat. Kita bisa mampir ke sana kalo kak Iizuna ga bisa makan terlalu banyak,”
“…Ah… iya, sebentar,”
Dan Iizuna pun membawa langkahnya untuk menyusul Sakusa.
🍂🍂🍂
Sudah hampir lima menit Iizuna terdiam menatap kosong lemari es berisi buah-buahan yang ada di minimarket tersebut. Pikirannya tidak fokus dan seketika membuat rasa laparnya pun hilang. Bahkan ia lupa tujuannya bahwa ia ingin mencari pengganjal perut atau bahkan jus tetapi akhirnya ia berdiri lama di depan kulkas memilih buah apa yang hendak ia makan.
Iizuna pun mengambil asal sekotak buah peach yang telah dipotong beserta air mineral sebelum membayarnya di kasir. Ia segera berjalan menuju Sakusa yang telah memilih tempat kereka untuk duduk di areal luar minimarket dengan semangkuk makanan yng telah dihangatkan dan juga dua buah gelas kosong.
“Kamu… makan lagi?” tanya Iizuna seraya mengambil duduk di hadapan Sakusa. Lelaki itu tidak menjawab, melainkan memilah-pilah isian daging yang menjadi topping makanannya dan meletakkannya di atas piring plastik yang ia minta di kasir.
Tidak lupa ia menuangkan jus stoberi botolan ke masing masing gelas sebelum memberikan sah satunya kepada Iizuna.
“Dagingnya buat kak Iizuna aja, tapi kalau kak Iizuna masih laper ini makan nasinya sedikit juga gapapa. Sisanya aku habisin. Terus ada jus stoberi juga buat kak Iizuna,” jelasnya.
Iizuna tidak berkata atau membalas apa-apa. Dirinya hanya diam sebelum kemudian mengeluarkan sekotak buah peach potongan yang baru saja ia beli.
“Aku… cuma beli buah peach…, kamu mau?”
Dan Sakusa pun tersenyum, “Boleh,”
🍂🍂🍂
Mereka saling bertukar makanan satu sama lain—lebih tepatnya semua hidangan tersaji untuk Iizuna, Sakusa telah memilah-milahnya sendiri yang hanya empat puluh persen bagian dari keseluruhan.
Sementara itu Iizuna masih diam dalam posisinya, belum tertarik untuk menyantap kudapan di hadapannya.
“Kak Iizuna ngga makan?” tanya Sakusa membuat Iizuna sedikit gelagapan sebelum kemudian menyuapkan satu suapan ke dalam mulutnya.
Satu kunyahan, dua kunyahan, hingga kunyahan terakhir dan sebelum ia menyantap suapan berikutnya ia sudah terkekeh kecil terlebih dahulu, membuat Sakusa sedikit kebingungan.
“Kamu ini… benar-benar ya…,” gumamnya sembari menutupi wajahnya. Sakusa nampak kebingungan atas gelagat Iizuna tersebut sebelum akhirnya lelaki itu kembali angkat bicara.
“Lucu banget ya kita?” tanyanya.
“Apanya yang lucu?”
“Kita, sekarang,”
Dan seketika nafsu makannya pun hilang seketika. Iizuna asik memainkan garpu yang ada ditanyannya, untuk mengaduk-aduk makanannya. Jika dalam situasi biasa mungkin Sakusa akan memarahinya, tetapi tanpa dijelaskan pun situasi saat ini sedang tidak biasa-biasa saja dan Sakusa harunya tau akan itu.
“Aku merasa jadi orang yang jahat karena ingin kamu merasakan apa yang aku rasakan, maaf ya,”
“…”
“Aku ga ngerti maksudnya,”
Iizuna menghela nafas pelan sebelum kemudian melepaskan topinya lalu menopang wajahnya dengan tangan kirinya.
“Sejak kita putus, aku selalu berusaha baik-baik aja, tapi aku selalu mikir gimana ya besok? Maksudku kita udah lama-lama bareng tau kan?”
“Ah maaf nadaku seperti menyalahkanmu,” potongnya, takut apabila Sakusa salah paham akan maksudnya sebelum Iizuna kembali tersenyum.
“Aku hanya mau bercerita,”
“Keluarin aja kak, unek-uneknya,”
Mendengarnya, hati Iizuna terasa sedikit lega, ia pun tersenyum, “Terima kasih,”
🍂🍂🍂
Dan Iizuna pun menceritakan semuanya, berbagai macam skenario dan kemungkinan sejak setahun lalu hubungan mereka berakhir.
Setelah semua ini berakhir bagaimana aku bertemu dan jatuh cinta dengan orang lain kalau semua perasaan itu udah abis di Sakusa?
“Yah…, kalau boleh jujur, waktu kamu mutusin aku… aku ngerasa semuanya ga nyata. Tapi seiring aku berjalan pulang aku sadar kalo emang udah selesai…, sampai sekarang mungkin, ‘oh udah selesai ya’,”
“Maaf,”
“Hei, ga usah minta maaf, aku cuma mau cerita,”
Dan Iizuna kembali menghela nafas pelan, ditatapnya Sakusa hangat, masih dengan seutas senyum di wajahnya.
“Kadang aku juga mikir, gimana ya besok? Terus kalo ketemu kamu reaksi apa yang harus aku berikan? Tapi ngeliat kamu baik-baik aja bikin aku ngerasa…,”
Kalimatnya tergantung. Jika boleh jujur Iizuna tidak mengerti apa yang dirasakan. Semua perasaan itu terlalu berkecamuk dan menderu sehingga tumpang tindih satu sama lain.
“…aku ngerasa… aku kesel? Senang? Kecewa? Aku gatau…,”
Dan Iizuna kembali menyanggahnya lagi sebelum Sakusa salah paham.
“Alasan kita putus emang ga baik, menurutku, tapi aku ga bisa menyalahkanmu… ngeliat kamu bisa nemuin cinta di orang lain bukan di hubungan kita bikin aku seneng, oh berarti Sakusa masih bisa merasakan perasaan itu…,”
“Tapi…, ngeliat kamu baik-baik aja dan cuma aku yang merasa sakit aku jadi marah dan kecewa. Ada satu sisi dalam diriku bilang ‘aku pengen Sakusa juga ngerasain ini’ tapi itu nggak mungkin, aku minta maaf akan hal itu,”
“Aku kira hubungan kita ini spesial, pada akhirnya hanya kisah cinta biasa yang bisa berakhir dan menyisakan kenangan,”
Cerita panjang dan keluh kesah Iizuna berakhir di sana, jujur Sakusa tidak mengerti bagaimana meresponnya dan sepertinya Iizuna tidak terlalu membutuhkan respon Sakusa. Ia hanya ingin mengatakannya, dan mengobrol dengan Sakusa sudah cukup baginya.
“Aku waktu itu belum mengatakannya, tapi terima kasih untuk sepuluh tahun terakhir untuk semua cinta yang kamu berikan. Aku bersyukur orang itu kamu Sakusa,”
🍂🍂🍂
Dan sekarang Iizuna bisa mengatakannya
Selamat tinggal cintanya yang telah lama hilang
🍂🍂🍂