Isak Tangis Permintaan Tolong
———
Kerajaan Jaya beberapa hari terakhir selayaknya diselimuti oleh sebuah awan kelabu tak kasat mata. Tiada keceriaan yang tersisa sesaat setelah sang pelita kehilangan binarnya—manakala sang rembulan meredup dan perlahan dilahap kegelapan.
Dan sama seperti hari-hari sebelumnya Romi pun selalu ada untuk membantu sang putri, memastikan kondisi baik fisik maupun psikis sang putri baik-baik saja. Akan tetapi luka yang diberikan terlalu dalam menyisakan relung tak berdasar di hati sang gadis.
Sama seperti hari-hari sebelumnya dan setiap harinya kekecewaan, amarah, dan kebencian itu semakin memuncak manakala dirinya berusaha menghilangkan ragu dalam diri—bahwa kekasih hatinya tidak akan pernah mengkhianatinya—dan semakin ia sangkal maka pengkhiatan itu akan semakin memberikan sakit.
“Tuan putri…,”
Gadis itu menoleh saat merasakan sentuhan lembut dipundaknya—Romi memanggilnya.
“Sudah waktunya makan siang, Anda tadi melewatkan sarapan kan? Jangan sampai Anda pun melewatkan makan siang,”
Rena tidak menjawab, pandangannya pun kembali teralih ke arah bunga-bunga di taman kerajaan yang bermekaran dengan indahnya. Memamerkan pesona warna-warni dari beragam jenis kelopak yang berbeda. Musim semi baru saja tiba tetapi bunga di hatinya telah lama layu dan gersang.
“Dokter Romi…”
“Ya?”
Gadis itu menghela nafas pelan. Begitu berat dan serak rasanya, seakan berusaha menelan kenyataan pahit kembali dalam dirinya. Sang putri pun memilih bangkit dan mengikuti sang dokter.
Dalam perjalanan mereka Romi dan Rena dapat melihat keamanan istana yang tiba-tiba dikerahkan, seakan melindungi sesuatu. Dalam pikirnya Romi pun bertanya-tanya apakah ada penyusup? Kenapa sampai seperti ini perlindungan dalam istana?
“Ah! Jadi ini sang putri yang dimaksud! Hm… saya dengar tuan putri memiliki senyum yang meneduhkan. Namun kenapa yang saya lihat hanyalah kesedihan tiada ujungnya?”
Tentu saja, Rena terkejut saat mendapati lelaki jakung berambut merah yang entah darimana itu berdiri di depannya. Para pengawal istana pun seketika memblokade jarak diantara mereka dengan pedang. Bukannya merasa takut ataupun terintimidasi sosok itu justru terkekeh pelan.
“Tunggu, jangan berlebihan! Sembilan! Jadi keributan ini ulahmu?!”
Kali ini Romi yang angkat bicara, dan seakan angka tersebut menjadi sebuah kode para pengawal istana pun menurunkan senjata mereka.
“Siang, dokter…,” sapa lelaki itu sembari menunduk.
Tidak lama kemudian terdengar gemuruh langkah kaki para pengawal dengan baju zirahnya. Rizal dan sang Raja dan Ratu pun tiba di lokasi, untuk mengetahui—penyusup—yang menganggu ketenangan istana hari siang ini.
“Siang Yang Mulia,”
Helaan nafas berat sang Raja pun dapat terdengar, hanya dengan satu isyarat tangan ia perintahkan seluruh pengawalnya untuk pergi. Menyisakan sang Raja denga orang-orang kepercayaannya serta sang biang kerok masalah hari ini.
“Sudah berbulan-bulan lamanya kau hilang tanpa kabar dan kembali dengan berbuat onar. Saya harap ada penjelasan masuk akal akan hilangnya dirimu selama ini,” ujar sang Raja dengan nada penuh perintah menunjukkan otoritasnya yang justru tidak membuat sosok itu takut.
Jujur, baru pertama kali bagi Rena melihat seseorang yang justru tak gentar di saat sang Raja bernada demikian.
“Tidak kah Anda ingin bertanya terlebih dahulu—khususnya untuk Tuan Putri, terkait kabar dari aktor kesayangan kita? Bintang kesayangan Jaya?”
Sebuah pertanyaan yang seketika mengundang amarah. Raut wajah sang Raja pun berubah semakin serius dan berbanding terbalik dengan sang Raja, sosok bernama sembilan itupun tersenyum—menampilkan seringainya.
Kedua manik kosong nan gelap itu pun beradu pandang dengan milik Rena seakan ingin melucuti dirinya.
Dan Rena paham betul arah pembicaraan lelaki yang masih asing dihadapannya itu. Namun Rena juga tidak ingin berharap, ia tidak ingin pemikiran naifnya itu membawanya kembali pada jurang keputusasaan karena pengharapan tiada berdasar.
Untuk apa ia masih memikirkan orang yang sudah membuangnya dan mengkhianati cintanya? Untuk apa ia masih percaya.
“Sekembalinya ke istana saya penasaran, kenapa kerajaan ini tidak melakukan perlawanan? Kenapa hanya diam saja di saat terjadi pengkhianatan yang mencoreng muka kerajaan Jaya? Sebenarnya saya bertanya, apakah kalian sudah puas dengan kebenaran saat ini yang kalian percayai ataukah kalian membutakan diri dalam ketidaktahuan?”
“Jaga mulutmu Sembilan,”
Itu bukanlah permintaan namun sebuah perintah mutlak dari sang Raja, “Maafkan saya Yang Mulia,” ucapnya.
“Tidakkah kau kembali dengan sebuah informasi dan petunjuk. Bukan bualan dan ocehan seperti ini?”
Dan Sembilan pun menyeringai, “Tentu saja Tuanku, saya kembali dengan informasi yang mahal harganya… dan informasi saya tergantung dengan jawaban tuan putri,”
Satu kalimat yang seketika mengundang amarah dari sang Raja. Meskipun demikian Rena tetap diam walau degup jantungnya berpacu tak karuan. “Rizal!”
“Tunggu kak Indra! Aku ingin mendengar pertanyaan Monsieur ini, mungkin dengan demikian semua ragu dalam hati ini bisa hilang. Memberikan jawab tentang ia yang telah mengecewakan,” jelas Rena membuat Indra tidak suka. Namun sang Raja itu mengalah untuk adiknya. Semua keputusan ada di tangan sang putri.
Sembilan pun menunduk penuh hormat kepada Rena.
“Oh Putri! Maaf jikalau saya terdengar kurang ajar. Tetapi saat ini bagaimana perasaan Anda saat ini. Apakah Anda menerima kemalangan yang menerima Anda? Tidakkah Anda membencinya?”
Tatapan gelap nan kosong itu pun berubah menjadi tajam dan menyayat hatinya. Entah mengapa lidah Rena pun terasa kelu untuk menjawab. Deru nafasnya berpacu, ia merasa jawabannya akan menjadi sebuah keputusan besar akan nasib dari pengkhianatan cintanya dan penantiannya.
“Aku tidak menerimanya,” ujarnya mutlak, “Meskipun terdengar naif tetapi dari dalam lubuk hatiku aku percaya bahwa pengkhianatan itu tidak pernah terjadi. Monsieur Faisal tidak bersalah akan apapun,”
Sebuah jawaban mutlak yang tidak terlalu mengejutkan. Baik sang Raja dan Ratu pun tidak pernah mempercayai pengkhianatan tersebut benar terjadi. Tetapi penghakiman yang pantas haruslah diberikan oleh Rena, yang paling dikecewakan atas tindakan Faisal. Dan hari ini, paling tidak, kebenaran bagi kerajaan Jaya telah terungkap di mana mereka mempercayai bahwa tidak pernah ada pengkhianatan yng terjadi di sini.
“Jadi, kalian tidak bergerak karena memang menganggap pengkhianatan tersebut tidak pernah terjadi ya?” Gumam Sembilan.
“Tidak, kamu salah di sini Sembilan, Kerajaan Jaya tidak bergerak karena kami tidak ingin prasangka ini membawa pada ketidakadilan khususnya bagi ia yang tidak bersalah,”
Indra pun kembali bicara. Lelaki itu menghela nafas berat karena ia tau masalah ini lebih rumyan daripd ayang mereka kira dan tidak sesepele pengkhiatanan atau pengorbanan seseorang.
“Sendari awal kami tidak pernah tau akan kebohongan yang disebunyikan, skenario yang terjadi—baik benar atau salah dapat membawa pada prasangka yang kemudian menyebabkan hukuman. Apakah kerajaan ini sudah bersikap adil atau justru berpihak pada ketidakadilan,”
“Tidakkah Anda yang memerintah Monsieur Faisal—“
Sembilan tidak melanjutkan ucapannya, ia justru tertawa terbahak selayaknya menemukan sesuatu yang begitu lucu. Dirinya tertawa hingga terpingkal-pingkal. Diusapnya air mata dipelupuk mata.
“Oh Monsieur, sungguh pentas seni apa yang sengaja engkau hadirkan dan membiarkan semua orang dalam ketidaktahuan? Keegoisanmu justru membuat mereka semakin enggan mempercayai kebenaran yang berusaha kau ciptakan,” ujarnya bermonolog.
“Apa maksud Monsieur dengan perintah Monsieur Faisal?” tanya sang putri mendesak. Ia harus tau kebenaran dibalik semua ini.
“Oh Putri, jika sebelumnya kita hanya menikmati sandiwara Monsieur maka saat ini Monsieur sedang meminta tolong kepada kita. Untuk terlibat dan menyelesaikan penas seni terakhirnya,”
———
Dari balik ruangan senyi senyap itu Faisal nampak terdiam diri, pandangannya beradu pada langit malam yang tanpa cahaya bintang dan bulan yang menerangi. Ini bukanlah waktu untuk merenungi nasibnya—tidak pernah ada yang namanya kemalangan dalam sebuah nasib jika itu pilihannya sendiri. Mungkin saja kemalangannya adalah guratan takdir yang menuliskan kelahirannya, mungkin saja.
“Sal…,”
Sosoknya tidak bergeming saat Budi memanggil namanya.
“Waktu eksekusimu telah diumumkan, dan tujuh hari dari sekarang. Tepat menjelang malam untuk lokasinya akan dirahasiakan hingga hari itu tiba,”
Sungguh bagi Budi itu adalah kabar berat nan menyakitkan yang harus ia sampaikan sendiri kepada sahabatnya itu. Namun, sebagai penasihat kerajaan Sindari ia harus menyampaikan kabar ini agar pihak kerajaan tidak mengundang curiga padanya yang merupakan agen ganda. Identitas Sembilan dan penahanannya sudah disinyalir sebagai tanda penyusup yang masuk terlalu dalam ia tidak bisa gegabah.
“Faisal, apa perlu aku sampaikan kabar ini kepada Yang Mulia?”
“Tidak perlu,” jawab Faisal mantap dan yakin.
Kedua lelaki itu saling bertukar pandang dan bagi Budi di hadapannya bukan lagi Faisal yang ia kenal. Manik kelabu itu seakan telah kehilangan binarnya. Tetapi tatapannya tetap tajam menyalang. Seperti tengah memperhitungkan sesuatu.
Budi sendiri pun tidak tau. Jika memang Faisal bergerak sendiri atas keinginannya bukan karena perintah Raja kenapa? Untuk apa? Apa yang ia rencanakan?
“Kenapa? Apa yang sebenarnya kamu rencanakan?” tanya Budi, untuk pertama kalinya ia pun menyimpan ragu dengan cara sahabatnya itu.
“Jika para aktor itu masuk sebelum naskah yang ada maka akan menghancurkan dramanya. Aku hanya memastikan bahwa semua ini berjalan lancar,”
Tidak masuk akal Memang, tidak masuk akal
“Kamu… tidak perlu khawatir—“
Faisal pun terkekeh mendengarkan ucapan Budi barusan yang belum sempat ia lanjutkan. Sebuah kekehan yang terdengar mengerikan dan mengejek.
“Budi, kamu harus tau bahwa seorang aktor tidak boleh merasa khawatir akan perannya saat ia memasukki panggung. Jadi aku tidak pernah merasa khawatir sejak awal—ah tapi ini pertama kalinya bagi kalian terlibat dalam sandiwara,”
Kedua tangannya ia bawa untuk mencekik dirinya sendiri. Melihat aksinnekat Faisal dengan segera Budi pun beranjak dari tempatnya yang membuat Faisal langsung melepaskan cekikannya sendiri.
“Hah hah… HA HA HA HAHAHAHA”
Sepertinya Faisal pun kehilangan akal sehatnya
“Kapan aku harus terus-terusan seperti ini?! Mengikuti takdir yang sendari awal tidak adil untuk diriku sendiri?! Persetan dengan semuanya apa kalian pikir aku bisa tidur dengan tenang?!”
“Di saat aku ingin menangis yang kulakukan adalah tertawa, di saat aku merasa marah dengan kalian semua aku hanya bisa menangis, di saat aku harusnya menertawakan nasibku yang adanya hanyalah rasa kesal—“
Dan Faisal pun menggeretakkan giginya. Nafasnya terdengar menderu. Seakan menahan luapan emosi yang sudah terbendung terlalu lama.
“Sedikit lagi, semuanya selesai. Nubuat itu akan dipenuhi—takdir dan sandiwara panjangku akan berakhir, seharusnya aku merasa senang… tapi yang ada hanya ketakutan…,”
Dan Budi dapat merasakannya, kesedihan serta keputusaan dari Faisal.
Namun lelaki itu tidak menangis, ia justru tersenyum
“Tolong hentikan semua ini… tolong aku…,”
Sosok itu tidaklah menangis, tetapi dapat terdengar isak tangis keputusasaan dari permintaan tolongnya tersebut
———
Malam itu Raja dan Ratu dari Kerajaan Jaya memanggil semua agen serta kakk tangan kepercayaan mereka. Sebuah panggilan dengan kode super rahasia yang hanya pihak internal kerajaan dan orang-orang kepercayaan Raja yang mengetahuinya.
Kembalinya Sembilan layaknya petunjuk dalam kebutaan mereka, di mana mereka terpaksa diam pada pengkhianatan yang menjauhkannya pada kebenaran—walau sang Raja dan Ratu teramat membencinya—dan menjadi keputusan final akan tindakan pengkhianatan serta penyerangan yang dilakukan oleh Faisal.
“Indy… lebih baik kamu beristirahat dulu…” ujar Indra sembari memegang kedua bahu adik perempuannya tersebut. Meskipun demikian Rena tidak bergeming dari tempatnya, ekspresi wajahnya mengeras ia tidak suka kakaknya menyuruhnya demikian, membiarkannya dalam kebutaan ketidaktahuan.
Ia paham betul, Indra hanya ingin melindunginya—mengingat kondisi mentalnya yang juga belum sepenuhnya pulih—apakah ia siap menerima kebenaran yang jauh dari harapannya itu. Tetapi siap tidak siap ia harus mendengar kebenarannya daripada ia harus menyesal seumur hidup. Jika ia tidak bisa membuat Faisal bicara langsung kepadanya maka akan ia dengar kebenaran itu dari orang lain.
“Tidak apa-apa kak Indra…, aku harus siap mendengar kebenarannya… ini juga akan menentukan perasaanku kepada Monsieur Faisal kedepannya…,” ujarnya.
Dan Indra tau adiknya itu sama keras kepalanya dengannya. Dirangkulnya bahu kecil sang adik, memastikan bahwa gadis itu tidaklah sendiri, bahwa dirinya—kakaknya—ada di sini dan siap untuk menemaninya dan akan selalu ada di sisinya.
Sembilan pun tersenyum melihat mereka berdua sepertinya semuanya akan jadi lebih menarik dari sekarang. Dirinya tidak sabar menyaksikan akhir dari drama pamungkas ini.
“Jadi, bagaimana dengan hasil penyelidikanmu? Dan kenapa kamu bisa menghilang begitu lama?” tanya Indra kepada Sembilan, memulai rapat ini dengan laporan investigasi khusus. Sementara itu, Sembilan hanya terkekeh kecil.
“Karena selama pegerakan saya, saya sengaja ketahuan. Saya tidak memperoleh apa-apa dari Sindari, mereka benar-benar menutupi semuanya dengan begitu rapi… Namun, saya memperoleh berita bahwa ada satu ruangan khusus yang sudah terbengkalai cukup lama…, ruang tahanan utama kerajaan, untuk penjahat kelas satu Sindari—juga kamar bagi pangeran Sindari,”
Berita yang cukup mengejutkan datang dari Sembilan, tentu saja selama ini baik Raja, Ratu, maupun kalangan bangsawan tahu betul bahwa pewaris tahta Sindari adalah seorang perempuan. Putri Fani, putri tunggal dan satu-satunya penerus tahta kerajaan tersebut.
“Putri Sindari adalah anak tunggal, dalam setiap penjamuan pun ia selalu dikenalkan sebagai putri tunggal…,” sanggah Siska dan Sembilan masih tetap tersenyum, seutas senyum misterius.
“Karena bagi kerajaan Sindari… pangeran Sindari adalah aib dan aib harus selalu disembunyikan bukan? Paling tidak itulah yang mereka percayai…,”
“Tunggu dulu, kejahatan apa yang dilakukan oleh pangeran Sindari hingga ia harus dinyatakan bersalah dan diasingkan?”
“Kelahirannya, kelahiran dan eksistensinya adalah sebuah kesalahan yang harus dihapuskan,”
Ruangan itu hening seketika, tidak ada yang berbicara—mereka semu terlalu syok untuk mengolah informasi dari berita yang diperoleh tersebut. Apa? Apa maksudnya? Eksistensi seseorang adalah sebuah dosa bukankah pemikiran tersebut sebuah tanda arogansi yang menentang kuasa para dewa?
“Tu..tunggu… bukankah kerajaan Sindari begitu taat dengan Najma? Jika mereka menghakimi eksistensi seseorang maka mereka sama saja menghakimi prinsip kedewataan milik Najma?” kali ini Diki yang angkat bicara. Terdengar nada penuh parau dari kalimatnya entah mengapa ia merasa khawatir.
“Monsieur Diki tau betul karena dulu pernah terlibat dengan kerajaan Sindari dan surat kabar Bintang Emas, bahwa di tanah tersebut, barang siapa yang mengkhianati prinsip kedewataan maka akan dihukum seberat-beratnya. Sayangnya, ketaatan tersebut menjadi fanatisme membuat mereka sama agungnya dengan sang dewa… membuat mereka akhirnya menghakimi dengan semena-mena. Meyakini hanya mereka yang layak bersanding dengan Najma di tahta kedewataan.”
Sembilan menghela nafas berat, pandangannya menjadi serius, gelap matanya seakan bisa menenggelamkan siapa saja yang tersesat.
“Karena kesombongannya Najma pun mengutuk mereka, akan selalu buta dalam ketidaktahuan, tersesat akibat ketamakannya, yang menuntunnya dalam petaka. Petaka dan ramalan tersebut hanya ada di arsip berita lama yang tidak jadi di rilis oleh surat kabar Bintang Emas dan itu semua atas perintah kerajaan Sindari,”
“Karena kesombongannya,” Indra pun bergumam pelan yang dibalas anggukan setuju oleh Sembilan.
Rena masih tidak mengerti—benar-benar tidak mengerti, kenapa permasalahannya serumyam ini. Bukankah jika demikian mereka sudah terlibat dalam intrik yang terlalu jauh dengan kerajaan Sindari? Atau memang sendiri awal mereka sudah terlibat?!
“…tunggu dulu?! Jangan bilang?!” kali ini Siska bertanya dengan sedikit panik, gebrakan mejanya mengagetkan seluruh orang dalam ruangan. Bulur keringat membasahi pelipisnya… wanita itu menelan ludahnya dengan kasar.
“Ya, Monsieur Faisal adalah pangeran Sindari yang eksistensinya berusaha dihapuskan itu…, selama mencari di surat kabar Bintang Emas ataupun arsip kerajaan Sindari tidak pernah ada satupun catatan akan dirinya bahkan catatan kelahirannya pun sengaja dimusnahkan. Yang Mulia Ratu pasti sudah mendengar langsung dari monsieur bagaimana selama ini ia tidur di ruangan beton minim ventilasi, sejak dipindahkan ke dalam tahanan maka penyiksaan kerajaan Sindari pada monsieur tidak berhenti dilakukan…,”
Sembilan pun nampak mencari-cari sesuatu dari dalam saku jasnya. Dikeluarkannya sebuah foto yang sudah cukup usang dan kecokelatan. Foto dua anak kembar yang tengah tertidur di padang rumput sembari menggenggam tangan satu sama lain.
“Ini foto yang saya dapat di kamar tersebut, sepertinya foto ini diambil sebelum sang pangeran ditahan. Tetapi ketika bertanya kepada sang putri, putri Fani pun berkata dia hanyalah anak tunggal. Hal tersebut sepertinya ia lakukan dengan sengaja untuk melindungi pangeran,”
“Tunggu dulu, fakta ini tidak menjawab tuduhan pengkhianatan yang dilakukan oleh Faisal—kita masih belum tau motif dari tindakannya,” jelas Rizal tiba-tiba dimana semua orang pun kembali terdiam.
Akhirnya mereka semua tau masa lalu dari sosok yang sudah begitu lama tumbuh dan besar bersama keluarga Jaya. Tetapi jika memang Faisal adalah pangeran dari kerajaan Sindari ia sudah masuk terlalu dalam ke kerajaan Jaya. Hal tersebut dapat menjadi alasan valid pengkhianatannya tetapi semua cerita tersebut juga menjelaskan alasan Faisal seharusnya tidak berkhianat karena mendapat perlindungan dari kerajaan Jaya.
“Sewaktu pengkhianatan itu terjadi ada satu sosok misterius yang terlibat, yaitu penyihir agung dari kerajaan Sindari yang juga paman dari monsieur Faisal,”
Sembilan pun kemudian mengambil tasnya dan mengeluarkan beberapa lembar koran dengan judul berbeda dan tanggal serta tahun rilis yang berbeda-beda dengan insiden yang melibatkan berbagai kerajaan antar bangsa.
Berita pertama adalah kecelakaan yang menewaskan Raja dan Ratu Jaya sebelumnya, yaitu Raja Eka dan Ratu Naila, dalam koran yang sama ada sebuah berita kecil yang menyatakan pelantikan Madamedemoiselle Fani sebagai Putri Sindari.
“Kita semua tau surat kabar Bintang Emas berasal dari tanah Sindari, tentu saja keterlibatan kerajaan Sindari pun dipertanyakan akan aktialitas dan kenetralan pemberitaannya. Dan kita semua tau rakyat seluruh dunia saat ini memiliki sentimen untuk satu-satunya surat kabar yang memonopoli beruta dari tanah Najma. Seluruh dunia berfokus pada surat kabar ini, begitu pula saat berita kecelakaan Raja dan Ratu kerajaan Jaya yang saat itu mengundang perhatian publik karena judul berita yang menghebohkan,”
Kesedihan Sang Dewata, Perginya Kedua Raja Ratu Kepada Sisi Tahta Ilahi
“Kita semua tau berita seperti ini tidak akan pernah bisa dan tidak boleh lolos, tetapi dibiarkab lolos begitu saja. Di saat bersamaan berita pelantikan putri Fani hanya sebatas,”
Kenaikkan Putri yang Dirindukan Para Bintang, Fani Sindari pun Naik Tahta
“Untuk kedua judul yang sama kuatnya tetapi porsi yang diberikan teramat sangat jauh berbeda muncul lah asumsi publik bahwa kerajaan Sindari dengan sengaja menyembunyikan pelantikan sang putri,”
“Apakah kamu bermaksud bilang bahwa kecelakaan ayahanda dan ibunda sengaja digunakan kerajaan Sindari untuk menutupinya?” tanya Indra geram, jika demikian sungguh busuk cara bermain Sindari hanya mengandalkan momentum.
“Lebih dari itu, mereka sengaja menciptakan momentum dan peluang bagi mereka,”
Sembilan pun kembali mengeluarkan lembaran-lembaran koran yang telah disobek-sobek, beberapa judul, foto, ataupun isi beritanya telah dicoret.
“Ini adalah hasil pemberitaan jurnalisme investigasi dari surat kabar Bintang Emas yang tidak dipublikasikan. Dinyatakan bahwa kecelakaan tersebut dapat terjadi karena adanya sabotase yang dilakukan oleh pihak internal kerajaan Jaya,”
Pernyataan yang kembali mengejutkan semua orang, “Omong kosong macam apa ini?!” ucap Indra tidak terima.
“Yang Mulia, tenang dulu, kebenaran berita ini dapat saya pastikan. Walau berada dalam naungan surat kabar Bintang Emas, tetapi jurnalis yang menulisnya adalah agen yang sengaja terhubung dengan kakek Anda. Tidak rilisnya berita ini juga menandakan campur tangan dari kerajaan Sindari,”
“Bukankah berita sabotase tersebut harusnya menguntungkan Sindari? Kenapa mereka sembunyikan?!” tanya Siska. Sama seperti sang Raja dan Ratu yang nampak tidak terima dan kebingungan semua orang di sana pun sama kebingungannya. Mereka tidak mengerti kenapa sampai seperti ini, permainan ini telah terjadi jauh sebelum semua terjadi saat ini.
“Karena pihak yang menyabotase adalah agen rahasia yang sudah begitu dekat dengan Jaya. Monsieur Bambang, teknisi kepercayaan kerajaan Jaya dan juga ayahanda dari Jati, yang sekarang bekerja menjadi kepercayaan pangeran Dwi. Ia adalah mata-mata untuk Jaya yang diutus oleh Sindari. Dendam itu pun berlanjut, sayangnya karena kakek Anda tidak mengetahui kebenarannya dan menghukum monsieur tersebut, membuat Jati kemudian membelot dan menjadi mata-mata untuk Jaya dan Adamar. Dari sanalah kemudian Sindari memanfaatkan celah yang ada,”
Sembilan pun mengeluarkan koran keduanya, dicetak pada tahun yang berbeda dengan judul yang berbeda pula.
Karena Noda Setitik Rusak Susu Sebengala, Hancurnya Hubungan Adamar dan Jaya
“Karena keputusan dari kakek Anda yang tidak adil tersebut maka terjadilah pembelotan ini. Konfisi pangeran Dwi juga terlalu lemah sehingga gampang dimanipulasi, dayangnya Jati sendiri pun tidak tahu jika permainan ini bukanlah antara Jaya dan Adamar tetapi antara Sindari dengan kedua kerajaan tersebut. Hanya karena Sindari memilih menikmati dari balik layar dan mengadu domba,”
Sungguh, baik Indra ataupun Siska sudah tidak bisa bereaksi apa-apa lagi. Indra membenci kondisi ini, kondisi yng membuatnya seolah ia telah kalah karena telah kecolongan dari awal. Semuanya sudah diatur oleh mereka yang lebih lama berkuasa.ayaknya pentas seni di mana dia tinggal mengikuti jalan cerita yang ada dan masuk sesuai waktunya. Indra membencinya.
Melihat raut wajah sang kakak yang seketika menegang itu Rena pun mengusap lembut tangan besarnya. Walau ia tau hal tersebut tidak berarti apa-apa dari kenyataan yang ada ia hanya ingin menenangkan kakaknya dan melihat usaha Rena tersebut Indra pun tersenyum sembari menggenggam lembut tangan kecil sang adik.
“Tetapi ada dua hal yang tidak bisa diprediksi oleh Sindari. Pertama, adalah pernikahan Anda Yang Mulia. Siapa sangka hubungan yang dikira telah memburuk pun perlahan membaik hanya karena pernikahan diplomatis. Kedua, karena Sindari membiarkan satu penyakit kecil dalam kerajaan mereka. Kesalahan mereka adalah membiarkan Monsieur Faisal hidup hingga saat ini dan mendengarkan penyihir agung, Tomy Sindari,”
“Apa maksudmu?” tanya Indra yang sedikit lebih tenang. Sembilan pun kembali mengeluarkan pemberitaan lainnya, berita dari surat kabar Bintang Emas yang tidak terpublikasikan. “Kita semua tau bahwa Monsieur Faisal adalah bintang ternama di Jaya, tetapi namanya tidak pernah terdengar di penjuru negeri lainnya walau opera Jaya selalu diliput oleh Bintang Emas. Itu karena pemberitaan terkait monsieur sengaha dibungkam oleh mereka,”
Sembilan pun kembali menjelaskan dalam penyelidikannya ia berkesempatan untuk bertemu dengan sang penyihir agung yang memudahkan pekerjaannya, di mana dari sosok tersebut Sembilan pun mengetahui fakta yang membebaskan Faisal dan memberi kesempatan Faisal untuk bebas adalah sosok tersebut dan putri Fani.
“Sendari dulu, terjadi intrik antara penyihir agung—tidak—pangeran Sindari sebelumnya dengan sang Ratu Lestari. Monsieur Tomy Sindari membenci arogansi dan ketamakan sang Ratu oleh karena itu, jika ia tidak bisa mengalahkan sang Ratu jika menjadi pangeran maka ia akan mencuranginya dengan mencuri pandangan para dewata dengan menjadi seorang penyihir agung,”
“Bukankah itu sama aja dengan bunuh diri, jika para dewa mengetahui niat Tomy Sindari maka hukuman ilahi yang akan segera menghampirinya,” tanya Siska dan kali ini Sembilan pun menggeleng sebagai jawaban.
“Tidak Ratuku, telah terjadi perjanjian antara Tomy dan para dewa. Setelah perjanjian antara Tomy dan Najma terjalin maka ia menjalin sumpah seumur hidup untuk mewujudkan nubuat yang diramalkan kepada kerajaan Sindari dan sang Ratu untuk menjadi kenyataan. Walau itu berarti ia harus membiarkan Sindari dalam kebutaan dan memainkan keponakannya sendiri,”
Sembilan menghela nafas berat, sungguh sebenarnya sendari tadi ia memikirkan banyak hal. Khususnya ucapannya dengan Faisal untuk terakhir kalinya sebelum berpisah dengan lelaki itu. Apakah memang langkah yang tepat jika harus melibatkan kerajaan Jaya lebih jauh dari ini?
“Ada apa Sembilan? Kau terlihat risau,”
“Maaf Tuanku…, saya hanya memikirkan monsieur Faisal…, saya tidak yakin Anda semua akan senang mendengat hal ini,”
Sembilan pun menghela nafas berat.
“Penculikan yang ternyata pada madamedemoiselle Indy, dilakukan oleh Monsieur Tomy. Karena beliau menyadari bahwa takdir akan berubah jika monsieur Faisal terlalu terikat dengan kerajaan Jaya. Lebih lanjut, adanya sebuah ultimatum kepada monsieur Faisal dari Tomy Sindari dimana akan menghancurkan kerajaan Jaya dan spesifik menargetkan demoiselle. Tomy Sindari secara sadar mempermainkan mentalitas monsieur Faisal. Di mana nubuat itu membuatnya pefcaya dimanapun keberadaannya akan membawa pada kehancuran karena ialah kutukan itu maka ia memilih dengan sadar untuk menghancurkan kerajaan Jaya dengan tangannya sendiri. Itu juga akan memudahkannya untuk memenuhi ramalan tersebut,”
Gebrakan meja pun kembali terdengar untuk kedua kalinya. Namun kali ini sang Raja yang melakukannya. Siska hanya diam termangu di posisinya sedangkan Rena—kebenaran yang selama ini ia cari-cari—kebenaran yang selama ini ia ingin dengar pun terungkap. Dirinya pun tidak bisa bereaksi apa-apa selain matanya yang mulai memburam dengan air mata yang perlahan mengalir di sudut matanya.
“Bagi madamedemoiselle, pernikahan dengan monsieur Faisal adalah awal dari segalanya tetapi bagi monsieur itu adalah akhir bagi segalanya. Baik akhir dari kebahagiaannya, akhir dari keamanannya, bahkan akhir dari kerajaan Jaya. Itulah sebabnya ia memilih untuk berkhianat. Ia memilih akhir untuk hidupnya sendiri dan kembali pada takdirnya. Itulah permainan Tomy Sindari kepada monsieur Faisal,”
“Dari awal Tomy Sindari dengan sengaja membebaskan Faisal agar mendapatkan kebahagiaan dan kebebasannya. Di saat perasaan berbahagia itu membuncah maka akan ia rengut sehingga yang tersisa hanyalah kebencian dan keputusasaan. Agar Faisal dengan tangannya sendiri menghancurkan Sindari,”
Siska hanya bisa terdiam dan berdecak kesal. Takdir anak asuhnya itu sudah terlampau kejam dan sekarang ia harus berhadapan dengan pengorbanannya. Melepaskan semua kebahagiaan dan kebebasannya, kembali berhadapan dengan nasib bodoh takdirnya yaitu kematian.
Sedangkan itu Indra pun sama kesalny. Tatapannya menyalah begitu tajam layaknya siap membunuh semua musuh dihadapannya. Rasanya darahnya begitu mendidih, entah mengapa ia merasa kehidupan seseorang dan kebahagiaan hanyalah permainan mereka yang berkuasa, mereka yang memiliki kekuatan.
Sementara Rena—gadis itu tidak menunjukkan reaksi apapaun—bahkan tidak syok, yang justru membuat Romi sangat khawatir akan kondisinya. Semua berita ini terlalu mengejutkan dan tidak pernah mereka sangka sebelumnya. Bukan semata-mata sebuah pengkhianatan.
Dan Sembilan, yang menyatakan kebenaran yang menyakitkan tersebut hanya menghela nafas pelan. Ditolehkannnya pandangannya kepada sosok Rena yang nampak tenang itu.
“Tetapi sebenarnya sendari awal monsieur Faisal tidak menyerah akan takdirnya. Selama ini kita tau bahwa Sindari sudah bermain dari balik layar dan ikut campur terlalu dalam. Maka monsieur berusaha menampilkan dirinya untuk memancing Sindari, agar pergerakan Sindari tercium kepermukaan dan hal tersebut terbukti dari penculikan demoiselle, itulah sebabnya saya disini dengan pilihan dan pertanyaan kepada demoiselle dan Yang Mulia. Sebuah pilihan yang diberikan serta permohonan maaf dari monsieur Faisal,”
Kali ini tiada lagi kesombongan atau terdengar nada ‘mengejek’ milik Sembilan yang sengaja ia lakukan. Kali ini Sembilan terdengar meminta dengan permohonan tulus, layaknya menyampaikan sebuah pesan penting dari seseorang yang mungkin tidak akan pernah bisa kembali lagi.
“Tujuh hari lagi, monsieur Faisal akan dihukum mati jika memang kerajaan Jaya tidak mempercayai pengkhianatan yang dilakukan olehnya maka inilah waktunya bagi mereka untuk melakukan perlawanan dengan kebenaran yang ada.”
Sembilan berhenti sejenak
“Namun, jika memang kerajaan Jaya mempercayai akan pengkhianatan tersebut maka sudah sepatutnya hidup ia berakhir dengan penghinaan tanpa maaf. Tetapi jangan biarkan mereka buta akan ketidaktahuan. Jangan pernah beritahukan kebenaran akan tindakannya, biarkan mereka membencinya dan bergerak karena dasar kebencian kepada Sindari sebagaimana ia membenci takdirnya,”
Dan pernyataan Sembilan tersebut tidak membuat kondisi semakin membaik. Siska nampak frustasi karena sendari awal Faisal sudah siap untuk mati. Sementara Indra merasa hal tersebut layaknya sebuah penghinaan terhadap dirinya.
Memang, sebuah pengorbanan diperlukan untuk menunpas ketidakadilan tetapi apa yang telah terjadi sekarang… memiliki harga yang teramat mahal. Harga sebuah kepercayaan, harga nyawa ia yang tidak pernah bersalah, harga sebuah cinta dan perasaan…
“Semuanya… ayo… monsieur Faisal pasti tidak ingin melihat kita seperti ini…,”
Rena pun bersuara, cicitnya terdengar begitu parau dan bergetar seakan menahan tangis dan pilu yang teramat sangat. Dirinya lah yang paling pantas merasa terpukul, ia lah yang paling pantas merasakan benci.
Tetapi semua rasa benci, amarah, dan kekecewaan itu entah mengala sirna begitu saja mendengar kebenaran yang ada. Digantikan sebuah perasaan yang jauh teramat dalam dan murni kepada cintanya yang begitu tulus.
“Kita sudah tau kebenarannya maka sudah saatnya kita berjuang untuk keadilan itu. Apapun hasilnya, yang jelas kita tidak boleh terpuruk sebelum berperang karena pasti saat ini kondisi monsieur jauh lebih buruk daripada kita. Kita harus percaya kepadanya dan membantunya!”
Seutas senyum pun muncul dari sosok bersurai merah tersebut. Ia pun berandai, jika monsieur Faisal mendengarnya apa reaksi yang akan ia berikan. Sosok yang diharapkan membencinya dan merutukinya hingga dasar tanah itu justru menjadi sosok pertama yang memaafkannya dan percaya padanya. Akan semakin berat bagi monsieur Faisal jika ia mengetahui hal ini.
“Kalau begitu, nyatakan monsieur Faisal sebagai penjahat utama kerajaan Jaya buat seolah-olah Jaya juga menginginkan kerajaan tersebut sehingga mata dunia pun tertuju pada badai besar yang akan menerjang Sindari,”
Perintah Indra mutlak. Jika memang sendari awal Sindari berencana untuk melibatkan Jaya dalam sandiwaranya maka akan diterimanya undangan tersebut dengan senang hati. Dan membuktikan kepada kecongkakan mereka bahwa permainan ini bukanlah mereka yang mengaturnya.
Sementara itu dari dalam lubuk hatinya Rena hanya bisa berdoa untuk keselamatan dan kebahagiaan Faisal.
———
Monsieur…, aku harap kamu tidak merasa sendiri dan cinta itu terus ada dalam dirimu, untuk melindungimu
———