Mobil melaju dengan pelan. Johnny sudah meninggalkan rokoknya, dia tidak merokok saat menyetir. Mereka tidak mengatakan apa-apa, hanya keheningan yang menyelimuti mereka. Johnny sesekali melirik Taeyong yang sibuk melihat ke luar jendela dengan ekor matanya.
Semua orang akan berubah seiring berjalannya waktu. Tidak terkecuali Taeyong. Dengan rambut merah mudanya itu, Johnny tahu bahwa dia bukan Taeyong yang dikenalnya dulu. Tapi dengan seperti itu, Taeyong terlihat jauh lebih cantik. Tapi jelas dia tidak akan mengatakan hal itu di depan Taeyong. Johnny memang menyadari bahwa Taeyong berubah, namun ada satu hal yang tidak berubah dari Taeyong.
“Lu masih pake parfum yang sama ya?”
Taeyong akhirnya menoleh ke Johnny. Bukankah Johnny juga sama? Taeyong juga menyadari hal itu, sebanyak Johnny berubah, dia menggunakan parfum yang sama seperti dulu. Dia hafal dengan parfum yang Johnny kenakan dan Taeyong pernah berkata bahwa itu aroma parfum Johnny favoritnya. “Kamu juga sama,” balasnya.
Johnny tertawa kecil. Benar, dia mengenakan parfum yang sama. karena Taeyong pernah mengatakan itu adalah parfum favoritnya, Johnny juga menjadikan parfum itu favoritnya. Sisa-sisa hubungan yang mereka bangun masih tersisa. Meski mereka tidak berpikiran untuk kembali seperti dulu.
Pergi ke suatu tempat dengan mobil seperti ini mengingatkan Taeyong saat Johnny dengan sangat niat mencuri mobil milik ayahnya dan mereka pergi ke pantai untuk berkencan. Kalau dipikir-pikir ini adalah hari yang aneh. Mereka tidak pernah bertemu setelah memutuskan hubungan, lalu sekarang justru menghabiskan waktu bersama sekaligus mengingat masa lalu.
“Waktu itu kita juga naik mobil kayak gini ya,” kata Johnny, “dan gua ngambil mobil bokap. Kita ke pantai ya dulu. Terus pulangnya gua dimarahin sih, hahaha.” Johnny tertawa kecil. Ternyata dia mengingatnya.
Taeyong memainkan jemarinya. “Aku pikir kamu enggak inget,” katanya.
“I don’t know how to get rid of those memories,” jawab Johnny. “Sorry, kebiasaan sekarang suka pake bahasa Inggris. Enggak apa-apa kan?”
“Aku ngerti kok, bahasa Inggris.”
Itu karena Johnny tidak pernah mengghunakannya dulu ketika mereka masih bersama. Kalau Taeyong tidak salah ingat, setelah mereka putus, Johnny pindah ke Amerika dan menghabiskan waktunya di sana. Bahkan Taeyong tidak tahu kapan pastinya Johnny kembali dan dia tidak ingin menanyai hal itu.
Mereka berhenti dan Johnny keluar dari mobil lebih dahulu, Taeyong mengikuti. Taeyong tidak tahu ke mana mereka pergi sebelumnya sampai akhirnya menyadari bahwa mereka berhenti tidak jauh dari pantai tempat mereka menghabiskan waktu dahulu. Mereka hanya menikmati pemandangan pantai dari jauh, di depan mobil yang terparkir.
Johnny kembali menyalakan rokoknya, dia mengembuskan asapnya ke udara. “Back then, we don’t have anything, but it was fun. I have no regrets.” Dia masih sibuk mengembuskan asap rokoknya.
Benar, mereka tidak memiliki apa-apa dulu. Hanya sebuah cinta yang naïf dan prasangka baik bahwa hubungan mereka akan bertahan selamanya. Mereka yang dulu, berlari-lari di pinggir pantai ditemani deburan ombak dan tawa yang tak pernah berhenti. Namun waktu berjalan dan mereka menyadari bahwa mereka tidak bisa terus bersama. Tapi meski begitu, tidak ada penyesalan yang tersisa.
“Sejak kapan kamu ngerokok?” Pertanyaan itu tiba-tiba terlepas dari bibir Taeyong. Karena Johnny yang Taeyong ingat sangat peduli dengan kesehatannya dan hidup dalam idealismenya.
Johnny tersenyum kecil dan menjawab, “Setelah tahu kalau hidup itu pahit, ternyata.”
Taeyong mengangguk kecil, berusaha memahami. “Iya ya,” katanya, “hidup enggak pernah seindah waktu kita SMA. Itu juga yang ngebuat kamu keliatan kosong?” Taeyong bertanya lagi.
Mendengar pertanyaan Taeyong yang blak-blakan membuat Johnny tertawa dengan kencang. Rasanya sudah lama dia tidak tertawa selepas itu. “Ya,” jawabnya singkat. Sudah lama sejak Johnny tidak pernah menunjukkan ekspresi yang sebenarnya. Dia hidup di balik topeng, tapi Taeyong membuka topengnya. “As expected, lu emang beda.”
“EH?”
“Don’t get me wrong, it’s not like gua ngajakin lu balikan atau apa. Enggak.” Johnny bersandar pada mobilnya, menatap langit sebentar lalu dia menatap Taeyong lagi, langsung di mata. “Hey, I know it’s rude, but, may I kiss you?”