Dunia dan Pemanggilan
.
Lucifer: Lucas Mammon: Donghyuck Asmodeus: Ten Leviathan: Jaemin Beelzebub: Jungwoo Belphegor: Taeyong Amon: Taeil
.
Adalah sebuah keajaiban mereka bertujuh akhirnya bisa berkumpul kembali. Meskipun mereka tidak tahu itu artinya baik atau buruk. Karena mereka mulai membicarakan mengenai bagaimana mereka bisa sampai terdampar di dunia manusia dan keseimbangan dunia. Karena mereka sudah bersama, seharusnya melakukan sesuatu tidak sesulit sebelumnya.
Dunia ini terbagi menjadi tiga bagian. Bagian di mana para malaikat dan peri tinggal untuk melaksanakan tugasnya, dunia tempat manusia tinggal, dan dunia tempat iblis-iblis seperti mereka tinggal. Dengan perginya mereka bertujuh, pilar para iblis lainnya, pasti menimbulkan kehebohan di sana. Adanya makhluk lain selain penghuni dunia itu juga akan mengganggu keseimbangan dunia.
Mereka sudah tahu. Karena mereka merasakan energi magis mereka semakin hari semakin berkurang. Tidak ada yang bisa mereka hindari. Itulah efek yang mereka dapatkan karena berbaur dengan manusia terlalu lama, dan semakin lama mereka di dunia manusia, itu akan buruk untuk mereka.
“Jangan bilang kalo kita bisa berubah jadi manusia?” Belphegor bertanya, dia bahkan sampai menyingkirkan ponsel dari depan wajahnya demi menanyakan hal itu keras-keras.
Lucifer mengangguk dengan berat hati. “Tidak,” jawab Lucifer. “Tapi, kalau tidak salah aku pernah dengar dari Uriel*. Kita akan tetap abadi, sebagai iblis, tapi tanpa kekuatan kalau kita tidak bisa kembali ke dunia kita yang sesungguhnya.” Itu terdengar tidak baik, tidak bagii siapa pun yang ada di sana.
Mereka semua terdiam. Jelas, mereka sedang berpikir bagaimana jika nantinya mereka betul-betul hanya abadi, dan itu saja, tidak ada yang lain. Sama sekali bukan hal yang baik. tidak ada yang menginginkan itu terjadi. Bagaimana pun, mereka harus kembali ke dunia mereka berasal. Mereka. Harus. Kembali.
“Kalo gitu kita harus kembali,” kata Leviathan, “aku enggak suka ngeliat malaikat tujuh kebajikan hidup dengan bahagia sementara kita ada di sini.”
Tapi tidak seorang pun tahu harus melakukan apa. Tidak satu pun dari mereka. Sekeras apa pun mereka berpikir, mereka tidak mendapat jawabannya. Ruangan menjadi begitu sepi, hanya deru napas yang terdengar semakin lama semakin berat. Tidak. Itu bukan dari semuanya, tapi dari … Amon.
“Ada yang tahu bagaimana kita bisa berada di sini?” tanya Mammon. “Mungkin, kalau kita tahu bagaimana kita bisa berada di sini, kita bisa tahu bagaimana kita bisa kembali.”
“Kita dipanggil.” Semua kepala menoleh pada satu sumber, Asmodeus. Asmodeus menatap saudara-saudaranya dengan tatapan yang hampir kosong. Dia berpikir bagaimana dia harus menyampaikan fakta itu kepada mereka. “Kita dipanggil … oleh manusia….”
Amon menatap Asmodeus dengan tatapan tidak tertawa dan bertanya, “Manusia? Untuk apa manusia memanggil kita semua?”
Mereka bukannya tidak tahu. Tapi praktik pemanggilan iblis memang kerap kali terjadi. Hanya saja, bukan mereka. Manusia yang memanggil mereka pasti bukan hanya mempersembahkan darahnya saja. Pasti terjadi kesalahan dalam pemanggilan sehingga mereka semua bisa terpanggil sekaligus, muncul pada hari yang berbeda di tempat yang juga berbeda-beda, dan mereka tidak tahu apa yang dipersembahkan sehingga mereka bisa terpanggil.
“Pasti ada yang salah,” ujar Beelzebub. “Biasanya, paling, cuma satu doang enggak sih?”
Lagi, semua mata tertuju pada Asmodeus. Seolah Asmodeus tahu semuanya. Tapi kalau perasaan mereka satu sama lain masih memiliki ikatan yang kuat, maka benar Asmodeus tahu sesuatu tentang pemanggilan mereka. “Aku … tidak tahu apa-apa,” katanya, “tapi aku tahu siapa yang memanggil kita.” Asmodeus menghela napasnya pelan-pelan dan mulai menjelaskan apa yang diketahuinya—meski itu tidak membantu banyak.
“Sudah kuduga.” Lucifer duduk menyilangkan kedua tangannya. “Kalau anak-anak itu yang memanggil kita, mereka tidak akan menempatkan kita pada situasi seperti ini. Bekerja? Konyol.”
Mammon tampak berpikir dengan keras dan kemudian dia berkata, “Tapi aku rasa mereka punya sesuatu yang bisa membantu kita kembali ke dunia kita. Mau taruhan?”
“Kalo hadiahnya makanan, aku ikut,” sahut Beelzebub dengan cepat.
Mereka terus berdiskusi mengenai apa yang harus mereka lakukan dengan informasi yang minim. Tanpa mereka sadari, anak-anak sudah ada di dekat mereka. Chenle dan Jisung masing-masing menenteng plastik yang berisi makanan dan minuman ringan untuk mereka semua. Tapi keempat anak-anak itu justru diam mendengar apa yang iblis-iblis itu bicarakan, mereka saling tatap muka.
“Lu semua … ngomongin apa?” tanya Chenle.
Jisung dengan alis yang bertaut juga ikut bertanya, “Gak mungkin dunia bisa ancur kan?”
.
.
.
Uriel itu nama salah satu Malaikat Tujuh Kebajikan, enggak ada tokohnya kok. Aku cuma nyebut Uriel karena Uriel itu mewakili (salah satunya) kejujuran, biar masuk ke teori universe mereka juga, hehe.