< Prev
Inspired from Xinxin
“Haduh! Makan mana ya udah malam gini?” gumam Sonya mencengkram kemudi erat sembari memajukan kepala melirik restauran yang ada di kiri dan kanan jalanan.
Sonya menyesal mengikuti agenda himpunan sampai malam. Sedikit menggerutu kenapa juga dia masih harus mengurus himpunan. Salah kampus yang mengubah aturan masa kepengurusan himpunan dari Juli-Juni menjadi Januari-Desember. Angkatan Sonya terpaksa menambah satu semester lagi untuk menjabat.
Sebelum ada tanggungan lulus cepatㅡkuburan yang Sonya gali sendiri, mungkin masih hal mudah bagi gadis berusia 23 tahun ini. Namun sekarang, semua hal harus Sonya selesaikan dan hal ini sangat menguras tenaga, jiwa serta waktu. Sonya bahkan lupa kapan terakhir ia menghibur diri selama tiga bulan terakhir. Yang ia lakukan selalu pulang ke rumah, mandi, makan sisa lauk yang ada, dan langsung tidur. Sonya bangun di pagi hari untuk melanjutkan aktivitas, begitu terus berulang-kali.
Jam di dashboard menunjukkan pukul 8 malam. Sonya pulang dari kampus pun sendirian. Definisi jomblo sesungguhnya!
Sonya menggumam, “Coba si Alfansyah kagak ngasih syarat susah begini buat jadi pacar doi, enggak bakal gue gila begini. Kalau gue kagak sayang, udah gue jedor itu kepala pake timah panasnya Papi.” Papi Sonya adalah seorang polisi, fyi.
“Ah! Restauran pasta itu aja deh. Dah lama enggak ke situ!” pekik Sonya dengan tatapan berbinar. Gadis itu pasang sign ke kanan, lalu menyebrang cepat memasuki parkiran.
Setelah memberi kunci pada petugas vallet, Sonya melangkah ke dalam dan langsung dilayani waitress yang sudah gadis itu kenal. Lokasi restauran dekat dari komplek perumahan Sonya, wajar ia sering bertandang.
“Kak Sonya! Lama enggak ke sini. Sendiri aja?”
“Iya nih, baru pulang dari kampus. Tempat biasa kosong 'kan?”
“Kosong, Kak. Mari saya antar.”
Sonya ikuti waitress dari belakang sembari menoleh ke segala arah. Ia sempat melewati bagian restauran yang semi-privat, tetapi ia melangkah mundur kala menyadari sosok yang duduk dengan seorang wanita asing.
'Pak Tomy?! Itu cewek siapa lagi?!' gerutu Sonya dalam batin.
“Kak?”
Sonya menoleh dan meminta, “Siapin aja Ham Carbonara Fettuccine satu, Beef Lasagna satu, sama White Wine dua gelas. Yang Sauvignon Blanc 2016. Pokoknya nanti aku ke meja, udah harus siap ya!”
Si waitress mengangguk dan pergi dari hadapan. Sonya berjalan cepat mencari kursi kosong yang tidak jauh dari kursi Tomy, namun sebisa mungkin tidak ketahuan oleh pria itu. Dengan seksama ia menguping pembicaraan Tomy dengan si wanita asing.
“Kamu tahu 'kan, aku masih cinta sama kamu,” ucap si wanita.
Tomy membalas, “Tapi gue udah enggak tuh!” Walau terdengar santai, Sonya bisa merasakan adanya makna lain dari ucapan si pria.
“Kamu sebenci itu sama aku? Aku benar-benar minta maaf kalau dulu memilih Sena daripada kamu, tapi sekarang aku sadar kalau kamu yang aku cintai. Bukan Sena,” lanjut si wanita.
“Lo tahu gue paling benci tukang selingkuh,” balas Tomy datar.
“Tapi aku kembali buat kamu. Aku janji aku enggak bakal khianatin kamu lagi,” pinta si wanita memelas.
Tomy membuang muka ke arah lain. Pria itu terlihat kesal, bahkan Sonya tak sengaja memerhatikan kepalan tangannya di bawah meja. Terlihat sekali betapa gusarnya Tomy saat ini.
Kepala Sonya perlahan memformulasikan apa yang harus ia lakukan untuk menyelamatkan Tomy dari situasi menyebalkan ini. Bagi Sonya jelas menyebalkan! Sonya terbakar api cemburu melihat interaksi langsung Tomy dengan wanita yang pernah menjadi tambatan hati si pria.
Hingga keluarlah ide gila itu. Ide yang Sonya harapkan tidak diketahui oleh siapapun, apalagi orang-orang di kampus-nya.
Sonya mendekat dan tanpa aba-aba memeluk Tomy dari belakang. Tangan kanan ia gunakan untuk merangkul tubuh atas, sementara tangan kiri ia gunakan untuk menggenggam kepalan tangan Tomy. Memberi usapan pelan sebagai penenang.
Sonya lalu bersua, “Kak! Masih lama ngomong sama mantan Kakak ini? Aku udah nungguin di belakang dari tadi, tapi Kakak enggak datang-datang.” Sonya sedikit merengek, membuatnya aktingnya tampak nyata di depan si wanita yang menatap kehadiran Sonya horror.
Syukurnya Tomy tidak bodoh dan memanfaatkan kesempatan. “Lo tahu 'kan alasannya sekarang, kenapa gue enggak bisa balikan sama lo. Gue udah punya cewek yang lebih baik dari lo. So, keep dreaming off! I'm not gonna back to you,” ucap Tomy.
Tomy lalu berbalik menatap Sonya. “Udah pesan makanan-nya?” tanya Tomy. Tangan pria itu bertumpu di atas tangan Sonya.
“Udah lah! Kayaknya udah nyampe deh,” balas Sonya cepat. Terlihat santai, tetapi sesungguhnya Sonya tengah gugup. Tangan Tomy menggenggam pergelangan tangannya, bahkan tanpa ragu menyelipkan jari antara jari tangan Sonya setelah bangkit dari posisi duduk.
Sonya benar-benar dibuat mati kutu saat ini. Sonya mengumpati dirinya yang sok ide membantu Tomy, sekarang dia yang deg-degan. Siapapun pasti akan merasakan hal yang sama saat diperlakukan manis oleh orang yang kita suka.
“Yang mana meja lo?” tanya Tomy setelah dirasa cukup jauh posisi mereka dari meja yang ia duduki dengan sang mantan kekasih.
Sonya gelagapan. Ia langsung saja memekik, “Yang itu, Pak!”
Tomy lepas genggaman pada tangan Sonya dan menutup telinganya spontan. Pekikan Sonya benar-benar mengejutkan jantung dan pendengaran.
“Sonya, udah berapa kali gue bilang jangan teriak-teriak dekat telinga gue. Lo mau gue budeg apa gimana?” gerutu Tomy.
Sonya yang tidak segugup sebelumnya menggombal, “Kalau Bapak budeg, nanti saya yang jadi pendengaran Bapak.” Keduanya duduk di meja yang menjadi tempat favorit si gadis.
“Enggak usah sok gaya kayak aktor Cina di drama romansa. Lo enggak level sama mereka buat ngegombal,” cibir Tomy.
Sonya mendecak. “Bapak tuh ya! Harusnya berterima kasih sama saya karena udah nyelamatin Bapak tadi,” protes Sonya.
“Gue 'kan enggak ada minta. Lagian ngapain juga lo di sini? Kayak enggak ada tempat makan lain,” sahut Tomy.
“Rumah saya di komplek belakang ini loh, Pak! Ya wajar dong makan sini. Lagian ya Pak, anggap aja kita emang jodoh, makanya ketemu terus,” balas Sonya enteng.
“Mimpi sana kamu!” cibir Tomy. Lelaki itu tanpa pikir panjang mengambil piring berisi Carbonara, melilitnya dengan garpu, dan memasukkan ke dalam mulut.
“Bapak! Itu favorit saya! Kok diambil sih?!” pekik Sonya pura-pura menangis.
“Ya lo enggak bilang. Gue belum makan daritadi dan yang menarik mata yang ini. Makan aja udah itu Lasagna. Atau kalau mau pesen lagi. Gue yang bayar,” balas Tomy enteng.
Sonya merengut, namun tetap ia ambil piring berisi Lasagna dan mengudapnya perlahan. Keduanya makan dalam diam, tidak ada satupun yang bersuara. Sonya sesekali menatap sang dosen yang makab dengan tenang. Jiwa penasaran Sonya melambung tinggi. Ingin sekali gadis itu bertanya soal mantan kekasih Tomy, tapi keraguan berulangkali datang setiap Sonya akan buka suara.
“Lo mau nanya apaan? Daritadi ngelirik mulu,” sudut Tomy.
Sonya terkikik gugup. “Bapak ganteng, wajar dong saya ngelirik,” canda Sonya dengan nada dipaksakan.
“Ya, makasih! Gue tahu gue ganteng, tapi lo enggak bisa bohongin gue. Buru tanya!” balas Tomy.
“Beneran nih?!” tanya Sonya memastikan.
“Jangan sampai gue berubah piki-”
“Bapak berapa lama pacaran sama cewek tadi sampai akhirnya putus?” potong Sonya dengan pertanyaan yang paling ia ingin tahu.
“6 tahun? 7 tahun? Udah lupa!” balas Tomy.
“Bapak udah move on beneran 'kan tapi?”
Tomy turunkan sendok dan garpu tepat setelah menghabiskan isi piring. Pria itu menatap Sonya dan menjawab, “Urusan gue udah move on atau belum. Urusan lo cuma lulus sebelum gue nemu orang baru dihidup gue.”
Setelahnya meneguk wine pilihan Sonya. “Blanc 2016 ya? Pintar juga pilihan lo!” puji Tomy.
Sonya tidak peduli akan pujian Tomy soal pilihan wine. Gadis itu lebih memilih memikirkan jawaban Tomy yang terdengar sebagai kode.
“Bapak nih kode biar saya buruan lulus ya? Bapak jangan-jangan ngebet juga kan jadi pacar saya,” kerling Sonya.
Tomy teguk habis isi gelas, meletakkannya di meja dan berkata, “Mimpi tuh jangan tinggi-tinggi, Nya. Kalau jatuh sakit. Gue mah cuma ngingetin aja apa tujuan utama lo sekarang.”
Tomy bangkit sembari berkata, “Habisin makanan lo. Gue balik duluan. Ini semua gue yang bayar.”
“Loh, Pak?! Saya ditinggalin? Pak?!”
“Alfansyah nyebelin!” pekik Sonya yang tidak digubris. Gadis itu tak ayal menggoyangkan tubuh di kursi, efek kesal menghadapi dosen tak tertebak modelan Tomy.
Sementara Tomy hanya tersenyum simpul, berjalan menuju kasir.
Next >