Laulyn

Stranger

🦋

Haruto dengan cepat beranjak dari tempat duduknya saat seorang Dokter tiba-tiba masuk kedalam kamar rawat Jihoon. Haruto nampak terkejut dengan keberadaan Jihoon yang menangis didalam gendongan sang Dokter.

Dokter yang selalu merawat Jihoon beberapa terakhir ini, Bomin.

” Kak Jihoon kenapa dok ?” Haruto bertanya, namun Bomin tidak menjawab. Dokter muda itu nampak sibuk mencoba menenangkan Jihoon yang terus menangis bahkan sesekali Jihoon memberontak dan memukulinya.

” Obat biusnya sus..” Seorang suster yang memang membuntuti Bomin sedari tadi memberikan suntikan yang sudah diisi dengan obat bius kepada Bomin.

” Jihoon tenang oke ? Semuanya bakal baik-baik aja..” Ujar Bomin, dia mengusap peluh diwajah Jihoon.

Jihoon mulai tenang saat Bomin selesai memberikan obat bius pada Jihoon. Bomin menghela nafas lega, dia membenarkan letak tubuh Jihoon lalu menyelimuti tubuh rapuh itu dengan selimut rumah sakit.

” Kak Jihoon kenapa ?” Haruto kembali bertanya dengan raut wajah yang khawatir. Remaja SMA itu mendekati Jihoon dan menggenggam tangan Jihoon.

” Tadi pacarnya Jihoon datang.” Bomin menjawab, wajah Haruto yang semula cemas dengan keadaan Jihoon kini nampak mengeras setelah mendengar penuturan Bomin.

” Dimana dia sekarang ?”

” Mungkin masih ditaman, atau mungkin dia sudah pergi.”

Haruto mendesah kasar, dia sangat ingin mencari Yoonbin namun dia tidak bisa meninggalkan Jihoon sendiri.

” Doyoung belum datang ?”

Haruto menoleh. Doyoung ? Dokter itu mengenal Doyoung ?

” Setelah datang, tolong bilang sama dia buat datang ke ruangan saya. Ada yang harus saya bicarakan sama dia.” Ucap Bomin.

” Saya pergi dulu, jangan terlalu maksain diri kalo kamu lelah. Jihoon selalu ada dalam pengawasan saya..” Bomin tersenyum, dia menepuk bahu Haruto sebelum akhirnya pergi dari sana.

Haruto memandangi punggung Bomin yang menghilang dibalik pintu, pikirannya mulai berkecamuk. Memikirkan tentang mengapa Bomin begitu menaruh perhatian lebih pada Jihoon, dan mengapa seolah-olah lelaki itu begitu mengenal Jihoon dengan dekat.

Haruto awalnya sedikit memakluminya, namun semakin lama Haruto mulai penasaran dengan semuanya...

• •

” Kakak kamu butuh seorang psikiater, saya khawatir tentang kesehatan mentalnya.” Ucap Bomin pada Doyoung yang tengah duduk dihadapannya.

” Kakak saya gak gila dok..”

” Saya tau, ini hanya untuk pencegahan. Kakak kamu depresi, dan depresi semakin lama akan semakin merusak mental seseorang.” Jelas Bomin.

Doyoung menghela nafasnya, remaja itu menundukan kepalanya. Saat ini dia benar-benar bingung, orangtuanya baru akan sampai di Indonesia esok hari. Doyoung tak tahu harus mengatakan apa untuk menjelaskan tentang sang Kakak pada orangtuanya terlebih pada sang Ayah.

Bomin tersenyum tipis, dia menepuk bahu Doyoung setelah melihat rasa cemas diraut wajah Doyoung.

” Semuanya akan baik-baik saja, saya tau Jihoon adalah orang yang kuat. Untuk itu dia pantas merasakan kebahagiaan lagi, dan kamu hanya perlu menjadi penyemangat buat Kakak kamu.”

Doyoung mendesah pelan, dia menatap Bomin. Doyoung benar-benar sangat berhutang budi pada Dokter muda itu. Bomin selalu membantunya, Bomin juga selalu memperhatikan keadaan dirinya.

” Kamu bisa kembali ke ruang rawat Kakakmu..”

Doyoung menganggukan kepalanya “ Terima kasih Dok, saya sangat berhutang budi pada Dokter.”

” Ini udah kewajiban saya sebagai seorang Dokter terhadap pasiennya. Jaga kesehatan juga jangan lupa.”

Doyoung mengangguk, dia kembali mengucapkan terima kasih pada Bomin sebelum dia beranjak pergi untuk kembali keruang rawat sang Kakak.

” Dia sayang banget sama Kakaknya, Jihoon beruntung bisa punya adik kaya dia.” Bomin tersenyum, dia kemudian membuka ponselnya miliknya. Dia belum sempat membalas pesan dari sang Ayah.

✉ : Ayah – Bomin, Jihoon sudah sembuh ? -

✉ : Me – Belum, tapi kondisinya berangsur membaik yah..-

✉ : Ayah – Ah sukurlah, untung kamu yang ngerawat Jihoon.

✉ : Me – Yah, Bomin mau tanya kenapa Jihoon jadi mahasiswa kesayangan Ayah ?-

✉ : Ayah – Dia lucu, riang, terus ramah juga dan ngingetin Ayah sama mendiang adik kamu Alaska -

✉ : Me – Alaska ? Tapi Bomin gak melihat kemiripan Jihoon sama Alaska -

✉ : Ayah – Karena kamu belum kenal Jihoon, kalo kamu kenal dia pasti kamu bakal setuju sama Ayah -

✉ : Me – Gitu ya ?-

✉ : Ayah – Ayah punya ide bagus, kamu gebet aja Jihoon. Jihoon sekarang sendirikan ? Pas banget juga kamu jomblo, dari lahir pula -

✉ : Me – Ayah 😩 -

✉ : Ayah – Hehhe selamat bekerja anakku 😛 -

Hurtfull

🦋

” Kak, Mamih mau bicara sama kamu.” Jisoo masuk kedalam kamar anaknya, wajah cantiknya terlihat begitu serius saat ini.

” Ada apa Mih ?” Junkyu bertanya dengan nada sedikit gugup, terlebih dia merasakan aura yang begitu tak menyenangkan dari sang Ibu.

” Kakak tahu Mamih mau nanyain apakan ?”

Junkyu membenahi letak posisinya, kali ini dia mendudukan diri diatas ranjang tidurnya. “ Sebenernya Mamih mau bicarain masalah ini kemarin, tapi dirumah masih ada Papih.”

Junkyu menunduk, Jisoo menghela nafasnya “ Kak Mamih sama Papih gak pernah ngajarin kamu buat jadi orang yang bodoh. Mamih gak pernah masalahin kamu mau berhubungan sama siapapun, asal orang itu baik dan bisa ngejaga kamu. Tapi gak sama orang yang jelas udah punya pacar Kak, apalagi orang itu sahabat kakak sendiri.” Ujar Jisoo, dia masih berusaha untuk tidak membentak anaknya.

” Mih, Junkyu sayang sama Yoonbin. Junkyu yang duluan suka sama Yoonbin bukan Jihoon.”

” Kak, Kakak bukan anak kecil lagi. Kakak udah dewasa dan seharusnya Kakak bisa mikir dulu sebelum bertindak. Apa Kakak gak punya hati ? Mamih kcewa sama kamu.”

Junkyu semakin menunduk, kemudian dia terisak menangis. Seumur hidupnya, baru kali ini sang Ibu mengatakan jika sang Ibu kecewa padanya. “ Maafin Junkyu Mih..”

Jisoo mendesah pelan, dia mendudukan diri disamping Junkyu dan memeluk tubuh anaknya itu.

” Mamih udah maafin Kakak, Mamih tau tindakan kakak kemarin karena sebatas ego kakak. Sekarang Mamih tolong sama kakak, tinggalin Yoonbin..dan minta maaf sama Jihoon.” Ucap Jisoo

” Tapi aku sayang sama Yoonbin.”

” Mamih ngerti kak, tapi hubungan kalian gak akan baik. Kakak masih bisa ketemu sama orang yang lebih baik dari Yoonbin.”

Junkyu menganggukan kepalanya “ Janji sama Mamih ya Kak ?”

” Iya aku janji..”

” Kamu juga harus minta maaf sama Jihoon Kak..”

” Aku belum siap ketemu Jihoon.”

” Gak papa, kamu mungkin butuh waktu. Tapi setelah ini kamu minta maaf sama orang-orang yang udah kamu sakitin ya Kak ? Mamih gak mau mereka menaruh dendam sama kamu.”

” Iya Mih, Aku bakal lakuin itu semua.”

Jisoo tersenyum, dia menepuk-nepuk punggung anaknya. Jisoo sangat menyayangi anak semata wayangnya itu, untuk itu dia tidak ingin Junkyu bertindak bodoh lagi untuk kedepannya. Jisoo tidak mau anaknya mengambil langkah yang salah lagi..

• •

” Haru..” Jihoon memanggil Haruto yang tengah duduk diatas sofa ruang rawatnya.

” Kenapa Kak ?” Haruto beranjak dari tempat duduknya untuk menghampiri Jihoon.

” Gue mau ketaman..”

” Taman ?”

Jihoon mengangguk, dia butuh udara segar. “ Gue butuh udara segar.”

Haruto mengangguk, dia meminta seorang suster untuk membenarkan posisi tiang infus milik Jihoon sementara dia mengangkat tubuh Jihoon dan mendudukannya diatas kursi roda. Jihoon belum bisa berjalan karena luka dikedua telapak kakinya.

Haruto mendorong kursi roda Jihoon menuju taman belakang rumah sakit yang cukup luas, kebetulan cuaca sedang cerah dan tidak begitu panas. “ Gue mau sendiri, lo balik aja kedalem.” Pinta Jihoon pada Haruto

” Lo beneran mau sendirian kak ?”

Jihoon mengangguk “ Kalo butuh bantuan gue tinggal panggil petugas rumah sakit.”

Haruto mengangguk, dia mengusap surai lembut milik Jihoon. “ Yaudah, gue masuk lagi ya kedalam.” Jihoon mengangguk, Haruto lalu beranjak pergi kembali kedalam gedung rumah sakit. Remaja itu tidak perlu khawatir meninggalkan Jihoon sendirian ditaman, karena disana ada beberapa petugas rumah sakit yang sedang berjaga.

Jihoon menghirup udara segar ditaman itu, udara yang cukup menenangkan pikirannya. Sesekali dia tersenyum saat beberapa petugas rumah sakit yang melewatinya menyapanya dengan hangat. Keadaannya sedikit membaik, semuanya berkat teman-temannya yang tak berhenti datang dan menemaninya selama dia dirawat.

Jihoon menunduk, dia menatap kedua kakinya yang terbalut perban. Rasa sakitnya baru terasa sekarang, rasa sakit yang semakin menambah luka direlung hatinya.

Jujur saja, Jihoon merindukan Yoonbin. Tetapi Jihoon belum siap bertemu dengan kekasihnya itu. Kekasih ? Jihoon tak yakin jika mereka masih bisa disebut sebagai sepasang kekasih.

Jihoon terdiam, saat sepasang kaki berhenti dihadapannya. Jantungnya berdegup dengan kencang kala indera penciumannya menangkap aroma parfum yang begitu dia kenal. Tangannya nampak bergetar, namun dia tetap mendongkak untuk menatap orang yang jujur sangat dia rindukan. Namun entah kenapa, rasa rindu itu bercampur dengan rasa takut yang amat berlebih baginya.

” Ji..” Bahkan suara itu terdengar menyakitkan ditelinganya.

Jihoon menegak ludahnya dengan kasar. “ Ngapain kamu kesini ?”

Yoonbin mendesah kasar, kemudian dia berjongkok dihadapan Jihoon.

” Sakit yah ? Maafin aku sayang..” Yoonbin mengusap telapak kaki Jihoon yang dibalut oleh perban.

” Aku tanya ngapain kamu kesini Bin ? Ngapain kamu masih nampakin diri didepan aku ? Bukannya kamu udah anggap aku ini udah mati ?” Ucap Jihoon, tenggorokannya terasa sakit sekali saat ini.

” Aku gak pernah bilang kaya gitu sama kamu yang..”

” Pergi kamu. Pergi Yoonbin.” Jihoon berusaha untuk tidak berteriak.

” Maafin aku Ji, aku tau tindakan aku salah sangat salah. Pukulan Doyoung kemarin gak akan menebus semua kesalahan aku sama kamu. Tapi aku mohon jangan kaya gini Ji..” Yoonbin kali ini menggenggam tangan Jihoon.

” Mudah banget kamu minta maaf setelah apa yang kamu lakuin sama aku ?”

” Aku sayang sama kamu Bin, aku cinta sama kamu. Tapi kenapa kamu kaya gini ? Apa salah aku Bin ? Kamu jahat Yoonbin. “ kali ini Jihoon tidak bisa menahan diri untuk tidak menangis. Yoonbin menghela nafas, Jihoon benar. Mengapa dia begitu mudah meminta maaf setelah apa yang dia lakukan pada lelaki manis itu. Bahkan kesalahannya kali ini benar-benar sangat fatal.

” Kamu boleh hukum aku yang, hukum kamu semau kamu. Tapi jangan kaya gini ya, aku sayang sama kamu. Aku janji gak akan kaya gini lagi, aku juga bakal minta maaf sama orangtua kamu sama Doyoung. Maafin aku hmmm ?” Yoonbin mengecupi punggung tangan Jihoon berulang kali.

” Nanti setelah kamu sembuh, kita tunangan ya. Aku udah beli cincin yang bagus buat kamu.”

Jihoon menarik tangannya dari genggaman Yoonbin, dia menatap wajah lelaki yang selalu dia puja itu dengan dalam. Wajah yang entah kenapa sekarang terlihat seperti sosok iblis kerkedok malaikat dimatanya.

” Pergi Bin..”

” Yang...”

” Aku bilang pergi Yoonbin!” Jihoon menjerit.

” Yang kamu kenapa hei ?”

Jihoon memberontak saat Yoonbin berusaha memeluknya sampai membuat tiang infus miliknya jatuh dan membuat jarum infusnya terlepas dari tangannya.

” PERGI!!!” Jihoon menangis kencang, dia berusaha melepaskan diri dari pelukan Yoonbin.

” Ji jangan gini please..sayang hei..”

Sesaat kemudian, seseorang menarik tubuh Yoonbin untuk menjauh dari Jihoon.

” Apa-apaan ?!” Yoonbin jelas tidak terima diperlakukan seperti itu, dia meringsut maju untuk meninju wajah dokter dihadapannya itu.

” Lebih kamu pergi darisini, dan jangan ganggu pasein saya.” Tubuh Jihoon yang bergetar langsung dibopong oleh sang Dokter dan membawanya dengan cepat masuk kedalam gedung rumah sakit.

Yoonbin meremat rambutnya kasar, sungguh dia tidak pernah melihat Jihoon sekacau itu.

Dan Yoonbin merasakan penyesalan terbesar dalam hidupnya saat ini..

Hurtfull

🦋

” Kak, Mamih mau bicara sama kamu.” Jisoo masuk kedalam kamar anaknya, wajah cantiknya terlihat begitu serius saat ini..

” Ada apa Mih ?” Junkyu bertanya dengan nada sedikit gugup, terlebih dia merasakan aura yang begitu tak menyenangkan dari sang Ibu.

” Kakak tahu Mamih mau nanyain apakan ?”

Junkyu membenahi letak posisinya, kali ini dia mendudukan diri diatas ranjang tidurnya. “ Sebenernya Mamih mau bicarain masalah ini kemarin, tapi dirumah masih ada Papih.”

Junkyu menunduk, Jisoo menghela nafasnya “ Kak Mamih sama Papih gak pernah ngajarin kamu buat jadi orang yang bodoh. Mamih gak pernah masalahin kamu mau berhubungan sama siapapun, asal orang itu baik dan bisa ngejaga kamu. Tapi gak sama orang yang jelas udah punya pacar Kak, apalagi orang itu sahabat kakak sendiri.” Ujar Jisoo, dia masih berusaha untuk tidak membentak anaknya.

” Mih, Junkyu sayang sama Yoonbin. Junkyu yang duluan suka sama Yoonbin bukan Jihoon.”

” Kak, Kakak bukan anak kecil lagi. Kakak udah dewasa dan seharusnya Kakak bisa mikir dulu sebelum bertindak. Apa Kakak gak punya hati ? Mamih kcewa sama kamu.”

Junkyu semakin menunduk, kemudian dia terisak menangis. Seumur hidupnya, baru kali ini sang Ibu mengatakan jika sang Ibu kecewa padanya. “ Maafin Junkyu Mih..”

Jisoo mendesah pelan, dia mendudukan diri disamping Junkyu dan memeluk tubuh anaknya itu.

” Mamih udah maafin Kakak, Mamih tau tindakan kakak kemarin karena sebatas ego kakak. Sekarang Mamih tolong sama kakak, tinggalin Yoonbin..dan minta maaf sama Jihoon.” Ucap Jisoo

” Tapi aku sayang sama Yoonbin.”

” Mamih ngerti kak, tapi hubungan kalian gak akan baik. Kakak masih bisa ketemu sama orang yang lebih baik dari Yoonbin.”

Junkyu menganggukan kepalanya “ Janji sama Mamih ya Kak ?”

” Iya aku janji..”

” Kamu juga harus minta maaf sama Jihoon Kak..”

” Aku belum siap ketemu Jihoon.”

” Gak papa, kamu mungkin butuh waktu. Tapi setelah ini kamu minta maaf sama orang-orang yang udah kamu sakitin ya Kak ? Mamih gak mau mereka menaruh dendam sama kamu.”

” Iya Mih, Aku bakal lakuin itu semua.”

Jisoo tersenyum, dia menepuk-nepuk punggung anaknya. Jisoo sangat menyayangi anak semata wayangnya itu, untuk itu dia tidak ingin Junkyu bertindak bodoh lagi untuk kedepannya. Jisoo tidak mau anaknya mengambil langkah yang salah lagi..

• •

” Haru..” Jihoon memanggil Haruto yang tengah duduk diatas sofa ruang rawatnya.

” Kenapa Kak ?” Haruto beranjak dari tempat duduknya untuk menghampiri Jihoon.

” Gue mau ketaman..”

” Taman ?”

Jihoon mengangguk, dia butuh udara segar. “ Gue butuh udara segar.”

Haruto mengangguk, dia meminta seorang suster untuk membenarkan posisi tiang infus milik Jihoon sementara dia mengangkat tubuh Jihoon dan mendudukannya diatas kursi roda. Jihoon belum bisa berjalan karena luka dikedua telapak kakinya.

Haruto mendorong kursi roda Jihoon menuju taman belakang rumah sakit yang cukup luas, kebetulan cuaca sedang cerah dan tidak begitu panas. “ Gue mau sendiri, lo balik aja kedalem.” Pinta Jihoon pada Haruto

” Lo beneran mau sendirian kak ?”

Jihoon mengangguk “ Kalo butuh bantuan gue tinggal panggil petugas rumah sakit.”

Haruto mengangguk, dia mengusap surai lembut milik Jihoon. “ Yaudah, gue masuk lagi ya kedalam.” Jihoon mengangguk, Haruto lalu beranjak pergi kembali kedalam gedung rumah sakit. Remaja itu tidak perlu khawatir meninggalkan Jihoon sendirian ditaman, karena disana ada beberapa petugas rumah sakit yang sedang berjaga.

Jihoon menghirup udara segar ditaman itu, udara yang cukup menenangkan pikirannya. Sesekali dia tersenyum saat beberapa petugas rumah sakit yang melewatinya menyapanya dengan hangat. Keadaannya sedikit membaik, semuanya berkat teman-temannya yang tak berhenti datang dan menemaninya selama dia dirawat.

Jihoon menunduk, dia menatap kedua kakinya yang terbalut perban. Rasa sakitnya baru terasa sekarang, rasa sakit yang semakin menambah luka direlung hatinya.

Jujur saja, Jihoon merindukan Yoonbin. Tetapi Jihoon belum siap bertemu dengan kekasihnya itu. Kekasih ? Jihoon tak yakin jika mereka masih bisa disebut sebagai sepasang kekasih.

Jihoon terdiam, saat sepasang kaki berhenti dihadapannya. Jantungnya berdegup dengan kencang kala indera penciumannya menangkap aroma parfum yang begitu dia kenal. Tangannya nampak bergetar, namun dia tetap mendongkak untuk menatap orang yang jujur sangat dia rindukan. Namun entah kenapa, rasa rindu itu bercampur dengan rasa takut yang amat berlebih baginya.

” Ji..” Bahkan suara itu terdengar menyakitkan ditelinganya.

Jihoon menegak ludahnya dengan kasar. “ Ngapain kamu kesini ?”

Yoonbin mendesah kasar, kemudian dia berjongkok dihadapan Jihoon.

” Sakit yah ? Maafin aku sayang..” Yoonbin mengusap telapak kaki Jihoon yang dibalut oleh perban.

” Aku tanya ngapain kamu kesini Bin ? Ngapain kamu masih nampakin diri didepan aku ? Bukannya kamu udah anggap aku ini udah mati ?” Ucap Jihoon, tenggorokannya terasa sakit sekali saat ini.

” Aku gak pernah bilang kaya gitu sama kamu yang..”

” Pergi kamu. Pergi Yoonbin.” Jihoon berusaha untuk tidak berteriak.

” Maafin aku Ji, aku tau tindakan aku salah sangat salah. Pukulan Doyoung kemarin gak akan menebus semua kesalahan aku sama kamu. Tapi aku mohon jangan kaya gini Ji..” Yoonbin kali ini menggenggam tangan Jihoon.

” Mudah banget kamu minta maaf setelah apa yang kamu lakuin sama aku ?”

” Aku sayang sama kamu Bin, aku cinta sama kamu. Tapi kenapa kamu kaya gini ? Apa salah aku Bin ? Kamu jahat Yoonbin. “ kali ini Jihoon tidak bisa menahan diri untuk tidak menangis. Yoonbin menghela nafas, Jihoon benar. Mengapa dia begitu mudah meminta maaf setelah apa yang dia lakukan pada lelaki manis itu. Bahkan kesalahannya kali ini benar-benar sangat fatal.

” Kamu boleh hukum aku yang, hukum kamu semau kamu. Tapi jangan kaya gini ya, aku sayang sama kamu. Aku janji gak akan kaya gini lagi, aku juga bakal minta maaf sama orangtua kamu sama Doyoung. Maafin aku hmmm ?” Yoonbin mengecupi punggung tangan Jihoon berulang kali.

” Nanti setelah kamu sembuh, kita tunangan ya. Aku udah beli cincin yang bagus buat kamu.”

Jihoon menarik tangannya dari genggaman Yoonbin, dia menatap wajah lelaki yang selalu dia puja itu dengan dalam. Wajah yang entah kenapa sekarang terlihat seperti sosok iblis kerkedok malaikat dimatanya.

” Pergi Bin..”

” Yang...”

” Aku bilang pergi Yoonbin!” Jihoon menjerit.

” Yang kamu kenapa hei ?”

Jihoon memberontak saat Yoonbin berusaha memeluknya sampai membuat tiang infus miliknya jatuh dan membuat jarum infusnya terlepas dari tangannya.

” PERGI!!!” Jihoon menangis kencang, dia berusaha melepaskan diri dari pelukan Yoonbin.

” Ji jangan gini please..sayang hei..”

Sesaat kemudian, seseorang menarik tubuh Yoonbin untuk menjauh dari Jihoon.

” Apa-apaan ?!” Yoonbin jelas tidak terima diperlakukan seperti itu, dia meringsut maju untuk meninju wajah dokter dihadapannya itu.

” Lebih kamu pergi darisini, dan jangan ganggu pasein saya.” Tubuh Jihoon yang bergetar langsung dibopong oleh sang Dokter dan membawanya dengan cepat masuk kedalam gedung rumah sakit.

Yoonbin meremat rambutnya kasar, sungguh dia tidak pernah melihat Jihoon sekacau itu.

Dan Yoonbin merasakan penyesalan terbesar dalam hidupnya saat ini..

” Maafin aku Ji..”

Going crazy II

🦋

Jihoon menekuk kedua lututnya, dia terduduk diatas kursi meja makan. Jihoon sudah lelah menangis, airmatanya sudah kering. Keadaannya benar-benar kacau saat ini, wajah cantiknya begitu sayu, bibirnya memucat. Matanya masih terjaga dari semalam sampai siang menjemput.

Jihoon tertawa, lalu terdiam lagi lalu tertawa dan terdiam lagi. Dia mengabaikan ponselnya yang terus berdering sedari tadi. Mata sabitnya yang sayu menatap pecahan botol alkohol yang berserakan diatas lantai, itu adalah botol ketiga yang harusnya dia teguk.

Jihoon benar-benar tak tahu apa yang harus dilakukannya saat ini, setelah dia mengetahui satu fakta yang membuatnya kecewa, marah pada dua orang yang begitu berharga baginya. Jihoon mencintai Yoonbin, sangat mencintai Yoonbin. Cintanya begitu dalam untuk lelaki itu, sehingga Jihoon tak bisa sedikitpun membencinya. Jihoon sudah menggantungkan separuh hidupnya pada Yoonbin, Jihoon begitu mempercayai Yoonbin. Begitupula dengan Junkyu, Jihoon sangat mempercayainya sangat menyayanginya.

Namun keduanya menghancurkan kepercayaannya.

Jihoon memejamkan matanya, membiarkan airmata yang kembali menetes dari kedua mata sabitnya. Bayangan-bayangan indah tentang dia dan sang kekasih silih berganti memutar layarnya roll film didalam benaknya. Jihoon sudah merancang mimpi indahnya bersama Yoonbin, namun semuanya impiannya itu hancur begitu saja.

Jihoon menjerit, dia membanting gelas-gelas yang tersusun rapih dimeja pantry. Jihoon beranjak dari tempatnya dia berjalan gontai tak peduli dengan kakinya yang sudah terluka karena pecahan gelas yang berserakan diatas lantai. Dia mengobrak-abrik kotak tempat penyimpanan medisnya. Dirinya butuh sesuatu untuk membuatnya tenang, nafasnya begitu memburu keringat dingin mulai terlihat membasahi wajahnya.

Jihoon menegak beberapa butir pil obat tidur sekaligus, kemudian tubuhnya merosot jatuh ke lantai marmer yang dingin. Nafasnya semakin memburu, dia meremat dadanya yang terasa sesak.

” Sakit...” Jihoon bergumam kesakitan saat merasakan jantungnya berdegup kencang tak normal. Dia berusaha meraup udara untuk menetralkan detak jantungnya, namun rasa sakit itu tak kunjung pergi.

Nafasnya yang semula memburu perlahan menjadi tenang, seiring dengan kesadarannya yang mulai menghilang...

” Kak!!” Doyoung yang baru saja masuk bersama dua petugas gedung apartement tempat Jihoon tinggal langsung berlari menghampiri sang Kakak. Doyoung berteriak untuk meminta dua petugas itu untuk memanggil ambulans.

” Kak please...” Doyoung terisak, dia terus memeluk tubuh ringkih sang Kakak..

• • •

” Kenapa lo harus bilang sama Jihoon ?!” Yoonbin memekik keras, wajahnya terlihat mengeras karena emosi.

” Jihoon yang tau sendiri! Gue gak bilang apapun!” Junkyu yang duduk disamping Yoonbin ikut memekik keras.

Yoonbin meremat rambutnya dengan kasar. “ Bangsat!”

” Kenapa sih ? Bukannya lo emang mau mutusin Jihoon ? Lo udah janji sama gue kalo lo mau mutusin Jihoon Yoonbin!”

” Tapi bukan dengan cara kaya gini! “

” Kaya gini gimana ? Lo emang selingkuh Yoonbin!”

” Gue anterin lo pulang sekarang, gue harus ketemu sama Jihoon.” Yoonbin menyalakan mesin mobilnya.

” Gak. Lo gak boleh ketemu sama Jihoon!”

” Diem Junkyu!! Gue harus beresin semua masalah gue sama Jihoon.”

” Terserah, kalo lo masih pertahanin Jihoon jangan harap lo bisa ketemu lagi sama gue.”

Yoonbin tak menanggapi ucapan Junkyu, dia tengah emosi. Yoonbin adalah pribadi yang sedikit tempramen dia hanya tidak ingin sampai melukai Junkyu. Sementara itu hatinya begitu tak tenang, Yoonbin tak tau harus mengatakan apa pada Jihoon. Terlebih pada kedua orangtua Jihoon yang mungkin cepat atau lambat akan mengetahui semuanya..

” Bangsat!” Yoonbin kembali mengumpat dia kemudian menambah kecepatan laju mobilnya, mengabaikan Junkyu yang kini berteriak ketakutan disampingnya.

• • •

Jihoon membuka matanya secara perlahan, dia meringis pelan saat merasakan kepalanya berdenyut sakit. Mata sabitnya bergulir, menatap setiap sudut ruangan itu.. Ruangan yang sama sekali tidak asing baginya. Jihoon bergumam dalam hatinya, kenapa dia harus berada disana ? Yang Jihoon inginkan adalah bertemu dengan mendiang sang Ibu, bukan terbaring diatas ranjang rumah sakit.

” Udah sadar ?” Jihoon menoleh, dia tak menyadari kehadiran seseorang disana.

” Cairan infusnya udah mau abis.”

Seorang lelaki dengan pakaian khas seorang Dokter. Jihoon tediam, matanya memperhatikan bagaimana Dokter itu mengganti cairan infus miliknya. Lalu matanya beralih pada name tag yang terpasang rapih pada snelli sang Dokter.

Dr. Bomin Sp.PD

” Adik kamu lagi keluar dulu, saya suruh dia buat makan dulu. Kasian dia dari tadi nangisin kamu terus.” Ucap Bomin

” Beruntung Adik kamu gak terlambat bawa kamu ke sini. overdosis ? Buat apa kamu minum alkohol terus nelan obat tidur sebanyak itu ?”

Jihoon memalingkan wajahnya, dia sama sekali enggan membuka mulutnya. “ Oke, maaf kalo kesannya saya mau tahu. Tapi lain kali jangan diulangin, kamu masih muda. Masih banyak orang yang butuh kamu di dunia ini, termasuk Adik kamu.” Setelah mengucapkan hal itu, Bomin membereskan peralatan medis miliknya.

” Cepat sembuh Jihoon...saya belum sempat ngajar kamu dikampus.” Ucapnya lalu berjalan keluar dari ruang rawat Jihoon.

. . . .

” Ngapain lo kesini anjing!!” Doyoung tentu saja tidak akan berdiam diri saja setelah dia melihat batang hidung Yoonbin muncul dihadapannya. Remaja 17 tahun itu menerjang Yoonbin, membabi buta Yoonbin dengan pukulan-pukulan kerasnya.

” Mati lo anjing!”

” Doy udah anjing! Ini dirumah sakit!” Jeongwoo dan Junghwan menarik Doyoung untuk menjauh dari Yoonbin yang kini tengah meringis kesakitan diatas lantai rumah sakit.

” Pergi lo bangsat! Gue gak akan biarin lo ketemu Kakak gue lagi!” Doyoung berteriak kencang tak peduli dimana dia sekarang. Jeongwoo mengisyaratkan Junghwan untuk membawa Doyoung pergi dari sana.

Yoonbin berusaha bangkit, dia meraup udara sebanyak mungkin.

” Bang mending lo pergi dari sini “ ujar Jeongwoo

” Gue harus ketemu sama Jihoon.”

” Waktunya belum tepat bang, mending lo balik sebelum Doyoung balik lagi dan ngehajar lo.”

Yoonbin mendesah kasar, mungkin Jeongwoo benar jika sekarang bukan waktu yang tepat untuk dia menemui Jihoon. Yoonbin akhirnya mengangguk, dia berbalik badan untuk pergi namun kemudian dia tiba-tiba terdiam melihat Lia yang tengah berjalan cepat kearahnya.

” Ya..”

Lia melayangkan tamparan keras dipipi adik kembarnya itu..

” Dasar sinting lo Yoonbin!”

Going crazy II

🦋

Jihoon menekuk kedua lututnya, dia terduduk diatas kursi meja makan. Jihoon sudah lelah menangis, airmatanya sudah kering. Keadaannya benar-benar kacau saat ini, wajah cantiknya begitu sayu, bibirnya memucat. Matanya masih terjaga dari semalam sampai siang menjemput.

Jihoon tertawa, lalu terdiam lagi lalu tertawa dan terdiam lagi. Dia mengabaikan ponselnya yang terus berdering sedari tadi. Mata sabitnya yang sayu menatap pecahan botol alkohol yang berserakan diatas lantai, itu adalah botol ketiga yang harusnya dia teguk.

Jihoon benar-benar tak tahu apa yang harus dilakukannya saat ini, setelah dia mengetahui satu fakta yang membuatnya kecewa, marah pada dua orang yang begitu berharga baginya. Jihoon mencintai Yoonbin, sangat mencintai Yoonbin. Cintanya begitu dalam untuk lelaki itu, sehingga Jihoon tak bisa sedikitpun membencinya. Jihoon sudah menggantungkan separuh hidupnya pada Yoonbin, Jihoon begitu mempercayai Yoonbin. Begitupula dengan Junkyu, Jihoon sangat mempercayainya sangat menyayanginya.

Namun keduanya menghancurkan kepercayaannya.

Jihoon memejamkan matanya, membiarkan airmata yang kembali menetes dari kedua mata sabitnya. Bayangan-bayangan indah tentang dia dan sang kekasih silih berganti memutar layarnya roll film didalam benaknya. Jihoon sudah merancang mimpi indahnya bersama Yoonbin, namun semuanya impiannya itu hancur begitu saja.

Jihoon menjerit, dia membanting gelas-gelas yang tersusun rapih dimeja pantry. Jihoon beranjak dari tempatnya dia berjalan gontai tak peduli dengan kakinya yang sudah terluka karena pecahan gelas yang berserakan diatas lantai. Dia mengobrak-abrik kotak tempat penyimpanan medisnya. Dirinya butuh sesuatu untuk membuatnya tenang, nafasnya begitu memburu keringat dingin mulai terlihat membasahi wajahnya.

Jihoon menegak beberapa butir pil obat tidur sekaligus, kemudian tubuhnya merosot jatuh ke lantai marmer yang dingin. Nafasnya semakin memburu, dia meremat dadanya yang terasa sesak.

” Sakit...” Jihoon bergumam kesakitan saat merasakan jantungnya berdegup kencang tak normal. Dia berusaha meraup udara untuk menetralkan detak jantungnya, namun rasa sakit itu tak kunjung pergi.

Nafasnya yang semula memburu perlahan menjadi tenang, seiring dengan kesadarannya yang mulai menghilang...

• • •

” Kenapa lo harus bilang sama Jihoon ?!” Yoonbin memekik keras, wajahnya terlihat mengeras karena emosi.

” Jihoon yang tau sendiri! Gue gak bilang apapun!” Junkyu yang duduk disamping Yoonbin ikut memekik keras.

Yoonbin meremat rambutnya dengan kasar. “ Bangsat!”

” Kenapa sih ? Bukannya lo emang mau mutusin Jihoon ? Lo udah janji sama gue kalo lo mau mutusin Jihoon Yoonbin!”

” Tapi bukan dengan cara kaya gini! “

” Kaya gini gimana ? Lo emang selingkuh Yoonbin!”

” Gue anterin lo pulang sekarang, gue harus ketemu sama Jihoon.” Yoonbin menyalakan mesin mobilnya.

” Gak. Lo gak boleh ketemu sama Jihoon!”

” Diem Junkyu!! Gue harus beresin semua masalah gue sama Jihoon.”

” Terserah, kalo lo masih pertahanin Jihoon jangan harap lo bisa ketemu lagi sama gue.”

Yoonbin tak menanggapi ucapan Junkyu, dia tengah emosi. Yoonbin adalah pribadi yang sedikit tempramen dia hanya tidak ingin sampai melukai Junkyu. Sementara itu hatinya begitu tak tenang, Yoonbin tak tau harus mengatakan apa pada Jihoon. Terlebih pada kedua orangtua Jihoon yang mungkin cepat atau lambat akan mengetahui semuanya..

” Bangsat!” Yoonbin kembali mengumpat dia kemudian menambah kecepatan laju mobilnya, mengabaikan Junkyu yang kini berteriak ketakutan disampingnya.

• • •

Jihoon membuka matanya secara perlahan, dia meringis pelan saat merasakan kepalanya berdenyut sakit. Mata sabitnya bergulir, menatap setiap sudut ruangan itu.. Ruangan yang sama sekali tidak asing baginya. Jihoon bergumam dalam hatinya, kenapa dia harus berada disana ? Yang Jihoon inginkan adalah bertemu dengan mendiang sang Ibu, bukan terbaring diatas ranjang rumah sakit.

” Udah sadar ?” Jihoon menoleh, dia tak menyadari kehadiran seseorang disana.

” Cairan infusnya udah mau abis.”

Seorang lelaki dengan pakaian khas seorang Dokter. Jihoon tediam, matanya memperhatikan bagaimana Dokter itu mengganti cairan infus miliknya. Lalu matanya beralih pada name tag yang terpasang rapih pada snelli sang Dokter.

Dr. Bomin

” Adik kamu lagi keluar dulu, saya suruh dia buat makan dulu. Kasian dia dari tadi nangisin kamu terus.” Ucap Dokter itu.

” Beruntung Adik kamu gak terlambat bawa kamu ke sini. overdosis ? Buat apa kamu minum alkohol terus nelan obat tidur sebanyak itu ?”

Jihoon memalingkan wajahnya, dia sama sekali enggan membuka mulutnya. “ Oke, maaf kalo kesannya saya mau tahu. Tapi lain kali jangan diulangin, kamu masih muda. Masih banyak orang yang butuh kamu di dunia ini, termasuk Adik kamu.” Setelah mengucapkan hal itu, Dokter itu membereskan peralatan medis miliknya.

” Cepat sembuh Jihoon...saya belum sempat ngajar kamu dikampus.”

Going crazy

🦋

” Eh Jihoon..”

” Mau kemana Ji ?”

” Sekarang lo sering banget main ke FT.”

” Duh ada si manis lagi.”

Jihoon mengabaikan beberapa perkataan orang-orang disekitarnya, langkah kakinya terus berjalan menyusuri koridor gedung FT. Wajahnya manisnya nampak tertekuk kesal, tentu saja penyebabnya adalah pertengakarannya dengan Yoonbin. Jihoom benar-benar menemui Yoonbin saat kekasihnya itu tak merespon pesan darinya.

Jihoon marah, kesal, tetapi rasa takut adalah paling dia rasakan. Jihoon takut jika Yoonbin benar-benar ingin break dan Jihoon lebih takut jika Yoonbin akan meninggalkan dirinya.

Tidak, Jihoon tidak mau.

” Yoonbin.” Jihoon masuk begitu saja kedalam kelas Yoonbin, beruntung kelas sudah selesai sejak 20 menit yang lalu sehingga tidak banyak orang disana. Hanya teman-teman dekat Yoonbin yang masih tetap berada dikelas.

” Aku mau ngomong sama kamu.” Ucap Jihoon

” Yaudah ngomong aja.”

” Gak disini, kita ngomong di rooftop.”

” Aku..”

” Sekarang.” Jihoon memotong perkataan Yoonbin, lelaki manis melangkah lebih dulu menuju rooftop gedung Teknik.

Yoonbin mendecak, namun dia tetap beranjak dari duduknya dan pergi menyusul Jihoon.

” Aku gak mau break..” Jihoon langsung mengatakannya, mengatakan jika dia tidak ingin break.

” Bukannya lo cape ? Cape karena harus berantem terus sama gue ?”

Jihoon menggelengkan kepalanya “ Maafin aku, aku emang kekanakan.” Ucap Jihoon, mata sabitnya mulai terlihat berkaca-kaca.

” Seharusnya lo dengerin apa kata orang kalo gue ini emang gak pantes buat lo Ji.”

Jihoon kembali menggelengkan kepalanya, dia mendekat lalu menghambur memeluk tubuh tegap Yoonbin. “ Jangan tinggalin aku bin, aku gak mau. Aku gak mau putus dari kamu, aku gak mau.” Isak Jihoon.

Yoonbin mendesah, pertahannya runtuh setelah mendengar isakan menyakitkan dari bibir Jihoon. “ Jangan tinggalin aku, aku gak mau..”

” Lepasin dulu..”

” Gak! Aku gak mau lepasin kamu! Aku cinta sama kamu Yoonbin!!” Pekik Jihoon

” Jangan nangis lagi..”

” Kamu harus janji dulu, kalo kamu gak bakal putusin aku.”

” Iya iya, aku gak bakal putusin kamu. Tapi kamu harus janji, apapun masalah diantara kita kamu jangan bilang apa-apa sama Lia.”

Jihoon menganggukan kepalanya “ Aku janji..”

” Kamu janji bakal lebih nurut sama aku kan ?”

” Aku janji..”

Yoonbin tersenyum puas, dia menangkup wajah Jihoon dan menghapus jejak air mata diwajah cantik itu.

” Kamu punya aku kan yang ?”

” Jihoon cuman punya Yoonbin.”

” Good boy, jangan ramah-ramah sama cowok lain kalo kamu gak mau liat aku marah lagi..kamu ngertikan sayang ?”

Jihoon menganggukan kepalanya patuh. “ Cantiknya pacar aku, can i kiss you babe ?” Jihoon mengangguk, dia mengalungkan tangannya dileher jenjang Yoonbin dan menyambut ciuman kekasihnya itu.

” I love you babe..” Yoonbin berbisik setelah melepaskan ciumannya, dia mengecupi wajah cantik Jihoon.

” I'm crazy because of you..”

Jihoon meremat rambut Yoonbin saat ciuman kekasihnya itu turun menyusuri leher jenjangnya. “ Bin..”

” I need you..”

” Tapi ini masih dikampus..”

” Kenapa ? Disini sepi yang..”

” Jangan gila kamu, meskipun sepi tetep aja orang lain bisa aja naik kesini.”

Yoonbin tersenyum, dia mengecup bibir Jihoon sekilas. “ Nanti aja di apart, aku harus balik ke FK aku masih ada kelas.”

” Okay, mau aku anterin yang ?”

” Gak usah yang, aku balik dulu ya..see you and i love you.” Jihoon tersenyum dia mengecup pipi Yoonbin sebelum beranjak pergi dari rooftop meninggalkan Yoonbin sendirian dengan pikirannya yang berkecamuk..

• • “ Junkyu pergi kemana Mih ?” Tanya Jihoon. Sesuai yang dia katakan pada Jisoo, Jihoon datang mendatangi rumah Junkyu meskipun Jihoon harus menundanya selama beberapa hari karena tugas yang menumpuk. Jihoon ingin meminta maaf pada Junkyu dan memperbaiki hubungannya yang merenggang dengan sahabat dekatnya itu. Selama dikampus, Junkyu terus menghindarinya membuat Jihoon semakin merasa bersalah.

” Mamih juga gak tau, padahal Mamih udah bilang kalo kamu mau datang. Mana HPnya ketinggalan lagi, Junkyu emang ceroboh. Kali ada apa-apa dijalan gimana..” Jisoo mendesah kasar.

” Junkyu bisa jaga diri ko Mih.”

” Mih, aku ada kabar baik..” Jihoon nampak tersenyum senang.

” Ada apa sayang ?”

” Yoonbin udah ngelamar aku.”

Jisoo nampak terkejut namun kemudian dia tersenyum senang. “ Serius ? Astaga selamat ya sayang, terus kapan kalian mau tunangan ?”

Bibir Jihoon mengerucut “ Belum tau Mih, tapi doain semoga secepatnya yah.”

” Pasti sayang, Mamih selalu doain kamu.” Jihoon menghambur memeluk Jisoo, perempuan yang memang sudah dia anggap sebagai Ibu kandung dia sendiri.

” Mamih mau siapin makanan dulu ya.”

” Aku bantuin Mih.” Jihoon hendak beranjak dari duduknya namun Jisoo dengan cepat menahannya.

” Gak usah sayang, kamu tunggu disini aja. Mamih nitip ponsel Junkyu dulu, takutnya dia nelpon.” Jisoo kemudian beranjak menuju dapur rumahnya untuk menyiapkan makanan.

Jihoon menghela nafas, dia menunduk. Jihoon berpikir jika Junkyu memang sengaja pergi untuk menghindarinya, apa kesalahnya sangat fatal ? Sampai Junkyu tidak mau bertemu dengannya..

*ting Ponsel milik Junkyu menyala menampilkan satu popup chat yang masuk, Jihoon meraih ponsel itu. Bibirnya tersenyum saat melihat loockscreen ponsel milik Junkyu, loockscreen yang menampilkan foto dirinya bersama sang sahabat. Ternyata Junkyu masih menganggap dirinya sebagai seorang sahabat. Jihoon memasukan password yang sudah dia hapal diluar kepalanya, bibirnya yang semula tersenyum kemudian meredup kala melihat foto yang yang menghias homescreen ponsel milik Junkyu.

Dengan jantung yang berdetak dan tangan yang bergetar, Jihoon membuka galeri ponsel milik Junkyu dan apa yang dia lihat membuat dunianya terasa runtuh seketika.

Selama ini, dirinya berusaha untuk mempercayai Junkyu. Selama ini dia berusaha menepis pikiran tentang hubungan Junkyu dan Yoonbin yang tiba-tiba saja membuat mereka dekat..

Namun apa yang baru saja dia lihat, membuat Jihoon kehilangan seluruh kepercayaannya pada dua orang yang sangat berharga baginya.

” Ji..ayo makan sayang..” Jihoon mendongkak untuk menatap Jisoo.

” Ada apa sayang ?”

Jihoon menggeleng, dia meremat ponsel milik Junkyu..

” Mih..” dengan suara yang bergetar Jihoon memanggil Jisoo

” Kenapa Ji ?”

” Aku pikir, Junkyu emang sahabat terbaik aku. Tapi ternyata aku salah...”

My Fault II

🦋

Jihoon merasa risih saat beberapa pasang mata terus memperhatika dirinya, berulang kali pula Jihoon mendengarkan siulan menggoda dari beberapa mahasiswa teknik yang berlalu lalang disekitarnya. Untuk apa Jihoon berada disana ? Tentu saja untuk menemui Yoonbin. Jihoon tidak bisa seperti ini terus, dia tidak tahan jauh dari sang kekasih. Maka Jihoon membuang egonya dan memberanikan diri datang mencari sang kekasih ke gedung teknik.

” Ets ada primadona kampus guys, lagi ngapain ji disini ?”

” Wangi banget lo Ji..”

” Cantik banget sih Ji..”

” Sumpah lo keliatan dua kali lipat lebih manis kalo diliat dari jarak sedeket ini.”

” Ji lo udah putus belum dari Yoonbin ?”

Jihoon hanya tersenyum tipis menanggapi perkataan orang-orang, matanya menatap ke sekelilingnya lalu akhirnya dia bernafas lega kala melihat sosok Jeno yang baru saja keluar dari dalam kelas.

” Jeno!”

Jeno menoleh, dan orang-orang yang sedari tadi mengerumuni Jihoon kayaknya segerembolan semut yang mengerumuni makanan langsung membubarkan diri dari sana. “ Lo ngapain ji disini ? Lo gak diganggu sama mereka kan ?”

Jihoon menggeleng “ Yoonbin mana ?”

” Dia mabal, paling di basecamp.”

” Anterin gue kesana.”

Jeno mengangguk, dia membawa Jihoon untuk menemui Yoonbin yang mungkin sekarang tengah berada di basecamp. Basecamp tempat mereka berkumpul letaknya berada dibelakang Universitas.

” Masuk aja ji, Yoonbin didalem kayaknya.” Jihoon mengangguk lalu dengan ragu masuk kedalam basecamp Yoonbin bersama anak gengnya, sementara Jeno pergi entah kemana.

” Bin..”

Yoonbin yang semula fokus pada layar ponselnya menoleh, dia mematikan rokok yang sedari tadi dia hisap.

” Ngapain kamh kesini ?”

Jihoon menunduk, dia memainkan jari jemarinya. “ Mau ketemu kamu..” gumamnya

Yoonbin mendesah kasar “ Sini..”

Jihoon mendekat, lalu berdiri didepan Yoonbin. “ Sini yang..” Yoonbin menepuk pahanya mengisyaratkan Jihoon untuk duduk diatas pangkuannya. Jihoon kembali mendekat, kemudian dia mendudukan diri dipangkuan sang kekasih.

” Kamu masih marah ?” Cicit Jihoon

” Masih.”

” Bin maafin aku, jangan marah lagi. Aku gak bisa jauh dari kamu..” lirih Jihoon, matanya mulai berkaca-kaca

” Jangan nangis..”

” Tapi kamunya marah..”

” Aku gak marah, aku cuman kesal.” Yoonbin membenahi letak duduk Jihoon, dia ingin menatap secara intens wajah cantik Jihoon.

” Sama aja, hiks..”

” Tuhkan nangis..” Yoonbin tersenyum, dia mengusap airmata dipipi putih Jihoon.

” Jangan marah lagi, jangan jauh dari aku..maafin aku.” Jihoon meringsut masuk kedalam pelukan Yoonbin.

” Hmmm aku gak marah lagi.”

” Bohong! Pasti kamu masih marah.”

” Enggak sayang, aku gak akan marah lagi dan kamu harus janji gak bakal ngulangin kesalahan kaya kemarin lagi.”

Jihoon menganggukan kepalanya “ Aku janji, aku gak bakal deket-deket Yoshi lagi.”

” Kamu milik siapa yang ?”

” Milik Yoonbin.”

” Kamu cuman cinta sama siapa ?”

” Sama Yoonbin.”

Yoonbin tersenyum, dia mengecup bibir Jihoon. “ Good boy, kamu itu cuman punya aku yang.”

” Iya Jihoon cuman punya Yoonbin.”

” Sekarang pulang yah, kamu juga pasti cape.”

” Mau gendong..”

” Masa digendong sih ?”

Jihoon mencebik, Yoonbin menghela nafasnya. Mana bisa dia menolak saat Jihoon sudah menunjukan ekpresi merajuk. Maka Yoonbin menggendong tubuh kecil itu seperti bayi koala, pergi meninggalkan basecamp dan berjalan menyusuri koridor gedung teknik. Keadaan disana masih sangat ramai, sehingga pemandangan itu tak luput menjadi tontonan para mahasiswa teknik.

” Nempel banget bos.”

” Mantap banget bosku.”

” Jihoonnya buat gue dong Bin.”

Jihoon menyembunyikan wajahnya yang memerah malu dibalik ceruk leher Yoonbin, sementara Yoonbin tetap santai dengan wajah datar khas dirinya.

” Malu..” cicit Jihoon..

My fault I

🦋

Yoonbin memukul setir mobilnya dengan kencang, dia tidak peduli jika buku-bukunya memarah dan lebam. Wajahnya mengeras, kentara sekali jika lelaki itu tengah emosi saat ini. Penyebabnya adalah dia kalah dari Haruto, tentu saja Yoonbin tidak bisa menerimanya. Semua orang tahu jika dia adalah pembalap yang hebat. Yoonbin selalu menang dari siapapun, tapi kali ini dia kalah oleh bocah seperti Haruto.

Yoonbin menatap tajam Haruto yang tengah tersenyum penuh kesombongan kearahnya, dia mengumpat kemudian menjalankan mobilnya dengan kencang meninggalkan arena sirkuit. Dia bukan seorang pecundang yang kalah kemudian kabur begitu saja, hanya saja saat ini dia harus segera menemui Jihoon untuk meluruskan masalahnya dengan lelaki manis itu.

. . . Jihoon mengusap airmatanya kemudian menatap Yoonbin yang batu saja masuk kedalam apartementnya, lelaki manis itu beranjak dari sofa lalu berjalan menghampiri kekasihnya.

” Bin..” Yoonbin menepis tangan Jihoon yang hendak menyentuhnya. Jihoon yang mendapatkan penolakan tentu saja begitu terkejut, Yoonbin benar-benar sangat marah padanya.

” Bin maafin aku, aku gak maksud buat bohongin kamu waktu itu aku..”

” Lo masih suka sama Yoshi ? Lo masih cintakan sama dia ?”

Jihoon menggelengkan kepalanya kuat-kuat. “ Udah berapa kali lo bohongin gue ji hmm ? Lo mau main-main dibelakang gue ?”

” Bin aku emang deket lagi sama Yoshi tapi aku gak ada niat sedikitpun buat ngekhianatin kamu.”

Airmata Jihoon kembali jatuh dari kedua mata sabitnya, bibirnya entah kenapa terasa kelu kata-kata panjang lebar yang sedari tadi dia ingin ucapkan pada Yoonbin tiba-tiba hilang dari pikirannya.

” Ji gue berusaha mati-matian buat percaya sama lo, tapi lo sendiri yang bikin gue kecewa sama tingkah lo itu.”

” Bin maaf..”

” Gue lagi emosi sekarang, gue gak mau nyakitin lo. Jangan ngehubungin gue dulu..”

Yoonbin hendak beranjak pergi kembali namun Jihoon menahan pergelangan tangannya. “ Bin kamu mau kemana ? Jangan pergi.”

” Gue mau nenangin pikiran dulu, dan renungin kesalahan lo itu.” Yoonbin melepaskan cekalan tangan Jihoon lalu pergi meninggalkan Jihoon sendirian disana.

. . . . Doyoung mendesah kasar, matanya tak lepas memperhatikan punggung sempit sang Kakak. Sedari tadi Jihoon tak mau beranjak dari tempat tidurnya, bahkan lelaki manis itu tak mau mengisi perutnya.

” Kak jangan gini!! Jangan nyiksa diri sendiri!” Doyoung yang sedari tadi menahan diri untuk tidak meluapkan emosinya akhirnya membuka suaranya. Nafasnya menderu, dia marah dan kesal saat ini. Marah karena Jihoon menyiksa dirinya sendiri hanya karena lelaki yang bahkan enggan Doyoung sebutkan namanya.

” Dari awal gue udah gak suka sama si bangsat itu Kak, dan sekarang liat ? Lo jadi bodoh gara-gara dia.”

” Tau apa lo tentang hubungan gue sama Yoonbin.”

” Lo itu kakak gue satu-satunya, gue sayang sama lo Kak. Gue gak mau lo jadi gila hanya karena cowok itu. Masih banyak orang yang lebih baik dari dia kak..” ujar Doyoung. Jihoon menggigit bibirnya menahan agar isakannya. Tentu saja dia tahu masih banyak yang lebih baik diluar sana, namun Jihoon terlalu mencintai Yoonbin. Jihoon tidak mau Yoonbin meninggalkannya..

” Gue sayang sama Yoonbin..”

” Hubungan kalian itu terlalu toxic, sadar kak lo cuman dijadiin boneka aja sama dia Kak..”

Doyoung menghela nafasnya, dia membalikan tubuh Jihoon meskipun sang kakak memberontak karena tak mau melihatnya. Tangisan Jihoon pecah saat Doyoung mendekapnya, dia meremas kemeja yang dipakai sang adik.

” Gak usah nangis, dia gak pantas buat lo tangisin.”

” Gue gak mau Yoonbin ninggalin gue..”

” Lo emang keras kepala Kak, sama kaya Papah. Tapi gue bisa apa ? Meskipun gue gak suka sama dia tapi gue gak mau merusak kebahagiaan kakak gue sendiri.”

” Ingat kak, kalo sampai dia nyakitin lo lebih dalam lagi gue gak segan-segan buat bunuh dia dengan tangan gue sendiri.” Doyoung melanjutkan perkataannya.

Jika bukan karena Jihoon, Doyoung enggan memberikan Yoonbin kesempatan untuk memperbaiki hubungannya dengan Jihoon. Doyoung tidak akan bermain-main dengan perkataannya, jika Yoonbin kembali menyakiti hati sang kakak lebih dalam dia tak akan segan-segan membunuh Yoonbin dengan tangannya sendiri.

You are so perfect

🦋

⚠️🔞

” Yang lagi ngapain ? Sibuk banget akunya sampe dianggurin gini.” Ujar Yoonbin saat melihat Jihoon terlihat sibuk mengobrak-abrik isi lemari pakaiannya.

” Lagi nyari baju yang, besok malem aku mau nemenin Mama Nana dinner sama rekan kerjanya.” Sahut Jihoon

” Kan besok malem yang, sini ah katanya kangen.”

Jihoon mendengus, dia menutup lemari pakainnya lalu melangkah gontai menghampiri Yoonbin yang tengah berbaring diatas tempat tidur.

” Aduh!” Yoonbin mengaduh saat Jihoon menjatuhkan diri diatas badannya.

” Kamu emang makin berat yang hehehe..” Yoonbin menarik kedua pipi berisi milik Jihoon.

” Tuhkan! Ih pokoknya aku mau diet!” Jihoon mengubah posisinya, dia kini mendudukan diri diatas paha Yoonbin.

” Kenapa harus diet ?”

” Aku takut gendut yang..”

” Kenapa takut gendut ? Kamu gak sayang sama diri kamu sendiri ? Kamu inget terakhir diet kamu sampe diopname di RS hmmm ?”

Jihoon menundukan kepalanya, dia memainkan jemari miliknya.

” Yang kamu udah sempurna kaya gini, aku gak peduli kamu mau gendut kamu mau kurus. Semuanya gak masalah buat aku..”

” Aku takut aja, kalo kamu nanti cari yang lain kalo aku jadi jelek.” Jihoon menatap Yoonbin

” Mulai deh pikirannya melayang kemana-mana, jangan mikirin yang aneh-aneh.” Yoonbin menarik Jihoon untuk dia peluk.

” Bin kamu sayangkan sama aku ?”

” Kenapa kamu nanya kaya gitu ? Kalo aku gak sayang sama kamu, buat apa aku ngelamar kamu kemarin ?”

Jihoon mendesah kecil “ Bin, kalo misalkan aku buat satu kesalahan yang fatal..maksudku yang bener-bener bikin kamu kecewa, kamu gak akan ninggalin aku kan Bin ?”

Yoonbin menaikan satu alisnya “ Kamu lagi banyak pikiran ya ? Ngomongnya jadi ngelantur gini..”

Jihoon menggeleng “ Aku cuman gak mau kehilangan kamu Bin, aku gak mau kamu pergi..”

” Aku pergi kemana sih yang ?”

” Takut aja, aku sayang banget sama kamu.”

Yoonbin tersenyum, dia menarik kepala Jihoon untuk bersandar didadanya. “ Coba dengerin, detak jantung aku tiap kali aku sama kamu. Aku gak akan ninggalin kamu yang, apalagi berpaling dari kamu..kamu cukup percaya sama aku.”

Jihoon tersenyum, dia mengeratkan pelukannya. Dia memang beruntung memiliki Yoonbin didalam hidupnya. Yoonbin selalu tau cara membuatnya nyaman dan membuat Jihoon semakin mencintainya. Jihoon benar-benar tidak mau kehilangan Yoonbin.

• • • ⚠️ warning banget ⚠️

Yoonbin menggigit bibirnya, menahan geramannya. Dia meremas surai lembut milik sang kekasih untuk melampiaskan semuanya. Sesi bercinta mereka tentu aja akan dimulai dengan foreplay, karena hal itu bisa menambah gairah keduanya. Seperti saat ini, Jihoon yang memulainya dengan memberikan service terbaiknya untuk Yoonbin. Si manis itu pandai melakukannya, dan itu membuat Yoonbin gila.

” Yang..”

Jihoon tersenyum tipis mata sabitnya menatap Yoonbin, namun kedua tangan dan mulutnya tidak berhenti melakukan pekerjaannya. Sialan! Yoonbin benar-benar dibuat gila oleh kekasihnya sendiri.

” I'm close babe..”

” Uhuk..” Wajah Jihoon memerah, temggorokannya tersedak. Dia memukul kaki Yoonbin.

” Maaf yang..” Yoonbin tertawa kecil, Jihoon mendengus sebal dia mengusap mulutnya.

” Sini yang..”

Yoonbin yang memang sudah tidak menahan dirinya sedari tadi langsung menarik tubuh Jihoon, dia kembali mengambil alih dominasi. Cukup tadi dia dibuat tidak berdaya oleh si manis, kali ini dia yang akan membuat Jihoon tak berdaya dibawah kukungannya.

” Pinter banget kamu yang, sekarang kamu gak bisa apa-apa lagi kalo aku udah ambil alih semuanya.” Yoonbin tersenyum miring, dia membawa Jihoon kedalam ciumannya. Jihoon melenguh, dia meremas surai hitam milik Yoonbin. Meskipun keduanya adalah seorang good kisser tetapi Jihoon tetap saja sangat kewalahan dalam mengimbangi Yoonbin.

” You are so perfect baby..” Yoonbin berbisik, dia mengecupi dan memberikan begitu banyak bitemark dileher jenjang Jihoon.

” Yang jangan banyak-banyak!” Jihoon memekik, dia menahan kepala Yoonbin yang hendak kembali memberikan bitemark dilehernya.

” Aku males nutupinnya, besok kan aku mau pergi sama Mamah Nana.”

” Sorry baby..”

” Kita kelamaan foreplay, keburu males akunya yang..”

” Maaf yang, abisnya sayang banget kalo aku gak icip tubuh sexy kamu dulu.”

Jihoon mendengus sebal, dia melebarkan pahanya dan siap menyambut Yoonbin datang untuknya.

” Aku kangen sama kamu yang..” ujar Yoonbin setelah mencuri satu kecupan kecil dibibir Jihoon.

” Bin..” Jihoon meremat bahu Yoonbin, dia melenguh keras saat Yoonbin mulai memasuki dirinya. Sementara Yoonbin menggeram, urat lehernya terlihat menegang. Yoonbin merunduk untuk mengecup kening Jihoon sebelum dia mulai menggerakan badannya.

” Slower Bin uhhhh..” suara alunan indah mulai keluar dari belahan bibir Jihoon yang memerah. Jihoon adalah tipe orang yang sangat berisik jika mereka bercinta, namun Yoonbin sangat menyukainya karena hal itu semakin memancing gairahnya. Belum lagi Jihoon akan berubah menjadi seorang yang binal namun polos ketika diatas ranjang, dan Yoonbin selalu pas karenanya.

” Ughh..”

Yoonbin tersenyum tipis, dia menatap Jihoon yang sudah tak berdaya dibawahnya.

Jihoon sangat cantik, Jihoonnya sangat cantik..

” You like it Baby hmmm ?” Yoonbim berbisik tepat didepan bibir Jihoon. Jihoon membuka matanya, mata sabitnya bertatapan lansung dengan obsidan hitam milik Yoonbin.

” You like it hmmm ?”

” Yess...i like it..” Jihoon tersenyum, dia menarik tengkuk Yoonbin. Keduanya kembali terlibat dengan sesi ciuman panas.

. . .

” Bin ughh pelan..” Tangan Jihoon berpegangan erat pada kepala ranjang miliknya, sementara dibelakang sana Yoonbin tak mengidahkan perkataannya. Jihoon benar-benar dibuat tidak berdaya oleh Yoonbin, entah sudah berapa jam waktu yang mereka lalui namun keduanya masih belum puas.

Yoonbin merangkul pinggang kecil Jihoon, dia mengecupi tengkuk Jihoon. “ Look at you baby, you are so perfect..” Yoonbin berbisik, Jihoon membuka matanya dia menatap dirinya yang terpantul pada cermin didepannya. Cermin besar yang terpasang tepat diatas kepala ranjang tidur miliknya. Wajah Jihoon memerah, melihat dirinya yang sudah kacau karena Yoonbin.

” You are so perfect, You are so sexy..” Yoonbin kembali berbisik dia menggigit cuping telinga si manis dan membuat wajah si manis semakin memerah.

” Nghh Bin hiks faster..”

Yoonbin menyeringai, dia mempercepat tempo gerakannya. Tangannya menahan bobot tubuh kecil Jihoon, yang mungkin saja bisa ambruk karenanya. “ As You wish Baby..”

Jihoon ingin menyelesaikan semuanya, tubuhnya sudah terlalu lelah tapi sialnya Yoonbin hanya baru melakukan pelepasan satu kali sementara dirinya sudah berulang kali. Yoonbin adalah seorang dominan yang kuat diatas ranjang, dan itu selalu membuat Jihoon kewalahan untuk mengimbanginya.

Yoonbin memalingkan wajah Jihoon agar menatap dirinya, dia meraup plum Jihoon yang nampak membengkak karena sesi ciuman yang berulang kali mereka lakukan. Jihoon melenguh tertahan saat Yoonbin memenuhi dirinya, begitu pula dengan dirinya yang sudah sampai pada pelepasannya lagi.

” Nghh..” Jihoon kembali melenguh saat Yoonbin memutuskan kontak tubuh mereka, tubuhnya terkulai lemas dibahu sang kekasih.

Yoonbin membaringkan tubuh lemas Jihoon diatas tempat tidur, dia menyelimuti tubuh polos itu lalu memberikan kecupan hangat didahi simanis.

” Thank You baby, and goodnight..i love you sweetheart.” Bisiknya, sebelum dirinya ikut memejamkan matanya...

Obsesi

🦋

” Lagi nyari apa Kak ?” Tanya Cecil, dahinya mengerut bingung ketika melihat sang Kakak terlihat begitu sibuk membuka setiap laci dirumah mereka.

” Kamu liat kunci mobil Kakak ?”

” Enggak, gak biasanya loh kakak nyimpen kunci dimana aja sampe nyari-nyari kaya gini.” Ujar Cecil kini ikut membantu sang kakak untuk mencari kunci mobil.

” Lagi cari apa Den ?” Salah satu pekerja dirumah Yoshi bertanya

” Mbak lihat kunci mobil saya ?”

Si pekerja nampak bingung seraya menggaruk tengkuknya. “ Anu itu Den, kuncinya diambil sama Tuan Danny.”

Yoshi mendecak sebal, tanpa basa basi dia melangkah pergi untuk menemui Danny dikamarnya. Yoshi membuka kencang pintu kamar itu sampai membuat siempu pemilik kamar terkejut dan hampir menjatuhkan Ipad ditangannya.

” Apa sih ?!” Danny bertanya dengan nada kesal.

” Balikin kunci mobil gue.” Ucap Yoshi, dia menatap Danny dengan tajam. Danny mendengus, lelaki manis itu tak mengidahkan ucapan Yoshi dan kembali sibuk bersama Ipad miliknya.

” Danny lo masih punya telingakan ? Balikin kunci mobil gue.” Yoshi masih menahan diri untuk dia berteriak pada Danny. Emosi Yoshi belum reda sepenuhnya setelah Danny benar-benar membakar semua foto Jihoon bahkan barang-barang yang berhubungan dengan Jihoon. Dan kali ini lelaki yang hendak dijodohkan sang Ibu dengannya kembali membuat ulah dan membuat ubun-ubunnya panas.

” Kamu mau kemana ?” Danny menyimpan Ipad miliknya, dia melipat tangannya dan menatap Yoshi.

” Bukan urusan lo. Mana kunci mobil gue ?”

” Kamu mau pergi nemuin mantan pacar kamu itukan ?”

” Jangan sok tau.”

” Kenapa kamu masih ngejar-ngejar dia ? Bahkan kamu masih nyimpen banyak foto dia. Kamu masih suka sama dia ?” Tanya Danny

” Danny gue lagi gak mau ribut sama lo, sekarang balikin kunci mobil gue.”

Danny mendecak “ Apa yang udah cowok itu kasih ke kamu ? Sampe kamu gak bisa lupain dia ? Dia kasih tubuhnya buat kamu iya ?”

” Jaga ya ucapan lo!” Yoshi mengepalkan tangannya.

” Aku bisa kasih apa yang kamu mau Jay! Aku bisa kasih apa yang cowok itu kasih ke kamu! Tapi kenapa kamu masih gak mau nerima aku ? Aku kurang apa ?” Danny bertanya dengan mata yang berkaca-kaca

” Gak usah banyak drama!”

” Kalo kamu kaya gini terus, aku gak akan segan-segan buat nyakitin cowok itu!! Dia hama!!! Dia penghalang diantara kita!! Dia cowok jalang!!”

” Danny!!” Yoshi berteriak, suaranya menggema sampai keluar kamar dan sukses membuat Cecil berlari menuju kamar Danny untuk melihat apa yang sudah terjadi.

” Denger! Gue masih mau berbaik hati nampung lo disini. Jadi lo jangan ngelunjak! Lo udah keterlaluan, lo seenaknya disini.”

” Gue udah gak peduli dengan semua anceman lo! Gue bakal atur penerbangan lo ke Jepang. Malam ini juga lo balik kesana! Gue gak mau lihat lo lagi disini! “

Yoshi beranjak pergi dengan wajah yang penuh dengan emosi bahkan dia tak menyadari keberadaan Cecil disana. “ Jay!!” Danny berteriak dia membanting Ipad miliknya, Cecil yang masih ada disanapun hanya bisa diam melihat pertengkaran sang Kakak dengan Danny.

” Kalo lo masih mau ada disini, jaga etika lo.” Ucap Cecil kemudian ikut pergi dari sana meninggalkan Danny yang semakin meraung meneriaki nama Yoshi.

• • •

” Yos udah anjir! Lo udah abis tiga botol lo mau mati hah ?” Jeno merebut botol alkohol keempat yang hendak diteguk oleh Yoshi. Sementara itu Yoshi yang sudah sepenuhnya mabuk menelungkupkan kepalanya keatas meja bar.

” Lo kenapa sih anjing! Gue gak pernah liat lo sekacau ini.”

Yoshi tertawa kecil, lelaki itu menyalakan ponsel miliknya. “ Gue sayang sama dia..” Yoshi menatap potret Jihoon yang menghiasi homescreen miliknya.

” Cinta emang udah buat lo gila bro. Harus berapa kali gue sadarin lo hah ? Kalo Jihoon tuh gak bakal bisa jadi milik lo lagi. Kalopun kalian balik semuanya gak akan pernah bisa sama kaya dulu.” Ujar Jeno

” Jihoon punya gue tapi kenapa dia harus sama si Yoonbin! Kenapa ?” Yoshi kemudian tertawa, Jeno menggelengkan kepalanya.

” Udah anjing!! Yoshi yang gue kenal gak lembek kaya gini!! Udah ikhlasin aja si Jihoon sama si Yoonbin. Diluaran sana masih banyak orang yang cocok sama lo, masih ada yang lebih baik dari Jihoon.”

Yoshi menggelengkan kepalanya, bagi dia hanya Jihoon yang terbaik untuknya. “ Lo tau ? Kemarin gue having sex lagi sama Jihoon hahaha..”

” Sinting ? Gila lo ?”

” Jihoon cantik banget sialan!! Ini gak adil! Kenapa harus si Yoonbin yang dapetin Jihoon! Kenapa bukan gue ? “ Jeno makin miris melihat temannya itu, namun dia tidak bisa berbuat apa-apa. Dia sudah berulang kali menyadarkan Yoshi untuk membuang jauh perasaannya untuk Jihoon. Namun Yoshi tetap keras kepala dan teguh dalam pendiriannya jika dia bisa mendapatkan Jihoon kembali.

” Jihoon...gue sayang banget sama lo..kenapa lo gak mau balik lagi sama gue ?”

” Lo benci sama gue ji hmm ? Karena dulu gue ninggalin lo ?”

” Ji..ayo balik sama gue! Lo mau kan ? Lo harus mau Jihoon!! Kalo lo gak mau gue bakal bunuh si Yoonbin!!!”

Jeno membulatkan matanya saat dia saat jika baru saja Yoshi menghubungi Jihoon. Bahkan panggilan itu masih tersambung saat Yoshi sudah tak sadarkan diri diatas meja. Jeno merebut ponsel milik Yoshi dari tangan pemiliknya.

” Ji lo masih disana ?” Jeno bertanya dengan sedikit berteriak karena suaranya teredam oleh dentuman keras musik didalam club.

' Iya...'

” Ini gue Jeno..Ji sorry Yoshi lagi mabuk, jangan didengerin apa yang dia bilang.”

' Yoshi gak papa ?'

” Lo jangan khawatir, gue bakal urusin dia. Sekali lagi maaf ji kalo ganggu lo, gue tutup telponnya.”

' Oke...'

Jeno menutup cepat panggilan itu, kemudian dia mendecak sebal kearah Yoshi yang sudah tertidur pulas atau mungkin sudah pingsan karena mabuk.

” Sinting!”

•••

” Kak..” Jihoon menatap Doyoung yang berdiri diambang pintu

” Apa ?”

” Dipanggil, katanya makan malam dulu.”

Jihoon menggelengkan kepalanya “ Gue males makan..”

” Lo baru sarapan doang Kak hari ini, makan siang juga lo skip. Lo mau sakit ?” Doyoung menghampiri sang Kakak kemudian duduk disampingnya.

” Gue lagi diet..”

” Diet apaan ? Badan lo udah kurus gini.”

” Gue gak mau gendut, kalo gue gendut Yoonbin pasti gak mau lagi sama gue.”

Doyoung mendecak “ Kalo dia cinta apa adanya, dia pasti nerima fisik lo mau gimana pun. Jangan suka nyiksa diri sendiri.”

Jihoon menghela nafasnya “ Doy..” dia memanggil sang Adik

” Apa ?”

” Menurut lo kekurangan gue apa ?”

Doyoung mengerutkan keningnya “ Menurut lo, apa yang kurang dari diri gue ?”

” Gak ada Kak, lo itu udah sempurna. Lo gak kekurangan apapun.”

Jihoon tersenyum tipis “ Lo lagi mikirin apa sih ? Kenapa jadi lemes gini ?”

Jihoon menggeleng, dia memeluk erat sang Adik. “ Kak lo ada masalah ? Ayo cerita, gak biasanya lo diem kaya gini.” Melihat sang Kakak yang berubah menjadi diam tentu saja membuat Doyoung khawatir bukan main.

” Pengen peluk aja, emang gak boleh ?”

Doyoung mendecak, membujuk Jihoon untuk menceritakan masalahnya memang tidak gampang. Kakak manisnya itu selalu dan selalu memendam setiap masalahnya, dan Doyoung tidak menyukai itu.

” Ayo makan dulu, Mamah Nana udah buatin ayam bakar kesukaan lo.”

” Gendong...” Jihoon merengek

” Astaga..harusnya gue yang lo gendong kenapa malah lo yang gue gendong ?” Doyoung mendengus sebal, tetapi dia tetap menggendong sang Kakak.

” Heheheh Doy baik deh..” Jihoon mengeratkan tangannya dileher sang adik.

” Jangan erat-erat gue gak bisa nafas!”

Jihoon kembali tertawa, dia mengecup pipi Doyoung. “ Doy ganteng deh..”

” Ya gue tau, gue emang ganteng.”