author: leviaphile
language: Bahasa Indonesia
fandom: Obey Me—Shall We Date
pairing: Belphegor x Aki (MC)
note: mungkin OOC, banyak narasi, kusarankan membaca pelan-pelan >~<
Ada jejak yang mudah terhapuskan. Ada jejak yang tidak akan lenyap. Ada jejak yang mudah terhapus tetapi tidak akan lenyap.
Pada hari kesebelas di bulan akhir tahun, pihak Demon Lord's Castle menggelar perayaan Devil Day. Tujuan utamanya yakni menjadi sarana berkumpul penduduk Devildom, terutama demon yang terdiri atas banyak ras dan berasal dari berbagai daerah. Ras non demon yang menjalin relasi dengan tokoh-tokoh tertentu di Devildom ikut diundang. Pesta akan berlangsung semalam suntuk.
Aki, salah satu siswi pertukaran pelajar RAD dari dunia manusia juga menghadiri pesta Devil Day. Tadi dia sudah berkumpul sebentar dengan teman-teman RAD dan para demon bersaudara. Kemudian, dia beranjak ke sudut ruangan usai mengambil segelas minuman. Semakin lama, pesta ini semakin terasa asing. Tamu terus bertambah, sedangkan teman Aki satu persatu mulai pulang, contohnya Simeon yang harus mengantar Luke.
Daripada berbicara dengan banyak orang, Aki lebih tertarik mengamati mereka. Sejak dulu dia suka mengamati sekitar. Tinggal di Devildom tidak mengubah kebiasaan ini, bahkan malah meningkatkannya karena Aki bertemu lebih banyak jenis orang.
Perhatian Aki sejenak tertuju pada DDD. Foto yang barusan dia unggah mendapatkan banyak notifikasi. Jarinya menggulir linimasa, banyak kenalan yang mengunggah foto di Devil Day. Aki tersenyum melihat foto demon bersaudara yang diunggah Beelzebub. Aki senang melihat orang-orang yang ia sayangi menikmati pesta.
“Anda semakin tampan, Lord.” Pujian tersebut disusul dengan tawa merdu, tetapi terdengar sumbang di telinga Aki.
Sontak Aki menoleh, sekitar tujuh meter di sisi kanannya, penyihir bernama Maddi tengah mengekor pada Diavolo. Barbatos mencoba mengusir Maddi secara halus, tetapi dia mengabaikannya. Diavolo tertawa canggung, tetapi mata keemasannya melirik sekitar untuk mencari pertolongan. “Terima kasih, Maddi. Selamat menikmati pesta. Saya hendak menyambut Michael,” jawab Diavolo.
“Bolehkah saya menemani Anda?” tanya Maddi membuat Aki spontan mengerutkan dahi. Maddi bahkan mencoba menggandeng lengan Diavolo.
Apa Maddi masih terobsesi untuk menjadi Ratu Devildom? Aki bertanya-tanya dalam hati.
Aki kembali mengamati suasana pesta. Ada beberapa demon paruh baya yang mencoba menjilat Lucifer. Ada satu incubus dan satu succubus menggoda Asmodeus. Ada demon mencurigakan yang seperti hendak menipu Mammon—untung Leviathan dan Satan lekas mendatangi mereka.
Demon akan tetap menjadi demon, huh? Aki membatin. Ketika tidak sengaja melihat Maddi lagi, Aki menambahkan, Oh, lebih tepatnya ada banyak makhluk hidup yang seperti itu. Tidak hanya kaum demon.
“Aki, ayo kita kabur.” Ajakan tiba-tiba membuat Aki sedikit terlonjak. Jika minumannya masih tersisa banyak, pasti Belphegor akan terciprat. Sebelah tangan Aki mengelus dada karena kaget.
“Sejak kapan kamu di sana, Belph?” tanya Aki. Nada suaranya terdengar normal, posisi berdirinya juga telah diperbaiki.
“Sejak kamu melamun sambil melihat tiang,” jawab Belphegor dengan wajah tanpa dosa. Lalu, Belphegor menguap.
Orang yang malas dengan keriuhan pesta bukan cuma Aki, Belphegor juga satu di antaranya. Demon bungsu ini terbiasa bermalas-malasan, energinya cepat habis saat digunakan untuk interaksi sosial. Belphegor rindu bantal motif kulit sapi kesayangannya.
Belphegor bertanya di grup House of Lamentation apa tidak ada yang ingin pulang, tetapi belum ada yang menjawab. Belphegor ingin tidur di balkon, tetapi di sana ada Solomon yang mengobrol dengan Thirteen dan Raphael. Belphegor pun mencari Aki, ingin mendengar tebak-tebakan aneh atau sekadar meme absurd untuk mengalihkan rasa kantuk. Melihat wajah Aki tertekuk dan tatapan matanya bosan, Belphegor langsung mengajaknya kabur.
“Um ... bagaimana kalau yang lain mencari kita?” Aki baru menanggapi ajakan Belphegor. Meski kurang nyaman dengan pesta, Aki merasa tidak enak kalau tiba-tiba pergi.
“Tinggal bilang di DDD. Lagipula kemungkinan besar mereka tidak akan sadar,” sahut Belphegor enteng, “Jadi ikut?”
Aki mengetukkan jari ke gelas perlahan. Berdasarkan pertimbangannya, perkataan Belphegor cukup meyakinkan. Mereka bisa mengabari via DDD kalau ada yang bertanya. Kalau tidak ada justru lebih bagus. Di pesta seramai ini, perginya dua orang pasti tidak akan diperhatikan.
Aki mengangguk, lalu meletakkan gelas, “ .... Ayo, Belph.”
Begitu menginjakkan kaki di luar kastel, dada Aki terasa lega. Kantuk Belphegor juga mereda. Mereka berdua berjalan pulang sembari bertukar cerita. Aki menceritakan beberapa hal tidak mengenakkan yang tadi dia saksikan. Belphegor tidak banyak menanggapi, tetapi serius mendengarkan.
“Belph, walau mungkin hanya bertemu setahun sekali, ternyata ada banyak demon penjilat ya?” celetuk Aki.
“Kelihatannya karena itu. Karena jarang bertemu, harus mencari benefit sebesar-besarnya,” ujar Belphegor sebelum menguap lagi.
“Um ... hum ... Devil Day apa selalu seperti ini?”
“Kurang lebih.” Belphegor mengangkat kedua bahunya.
Sekarang Aki tidak habis pikir apa Lord Diavolo tidak peka atau memang sengaja memberikan ruang untuk hal-hal munafik. Akan tetapi, mendadak Aki berpikir bahwa dirinya tidak jauh berbeda dari mereka. Kendati tidak pernah bersikap seperti Maddi atau demon-demon menyebalkan di pesta Devil Day, tetapi tidak jarang Aki menyimpan motif dalam perbuatannya.
Aki tidak ingin ditinggalkan. Aki tidak ingin dilupakan. Dia ingin menjadi seseorang yang bermanfaat bagi orang lain. Dia selalu berusaha agar bisa membantu orang lain. Jika Aki diam tanpa melakukan apa-apa, dia takut tidak diingat oleh siapa-siapa.
Aku akan menolongmu. Jangan tinggalkan aku. Jangan buang aku. Aku bisa membantumu .... Aki terkadang menggaungkannya di dalam benak.
Bersikap sok pahlawan agar dianggap dapat diandalkan. Melibatkan diri dalam berbagai hal karena tidak mau kesepian. Melakukan kebaikan atas motif egois bukankah juga memuakkan?
Ternyata semua orang memuakkan, caranya saja yang berbeda-beda. Termasuk aku. Aki tersenyum miris.
Diamnya Aki membuat Belphegor menyadari ada yang aneh. Sejak tadi Aki memang terlihat kesal dan bosan, tetapi secara mendadak auranya berubah suram. Belphegor ingin tahu apa yang sedang Aki pikirkan supaya bisa menghilangkan kabut di wajahnya.
Belphegor berhenti berjalan, Aki spontan turut berhenti. Sebelum Aki sempat bertanya, Belphegor menarik lembut rambut yang mencuat menyerupai tanduk di kedua sisi wajah Aki. “Aku mengingat tempat yang bagus. Kita pulangnya nanti saja, ya?”
Tindakan Belphegor membuat Aki mematung, wajahnya merah. Dia kesulitan bicara karena malu. Belphegor kembali menyerang dengan senyuman yang membuat Aki tidak bisa menolak. Walau Belphegor telah melepaskan rambutnya, Aki belum terlepas dari rasa malu. Perempuan itu mengangguk kaku sebagai jawaban.
Di bawah arahan Belphegor, mereka menuju areal perbukitan. Perjalanan mereka semakin jauh dari kata romantis. Sendi-sendi Aki seolah berteriak meminta ampun karena lelah berjalan. Aki berhenti sebentar sambil memegangi pinggangnya yang pegal. “Belph, apa masih jauh?” tanya Aki, “Aku belum mengecek jam, apa sudah tengah malam,” imbuhnya menggumam sendiri.
Belphegor menoleh. Keringat sudah membanjiri wajahnya. Dia tidak terbiasa dengan aktivitas fisik. Rasanya seperti energi untuk bersosialisasi selama setahun penuh tersedot habis dalam satu malam, padahal tadi Belphegor sudah memperkirakan tempat yang terjangkau. Lokasi yang dituju Belphegor tidak begitu jauh dari Demon Lord's Castle, tidak terlalu tinggi, tetapi aman dari keramaian.
“Sebentar lagi. Itu puncaknya sudah kelihatan.” Suara Avatar of Sloth terdengar sarat kelegaan.
Setelah bersusah payah mendaki, Aki dan Belphegor sampai di puncak. Pakaian mereka kotor karena terkena tanah dan daun tanaman tertentu yang bisa menempel di kain. Napas mereka sudah terengah-engah. Akan tetapi, semuanya terbayar ketika mereka tiba di tempat tujuan.
Tanah yang tidak ditumbuhi rumput agak becek sebab semalam hujan, tetapi ada lebih banyak rumput tersebar. Ada pohon-pohon yang Aki tidak tahu jenisnya dan sejumlah semak berbunga putih keunguan. Kunang-kunang terbang bebas di sekitar mereka. Sekali lagi, Aki kehabisan kata-kata. Belphegor tampak puas melihat Aki terpana, tidak sia-sia dia mengajaknya ke sini.
Semilir angin menyapa rambut mereka. Kunang-kunang terbang sekitar satu kaki lebih tinggi, mata Aki dan Belphegor mengikuti pergerakannya. Bukan cuma kunang-kunang, mereka bisa melihat bulan purnama dan taburan bintang di angkasa. “Indah,” lirih Aki yang terpukau menyaksikannya.
“Mau berdansa?”
Pandangan Aki berpaling ke tangan yang diulurkan Belphegor, lalu berpindah ke wajahnya yang tampak lebih mempesona dibias cahaya bulan. Aki tidak sadar Belphegor tengah merasakan hal yang sama. Jantung Belphegor seperti kembali berdetak saat Aki sudah menerima uluran tangannya.
“Tentu saja.”
Momen tersebut seperti garis di antara kenyataan dan khayalan karena terasa sempurna. Mereka berdansa di bawah cahaya-cahaya lembut nan magis. Tidak ada yang bisa berkata-kata. Baik Aki maupun Belphegor mencoba merekam setiap detiknya. Seolah terhipnotis senyuman satu sama lain, mereka menari nyaris tanpa melepaskan kontak mata.
Mendadak Aki tersandung kerikil hingga menginjak kaki Belphegor. Momen sunyi di antara mereka pecah. “Maaf, Belphie,” ucap Aki malu.
“Santai saja, ayo kita lanjutkan,” tanggap Belphegor.
Mereka kembali berdansa. Kali ini sambil saling bercerita. Pembicaraan mereka tidak terarah, tetapi masih menyenangkan. Kemudian, ganti Belphegor yang tidak sengaja menginjak kaki Aki.
“Maaf, Aki.” Telunjuk Belphegor menggaruk pelan wajahnya, pertanda dia sedang malu.
Aki memaklumi—dan diam-diam bersyukur bukan hanya dia yang malam ini menginjak kaki, “Tidak apa-apa, Belphie.”
Keduanya melanjutkan dansa mereka. Entah apa konsentrasi mereka terganggu karena kecerobohan tadi atau Aki dan Belphegor sama-sama kelelahan, tidak sampai lima menit kemudian mereka saling menginjak kaki. Masih dengan kaki yang saling menginjak, mereka tertawa lepas. Kecelakaan kecil tidak menodai kesempurnaan malam ini, sebab kejadian barusan juga menyenangkan.
“Um ... tampaknya kita kelelahan,” komentar Aki.
“Dan mengantuk,” tambah Belphegor yang membuat Aki sedikit tertular.
Mereka tertawa lagi. Lalu, Aki melepaskan injakan di kaki Belphegor—sekaligus membebaskan sebelah kakinya yang terinjak. Dia mengajak Belphegor untuk duduk di bawah pohon. Lantas Aki melepas sepatunya yang penuh lumpur. Dia mengamati baik-baik sepasang sepatu tersebut, sebelum bergeser pada jejak-jejak kaki mereka yang tertinggal di atas tanah dan rumput.
Secara acak, pikiran Aki kembali pada pesta di Demon Lord's Castle. Apa mereka sukses kabur tanpa disadari atau orang-orang hanya kehilangan jejak? Ternyata di bukit ini tidak ada sinyal DDD. Aki tidak bisa mengecek grup. Apa pesta masih berlangsung dengan atmosfer sesesak tadi, membaik, atau lebih parah?
Banyak hal yang Aki pikirkan, bahkan sampai ke apa dia boleh menikmati saat ini. Apa dia berhak menerima ketulusan Belphegor? Apa dia orang yang cukup baik?
“Jangan terlalu dipikir,” ucap Belphegor, seolah mengerti kerisauan Aki. “Aku tidak tahu apa yang membuatmu bersedih, kuharap semua lekas membaik, atau semoga kenyataannya tidak seburuk ketakutanmu. Aku mengajakmu kemari karena ingin membuatmu bahagia. Dan, Aki, terima kasih sudah mau merayakan Devil's Day denganku.”
Belphegor bersungguh-sungguh, dan Aki kini tersadar akan sesuatu. Tidak ada makhluk yang sempurna. Semua pasti berproses dari waktu ke waktu, mengobati luka demi luka.
Meski belum yakin dirinya orang baik, Aki ingin menjadi orang yang lebih baik, serta dalam prosesnya tidak menyakiti orang lain. Dia tidak ingin menjadi menyebalkan seperti orang-orang yang ia hindari. Aki ingin membahagiakan orang-orang yang ia sayangi. Dia ingin hidup bahagia bersama mereka.
“Terima kasih juga, Belphie. Um ... aku bahagia ...,” bersamamu. Aki membatin kata terakhir, sengaja tidak melisankannya.
Di langit, gumpalan awan tertiup angin berarak melewati bulan. Saat awan telah jauh dari bulan, daratan kembali menjadi sedikit lebih terang. Di sana sepi karena si manusia dan demon kehabisan energi setelah lama menari. Aki dan Belphegor duduk meresapi sisa-sisa momentum sembari mengumpulkan energi untuk pulang.
Masih tersebar jejak-jejak kaki. Bekas yang tidak abadi, besok mungkin sudah menghilang seolah tidak pernah terjadi. Akan tetapi, penyebab jejak-jejak itu tertanam jauh lebih dalam di hati; dan dengan caranya sendiri mendekati kata abadi. Mereka berdua takkan melupakan hari ini.
—end