author: leviaphile
language: Bahasa Indonesia
fandom: Mystic Messenger
pairing: Jihyun (V) x Tamy (MC), Jihyun x Rika
setting: setelah good ending jihyun route, tapi ada lumayan banyak yang melenceng dari jalan cerita asli
warning: mungkin OOC
Sebetulnya Tamy sudah paham, pelukan di malam itu tidak akan pernah terbalas.
Pesta Amal RFA dibatalkan di detik terakhir. Kemunculan Rika membuat para anggota RFA merasakan pukulan baru. Tamy kurang paham situasinya karena dia sedang di rumah sakit untuk menengok V, tetapi dari obrolan grup messenger tidak ada tanda-tanda keributan. Masalah yang muncul hanyalah beberapa media massa mempertanyakan keseriusan RFA—Jumin dan Jaehee tengah berusaha mengatasinya.
Tamy menyibak tirai jendela yang barusan bergerak sendiri. Dia pun menutup sebagian jendela. Angin di luar amat kencang. Lamunan Tamy dikagetkan notifikasi bahwa bunga pesanannya sudah tiba. Kurir bertanya lokasi Tamy di ruangan apa, tetapi perempuan tersebut memintanya menunggu di bawah karena dia akan segera turun.
Lima menit setelahnya, Tamy kembali ke kamar rawat inap V membawa sebuket bunga matahari. Dia meletakkannya di meja samping tempat tidur. Vas yang berada di sana terlalu kecil untuk meletakkan bunga matahari.
Mata cokelat Tamy terpaku pada V yang terbaring. Pemuda berambut mint tersebut belum sadar sejak mereka berhasil selamat dari insiden di markas Mint Eye. Tamy khawatir. Dia ingin memastikan apa dia baik-baik saja. Jika bisa, dia juga ingin ada di sana saat V membuka mata.
Ponsel Tamy berdering. Nada panggil istimewa membuat Tamy buru-buru mengangkat tanpa melihat siapa yang menelepon. Jika bukan orang tua, pasti adiknya.
“Halo.” Suara lembut ibunya meningkatkan rasa bersalah Tamy. Akhir-akhir ini dia tidak sempat menghubungi keluarga.
“Halo, Ma,” sahut Tamy pelan.
“Tamy, kamu kapan pulang?” tanya Ibu Tamy.
Karena Tamy tidak kunjung menjawab, Ibu Tamy kembali menambahkan, “Apa webtoon kamu sudah dikirim? Jangan sampai keteteran, Nak.”
“Iya, Ma.” Tamy mengambil napas panjang. “Besok Tamy pulang.”
Rangkaian kejadian sepuluh hari terakhir membuat Tamy tidak sempat menggambar, padahal tenggat draft penuh season 2 dan beberapa episode awal yang ditagih perusahaan webtoon semakin dekat. Selama ini Tamy belum sempat membaca semua pesan dan panggilan masuk. Hanya pesan ibu yang kadang Tamy jawab, tetapi beberapa hari terakhir bahkan dia tidak sempat. Di Mint Eye susah sinyal. Aplikasi selain messenger RFA sulit terhubung.
Percakapan mereka berlanjut sekitar sepuluh menit. Ketika ibunya sudah menutup panggilan telepon, ponsel Tamy masih berada di samping telinga. Kembali Tamy memperhatikan V yang masih belum bangun.
Tamy akan pulang. Dia ingin berpamitan secara langsung, meski di sisi lain dia tidak ingin meninggalkan V atau RFA. Sebelas hari yang mendebarkan bersama RFA terasa seperti mimpi yang panjang. Dan sekarang, Tamy harus bangun.
Tamy mengetukkan pentab ke pipinya. Dia sudah merampungkan beberapa episode awal yang siap kurasi dan terbit, tetapi dia kehabisan ide untuk draft keseluruhan. Seharusnya konflik season dua lebih rumit dari ini.
Hari-hari monoton Tamy kembali. Bekerja dari rumah dan jarang keluar rumah. Tamy memutuskan untuk menyetel televisi di kamar karena bosan. Dia melihat RFA di layar televisi. Mereka mengklarifikasi gossip miring yang sedang menerpa. Kecenderungan 'cancel culture' dapat merugikan mereka jika tidak segera diatasi.
Syukurlah V sudah sadar, batinnya.
Tamy melihat orang-orang yang dia kenal di layar kaca. Dia pernah berada di antara mereka. Akan tetapi dia tidak bisa muncul di sana. Setelah berdiskusi dengan yang lain, Tamy keluar dari RFA. Semua data tentangnya seolah tidak pernah ada sebagai langkah perlindungan, sebab RFA belum seratus persen pulih. Ada beberapa pihak luar selain Mint Eye yang berusaha memanfaatkan momentum.
Ponsel Tamy berdering. Dia meraihnya setengah hati sebab fokus pada layar televisi. Sekarang televisi menyorot Jumin, V sudah mundur, duduk belakang.
V: Tamy, apa kamu sehat?
Tamy melompat bangun dari tempat tidur. Pesan dari V mengisi ulang energinya. Di layar televisi, V memang terlihat memainkan ponsel.
Tamy: Aku baik, V. Bagaimana kabarmu?
V: Sudah membaik, tetapi masih harus menjalani proses rehabilitasi dan perawatan mata.
Ide Tamy langsung terisi penuh. Dia lari ke meja dan membuat beberapa sketsa. Dia senang mendengar kabar baik. Ponselnya bergetar lagi. Tamy bersenandung kecil seraya mengambilnya.
V: Rika juga sedang dirawat.
V: Doakan kami bisa lekas pulih.
Rika ditangkap polisi untuk diperiksa. Hasil penyelidikan menyatakan mental Rika terganggu sehingga belum bisa memulai proses hukum. Sang Tokoh Besar Mint Eye sekarang menjalani rehabilitasi di bawah pengawasan orang-orang Jumin Han. Di lain sisi, tim khusus dikerahkan untuk mencari jejak Saeran. Saeyoung bergabung dalam tim tersebut.
Kepedulian V terhadap Rika setelah serangkaian insiden tidak menyenangkan membuat Tamy tidak nyaman. Ide lain seketika datang. Tamy memegang pentab lebih kuat dari biasanya. Sekarang Tamy menemukan pemeran antagonis baru untuk webtoonnya.
Waktu cepat bergulir. Hari ini, Tamy bertemu dengan editor dari perusahaan webtoon. Cerita yang ia buat harus lolos penilaian sebelum diterbitkan secara bertahap di web resmi perusahaan.
“Nona Jung, saya suka cerita season kedua. Akan tetapi, kemunculan tokoh antagonis baru rasanya belum diperlukan. Saya menyarankan untuk digeser ke pertengahan cerita ....”
Beruntung Tamy merekam sesi konsultasi mereka, sebab di tengah percakapan konsentrasinya mulai terbagi. Dia ada janji dengan Zen dan RFA sebentar lagi. Produser tergerak usai menonton klarifikasi RFA lalu memberi Zen kesempatan menjadi pemeran utama di sebuah pertunjukan solo. Mereka berharap dapat mendongkrak citra Zen yang masih terpuruk sebab skandal rekaan kemarin.
Tamy langsung berpamitan begitu sesi konsultasi selesai. Dia mengebut ke gedung pertunjukan. Walau sudah ketinggalan setengah cerita, tetapi setengah bagian akhir membuat Tamy terpukau. Zen tampil dengan luar biasa, seolah-olah dia memang dilahirkan untuk menjadi bintang. Tamy menjadi salah satu dari para hadirin yang melakukan standing applause saat pertunjukan berakhir.
Zen melambai pada Tamy dan para anggota RFA dari sisi panggung. Lokasi tempat duduk Tamy paling jauh sehingga dia sampai terakhir. Para anggota RFA melambai ke arah Tamy. Senyuman mereka membuat hati Tamy menghangat. Kemudian, sorot utama kembali pada penampilan Zen.
“Penampilan yang luar biasa, Zen,” puji Jaehee.
“Kamu melampaui ekspektasiku.” Jumin menyetujui.
“Selamat, Hyun,” ucap V sambil tersenyum.
“Zen keren sekali,” tambah Tamy.
Zen terharu. Ini adalah salah satu hari bersejarah dalam hidupnya. Karir Zen membaik dan dia bisa berkumpul lagi dengan teman-teman setelah kejadian yang mengancam nyawa. “Terima kasih, semuanya.”
Saeyoung memamerkan foto-foto eksklusif Zen yang berhasil ia dapatkan via drone. Jumin menawarkan sesuatu seperti iklan produk untuk kucing, dan Zen bersin-bersin. Jaehee menegur Jumin. V pun banyak tertawa. Tamy bahagia bisa berkumpul bersama mereka dalam suasana ceria; tanpa kecemasan dan ketakutan apapun.
“Tamy, mainlah ke tempat kami kapan-kapan,” ajak Yoosung.
“Benar, Tamy. Aku juga ingin kembali belajar melukis. Professional sepertimu pasti bisa memberi banyak saran,” sambung V. Yang lain tidak terlihat kaget. Mungkin mereka pernah membicarakannya di grup messenger, sedangkan Tamy sudah mencopot aplikasi itu pada hari di mana dia resmi keluar dari RFA.
“Kamu mau melukis lagi, V?” tanya Tamy, tidak bisa menyembunyikan rasa gembira.
“Jihyun, Tamy. Mulai sekarang, kalian semua bisa memanggilku Jihyun.” Kali ini yang lain tampak terkejut, tetapi meresponsnya hangat.
“Jihyun-hyung!” Saeyoung adalah orang pertama yang memanggil Jihyun.
Sepulang dari pertunjukan Zen, Jihyun mengajak Tamy membeli peralatan melukis, hanya berdua. Tamy jarang melukis secara tradisional, tetapi dia banyak tergoda peralatan lucu dan akhirnya membeli satu kantong penuh. Lalu, mereka singgah untuk makan malam di salah satu kafe. Jantung Tamy tidak bisa diajak kompromi walau mereka tidak sedang berkencan.
“Terima kasih sudah mau menemaniku, Tamy.” Jihyun menyendok kue stroberi, sedangkan Tamy belum ingin mencicipi mandu yang ia pesan. Tamy masih ingin mengobrol.
“Sama-sama, Jihyun. Aku senang kamu mulai melukis. Jangan sungkan menghubungiku jika ada hal yang bisa kubantu,” ujarnya.
“Terima kasih banyak. Saat ini aku ingin menemukan artstyle sambil terus melukis hal-hal yang kusuka. Akan tetapi, tiga sampai lima tahun ke depan, kuharap aku bisa membuat pameran.” Raut wajah Jihyun tampak melembut, mungkin dia teringat ibunya. “Bagaimana denganmu, Tamy? Apa targetmu tiga sampai lima tahun ke depan?”
Bayangan pertama yang muncul di kepala Tamy yakni dia dan Jihyun menikah. Tamy langsung mengusir khayalan yang datang tiba-tiba. Tamy berpikir sejenak sebelum serius menjawab, “Kalau aku ingin mengembangkan karyaku. Target pertama tentu edisi cetak, tetapi untuk jangka panjang aku menginginkan anime adaptasi.”
“Aku mendukungmu. Semoga kita berhasil, ya.”
Dukungan dan kata “kita” yang Jihyun ucapkan melambungkan khayalan Tamy. Dia memimpikan hari di mana impian mereka terwujud. Alangkah indahnya jika mereka bersama membangun hingga semua terwujud. Jihyun kini berbagi rencana masa depan dengannya, bolehkah Tamy berharap Jihyun kelak ada di masa depannya? Masa di mana hubungan mereka jauh lebih dekat dari sekarang.
Bulan demi bulan berlalu, perasaan Tamy terhadap Jihyun kian bertumbuh. Mereka lumayan intens berkomunikasi, paling tidak dua hari dalam satu minggu. Jihyun suka mengirimkan foto progress melukisnya. Ketekunan Jihyun dalam melukis membuat Tamy tersentuh. Sementara itu, hubungan Tamy dengan anggota RFA lain tetap terjaga, walau hanya beberapa kali komunikasi dalam sebulan.
Oleh sebab itu, ketika Jaehee mengirim undangan Pesta Amal RFA, Tamy tidak bisa tidak menyetel alarm pengingat. Diam-diam Tamy pun berminat mendaftar sebagai anggota resmi RFA saat Pesta Amal.
Pada hari yang dinantikan, Tamy berangkat dengan penampilan terbaiknya. Di pintu masuk, Yoosung menyambut Tamy. Dia bermaksud mengantar Tamy ke dalam, tetapi Tamy menolak. Yoosung harus menyambut tamu-tamu lain.
Hal pertama yang Tamy lakukan adalah menyerahkan uang donasi. Zen yang bertugas mengajaknya mengobrol beberapa patah kata. Kemudian, Tamy masuk lebih dalam sembari mengamati lokasi pesta amal. Ruangan didesain elegan. Tidak menonjolkan harta, tetapi masih menghormati tamu. Dalam hati, Tamy memuji Jaehee dan tim dekorasi yang sudah berusaha keras.
Yang lain ke mana, ya? Apa masih bersiap di belakang untuk acara pembukaan?
Selang beberapa menit, pembawa acara memulai tugasnya untuk pembukaan. Setelah itu, Jihyun dan Rika maju bersama untuk memberi kata sambutan. Tamy mengucek mata karena tidak percaya.
Rika? Rika sungguhan? Dengan Jihyun? Bukan orang lain atau Saeyoung yang cosplay? Kenapa ada Rika? batin Tamy tidak tenang.
Sesi selanjutnya adalah para anggota RFA ikut dipanggil maju. Saeyoung, Jaehee, Jumin, Yoosung, dan Zen tampak bergembira. Tamy kaget kenapa mereka terlihat bahagia padahal Rika ada di sana. Tamy tidak fokus menyimak apa yang mereka lakukan di panggung karena masih syok melihat Rika. Saat Jihyun tidak sengaja melihat ke arah Tamy, pemuda itu tersenyum.
Meski mereka sudah turun dari panggung, Tamy belum pulih dari emosinya. Acara-acara berikutnya terasa kosong. Para anggota RFA kadang menghampiri sebentar atau sekadar menyapa dengan gestur tubuh dari kejauhan. Mereka menjadi tokoh inti acara sehingga belum memiliki banyak waktu luang.
Jantung Tamy rasanya seperti diremas saat tahu-tahu Jihyun dan Rika naik ke panggung lagi. Kali ini mereka menyanyi bersama. Semua orang selain Tamy antusias menyaksikan dua sejoli. Beberapa tamu di dekat Tamy berbisik-bisik betapa mereka serasi.
Tamy merasa marah dan terluka. Setelah semua yang terjadi, kenapa Rika begitu mudah diterima kembali?
“If there is a light, please do forgive me, for what I did wrong. Even this mask I’ve, used to protect me for so long.”
“If there is a chance, for that bud, to blossom, like new. Then I swear I will give everything, in me, to you.”
Mereka berdua berduet menyanyikan Light and Daffodil. Penjiwaan keduanya luar biasa. Bagi Tamy, mulai hari ini lagu tersebut takkan bisa terdengar sama. Barangkali Jihyun dan Rika tidak jauh dari daffodil yang mereka nyanyikan. Terlihat kuat, tetapi rapuh, tetapi juga tidak peduli benar atau salah. Mereka hanya saling berharap dan memberi harapan.
Tamy ingin pulang. Namun, sisi lain dalam diri menahannya. Tamy juga tidak tahu kenapa.
Jihyun memanggilnya untuk berkumpul bersama sesudah acara. Tamy tidak bisa menolak. Dia merindukan Jihyun dan yang lain. Akan tetapi, melihat Rika juga di sana, perasaan tidak nyaman Tamy menguat.
Jika aku menunjukkan ketidaksukaanku sekarang, pasti aku yang dibenci, gumam Tamy dalam hati.
Dia berpura-pura menikmati obrolan. Rika bahkan ikut mengajaknya bicara. Saat Tamy merasa tidak tahan lagi, dia berpamitan. Tidak ada yang mencegahnya. Tidak ada yang peka akan perasaannya. Semua hanya berpesan agar Tamy berhati-hati di jalan.
Dari jauh, Tamy kembali melihat RFA. Dirinya bukan RFA. Posisi itu tidak pernah menjadi miliknya. Tidak akan pernah.
Tamy sedang menuju areal parkir saat mendengar derap kaki. Ketika menoleh, ternyata Saeyoung mengejarnya.
“Tamy, mungkin aku sedikit mengerti perasaanmu,” kata Saeyoung, “Ada banyak hal buruk yang telah dilakukan Rika-noona.”
“Lalu kenapa, Saeyoung?” Tamy berusaha mengontrol volume suaranya supaya tidak terdengar emosional.
“Bagaimanapun, Rika-noona adalah bagian dari kita. Aku bisa merasakan kasih sayangnya asli, tetapi caranya yang salah. Mungkin aku akan memaafkan Rika-noona, jika Saeran sudah ditemukan.”
“Konyol. Kenapa semudah itu? Rika membuat hidup kalian menderita. Bertahun-tahun!” debat Tamy, mulai kehilangan kontrol.
Mata Saeyoung berkilat sedih. “Aku ... tidak bisa terus-terusan membencinya.”
Ada apa dengan semua orang di RFA? Tamy tidak habis pikir. Kenapa Rika, Rika, dan Rika lagi?
Kalau diteruskan, Tamy takut dia akan memarahi Saeyoung. Dia tidak mau melampiaskan pada orang yang salah. Dalam kasus Rika, Saeyoung termasuk korban yang paling menderita. Harusnya, Saeyoung lebih benci dan marah daripada dia.
Tamy cepat-cepat berpamitan lalu masuk ke mobilnya. Dari kaca spion, Tamy bisa melihat Saeyoung kembali ke ruangan pesta, kepalanya sedikit tertunduk.
Bayangan Jihyun dan Rika di Pesta Amal RFA tidak bisa hilang dari kepala Tamy. Setiap mereka berkomunikasi, pasti Tamy teringat Rika. Lama-lama Tamy ingin memastikan sesuatu, tetapi dia takut. Padahal Tamy baru merasa memiliki kesempatan, tetapi semua lagi-lagi kembali ke titik nol.
Teman-temannya mendukung Tamy untuk meminta kepastian. Maka, di sinilah Tamy sekarang. Tamy mengajak Jihyun bertemu di kafe yang sudah lama ingin dia datangi. Setidaknya Tamy mau menyimpan kenangan terakhir—jika kemungkinan terburuk terjadi.
Tamy lega melihat tidak ada cincin apapun melingkar di jari Jihyun. Mungkin Jihyun sekadar menganggap Rika teman, sesama bagian dari RFA. Mungkin Jihyun masih bisa ia selamatkan. Lalu, mungkin, kedekatan Tamy dan Jihyun menyadarkan lelaki itu hubungannya dengan Rika tidak sehat. Tamy mencoba memupuk harapan di lubuk hati. Dia berusaha menikmati pertemuan mereka hari ini.
Jihyun tidak ingin diantar Tamy pulang karena rumah mereka berlawanan arah dan jaraknya jauh. Dia menunggu Driver Kim menjemput—orang yang sama tadi mengantarnya. Penglihatan Jihyun sudah cukup membaik, tetapi dokter belum mengizinkannya mengemudi karena terkadang dia terkena buta mendadak selama beberapa saat. Mereka menunggu sambil berjalan kaki di sekitar kafe; mengusir bosan sekaligus melihat keramaian kota.
“Tamy, kamu harus tahu sesuatu. Kamu adalah seseorang yang istimewa.” Pujian mendadak Jihyun membuat Tamy salah tingkah.
“Terima kasih, Jihyun. Bagiku, kamu juga seseorang yang istimewa,” balas Tamy, menyimpan arti lain secara tersirat.
“Seperti yang dulu kubilang. Kamu berbeda dengan Rika, tetapi dari segi lain kamu juga mengingatkanku padanya. Kalian adalah orang-orang yang ingin kulindungi.”
Nama Rika menjelma duri dalam kata-kata manis Jihyun. Tamy mengepalkan tangannya karena kesal. “Jihyun, kuharap kamu tidak lupa bagaimana Rika menyakitimu,” lirih Tamy.
“Aku juga menyakitinya, Tamy. Kamu tahu? Sejak Rika dirawat, sesekali kami bertemu. Aku menemukan Rika yang pernah kukenal, Rika yang membuatku jatuh cinta.”
Kepalan tangan Tamy semakin keras dan menyakitkan. Apa Jihyun akan kembali pada Rika?
Jihyun seolah tidak peka terhadap suasana hati Tamy. Dia terus bercerita tentang Rika. Puncaknya, Jihyun menyampaikan rencana untuk kembali bertunangan dengan Rika.
“Kamu orang kedua yang kuberitahu setelah Jumin. Ini bukan obsesi atau bentuk pertanggungjawaban, aku hanya tidak bisa meninggalkan Rika. Kami saling jatuh cinta.” Jihyun menoleh, kaget melihat wajah Tamy yang menahan tangis. “Jangan khawatir, Tamy! Jumin akan memantau dan tidak segan menegur kami jika hal-hal buruk terjadi.”
Tamy tidak rela, tetapi dia tidak bisa apa-apa. Dia tidak ingin Jihyun terluka lagi. Dia tidak mau Jihyun disiksa Rika. Dia tidak percaya kondisi Rika bisa berbalik sedemikian mudah.
“Jihyun.” Tanpa bisa ditahan, badan Tamy bergerak sendiri untuk memeluk Jihyun. Adegan yang sama seperti malam itu, peristiwa di hari-hari konflik penuh tragedi. Dan kali ini, Jihyun masih tidak membalas pelukannya. “Kumohon, jangan lakukan itu, Jihyun. Kamu bisa bahagia walau tanpa Rika.”
“Tamy, maaf.”
Hanya dua kata. Untuk sekadar mengusap punggung atau kepala Tamy pun Jihyun tidak bergerak. Dia cuma mematung sampai Tamy melepaskan pelukannya.
Meski Jihyun menganggap interpretasi cintanya pada Rika sudah berbeda ... Tamy kini yakin, bagi Jihyun, Rika adalah matahari. Rika akan selalu menjadi mataharinya. Apapun alasan atau kenyataannya, Jihyun dengan sadar menyerahkan semua untuk Rika. Entah bagaimana perasaan Rika, Tamy pun tidak mau tahu. Walau mata Jihyun akan sembuh, baik dulu, sekarang, atau nanti dia hanya akan melihat ke arah Rika.
Patah hati Tamy terasa dua kali lipat. Dia tidak hanya akan kehilangan cinta. Bisa jadi, dia juga akan melepaskan seseorang yang ia cinta untuk dilukai orang lain. Tamy tidak bisa mencegah karena kepala Jihyun lebih keras dari yang ia duga. Jihyun takkan mendengarkannya sebab Tamy bukan matahari ... dan Tamy mengerti bahwa dia tidak bisa menjadi matahari atau menggantikan matahari. Hati Jihyun takkan pernah bisa dia miliki.
—end