author: leviaphile
language: Bahasa Indonesia
fandom: Obey Me SWD
pairing: Leviathan x Arciel (MC), Belphegor x Aki (MC), slight other pairings
note: PANJANG (kusarankan baca pelan-pelan), probably OOC
sebelum baca ini, harus baca part 1 dulu
Di tengah-tengah rapat Student Council, Aki, Arciel, Beelzebub, Belphegor, dan Leviathan membolos untuk pergi ke Amusement Park. Mereka mencoba wahana baru yang bernama Survival Room. Namun, Beelzebub tiba-tiba menghilang.
Masih menjadi misteri bagaimana Beelzebub bisa menghilang tepat di depan mata mereka. Little D tidak memberikan keterangan, sehingga mereka yakin ini bagian dari permainan. Sayangnya, mereka tidak mendapat petunjuk apapun.
Mereka tidak membawa tas, apalagi DDD. Mereka tidak diperbolehkan memakai kekuatan khusus supaya tantangannya lebih terasa. Petugas memberikan jam stopwatch satu jam dihitung mundur kepada masing-masing dari mereka. Mereka juga dibekali satu peta Survival Room. Lalu, Little D memberikan dua senjata untuk permulaan.
Ruangan tempat game berkabut, tetapi jarak pandang mereka masih luas. Di sini terdapat tanah, tanaman, tumpukan batu, kayu, serta bangunan kecil nyaris roboh dan didesain tua. Ada beberapa tembok penyekat, tetapi tidak sampai buntu. Lebar ruangannya sekitar lima meter, dinding samping ruangan bisa terlihat, tetapi memanjang. Batasnya belum kelihatan oleh jarak pandang mereka.
“Sekarang bagaimana?” Belphegor bertanya pada Leviathan, satu-satunya yang pernah membaca versi novel.
Leviathan menggeleng. “Di novel tidak ada penculikan. Kita hanya terus diserang dan mencari zombie untuk memberantas mereka. Wahana adaptasi ini ternyata berbeda.”
Tidak ada waktu untuk berpikir lebih lama. Seseorang berjalan ke arah mereka.
“Itu Mephistopheles!” Aki menunjuk wajah yang mereka kenal. Mephistopheles, tetapi berkulit pucat kehijauan dan matanya melotot. Sosok tersebut mengangkat kedua tangan ke atas, memamerkan cakar.
“Bukan, itu zombie.” Leviathan mengambil senapan laras panjang dan langsung menembak.
Setelah Mephistopheles tertembak, sihir ilusi (atau apapun konsep dari pengembang game) padanya hilang. Wujud asli zombie adalah silinder abu-abu berdiameter dan tinggi kurang lebih setengah meter, dengan bercak merah dari peluru cat Leviathan. Silinder tersebut dapat bergerak, mungkin dengan sihir khusus ... dan berhenti bergerak saat tertembak. Ketika dicermati lebih jauh, di bagian tengah silinder terdapat garis hitam yang membentuk persegi.
“Arciel, jangan takut! A-aku bisa menjagamu.” Leviathan memegang tangan Arciel yang masih diam memandangi zombie. Arciel refleks menyentakkan tangan Leviathan. Mereka tidak hanya berdua di sini.
“Ya, kita hanya perlu menembak,” pungkas Arciel, berpura-pura tidak ada apa-apa yang terjadi. Wajah Leviathan memerah tetapi dia menimpali dengan kalimat serupa.
“Kita harus secepatnya mencari senjata lain. Tidak efektif jika kita berempat memakai dua senjata bergantian.” Aki mengungkapkan pendapatnya.
Belphegor mengambil pistol yang tersisa. Pergerakan mendadaknya membuat Aki dan Arciel heran. Jarang-jarang Belphegor semangat dalam bermain. Dia cenderung lebih suka menjadi supporter.
“Semoga setelah ini yang muncul zombie Lucifer,” ucapnya sembari tersenyum riang.
” ....”
“Kami juga mau senjata,” protes Aki.
“Kan kita bisa mencari lagi,” balas Belphegor.
“Kita harus cepat bergerak.” Leviathan mengepalkan tinju ke atas, “Dengan tembakan membara dari inti neraka, hancurlah para zombie!”
“Hancurlah, Lucifer!” Belphegor ikut bersorak.
” ....”
Walau sudah sering melihat, Aki dan Arciel masih lumayan takjub akan kelakuan dua demon tersebut. Lantas, Arciel meminta peta dari Leviathan dan Aki mengobservasi zombie yang sudah mereka kalahkan. Leviathan dan Belphegor dalam posisi siaga untuk mengantisipasi serangan mendadak.
“Ada tiga bangunan, kurasa kita bisa mencari petunjuk di sana. Tempat lain yang mencurigakan adalah pemakaman. Tetapi, ada kemungkinan ini jebakan dan banyak zombie menanti,” papar Arciel.
“Tidak apa-apa. Tugas kita memang membantai zombie,” ujar Belphegor kalem.
“Kalau begitu, kenapa namanya Survival Room?” tanya Aki heran. Di mana-mana, survival kan bertahan hidup, tidak harus membunuh.
“Kan memang tidak waras,” dengkus Leviathan.
Mereka berempat sepakat menuju bangunan terdekat. Bangunan tersebut seukuran gubuk dan sebagian temboknya hancur. Di sana terdapat kotak besar berdesain mirip peti harta karun. Isinya satu pistol dan satu senapan laras panjang, serta banyak amunisi. Sepanjang perjalanan ke sana mereka juga berhasil menembak belasan zombie. Ada dua zombie bertopeng di antaranya.
Usai mengisi ulang peluru dan mengantongi beberapa set amunisi mereka meneruskan perjalanan. Beberapa langkah pertama, aman. Akan tetapi, kemudian rombongan zombie menghadang. Beberapa zombie menembakkan peluru cat biru.
Gerakan zombie monoton. Peluru setiap zombie hanya dua biji. Tantangannya adalah mereka kerap menyerang bersamaan dan menembak bergantian. Tim dituntut menghindari atau menahan serangan tanpa lupa menyerang balik. Konsentrasi mereka diuji.
Arciel dan Belphegor sanggup membawa papan kayu sebagai tameng, tetapi tidak dengan Aki dan Leviathan yang harus memegang senapan dengan dua tangan.
“Lari.”
Belphegor menahan peluru yang akan mengenai Aki. Ia pun menarik Aki yang belum sempat bereaksi. Aki lekas tersadar dan berlari bersama Belphegor. Dia menembakkan senapannya setelah mencapai posisi stabil. Satu zombie tumbang. Secara kebetulan, salah satu zombie yang menyergap mereka adalah zombie Lucifer. Belphegor menembak beberapa kali khusus ke arah zombie tersebut. Tepat setelahnya, Belphegor kehabisan peluru. Masih ada lima zombie.
Aki ganti mengambil posisi depan sembari menunggu Belphegor mengisi peluru. Aki kurang jago menggunakan senapan laras panjang, tetapi entah kenapa dia lebih tidak tega kalau Arciel yang memakainya. Jadi dia memilih senapan duluan. Aki sempat bertukar senjata dengan Belphegor, tetapi dia kesulitan mengemban dua peran. Refleks Belphegor lebih bagus darinya, sehingga Belphegor kembali memegang pistol dan perisai. Begitu Aki mendapatkan keseimbangan serta mengumpulkan tenaga, dia langsung melayangkan serentetan tembakan. Pelurunya habis tepat saat Belphegor sudah selesai.
Di sisi lain, Arciel dan Leviathan terpaut sekitar sepuluh meter. Arciel menjadi sasaran yang lebih empuk bagi para zombie ... sebelum mereka menyesal—kalau bisa menyesal. Jumlah zombie yang menyerangnya lebih banyak daripada Leviathan. Arciel kesal kenapa zombie jadi-jadian sok menerapkan body shaming. Dia menghabisi mereka dengan cepat. Leviathan pun lekas membantu setelah mengurus zombie yang mengincarnya.
Mereka berkumpul lagi. Adrenalin naik padahal waktu belum lama bergulir sejak mereka bermain. Sayangnya, waktu memang terbatas. Ini belum apa-apa.
“Kalau begini terus, kita tidak mungkin menghabisi semua zombie.” Napas Aki terengah-engah.
“Masih ada berapa zombie lagi?” Belphegor bertanya-tanya. Matanya merah karena kantuk tetapi memaksa untuk terjaga.
Arciel menggelengkan kepala. “Tidak tahu.”
“Sudah 15 menit dan kita bahkan belum mencapai seperempat peta.” Leviathan mengecek peta. Bagaimanapun caranya, mereka harus bergerak lebih cepat.
“Guys, apa saja yang ditanyakan saat pendataan tiga tahun lalu?” tanya Aki tiba-tiba.
“Kami diminta berdiri di atas lingkaran sihir selama beberapa detik. Lalu ada beberapa pertanyaan basa-basi seperti golongan darah, hobi, apa lagi ya?” Leviathan kesulitan mengingat semua pertanyaan tiga tahun lalu.
“Motto hidup? Datanya banyak, tapi konyol,” sambung Belphegor.
“Kalau jumlah demon yang didata?” tanya Arciel.
“Kurang ingat. Tidak sampai seribu kok, setengahnya saja tidak. Katanya masih akan diseleksi,” jawab Belphegor lagi.
“Kita sudah mengalahkan satu ... dua ... lima .... sepuluh ... ah, bingung! Tidak mungkin kita menghitung satu-satu.” Aki menggigiti bibir. Mereka sudah mengalahkan cukup banyak, tetapi yang belum ditemui jauh lebih banyak. Apa semuanya sungguh harus dihabisi?
Obrolan terhenti karena mereka tiba di areal pemakaman. Batu-batu nisan ditancapkan secara tidak beraturan. Jaraknya berdekatan pula. Leviathan tersandung sesuatu yang ternyata bagian atas peti mati. Sebagian peti terkubur di tanah, sedangkan sisanya sekadar terhalang beberapa nisan. Mereka mengambilnya secara hati-hati.
Petinya bolong-bolong dan lapuk. Tidak ada zombie, tetapi ada pistol dan secarik kertas robekan novel. Leviathan membacakan apa yang tertulis di sana.
Kami akan menghancurkan kalian saat kalian berpikir telah mengalahkan kami. Sudah waktunya manusia kalah. Mereka memiliki otak tetapi percuma. Merekalah pemangsa yang sebenar-benarnya. Mari kita songsong era baru, mematuhi Dia, menjadikan kegelapan sebagai cahaya.
“Aku setuju kalau ceritanya gila dan tidak jelas. Kenapa yang seperti ini diadaptasi ke sekelas Devildom Amusement Park?” komentar Belphegor sinis.
Aki terharu melihat pistol di dalam peti. Dia sudah tidak betah dengan senjatanya. “Sekarang aku siap melawan zombie,” klaimnya.
Sejak keluar areal pemakaman, mereka lebih cepat bergerak. Jumlah zombie yang menyerang semakin banyak pula. Intensitasnya menjadi lebih sering. Keringat kian membanjiri tubuh mereka berempat.
Ada suara langkah lagi. Semua bersiap di formasi dengan senjata dalam posisi siaga. Akan tetapi, sosok yang keluar dari balik pepohonan adaah orang yang mereka kenal.
“Beel!”
“Ternyata kalian di sini.” Beelzebub hampir menangis karena senang bertemu saudara dan kawannya.
“Beel, kenapa dahimu hijau?” tanya Aki, telunjuknya memegang dahi sendiri.
Beelzebub otomatis memegang dahinya sendiri. Tidak terasa ada sesuatu menempel. “Mungkin tadi lumut. Aku ketiduran lama. Sekarang aku lapar,” jawab Beelzebub.
“Sayangnya tidak ada makanan, Beel. Kita akan makan setelah keluar dari sini,” ucap Belphegor.
“Ini, Beel.” Leviathan menyerahkan senapan yang sudah tidak dipakai Aki.
“Terima kasih, Levi.”
“Kamu dari mana, Beel?” tanya Arciel.
“Tidak tahu, Arciel. Aku hanya ingat lapar lalu sempat tertidur. Tiba-tiba aku bangun di bawah pohon, lalu aku mencari kalian.”
“Ayo kita lanjutkan perjalanan. Waktu kita kurang dari setengah jam lagi,” ajak Belphegor lebih antusias. Dia senang Beelzebub telah kembali.
Perburuan zombie dilanjutkan. Mendekati ujung ruangan, intensitas penyerangan zombie semakin tinggi. Mereka seperti tidak diberikan waktu berpikir. Total 40 menit berlalu, entah sudah berapa zombie yang mereka habisi. Mereka juga menemukan kotak lain berisi peluru.
Sekarang mereka berlari menuju ujung ruangan. Tinggal sedikit lagi.
“Kira-kira sudah berapa zombie yang kita tembak?” Arciel berhenti berlari sebentar untuk mengatur napas.
“Kurasa tinggal satu gelombang lagi,” duga Beelzebub.
“Dari mana kamu bisa berspekulasi begitu, Beel?” tanya Belphegor sebelum tersandung batu karena terdistraksi.
“Feeling. Sudah banyak yang kita tembak, kan?”
Arciel limbung. Ini bukan karena lelah semata, otaknya kaget dengan hipotesis yang dia rangkai sendiri. Dia berpegangan ke lengan Leviathan, sedikit meremas bajunya untuk mengendalikan gejolak emosi. Sesuatu terasa mengganjal.
“Beel, apa kamu mengingat sesuatu sebelum kamu tertidur?” Arciel mencoba memastikan.
Beelzebub mengerutkan alis. “Err ... aku mencium wangi bunga, desisan binatang. Oh, ada laki-laki berkata, 'Keliru'.”
Potongan teka-teki telah terkumpul. Sekarang Arciel tahu apa yang janggal.
Gelombang besar zombie menyambut mereka berlima. Mungkin jumlahnya di atas 50 zombie. Semuanya mati-matian di babak terakhir. Ini sudah di ujung ruangan. Mereka bisa melihat tembok dan pintu keluar. Hasrat menyelesaikan wahana menambah poin kekuatan, kelincahan, dan akurasi.
“Selesai,” ujar Beelzebub lega.
Belphegor langsung rebahan di lantai dengan mata tertutup. Aki duduk meluruskan kaki. Leviathan duduk sambil melemaskan bahu. Arciel duduk sambil mengipaskan tangan di depan hidung, kabut ini sejak tadi membuatnya sebal. Beelzebub tiduran menyamping sambil memegangi perut.
Mereka beristirahat sebentar sambil menunggu kedatangan Little D. Mereka merasa sudah menghabisi semua zombie di ruangan. Namun, dua menit berlalu ... belum ada tanda kemunculan Little D atau apapun yang menandakan lolos dari Survival Room. Mereka mencoba membuka pintu sendiri, tetapi sihir khusus di sana membuat mereka terpental.
“Apa yang kita lewatkan?” Belphegor bertanya-tanya.
“Mungkin kita perlu menyisir ruangan sekali lagi,” usul Leviathan.
“Tidak ada cukup waktu, Lev. Kita hanya punya belasan menit,” tolak Aki.
Arciel tergelitik ingin meniru gaya Satan ketika dalam mode detektif, tetapi membatalkan niatnya karena merasa tidak cocok. Badannya yang kecil seperti tenggelam di tengah perdebatan kawan-kawannya.
“Ingat, Arci, kita harus memberikan kesan mengintimidasi dan meyakinkan saat mengungkap kasus. Penjahat yang diam-diam panik akan membongkar celahnya sendiri.”
Arciel teringat pesan Satan saat mereka menonton film detektif minggu lalu. Masalahnya adalah bagaimana cara agar terlihat demikian. Arciel memanjat setumpuk silinder bekas zombie yang telah mereka bereskan barusan. Dia duduk di atasnya. “Teman-teman, aku tahu apa yang salah,” serunya, menaikkan volume suara.
“Apa yang kamu lakukan di sana?” tanya Leviathan bingung.
“Arciel, waktu kita sekitar sepuluh menit lagi,” imbuh Beelzebub.
Walau merasa gagal bertindak keren, Arciel tidak ingin menunjukkannya. Dia harus bisa mengungkap pelaku. “Kita tidak akan ke mana-mana karena yang dibutuhkan ada di sini. Iya, kan, wahai Final Boss?” Arciel mengedipkan sebelah mata.
“Apa maksudmu?” tanya Belphegor.
“Peti yang ditemukan Aki kosong, artinya ada sesuatu yang seharusnya di sana. Setiap permainan biasanya memiliki bos lantai. Tidakkah kalian merasa aneh karena kita belum bertemu dengannya?” Arciel melompat turun lalu merebut senapan di tangan Beelzebub.
“Sejak awal kita sudah diberitahu, tetapi hal-hal tersebut terlewatkan tanpa sengaja. Satu kelopak bunga di luar lingkaran. Little D mengucapkan berempat padahal seharusnya Beel masih dihitung, atau lebih mudah jika hanya menyambut dengan kata kalian. Kita tidak melihat zombie Beel menyerang. Sebagian wajah dan tangan Beel menghijau tanpa sebab yang jelas.”
“Tapi aku asli.” Beelzebub membela diri.
Pandangan tiga orang lain beralih pada Beelzebub. Aki dan Leviathan mengarahkan moncong senjata mereka ke sana, sedangkan Belphegor menodongkan pistolnya kepada Arciel. “Jangan sembarangan! Dia Beel sungguhan,” desis Belphegor.
Arciel tersenyum. “Aku belum selesai, Belphegor,” balasnya, menekankan pada kata Belphegor.
“Ingat, Aki dan aku pasti lolos tuduhan, karena kami belum datang ke Devildom tiga tahun lalu saat data mulai dikumpulkan.” Mereka berempat menjadi agak sesak. Arciel tidak mencoba mengintimidasi lagi, tapi alam seolah melakukan itu untuknya. “Turunkan senjata kalian, aku belum menembak siapapun. Waktu kita tinggal sedikit.”
Ketenangan Arciel membuat Belphegor menurunkan senapan. Aki dan Leviathan pun mengikuti. Mereka bisa merasakan kalau Arciel tidak sedang membual.
“Seharusnya Beelzebub menjadi Final Boss. Namun, petugas membuat suatu kesalahan. Beel, coba ulangi apa yang kamu ingat sebelum pingsan?”
“Hmm, aroma wangi, desisan binatang, dan suara asing yang berkata 'keliru'?” Beel menjawab.
“Apa maksudmu Beel belum sepenuhnya disiapkan menjadi Final Boss karena kekeliruan itu?” tanya Aki.
“Ya. Mereka bermaksud menculik Beel, membuatnya terlihat seperti final boss lalu kita akan game over karena menembaknya.”
“Lalu bagaimana dengan opinimu tentang angka empat tadi? Apakah ini kasus khusus?” tanya Leviathan.
“Tidak. Kita tetap berempat. Final Boss yang asli memang berada di sini. Aki, jika kamu tidak pernah mengenal mereka bertiga, kekeliruan apa yang mungkin kamu pikirkan?”
Dari mereka berempat, Arciel hanya percaya pada Aki. Sudah pasti Final Boss tidak bisa menyamar menjadi seseorang yang tidak mereka miliki datanya.
Aki mengamati Beelzebub, Belphegor, dan Leviathan. Kira-kira kekeliruan apa yang bisa diasumsikan orang? Mereka bertiga kan bersaudara meski tidak memiliki ikatan darah, batinnya sebelum tiba-tiba menyadari sesuatu.
“Um ... kembar? Levi lebih mirip kembaran Belphie daripada Beel?” tebak Aki ragu-ragu.
“Memangnya kenapa?” tanya Belphegor.
“Bukan. Kenapa aku?” Leviathan bingung tiba-tiba disangkutkan dalam premis.
“Levi bersikap normal dari tadi,” bela Belphegor. “Aku lebih percaya jika Beel dijebak dan sekarang Final Boss bersembunyi untuk menyergap kita berlima.”
Arciel menghela napas. Kenapa Kak Satan terobsesi dengan peran detektif, padahal ini merepotkan?
“Leviathan palsu, barusan kamu membuka celah dengan bertanya seperti itu. Tebakan Aki tidak menyudutkan, tetapi kamu malah mengelak untuk sesuatu yang tidak perlu.”
Belphegor hendak membela Leviathan lagi tetapi Arciel mengangkat tangan kanan, mengisyaratkan supaya dia berhenti.
“Asap wangi di lorong mengandung efek ilusi dan melumpuhkan insting. Beel dan Levi diculik petugas. Awalnya mereka mengira yang kembar adalah Levi dan Belphie. Mereka tidak ingin mengambil risiko ketahuan dengan mudah jika kembaran palsu ditempatkan di posisi yang sama. Levi akan dijadikan Final Boss dan Beel akan digantikan yang palsu.
“Tetapi saat sinkronisasi data, mereka menemukan fakta kalau Belphie dan Beel yang kembar. Perannya pun dibalik secara mendadak. Tidak masalah jika Levi dalam proses bius karena dia tidak masuk ke permainan, tetapi untuk membius dan menyulap Beel menjadi Final Boss butuh waktu. Karena terburu-buru itulah, Beel tidak sempat dimasukkan ke peti serta efek biusnya tidak selama rencana.
“Levi bisa membaca keadaan tetapi kesadarannya menipis. Dia bermaksud meninggalkan kode karena tahu kesadaran Beel masih tersisa, tetapi di situasi sependek itu dia hanya terpikir untuk mendesis seperti ular. Tujuannya supaya kita tahu di sana kamu tidak sendirian, Beel. Sebab tidak mungkin wahana seperti ini memiliki binatang asli berkeliaran.”
Analisis Arciel membuat empat orang di sana membatu. Masuk akal, tetapi belum sepenuhnya bisa dipercaya.
“Aku ingat desisan itu, tapi setahuku Leviathan bersikap seperti biasa,” gumam Beel
“Jika aku palsu, kenapa aku tidak menyerang dari awal? Aku punya banyak kesempatan.” Leviathan membela diri.
“Jawabannya ada di kertas yang kita temukan di peti. Kami akan menghancurkan kalian saat kalian berpikir telah mengalahkan kami.“
“Ka-kamu terlalu mengada-ada, Arc. Katakan saja kalau kamu kesal padaku. Jangan masukkan ke dalam hipotesismu.” Leviathan memegang kedua bahu Arciel, tatapan matanya seperti memohon. Arciel mundur tidak langkah.
“Tidak, Levi. Apa kamu lupa pertengkaran kita semalam di kamarmu?” Suara Arciel bergetar seperti tidak sanggup bicara lagi.
“Tidak. Maafkan aku, kupikir kita bisa melupakannya sejenak dan membuat kenangan indah hari ini.”
Arciel selalu kesulitan berbohong, tetapi ternyata Leviathan palsu lebih bodoh dari perkiraannya. Belphegor menodongkan pistol ke arah Leviathan.
“Dia palsu. Arci baru datang ke kamar Levi tadi pagi, bukan semalam. Tidak ada pertengkaran apapun,” tukas Belphegor.
“Sejak awal aku merasa aneh, karena kamu normal tapi sekaligus asing. Kemudian aku sadar, data Leviathan yang dikumpulkan tiga tahun lalu belum mengenalku. Kamu bingung cara bersikap denganku.” Sekarang Aki ikut menodongkan pistol. Beelzebub ingin bergabung, tetapi senapannya dibawa Arciel. Wajah polos Beelzebub mengganggu konsentrasi Arciel sejenak. Perempuan itu kemudian melemparkan senapan Beelzebub pada pemiliknya.
Leviathan palsu bergegas mengambil satu peluru cat biru dari sakunya. Dia hendak menekan pelatuk, tetapi tangan Beelzebub bergerak lebih cepat menembak jatuh senjata demon palsu.
“Levi menganggapku sebagai Player 2, partnernya dalam menyelesaikan game, bukan semacam NPC yang hanya harus dilindungi.” Arciel mengakhiri kalimat dengan menembak bersama Aki dan Belphegor.
Wujud Leviathan palsu berubah menjadi Little D setelah terkena serangan. Beberapa detik berselang, Little D pemandu muncul. Mereka berdua tertawa sembari melontarkan mantra khusus ke langit-langit. Kabut memudar, cahaya keemasan muncul dan berkumpul menjadi tulisan yang mengambang di udara.
Congratulations! You won this game.
Kegiatan bolos yang melelahkan akhirnya berlalu. Mereka berlima pulang ke House of Lamentation. Beelzebub langsung menuju kulkas untuk kebiasaan tengah harinya. Leviathan mengajak Arciel menonton anime bersama di kamarnya, untuk mengganti sesi kencan yang berantakan tadi. Aki ikut ke kamar Belphegor untuk menumpang tidur siang.
Mereka berdua rebahan menyamping, saling berhadapan.
“Aki, kalau aku di posisi Leviathan, bagaimana kamu akan mengenaliku?” celetuk Belphegor penasaran.
“Mustahil.” Aki langsung mengibaskan tangan. “Kamu tidak mungkin diculik karena terlihat tidak bisa diandalkan. Maksudku, Beel kelihatan paling kuat di antara kita. Levi jago dalam urusan game sehingga mereka ingin mengurangi hambatan. Lah kamu?”
Belphegor mengakui kebenaran jawaban Aki. Akan tetapi, dia agak merasa kesal pula. “Jawab saja. Kan kalau,” gumamnya sedikit memaksa.
Aki berpikir. Dia salut Arciel bisa mengenali Leviathan. Seandainya Belphegor di posisi itu, bagaimana kira-kira dia memastikan?
“Aku akan melontarkan meme. Kalau Belphie tertawa berarti itu palsu. Atau aku akan menyanyikan lagu konyol yang viral di TokTik. Atau aku menyuruhmu tidur dan melihat seberapa cepat kamu tertidur. Atau aku mencoba bahasa sapi, moo moo. Atau ....”
“Aku mau tidur,” sela Belphegor.
Aki tertawa kecil. Dia bangun untuk mengambil buku dari tasnya. “Oh iya, tadi aku menggambarmu saat kita berlima makan.”
Mata Belphegor terbuka lagi. Dia duduk di tempat tidur, melihat gambar yang ditunjukkan Aki: Gambar Belphegor sedang mengangkat pistol. Belphegor terlihat keren di sana. Aki memang pintar menggambar orang.
“Bagus. Sini ... aku akan menambahkan gambarmu.”
Belphegor tersenyum sebelum mengambil pensil. Dia menggambar Aki di samping gambar Belphegor. Raut wajah fokus Belphegor selama menggambar membuat Aki terpesona.
“Sudah. Kamu tidak perlu memujiku.”
Belphegor kembali tidur, sementara Aki membuka buku dengan jantung berdegup kencang. Belphegor tidak punya jiwa seni yang memadai, di gambarnya Aki malah terlihat seperti zombie. Namun, gambar lebih mengutamakan perasaan daripada goresan, kan? Ketulusan Belphegor membuat gambar itu terlihat seratus kali lebih baik ...
... sebelum Aki membaca tulisan di bagian bawah.
Aki zombie bodoh ;p
” ....”
Aki menambah beberapa detail yang berhubungan dengan sapi serta coretan asal di atas gambar Belphegor.
Belphie sapi jelek ;p
Kemudian dia tidur di samping Belphegor. “Selamat tidur, Belphie.”
—end
author's note:
aku masih ada draft dan outline kasaran detective AU soal tim detektif 345+Arciel (kalau jadi mau rekrut 1 MC lagi biar ganjil 5 orang, tokoh utamanya tentu Detective Satan). mereka menangani kasus pembunuhan. gatau bakal kurilis kapan