leviaphile

author: leviaphile language: Bahasa Indonesia fandom: Obey Me pairing: Sho (MC) x Satan note: dadakan, super pendek, dan gaje, tapi HBD kar >~<


Bagaimana kalau pihak ketiga antara Sho dan Satan adalah seekor kucing?


Satan nelangsa. Dia dan Sho mengevakuasi kucing hitam bersama-sama, bahkan dia yang membelikan kalung untuk si Kucing. Akan tetapi, kucing tersebut hanya mau menempel pada Sho dan mendesis galak setiap Satan mendekati mereka.

Di satu sisi, Satan ingin bermain dengan kucing. Di sisi lain, Satan ingin berduaan dengan Sho. Tidak ada satupun yang bisa dia lakukan. Sho dan kucing hitam asyik bermain sendiri seolah Satan tidak ada.

Tiba-tiba Satan overthinking. Bagaimana kalau Sho memutuskannya karena dia mengadopsi kucing yang tidak menyukai Satan? Dia pernah melihat peristiwa serupa beberapa kali di base kucing. Saat itu Satan hanya tertawa dan mendukung para sender, tetapi ceritanya lain ketika sekarang dia di posisi korban.

“Ah, kucing pintar.” Sho terdengar memuji si Kucing Hitam. Satan masih duduk lemas di posisi semula.

Kemudian, Sho menyadari kesuraman Satan, “Satan, sini,” ajaknya ceria.

“Aku mau, tapi—” Kucing hitam mendesis dan menegakkan ekor lagi saat Satan mendekat.

Sho mengamati Satan lekat-lekat. Sepertinya dia tahu letak masalah. “Satan, lepaskan jaketmu. Mungkin di badanmu ada bau kucing lain yang tidak dia suka,” saran Sho.

Seketika Satan melepas dan memperhatikan jaketnya sendiri. Ada sejumlah bulu kucing oranye yang tadi cukup lama dia gendong. Mungkinkah gara-gara itu?

Satan mencoba mendekat lagi. Satu langkah. Tidak ada tanda penolakan. Dua langkah. Kucing hitam tetap tenang. Kemudian, Satan menggendong kucing tersebut. Si Kucing mendengkur di gendongannya. Momen ini membuat Satan terharu.

Mereka bertiga bermain bersama. Kecemasan Satan sirna sudah. Mereka bertiga pasti bisa menjadi keluarga yang bahagia. Kucing hitam berlari mengejar bola kecil yang dilempar Sho. Dua orang tersebut menonton sembari terpana dengan keimutan si kucing.

“My darling beloved cat!” ujar Satan.

Sho kaget, tetapi tidak terlalu heran. Satan memang sangat suka pada kucing. “Satan, kucingnya masih di sana,” tanggap Sho.

“Di sini juga ada.” Satan batuk pelan, pipinya merah, “My cute wittle titty tat!”

Sho menunjuk dirinya sendiri, ingin memastikan pendengarannya. Satan tidak menjawab. Kemudian Satan memeluk Sho, menggosok-gosokkan pipinya ke kepala Sho yang terheran-heran dan salah tingkah.

—end

author: leviaphile language: Bahasa Indonesia fandom: Obey Me pairing: Leviathan x Arciel (MC), Belphegor x Kayy (MC)


Ramuan aneh Solomon memiliki efek samping yang tidak terduga. / Bagaimana rasanya menyaksikan orang yang kaucintai jatuh dari surga?


Luke mengajak Kayy dan Arciel berakhir pekan di Purgatory Hall. Awalnya seru, tetapi berujung horror sebab mereka harus lari dari masakan Solomon. Tahu-tahu mereka sampai di kamar Solomon.

“Aku tidak menelannya, hanya menaruh di sela gigi, tapi rasanya seperti mau mati,” ujar Arciel usai mengeluarkan secuil objek asing yang dianggap Solomon mahakarya di kamar mandi.

“Kamu nekat juga, Arc. Ayo minum dulu. Oh, ini ada jus anggur. Kelihatannya enak.” Kayy memberikan sebotol cairan ungu beraroma manis pada Arciel.

“Terima kasih, Kayy.” Arciel meminum setengah dan memberikan setengah lagi pada Kay yang sudah pucat karena aroma masakan Solomon tadi.

Akan tetapi, ternyata itu bukan jus anggur. Arciel dan Kayy jatuh terduduk.

Mereka disuguhi langsung kejadian itu dari sudut pandang orang ketiga.


Gelap. Pusaran hitam di pandangan. Lalu, terdengar suara tegas. Lucifer?

“Maaf, Ayah, kami akan memilih jalan sendiri.”

Demon bersaudara lain menyetujui. Percakapan mereka agak sulit diikuti. Pusaran hitam di mata lenyap sesaat, menampakkan beberapa lelaki malaikat ... yang penuh kesedihan dan beban.

Gelap lagi. Kayy dan Arciel seolah merasakan ikut jatuh bersama mereka.

Tidak terlihat apa-apa.

Devildom? Atmosfer terasa membakar. Namun, di sini juga dingin sekali. Tulang seperti ditusuk-tusuk. Devildom terlihat lebih tua. Tidak ada para malaikat jatuh. Tampaknya, mereka jatuh di tempat berlainan.

“Arci, ini apa?” Kayy terdengar gemetar.

“Ingatan?” lirih Arciel menahan kengerian.

“Belphie!”

“Levi!”

Mereka mencemaskan semuanya, tetapi tentu ingin memastikan yang teristimewa baik-baik saja pertama kali. Meski badan terasa remuk, mereka berjalan ke arah berlainan ... mengikuti kata hati.


Leviathan kesakitan. Dia pun belum membiasakan diri dengan iklim Devildom, terutama kebutuhannya akan air. Dia tidak punya cukup tenaga untuk memanggil Lotan. Setengah sadar, ia merayap di tanah Devildom ... mencari air. Beruntung di saat seperti ini, ekornya cukup membantu.

Saudara-saudaraku ... di mana? batin Leviathan.

Leviathan bisa merasakan keberadaan saudara-saudaranya, tetapi belum mampu bergerak ke sana. Dia harus menolong diri sendiri dahulu.

Hahaha, jenderal perang Celestial Realm itu kini menjilat ludah sendiri, sinisnya dalam hati.

Akhirnya, secara sukarela aku jatuh kemari. Setelah ini apa yang akan kulakukan? Aku tidak mungkin berperang. Aku hanya bisa bertarung. Aku ... terbuang dari hidupku sendiri. Aku tidak lagi berguna. Jika tidak jatuh pun, kurasa aku tak bisa menjalani hidup lamaku dengan hati seperti ini. Aku iri ... pada dunia, pada semua yang bebas menjadi dirinya, yang memperoleh segalanya.

Kesadaran Leviathan semakin menipis, tetapi dia tersenyum. Tapi setidaknya, aku tidak sendirian.

Dia tahu dia tidak jatuh sendirian. Jika dengan saudara-saudaranya, meski hari esok akan sulit ... ia merasa ada hal yang tetap baik-baik saja.

Dia pernah menjadi malaikat berlandaskan kepatuhan. Dia berubah menjadi demon berinti dosa besar. Namun, jiwanya lebih kompleks dari bacaan dongeng lama; sebab keluarga itu nyata, mengaliri pembuluhnya, meski mereka tak sedarah.

Arciel menemukannya; telanjang, kotor, dan penuh luka. Dia seperti bisa mengerti perasaan dan pikiran Leviathan, termasuk rasa sakit di sekujur badan. Rasa remuk Arciel tadi bukan apa-apa.

Arciel mengulurkan tangan untuk merengkuh Leviathan, tetapi tidak bisa. Tangannya menembus badan itu. Suaranya tak bisa terdengar. Dia hanya bisa menangisi ketidakberdayaan ... melihat seseorang yang sangat disayanginya kesakitan, tetapi tak mungkin melakukan apapun.


Belphegor telentang di tanah, matanya berair. Dia tidak tahu itu embun atau air mata. Jatuh ternyata lebih sakit dari perkiraannya, tetapi Lilith ... mengingat penderitaan Lilith, Belphegor kembali dihunjam penyesalan.

Ini yang terbaik walau kita kehilangan kemalaikatan karena berkubang dosa. Lucifer ... Devildom tidak lebih kejam, kan? Kita bisa hidup lebih leluasa sebagai diri kita, kan? Kita bisa terus menyayangi Lilith, kan? batin Belphegor.

Belphegor sedikit mendongak seolah ingin memandang Celestial Realm dari jauh.

Kita ... anak-anak yang tersakiti, setidaknya sebagai saudara tetap saling memiliki. Kemarahanku pada malaikat dan kebencianku pada manusia akan terus kuingat ... bahkan hingga pada titik malas mengungkapkan mengapa marah dan benci. Dan rasa sakit ini, pasti ... Monolog Belphegor terputus karena hilang kesadaran.

Saat Kayy sampai, dia bisa merasakan emosi Belphegor, termasuk harapannya kepada Lucifer, meski mulai terhampar bibit jarak. Dia tahu, siksaan terbesar Belphegor mungkin bukan di sini. Namun, Kayy tetap tak sampai hati.

Kayy mendekat, berusaha menghapus air mata Belphegor. Tangannya menembus tubuh Belphegor. Mereka berdua terseret ke tempat lain.

Adegan ini ... pertengkaran Lucifer dan Belphegor, batin Kayy.

Kayy sudah pernah melihatnya, tetapi sekarang lebih tenggelam di suasana. Belphegor sedang berjuang melawan kebencian, menahan pengkhianatan, dan kesakitan dalam ketidaktahuan.

Kayy tidak menyalahkan Lucifer. Dia paham Lucifer juga menderita. Dia hanya tak kuasa melihat Belphegor terus dihantui pikiran-pikiran jahat selama terkurung. Kebencian yang menguat, pengkhianatan yang kian sakit sebab kasih sayang yang besar, dan kenangan yang tak henti mencela. Seperti meledek: “Kebahagiaanmu tidak pernah nyata. Kamu sendiri. Kamu takkan bisa melakukan apa-apa.”

Belphegor dikurung. Ekspresinya seperti batu, Kayy yang menangis.


“Kalian sudah kembali?”

Suara Luke menyadarkan Arciel dan Kayy. Mereka masih di posisi semula. Bedanya, lebih menyedihkan dengan wajah banjir air mata dan terasa sesak.

“Solomon, apa yang kaulakukan terhadap mereka?!” tukas Belphegor marah.

“Katakan mereka akan baik-baik saja!” desak Leviathan.

Aura demon menguar dari badan mereka berdua. Kemudian, mereka berubah ke wujud demon. Simeon berusaha menahan mereka.

“Maaf, itu ramuan eksperimenku. Mereka akan melihat kenangan menyakitkan dari hal pertama yang mereka pikirkan, harusnya ketika selesai melihat mereka bisa sadar,” jelas Solomon penuh rasa bersalah.

“Mereka sudah sadar,” kabar Luke. Atensi mengarah pada dua perempuan yang berusaha mengumpulkan ketenangan.

Melihat Leviathan dan Belphegor, badan yang tadinya lemas seperti tak terasa lagi. Arciel dan Kayy menghambur ke pelukan mereka sambil menangis. Mereka terisak mengucapkan maaf, serta kalimat lain seperti terima kasih. Leviathan dan Belphegor merasa kaget, malu, cemas, serta emosi-emosi lain dijadikan satu.

“Arc/Kay, apa kamu baik-baik saja?” tanya Leviathan dan Belphegor.

“Aku melihatmu jatuh. Pasti sakit sekali. Maaf .... Maaf, Levi ... tapi terima kasih sudah bertahan.”

“Aku juga melihatmu menjelang insiden Attic, Belphie. Pasti berat sekali. Maaf .... Maaf, dan terima kasih sudah berdamai.”

Penghuni Purgatory Hall memperhatikan dengan seulas senyuman. Rasa cemas mereka ikut menguap. Luke berinisiatif mengambilkan roti dan teh.

“Kalian tidak perlu minta maaf. Menurutku, kalian datang di saat yang tepat,” timbrung Simeon.

“Iya, kami baik-baik saja sekarang. Terima kasih sudah datang ke hidup kami,” ujar Belphegor.

“Terima kasih untuk tidak menyerah menghadapi kami. Ayo kita pulang. Arc, aku baru membeli merchandise baru dari Akuzon untuk c-couple.”

“Kayy, menangis bikin capek. Energiku juga habis gara-gara Solomon. Waktunya tidur siang.”

Tidak ada yang berbicara. Hanya ada upaya Arciel dan Kayy berusaha menghentikan tangis mereka.

Kemudian, dengan polosnya Luke menginterupsi. “Hei, jangan pulang dulu sebelum makan!”

—end

author: leviaphile language: Bahasa Indonesia fandom: Obey Me pairing: Mammon x Lithia Putri note: happy birthday, lithia. nggak tau keknya rada gaje dan OOC karena dadakan. singkat


Mammon bermulut besar dia memperoleh job pemotretan baru untuk Majolish tanpa menceritakan detailnya. Leviathan menagih hutang Mammon untuk ke-1234567890 kalinya, tetapi demon tersebut berkelit seperti biasa. Semua curiga pada dua kemungkinan; 1.) Mammon berbohong tentang pekerjaan barunya, atau 2.) Mammon kalah judi.

“Pihak Majolish tidak cerita apa-apa padaku, tetapi kalau untuk cover majalah bulan ini,” Asmodeus mencoba mengingat-ingat, “setahuku bukan Mammon.”

“Aku tidak heran. Yang penting kamu jangan aneh-aneh, Mon,” timbrung Belphegor.

“Kami yang ikut kerepotan kalau terseret masalahmu,” lanjut Satan.

“Aku sungguhan akan dapat uang banyak kok,” tukas Mammon.

Lithia menyimak dari jauh karena dia sedang makan camilan dengan Beelzebub. Dia hanya berharap Mammon tidak terlibat masalah. Lucifer bisa menggantung Mammon, alias Mammon akan menderita dua kali kalau itu terjadi.


House of Lamentation masih sunyi saat Lithia bangun tidur. Hari ini adalah hari ulang tahunnya. Lithia kurang menyukai ulang tahun, tetapi momen ini menandakan jika dia masih bertahan. Semua kesulitan di masa lalu dan entah akan ada masalah apa di masa depan, setidaknya Lithia masih bertahan.

Lithia bermaksud mengambil minum dan beberapa camilan di dapur saat ada seseorang datang. Mammon. Dia membawa ... majalah Majolish.

“Pagi, Mon. Tumben kamu sudah bangun,” sapa Lithia.

“Iya. Aku tidak sabar melihat diriku di majalah.” Mammon gagal menutupi kegugupan. “bawa ini.”

Dia mengalihkan perhatian Lithia dengan meletakkan majalah di tangannya. Mammon mendahului Lithia membuka pintu kulkas. Dia mengeluarkan kue ulang tahun berukuran kecil tetapi terlihat mahal. “Selamat ulang tahun, Lithia.”

Lithia terharu Mammon mengingat ulang tahunnya. Mammon menyalakan lilin. “K-kamu beruntung karena The Great Mammon yang pertama mengucapkan selamat ulang tahun, tetapi bukannya aku sengaja menunggumu atau apa.”

“Terima kasih, Mammon.” Harapan Lithia saat meniup lilin adalah bisa berbahagia bersama semua orang yang dia sayangi. Mammon masih terlihat menunggu sesuatu. Beberapa saat kemudian, Lithia sadar dia belum memotong kuenya.

Saat yang lain masih terlelap, mereka berdua berbagi kue dan perbincangan tentang masa depan. Tahun ini, Lithia memulai ulang tahun dengan orang yang ia sayang.


Lithia kembali ke kamar. Perutnya kenyang. Dia jadi ingat kalau belum membuka Majolish.

“Kira-kira Mammon ada di rubrik apa?” gumam Lithia.

Dia membuka halaman demi halaman. Akhirnya dia menemukan Mammon berpose di dalam troli supermarket. Dia sedang mencium kartu kredit—mungkin miniatur Goldie. Akan tetapi, yang menarik perhatian Lithia adalah barang yang Mammon pegang di pinggiran troli. Gantungan kunci berbentuk ... kepala Lithia Putri versi chibi.

Kemudian, Lithia membaca rubriknya—tentang lifestyle para demon. Salah satu kalimat Mammon membuat mata Lithia basah.

“Aku suka Goldie. Sangat suka. Tetapi, sebagai Avatar of Greed, aku lebih menyukai seseorang di atas semua ketamakanku. Kebahagiaannya berharga seisi dunia. Ketamakanku berkata, aku ingin selalu bersamanya.”

—end

author: leviaphile language: Bahasa Indonesia fandom: Obey Me pairing: Solomon x Ian note: Happy birthday, Izel~ Nggak tau keknya rada gaje dan OOC karena dadakan. singkat.


Kotak musik raksasa di udara. Tangga di langit. Untuk Ian, Solomon selalu punya hal yang ajaib.


Tenaga Ian cukup terkuras setelah merayakan pesta bersama teman-teman RAD. Para demon berisik, tetapi kali ini Ian memakluminya—bahkan bisa dibilang menikmati. Para manusia dan ras lain adalah tamu favorit Ian. Menghabiskan waktu bersama mereka selalu menyenangkan.

“Ian, ayo kuantar pulang.” Solomon datang, menepuk pundaknya dari belakang.

“Tapi ini rumahku.” Ian menaikkan alis, “Kamu yang tidak pulang-pulang.”

“Maksudku, kuantar ke belakang.” Solomon mendorong Ian maju.


Di halaman belakang, ternyata ada pesta di dalam pesta. Padahal sebelum pesta Ian sendiri yang mengecek di sini tidak ada apa-apa. Di tanah tidak ada banyak hiasan, tetapi ada balok-balok mengapung membentuk anak tangga ke langit. Warnanya senada dengan langit malam, tetapi lumayan memendarkan cahaya.

Ian menengok ke atas. Ada kotak musik raksasa. Ada dua kursi dan satu meja. Ada kue di meja tersebut. Solomon dan segudang ide anehnya memang kerap membuat Ian memijit kepala.

“Kapan kamu menyiapkan yang seperti ini?” heran Ian.

“Tadi. Aku dibantu para demon yang membuat pact denganku,” jawab Solomon ringan.

Iya juga. Mudah bagi Solomon menyiapkan ini semua. Solomon menjentikkan jari, sebuket mawar putih muncul dari udara kosong. Dia memberikannya pada Ian, “Ayo kita berpesta lagi,” ajak Solomon.

Kendati mencoba tenang, berkas kegugupan masih tampak di wajah Ian. Solomon tersenyum saat Ian menerima bunganya. “Mau kugandeng naik?” tanya Solomon merasa di atas angin.

“Tidak. Terima kasih.” Ian menaiki tangga tanpa menoleh ke belakang lagi. Dia bisa mendengar tawa kecil Solomon.

“Aku sudah memantrai selapis udara di areal ini. Setidaknya cukup untuk menahan kita berdua,” papar Solomon.

Ian mengangguk paham. Mereka berdua berjalan di udara. Duduk mengamati pemandangan. Membahas hal remeh atau sekadar bersenandung mengikuti lagu. Meminum teh yang sepertinya racikan Barbatos. Memakan beberapa suap kue yang mungkin berawal dari dunia manusia.

Kotak musik raksasa memutar lagu lama—sangat lama sampai banyak yang tidak tahu. Pada lagu berikutnya, waktu seolah maju beberapa ratus tahun. Maju lagi dan lagi pada lagu berikutnya. Terutama bagi Solomon, rasanya seperti mengapung di mesin waktu. Menyegarkan kembali kenangan, serta berbagi dengan seseorang yang berulang tahun hari ini.

Setahun terasa sangat singkat baginya. Akan tetapi, sejak bertemu Ian, dia jadi lebih menghargai setiap detiknya. Ian tidak setua dirinya, tetapi tentu akan jauh lebih tua dari orang biasa. Sihir yang mengaliri darah mereka membuat mereka bisa bertemu. Dari sorot mata Ian, Solomon tahu dia memikirkan hal serupa.

“Sekarang, ada persembahan spesial untuk ulang tahun Ian Gloucester.”

Ian tersedak teh mendengarkan penuturan Solomon yang tiba-tiba. Sorcerer berambut putih tersebut bangun, mulai bernyanyi. Lagu yang dia ciptakan sendiri.

Our destiny Utagawanakutte ī Marude fantasy Oide ore no soba ni Are you ready zenbu makasete Rhythmical na yoru ni ochite ku

Sosok Solomon tampak mempesona. Ian tersenyum saat menonton. Dia ingin ikut bernyanyi, tetapi belum tahu lagunya.

Di jeda musik sesudah reff, Solomon kembali menghampirinya, “Bagaimana?” tanya Solomon percaya diri.

“Bagus. Kamu lebih baik menyanyi daripada memasak,” komentar Ian apa adanya.

“Ngomong-ngomong tentang memasak, aku juga menyiapkan masakan spesial untukmu.” Sekarang Ian panik dalam hati. Dia tidak mau mengakhiri ulang tahun dengan kenangan buruk. Untung Solomon masih lebih fokus pada penampilannya. Ada sedikit waktu untuk berpikir.

“Tapi sekarang, mau menari bersama, Ian? Lagunya belum berakhir loh.”

Solomon mengulurkan tangan, mengajak Ian berdansa di langit. Di bawah sinar bintang dan bulan. Tidak menjejakkan kaki di tanah. Aroma sihir masih pekat di udara ... sihir yang mempertemukan mereka yang berasal dari waktu dan tempat berbeda.

—end

author: leviaphile language: Bahasa Indonesia fandom: Obey Me Shall We Date pairing: Belphegor x Aki (MC) warning: NSFW, porn-without-plot-but-with-feelings


Belphegor dan Aki menyimpan banyak rahasia. Mereka merahasiakan status hubungan. Mereka merahasiakan aktivitas intim di bawah hidung penghuni House of Lamentation.


Aki ingin tidur. Belphegor hobi tidur. Mereka pun suka tidur bersama, baik secara denotatif maupun makna lain.

Pasangan yang masih merahasiakan hubungan ini menganggap tidur merupakan salah satu cara memperdekat hubungan mereka. Sedangkan, tidur-dalam-artian-yang-lebih-liar merupakan aktivitas pengantar tidur. Mereka melakukannya lebih sering dari yang bisa terbersit di benak orang-orang, walau tentu tidak setiap hari.

Semua orang tahu, Belphegor cukup sering berada di Attic walau sudah dibebaskan dari status tahanan. Mereka memaklumi absennya Belphegor dari aktivitas tidak penting seperti menonton film tengah malam atau bermain game karena si Bungsu tidur. Namun, mereka tidak tahu, jika Aki sering bersama Belphegor di saat-saat tersebut.

Mereka berdua bermain secara rapi. Jarak Attic relatif jauh dari pusat keramaian House of Lamentation, tetapi untuk berjaga-jaga Belphegor dan Aki berusaha tidak banyak bersuara atau meninggalkan bekas yang terlihat. Belum saatnya memproklamirkan bahwa mereka sudah berpacaran.

Hari ini pun Aki mencari Belphegor ke Attic. Ada pertemuan Student Council di RAD, Belphegor yang berkata akan menyusul belum jua datang. Lucifer menyuruh Aki membangunkan dan menyeret Belphegor ke RAD.

Pintu Attic setengah terbuka. Di tempat tidur, ada seragam RAD yang tampaknya baru dikeluarkan dari lemari. Belphegor tidur sambil memeluk bantal kesayangannya. Mungkin dia berpikir untuk rebahan sebentar sebelum mandi tetapi malah ketiduran.

“Belphie, ayo bangun! Lucifer menyuruhmu menyusul ke rapat Student Council.” Aki terus menggoyang-goyangkan pundak Belphegor dan memanggil namanya.

Dia tahu Belphegor sudah bangun tetapi masih malas membuka mata. Demon tersebut berguling lalu menutup telinganya dengan bantal. “Lima menit lagi,” gumam si Demon Bungsu, mengumpulkan energi untuk bangun.

Melihat Belphegor bermalas-malasan, Aki tiba-tiba ingin mencoba hal kotor. Biasanya, Belphegor tidak akan malas kalau digoda atau diajak berhubungan intim. Bagaimana jika mereka melakukan make-out atau semacamnya selama belasan menit? Dengan gerakan hati-hati karena takut Belphegor bangun sebelum dia selesai, Aki membuka lemari pakaian Belphegor. Dia memikirkan suatu ide.

Pemilik lemari hampir lupa ucapan “Lima menit lagi”nya dan nyaris ketiduran saat Aki memanggilnya.

“Belphie, lihat! Ada kejutan!”

Ada apa lagi? Setengah tertarik, Belphegor membuka mata. Aki duduk di lantai tanpa memakai pakaian apapun selain jaket biru Belphegor sebagai outer. Jas almamater, seragam, dan pakaian dalam Aki teronggok di lantai.

“Sini, Belphie,” ucap Aki.

Belphegor mengumpulkan kesadaran dalam sekejap. Aki memang mudah membuatnya ... bangun. Warna merah merambati wajahnya. Matanya tiba-tiba membelalak. Belphegor terlihat menggemaskan, setidaknya sampai seringai terbit di wajahnya.

Aki sengaja menggodanya. Belphegor tidak mengerti apa motif Aki mengajaknya bercinta di situasi seperti sekarang, tetapi dia tidak akan menahan diri karena Aki yang memulai.

Lelaki tersebut berjongkok di samping Aki, menarik dagunya agar mereka bertatapan. Belphegor bisa merasakan kegugupan Aki.

“Hehe, bajunya cocok, kan?” tanya Aki seraya sedikit menggerakkan kepala karena gelisah. Bagian rambutnya yang menyerupai tanduk ikut bergoyang.

Belphegor memegangi dagu Aki lebih erat, lalu tersenyum manis dengan aura iblis, “Cocok sekali. Kamu boleh tetap memakainya.”

Lantas, Belphegor mencium Aki sebelum pacarnya bisa mengatakan apa-apa lagi. Aki memejamkan mata dan mengalungkan tangannya ke leher Belphegor.

Padahal Belphie baru bangun tidur, tetapi ciumannya masih menyegarkan. Jangan-jangan Avatar of Sloth memiliki perawatan khusus untuk gigi dan mulut sehingga hobi tidur tidak mengganggu— Pikiran random Aki terhenti tatkala ciuman Belphegor semakin liar. Aki berusaha menandingi tetapi sudah kalah sedari awal. Tangan Belphegor mengelus-elus tengkuknya, membuat Aki agak merinding.

Ketika ciuman berhenti, Aki melihat Belphegor sudah menyamankan posisi menjadi duduk. Dia menyuruh Aki untuk naik ke pangkuannya. Seolah terhipnotis, Aki mematuhi tanpa berpikir dua kali.

Belphegor menyibakkan rambut Aki ke samping. Leher merupakan titik lemah Aki. Bagian kesukaan Belphegor. Dia mulai menciumi leher dan tengkuk Aki. Yang dicium memejamkan mata sambil menggigit pelan bibirnya, sebisa mungkin menahan suara yang keluar.

“Tidak apa-apa. Tidak ada orang di sini.” Belphegor menepis kekhawatiran Aki, lalu mencium lehernya lagi.

Mereka jarang bisa bercinta tanpa perlu khawatir ketahuan demon brothers yang lain. Keduanya pun lebih menyukai tempat privat serta malas menginap di luar. Kendati kerap menyegel ruangan agar kedap suara, mereka tetap berhati-hati terhadap segala kemungkinan. Alhasil, kesempatan seperti sekarang sayang untuk dilewatkan.

Bibir Belphegor sedikit bergeser ke tengkuk saat tangannya menyusuri badan Aki. Dari usapan ringan di bahu, lalu selangka, singgah agak lama di buah dada. Lenguhan Aki bertambah keras mengiringi remasan Belphegor. Tangan Belphegor lantas sedikit menyibakkan baju yang Aki pakai di bagian pundak. Mulut Belphegor pindah ke tempat baru untuk dieksplorasi. Aki spontan mencengkeram salah satu lengan Belphegor saat pundaknya digigit.

Kemudian, si Demon Bungsu melanjutkan penjelajahannya. Dia melahap buah dada Aki yang ranum. Hisapan bergantian diselingi beberapa gigitan di sejumlah titik, jua Belphegor sempat mendengarkan bunyi detak jantung Aki yang kencang. Sebelah tangannya menggeranyangi semakin ke bawah, sedangkan satu tangan lagi menahan punggung Aki. Belphegor hafal Aki akan lebih menggila tatkala Belphegor menyentuh pangkal pahanya.

“Basah,” komentar Belphegor setengah menggoda.

Wajah Aki lagi-lagi memerah, rambut tanduknya bergerak naik. Aki ingin membantah, tetapi tidak bisa karena itu adalah fakta.

Belphegor mengusap bagian permukaannya seksama. Gesekan pelan tetapi menyiksa. Terkadang Belphegor memainkan jarinya di pintu masuk, lalu mengeluarkan lagi. Erangan kecewa Aki terdengar menggemaskan. Aki menjambak Belphegor entah secara sadar atau tidak, baru pacarnya memasukkan jari.

Satu jari. Dua jari. Kehangatan yang familiar memanjakan jari Belphegor. Dia mulai menjalankan misi untuk mempersiapkan milik Aki supaya bisa lekas beradaptasi dengan organ kebanggaannya. Maju mundur, ke samping, zig zag, jari Belphegor sudah sangat terampil. Yang berbeda adalah kali ini dia tidak mencium Aki atau memasukkan jarinya ke mulut Aki.

Mereka tidak perlu menahan diri. Mulut Belphegor masih betah bermain di sekitar leher dan dada. Desahan-desahan Aki memompa semangatnya. Lalu, Belphegor memeluk Aki lebih erat sambil menggerakkan jarinya lebih cepat. Aki membenamkan kepala ke ceruk leher Belphegor, tangannya balas memeluk kuat-kuat.

“A-aku keluar, Belph,” ujar Aki di antara desahannya. Tidak lama kemudian, Belphegor bisa merasakan gelombang orgasme mengenai jari-jarinya. Belphegor menarik jarinya keluar, mempersilakan cairan klimaks Aki menerobos keluar, bahkan mengenai celananya.

Manik mata Belphegor kembali memperhatikan wajah Aki, lalu melihatnya dari atas ke bawah. Indah. Celana Belphegor makin sesak. Belphegor menyuruh Aki mengubah posisi menjadi setengah berdiri, berpegangan pada dirinya sebentar. Dia butuh sedikit waktu untuk menurunkan celana sampai ke lutut dan meregangkan kaki sedikit. Lalu, Belphegor kembali menarik Aki ke pangkuannya.

Kulit bertemu kulit. Bagian bawah Aki terasa lebih basah serta hangat. Dia mencengkeram paha lalu menggesekkan ereksi ke klitoris Aki, merangsang salah satu titik tersensitif perempuan. Desahan Aki bercampur racauan tidak jelas. Sebenarnya, Belphegor bisa menangkap maksudnya, tetapi dia berpura-pura tidak tahu. Belphegor sengaja tidak melepaskan pakaiannya dari tubuh Aki. Entah kenapa melihat Aki dalam kondisi sekarang menghadirkan sensasi tersendiri.

“B-Belphie, just fuck me already,” pinta Aki blak-blakan sambil menggerakkan pinggul. Jika Belphegor masih berpura-pura tidak dengar, Aki sudah berencana untuk menggigit.

“Kamu sangat menginginkanku, huh?” Belphegor menyeringai, masih meneruskan aksinya, “Beg, Little Sheep.

Walau kesal, Aki memohon juga. Dia tidak tahan. “Please ....

Aki meremas pelan bagian belakang kepala Belphegor. Lantas, dia mendekatkan kepalanya ke telinga sang Avatar of Sloth. “Please ... I want you inside me.

Belphegor meledak di dalam hati walau ekspresinya tidak menunjukkan perubahan berarti. “As you wish, My Human,” respons Belphegor sambil mendaratkan kecupan singkat di dahi Aki.

Kemudian, Belphegor perlahan memasukkan kejantanannya. Liang sempit tersebut menyambut bersahabat. Bagian dalam Aki menjepitnya, mengundangnya masuk lebih dalam, memanggilnya untuk bermain. Tentu Belphegor menyanggupi dengan senang hati.

Tarikan dan dorongan. Tusukan demi tusukan. Gesekan kulit bertemu kulit. Belphegor tenggelam dalam kegiatannya. Sementara itu, Aki memejamkan mata. Mulutnya tidak berhenti melantangkan nama sang Kekasih. Tangan Aki memeluk erat-erat leher Belphegor. Dia masih beradaptasi dengan sensasi yang menggoyahkan kewarasan.

Begitu Aki mendapatkan sebagian kontrol dirinya, dia ikut bergerak seirama dengan Belphegor. Menumpu tangan di bahu Belphegor, Aki bergerak naik turun. Membantu Belphegor mencapai bagian yang lebih dalam.

Ekspresi Aki terlalu menarik untuk dilewatkan. Belphegor menatap Aki lurus sambil menggeranyangi badannya, membuat Aki merasa sedikit terintimidasi serta diserbu rasa malu. Akan tetapi, tubuh biologisnya tidak bisa dibohongi. Aki tidak bisa berhenti dan tidak mau menyuruh Belphegor berhenti.

“Biar kubantu.” Aki belum menjawab karena sibuk mengatur napas, tetapi Belphegor sudah memegangi kedua pahanya, menggerakkan Aki naik dan turun.

“BELPHIE!” teriak Aki, buru-buru memeluk leher Belphegor, mencari pegangan.

Belphegor lantas menawan bibirnya dalam ciuman yang memabukkan. Tangan Aki bergeser ke kedua sisi kepala Belphegor, meremas bahkan terkadang menjambak helaian rambut biru gelap-putih tersebut.

Desahan dan teriakan mereka saling bersahutan. Gerakan yang semakin lama semakin liar. Ketika dinding vagina Aki menjepitnya lebih kuat, Belphegor bisa memprediksi Aki akan orgasme dalam waktu dekat. Dia pun rasanya hampir di ujung. Mereka masih bergerak.

Jambakan di rambut Belphegor semakin kencang. Badan Aki seolah kaku sesaat sebelum terdengar teriakan panjang. Aki telah mencapai klimaks lebih dahulu.

Setitik kewarasan Belphegor yang tersisa mengingatkan bahwa mereka lupa memakai kondom. Walau berat hati, Belphegor mengeluarkan penisnya. Aki meminjamkan tangannya untuk membantu Belphegor sampai orgasme. Cairan sperma Belphegor mengenai panggul Aki.

Ini masih belum selesai.

Belphegor menggendong Aki ke ranjang yang untungnya dekat. Dia melepaskan celana yang mengganggu. Dia memposisikan diri di atas manusia kesayangannya.

Gerah, Belphegor juga melepas pakaiannya, melempar asal ke lantai. Wajah Aki bertambah merah melihat Belphegor telanjang. Mulutnya menganga selama beberapa detik. Badan Belphegor tidak terlalu kekar, tetapi cukup berbentuk dan kokoh. Badan mereka terlihat serasi. Kulit mereka yang berkeringat sedikit lengket saat bersentuhan.

Organ vital yang belum lama terpisah kembali bertemu. Namun, mereka belum bergerak. Mungkin untuk mengumpulkan energi, atau sekadar ingin menikmati sensasi ini lebih jelas. Dituntun oleh naluri, Aki mencium rahang Belphegor, saat lelaki tersebut membelai pipinya.

“Kupikir aku meninggalkan bekas terlalu banyak. Semoga berhasil menutupinya ya,” tukas Belphegor tiba-tiba. Aki melotot sebagai bentuk protes, tetapi dia tidak menggubris.

“Tanggung jawab. Bantu aku menutu—ah, lupakan. Kamu tidak akan bisa.” Aki menghela napas. Pasrah dengan segala perbuatan Belphegor atas dirinya.

“Hahaha, semangat!”

Belphegor mulai bergerak. Aki mengalungkan kedua kaki ke pinggangnya, memberikan akses penuh. Mereka saling memandang. Kedua tangan Aki ikut melingkari punggung Belphegor, mencakar saat Belphegor terlalu ganas.

Erangan Belphegor membuat telinga Aki ikut memerah karena tersipu. Aki tidak kuasa memandang Belphegor sehingga memejamkan mata. Akan tetapi, batin Aki senang mendengar Belphegor mendesahkan namanya.

Di pihak lain, Belphegor sedang dalam semangat penuh. Desahan Aki lebih lantang dari biasanya. Teriakan Aki terdengar langka di telinga Belphegor. Dia ingin mendengarnya lagi. Dia tidak tahu kapan bisa mendengarnya lagi di waktu mendatang. Sekarang, dia harus mendengarnya lagi ... sebanyak mungkin.

Lebih cepat. Lebih keras. Lebih dalam. Sedikit lagi ... sebentar lagi. Momen pelepasan membuat mereka melayang. Secara refleks, Belphegor dan Aki memejamkan mata untuk lebih menghayati kenikmatan. Kemudian, mereka membuka mata sayu, ingin memandang seseorang tercinta seakan berbagi momen surgawi tersebut.

Aki mengusap pipi Belphegor yang berkeringat. Belphegor menyisir rambut berantakan Aki dengan jarinya. Lantas, mereka saling menempelkan hidung, menutup sesi dengan kecupan kilat di bibir. Setelah itu, Belphegor berguling tiduran di samping Aki.

Belphegor dan Aki menyukai percakapan santai setelah bercinta. Sudah keharusan untuk menanyakan apakah ada yang sakit atau tidak nyaman. Kemudian, percakapan berlangsung tanpa arah. Mereka bisa membicarakan apa saja sambil melakukan kontak fisik seperti berpelukan dan memegang tangan.

Mereka sedang berduaan di tempat tidur saat Aki tiba-tiba melotot dan bangun dengan panik. Tujuan awalnya adalah mengajak Belphegor datang rapat. Bisa-bisanya dia sangat terbawa suasana. Sudah berapa lama waktu berlalu?

“Lucifer pasti marah!” Aki mengguncangkan pundak Belphegor, “Um ... cepat bersiap,” suruh Aki.

“Dia sudah biasa marah-marah,” balas Belphegor bodo amat.

“Iya, iya.”

Daripada membuang lebih banyak waktu untuk membujuk Belphegor, lebih baik Aki bersiap dulu. Usai meminum potion penambah tenaga, Aki buru-buru ke kamar mandi untuk mengguyur badan seadanya ... sedangkan Belphegor malas-malasan seperti biasa. Setelahnya, Aki menyeret Belphegor ke kamar mandi.

Bagian yang paling menyebalkan bagi Aki adalah after-aftercare. Belphegor yang agresif, Aki yang kerepotan menutupi bekasnya. Sembari menggerutu, Aki mengoleskan kosmetik di bekas-bekas yang ditinggalkan Belphegor. Kemudian, Aki mengecek cermin berulang kali, memastikan semuanya aman.

Dia ingin memakai syal, tetapi takut dicurigai. Aki sekarang berpikir untuk menggerai rambutnya. Tak lupa, Belphegor memasukkan seprei ke tempat laundry dan Aki mengepel lantai.

Di perjalanan menuju RAD, Aki panik takut dimarahi Lucifer, tetapi Belphegor justru santai. Kata Belphegor, selama mereka tidak bersikap mencurigakan, tidak akan ada yang marah. Lagipula semua orang sudah hafal bahwa umumnya butuh waktu lama untuk membangunkan Belphegor.

Jadilah mereka berdua sengaja berlama-lama sebelum menyusul rapat. Singgah untuk membeli camilan di jalan. Berhenti untuk menonton iklan di layar besar pertokoan. Saling menceritakan lelucon konyol—setidaknya konyol menurut Aki. Melakukan pembicaraan random berdasarkan setiap topik yang terlintas, mulai dari kakek-kakek demon mirip Lucifer sampai cara Satan menamai kucing jalanan.

Belphegor dan Aki berupaya menghilangkan sisa nafsu mereka. Mereka berubah dari pasangan kelebihan hormon menjadi seperti dua remaja absurd yang baru berpacaran. Mereka melakukannya supaya Asmodeus, Avatar of Lust, tidak bisa mendeteksi hawa nafsu. Mereka perlu menghilangkan jejak sebersih mungkin.

Semakin dekat dengan RAD, mereka pun berubah menjadi seperti teman biasa. Tidak ada tanda sedikit pun bahwa mereka baru saja bercinta.


Lagi-lagi Aki datang ke Attic. Dia tidak bisa tidur. Belphegor sengaja tidak mengunci pintu, berjaga-jaga kalau Aki tiba-tiba datang. Daripada dia harus mengatur volume DDD ke maksimum supaya bisa bangun saat Aki menelepon, lebih baik begini, kan?

Setelah mengunci pintu, Aki berjalan sepelan mungkin, tetapi Belphegor bangun saat Aki mendekatinya. Perempuan itu menaikkan alisnya heran. “Tumben. Kupikir kamu sudah tidur.”

“Tadi iya,” jawab Belphegor pendek. Dia seakan-akan sudah menanti kedatangan Aki, “Mau berciuman?”

“HEH?” Aki refleks menggerakkan tangan karena kaget, tetapi setelah beberapa detik salah tingkah, dia mengangguk malu, “Mau.”

Mereka duduk di tempat tidur lalu berciuman. Tangan Belphegor memeluk pinggang Aki, dan tangan Aki memegangi pundaknya. Berawal dari ciuman yang menenangkan seperti gelombang ringan di pinggir pantai, kemudian bergelora layaknya didera ombak besar.

Mencari. Belphegor menekan bagian belakang kepala Aki untuk memperdalam ciuman. Lidah mereka saling menjelajahi mulut masing-masing. Saling menjilat, membelit, melumat, hingga berakhir menjadi dominasi sepihak karena Belphegor berhasil menaklukkan Aki.

Lagi. Satu ciuman tidak akan cukup. Sensasi yang menggelitik, memanggil, menunggu. Kemudian terus terulang. Satu, dua, tiga, lagi. Mendamba. Seperti meminum air laut yang hanya akan membuat semakin haus. Aki mendorong wajah Belphegor mundur di tengah-tengah ciuman keempat. Paru-parunya sudah merindukan oksigen.

“Belphie ...,” panggil Aki.

“Aki ....”

Tidak ada lagi yang berbicara secara lisan. Tatapan mereka seolah berbicara. Belphegor menarik Aki mendekat. Saling menyentuh. Menandai. Mengenali setiap inchi. Berkomunikasi dengan bahasa sentuhan.

Kelembutan membuai mereka untuk mengecap sesuatu yang lebih. Mereka sering berbagi ranjang. Di satu sisi terasa lumrah dan benar, terutama karena mereka berada di Devildom. Di lain sisi, bercinta menjadi semacam candu. Perpaduan beragam emosi, kontradiksi, dan hasrat menjelma warna baru dalam hubungan.

Nyaris sunyi, cuma ada suara-suara lirih; napas yang terengah-engah, desahan pelan, serta erangan tertahan. Namun, suasananya tetap menggebu-gebu. Serasa hanya ada mereka berdua di dunia ini. Toh memang ada momen yang cukup disimpan sendiri. Dunia di balik pintu Attic tidak perlu tahu.

Belphegor bangun sejenak untuk mengambil kondom di laci meja. Selagi ingat, dia turut melemparkan pakaiannya dari lantai ke bak laundry, lalu memindahkan pakaian Aki ke meja. Daripada nanti harus menunda tidur untuk beres-beres, lebih baik sekarang, kan? Jika bisa menghemat energi, maka Belphegor tidak mau menyia-nyiakan waktu sampai terlambat bermalas-malasan.

Belphegor mengusap pipi Aki saat dia perlahan memasukinya di bawah sana. Aki mencengkeram lengannya untuk menahan sensasi yang dia rasakan. Mereka kembali berciuman, salah satunya untuk mengurangi desahan selama penyatuan. Gabungan saliva mereka terkadang menetes dari sudut bibir. Sesekali mereka pun meredam dengan menggigit bagian tubuh partnernya.

Tempo gerakan naik perlahan, kemudian ritmenya menjadi tidak beraturan. Spontan, Aki mencakar lengan Belphegor. Dia berusaha bergerak seirama dengan Belphegor yang memegang kendali. Enggan mencakar lagi, Aki memeluk erat-erat punggung Belphegor. Yang dipeluk mengecup dahi berkeringat Aki.

Ketika mereka bersama mencapai puncak, seluruh dunia memutih. Tepat di samping telinga, nama pasangan menjadi satu-satunya melodi.

Usai membereskan kondom bekas, Belphegor kembali ke tempat tidur. Tidak ada ronde kedua malam ini. Mereka sekadar ingin berbagi keintiman sebelum tidur. Berikutnya, mereka mengobrol sembari mengumpulkan rasa kantuk. Tidak ada topik yang jelas, tetapi tetap bermakna.

Walau tidak sepanas bara api, di antara mereka masih terasa pijar. Sebuah kehangatan yang terasa kekal, dan mereka ingin menjaganya sekekal mungkin.

Aki meringis melihat luka cakar di lengan atas Belphegor. “Belphie, rahasiakan ya kalau itu bekas cakaranku,” ujar Aki setengah berbisik.

Belphegor tersenyum kecil. Dia tidak keberatan, bahkan cukup senang karena Aki juga meninggalkan bekas padanya. “Iya, ini rahasia kita berdua.”

Kelingking mereka bertautan. Aki lantas mengangguk puas. Belphegor memainkan tanduk rambut Aki sekilas dengan tangannya yang bebas.

Telanjang di bawah selimut, mereka mencari kehangatan dengan merapat ke pasangannya. Belphegor dan Aki saling menatap sebelum memejamkan mata. Menjemput mimpi indah, untuk kemudian bangun menjalani kenyataan yang lebih indah.

Sampai pagi, Belphegor dan Aki tidur berpelukan.

Mereka tidak bisa melihat benang merah yang menghubungkan keduanya, membelit secara tak kasat mata.

Iblis dan manusia pun dapat ditakdirkan untuk jatuh cinta.

—end

Bonus:

“Seberapa sering kalian melakukannya? Dari skala satu sampai sepuluh.” Kazuko tiba-tiba membuka topik, kemudian dia yang menjawab pertama kali, “Kalau aku dan Beel antara lima ke enam.”

Arciel terbatuk pelan. “Dua sampai empat ... uhm, t-tapi sekali melakukannya—” Dia tidak melanjutkan jawaban dan menutup sebagian wajah dengan bantal pemberian Leviathan.

Sekarang tinggal Aki. Melihat dua temannya menatap penuh tanya, Aki hanya tertawa canggung. Tanduk rambut Aki berayun saat dia salah tingkah. “Uhm ... berapa ya?”

Kemudian Aki buru-buru ke luar. “Maaf, hari ini giliranku menjaga kulkas.”

Arciel dan Kazuko sekilas melihat wajahnya memerah. Asap seolah keluar dari telinga Aki.

Ini rahasia kami berdua, kata Aki dalam hati.

author: leviaphile language: Bahasa Indonesia fandom: Obey Me Shall We Date pairing: implied Leviathan x Arciel, but mostly just conversation between them setting: Local AU, nama lokal Athan dan Arcia


Menceritakan dua anak muda yang berdiskusi tentang memaknai kemerdekaan. / “Sebenci apapun pada situasi negara, bukankah selalu ada hal-hal yang kita cinta?”


Sang Saka Merah Putih berkibar megah. Teks proklamasi dan Indonesia Raya berkumandang. Bulu kuduk terasa merinding setiap membayangkan betapa heroiknya pejuang kemerdekaan. Athan mengagumi para pahlawan, walau tidak seluruh kisah bergelimang cahaya, bahkan riwayat Proklamator Indonesia. Bung Hatta hidup sangat sederhana hingga akhir hayatnya, dan kematian Bung Karno penuh tanda tanya. Naskah asli Supersemar saja raib entah ke mana.

Arcia, pacarnya, lebih perasa, sehingga Athan selalu menyiapkan sapu tangan dan permen di saat seperti ini. Dia mudah menangis setiap memikirkan negara, dan sok kuat saat masalah pribadi menimpanya.

“Than, tadi waktu memejamkan mata menyanyi dan mendengarkan Indonesia Raya ... banyak banget yang lewat di kepalaku. Sekarang justru seperti negara yang mengkhianati rakyatnya,” pungkas Arcia sambil mengusap sudut matanya yang basah.

Athan setuju. Bung Karno berkata, “Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah, tetapi perjuangan kalian akan lebih sulit karena melawan bangsa sendiri.”

Berceritalah Arcia tentang kasus-kasus yang sudah sering dia katakan via chat atau langsung. Hutang negara yang penuh darah, seperti tragedi 1965 dan penghilangan aktivis 1998. Perampasan ruang hidup dan pelanggaran HAM masa kini, bahkan sejumlah kasus yang dimenangkan rakyat tetap kalah di lapangan. Taktik-taktik para bajingan oligarki yang memuakkan. Semua aspek terlibat dalam kekacauan, termasuk aparat yang seharusnya menegakkan keadilan, akademisi, dan tokoh agama.

“Athan ingat Bu Wagirah? Mendiang Yu Patmi? Mas Budi Pego? Negara ini tidak kekurangan orang-orang baik, tetapi lebih berpihak pada para penguasa yang jahat. Terus mereka suka menggaungkan hantu komunisme lah, bahaya anarkisme lah, padahal yang jelas-jelas merusak itu penyakit kapitalisme global!” Arcia mengunyah permen di akhir perkataan, seakan melampiaskan amarah ke sana.

“Lalu, yang lucu mereka bisa mengatakan Bhinneka Tunggal Ika tetapi rasis pada saudaranya sendiri,” Athan ikut berapi-api, “Kesal banget tiap ada yang koar-koar China ini itu, atau ngatain teman-teman Papua monyet hutan dan memandang seakan mereka setengah binatang. Apalagi hipokritnya kalau sudah menyangkut keberagaman.”

Marah-marah pada negara ternyata menguras tenaga. Mereka berhenti untuk membeli jus pinggir jalan. “Tapi, menurutku masih ada banyak hal baik yang patut kita jaga dan perjuangkan. Sebenci apapun pada situasi negara, bukankah selalu ada hal-hal yang kita cinta?” Senyuman Arcia terbit saat dia mengingat-ingat.

Banyak rakyat baik terhadap sesamanya. Banyak orang hebat yang ingin mengharumkan nama Indonesia di bidang mereka masing-masing. Banyak yang menolak lupa tetap memperjuangkan keadilan. Keragaman suku, ras, agama, kepercayaan, bahasa, flora, fauna, budaya, dan lain-lainnya. Tradisi dan tabiat mulia seperti gotong royong serta demokrasi. Tumbuh bhinneka cinta.

Para pejuang kemerdekaan telah membukakan pintu. Generasi penerusnya yang harus melanjutkan. Bagaimana negara ini di masa depan terletak di pundak-pundak tersebut.

“Itu dia, karena perjuangan belum selesai. Kemerdekaan membuka lembaran baru. Sekarang giliran kita mengisinya. Kita bukan pahlawan dan tidak perlu menjadi pahlawan, kita cukup menjadi ... manusia.”

Athan berpikir beberapa detik sebelum mengucapkan manusia. Akan tetapi, menurutnya manusia pasti memiliki akal budi. Kalau berpegang pada kemanusiaan dan nilai-nilai luhur yang diwariskan turun temurun, bukankah sudah pasti menghadirkan hal baik?

Athan dan Arcia melihat teman-teman mereka bersiap untuk lomba kemerdekaan. Semua hanyut dalam euforia, wajah mereka penuh sukacita. Melihatnya, raut wajah Athan dan Arcia pun berangsur cerah. Mari menepi sebentar dari kerumitan zaman, dan merayakan pencapaian besar di masa lalu. Hari ini layak untuk diperingati.

Semoga kemerdekaan membuka kemerdekaan yang lain. Semoga suatu hari kita bisa merdeka 100% seperti kata Tan Malaka.

“Arci, siniii!”

“Athan, Bang Fajar mendaftarkanmu ikut tarik tambang!”

Mereka berlari menghampiri teman-teman mereka, rekan perjuangan untuk mengisi kemerdekaan, orang-orang yang mereka sayangi. Dari langit, para pejuang baik yang dikenal maupun tidak diketahui namanya selalu memperhatikan anak, cucu, dan generasi penerus mereka. Sang Saka Merah Putih berkibar megah.

author: leviaphile language: Bahasa Indonesia fandom: Obey Me ft Ensemble Stars pairing: Leviathan x Arciel, Kaoru x Maira setting: local highschool AU


Leviathan saja bisa menerka, bahwa udara di sekitar Kaoru dan Maira berwarna merah muda.


Leviathan menemani Arciel menonton latihan ekskul bela diri sepulang sekolah. Akan ada perlombaan nasional dalam waktu dekat, sehingga para atlet sekolah sibuk bersiap. Dia cemas Arciel terpesona pada laki-laki lain. Namun, ternyata Leviathan tidak perlu cemas karena Arciel hanya fokus pada Maira, teman sekelasnya.

“Semangat, 'Ra!” ucap Arciel.

Maira melambai padanya, “Thanks, Arci.”

Mata Leviathan lebih sibuk melihat ke arah Arciel daripada atlet bela diri. Kemudian, sosok tidak asing tetapi bukan temannya tertangkap ujung mata Leviathan. Kaoru Hakaze, normie strata atas di sekolah, anak ekskul band yang terkenal.

Apa yang dia lakukan di sini? batin Leviathan bingung.

Penasaran, Leviathan mengamati gelagat Kaoru. Jika dugaan Leviathan tidak salah, Kaoru selalu tersenyum bangga setiap Maira berhasil melakukan gerakan sulit atau melibas lawannya.

Normie bucin idiot, dengkus Leviathan dalam hati.


Saat latihan selesai pada sore hari, Maira menghampiri mereka. Maira lantas mengajak Arciel untuk makan malam bersama dan membeli buku, tetapi Leviathan buru-buru menyela.

“Tidak. Arci dan aku mau pergi ke kafe Ruri-chan lalu menonton movie Hanaka The Angel.” Leviathan melirik Kaoru dari sudut matanya. Aksi cupid seperti teman protagonis anime terdengar menggoda untuk dicoba. “Ajak Hakaze saja.”

“Oh, Kaoru? Boleh, tapi biasanya band Kaoru tampil di kafe depan sekolah, kan?” Maira mengingat-ingat. Dia tidak ingin memberatkan Kaoru.

“Nanti malam jadwalku kosong kok,” jawab Kaoru cepat, sebelum Maira berubah pikiran, “Nanti kujemput ya!”

“Oke, Kaoru. Terima kasih.”

Lihat, suasana merah jambu antara mereka. Rasanya seperti menonton live action dorama, komentar Leviathan dalam hati.

“Arci, ayo kita pulang,” ajak Leviathan.


Kaoru senang bisa berjalan-jalan dengan pujaan hatinya. Mereka makan dan belanja bersama. Mereka banyak mengobrol satu sama lain. Maira terlihat menanggapinya positif, tetapi Kaoru belum berani mengambil langkah lebih seperti menyatakan cinta. Mereka masih perlu sedikit waktu.

Trotoar ramai malam ini. Ada banyak pejalan kaki menuju pertokoan atau restoran di sekitar. Kaoru memilih berjalan di sisi yang berdekatan dengan jalan raya, supaya Maira lebih aman. Akan tetapi, kemudian badan kecil Maira tersenggol pejalan kaki lain yang baru keluar dari toko. Maira sedikit limbung ke samping. Tenaganya banyak terkuras oleh latihan tadi siang.

“Hati-hati,” Kaoru meraih bahu Maira.

“Terima kasih, Kaoru.” Jantung Maira berdegup kencang sesaat, tetapi dia berusaha mengendalikan ekspresi.

“Sama-sama, Maira.” Senyuman lebar Kaoru menenangkan Maira. Lelaki tersebut kemudian mengajaknya membeli camilan untuk dibawa pulang.

Di mata orang awam yang tidak mengenal mereka, Kaoru dan Maira sudah seperti sepasang kekasih. Tidak cuma serasi, tetapi wajah mereka terlihat bahagia saat bersama ... layaknya remaja saat dimabuk cinta.

“Ra, lain kali mau nonton band-ku saat perform di kafe? Makanan di sana enak-enak loh,” celetuk Kaoru.

“Aku pernah nonton sekali. Kalian keren.”

Pujian Maira membuat diam-diam Kaoru salah tingkah. Kaoru sudah sering dipuji oleh orang-orang, akan tetapi kata-kata Maira damage-nya berbeda. Wajah bangga Maira membuat Kaoru berandai-andai suatu hari band-nya akan jauh lebih terkenal. Kelak Maira ikut mengurus band-nya, menonton setiap konser mereka, dan mereka pergi berkencan setelahnya. Pada suatu hari, semoga.

—end

author: leviaphile language: Bahasa Indonesia fandom: Obey Me pairing: err ... Leviathan x Arciel? setting: local college AU note: tmi beberapa hal di sini terinspirasi dari kisah nyata (iya saya berpengalaman kena “friendzone” irl juga T-T). visual Dewi Fakultas dan adek tingkat Arci terserah, saranku bisa pakai mbak-mbak succubus dan Noir/Sirius.


Dua teman biasa saling memendam rasa. Mencari saat yang lain tampak memalingkan muka. / Adakah yang akan berubah jika aku mencoba meraih tanganmu?


Kotak putih dan pita jingga. Isinya manga yang menurut Arciel akan Leviathan sukai, beberapa pembatas buku buatan sendiri, permen, dan merch photocard karakter anime kesukaan Leviathan. Arciel tersenyum saat memasukkannya ke tas. Satu angkatan prodi ingin membuat kejutan untuk Leviathan, teman mereka yang baru memenangkan sebuah kompetisi internasional. Arciel tersenyum lagi, membayangkan raut haru dan malu Leviathan nanti.

Sebelumnya Levi kan jarang diperhatikan teman-teman karena dia otaku introvert bermulut sadis yang kadang skip kelas, semoga teman-teman bisa lebih menghargai Levi, batin Arciel senang.

Walau tidak terlalu dekat, tetapi Leviathan menganggap Arciel sebagai teman. Leviathan memang jarang menyebut orang lain temannya. Oleh karena itu, Arciel ingin menjaga pertemanan mereka ... termasuk dengan menyembunyikan perasaannya sendiri.


“Lev, ini cuma hadiah kecil, tapi ....” Arciel menyerahkan hadiah saat yang lain sibuk. Leviathan sempat terkesiap, tetapi menerimanya dengan wajah sumringah.

“Arci bestie, terima kasih gozaimasu.”

Mereka terdistraksi karena teman-teman prodi heboh. Ada yang menyikut rusuk Leviathan. Seorang mahasiswi yang dijuluki “Dewi Fakultas” datang membawa buket bunga dan bingkisan untuk Leviathan. Arciel mundur selangkah demi selangkah secara natural.

Leviathan tampak gugup didekati Sang Dewi. Teman-teman mulai menyoraki mereka. Celetukan kalau mereka seperti sepasang tokoh utama dalam anime rom-com sempat membahana.

Arciel mencoba turut senang untuk Leviathan, tetapi dadanya sesak. Sesuatu seperti mengganjal tenggorokannya. Lidahnya kelu. Matanya panas. Hatinya ... nyeri. Sisa rasionalitas menyuruhnya lekas pergi atau dia bisa menangis di tempat ini.

“Mon, ada teman SMA datang ke kos. Aku balik dulu ya,” ujar Arciel sambil menunjukkan ponsel yang layarnya mati.

Arciel pamit pada Mammon, salah satu penyelenggara acara sekaligus teman kontrakan Leviathan. Dia tidak berpamitan langsung karena Leviathan terlihat ... sibuk. Bukan tanpa alasan perempuan itu disebut Dewi Fakultas. Dibandingkan dengannya, Arciel merasa seperti remahan kentang.

“Oh, oke, Arci, hati-hati ya.”

Leviathan ... tidak mungkin menyukaiku.


Leviathan lelah menjadi pusat perhatian. Awalnya memang seru seperti menjadi protagonis anime, tetapi energinya sudah habis. Dia ingin menghabiskan waktu dengan Arciel yang sudah lama ia sukai. Untung dia bisa kabur dari para normie. Sekarang waktunya mencari Arciel.

Arciel berbicara dengan orang yang tidak Leviathan kenal di depan gedung UKM. Arciel mungkin bosan dengan pestanya. Dia lebih memilih berbincang dengan lelaki itu.

Leviathan tidak jadi menghampiri Arciel. Tadi dia berpikir, prestasi akan membuatnya lebih percaya diri berinteraksi dengan Arciel. Tidak seperti kepengecutannya selama ini. Dia membuka kolom obrolan dalam waktu lama, ingin mengirim chat tetapi bingung harus mengetik apa. Dia sering memakai headphone tanpa menyalakan lagu saat bersama Arciel karena gugup untuk mengajaknya mengobrol. Akan tetapi, kenapa sekarang Arciel masih terasa jauh?

Arciel tertawa bersama orang tersebut sebelum menyerahkan proposal. Apa itu adik tingkat yang ingin meminta tanda tangan? Siapapun dia, Leviathan cemburu. Darahnya terasa mendidih.

Dia ingin Arciel paling bahagia saat bersamanya. Dia ingin Arciel hanya melihat ke arahnya. Sayang gelombang kepasrahan lain menghantam Leviathan. Dia hanyalah otaku freak yang jauh dari kriteria lelaki idaman.

Arciel ... tidak mungkin menyukaiku.

—end

Menunggu Bersamamu

author: leviaphile language: Bahasa Indonesia fandom: Obey Me SWD pairing: Leviathan x Arciel (MC) setting: local college AU


Jika itu tentang kamu, aku selalu menemukan hal-hal kecil yang bisa kukenang.


Arciel melangkahkan kakinya ke sekre BEM Universitas RAD. Dia baru menyelesaikan birokrasi proposal untuk program kerja Bina Desa. Masih ada banyak waktu hingga kelas dimulai, tetapi akan tanggung jika pulang terlebih dahulu. Sekre memang menjadi tempat kos kedua.

Ada sepasang sepatu di rak. Arciel kenal pemilik sepatu ini. Ketika Arciel masuk, dia melihat Leviathan memangku bantal sembari menonton video di komputer sekre. “Levi, tumben pagi-pagi ke sekre?” tanya Arciel. Setahunya Leviathan tipe tidur pagi bangun siang, kecuali jika ada kelas pagi.

“Mammon dan Asmodeus berisik. Aku tidak bisa tidur, tadinya mau numpang tidur di sini tapi takut kebablasan,” jawab Levi seraya cemberut.

Arciel tidak bisa tidak melirik kantong mata Leviathan yang menebal. Rambut Leviathan juga acak-acakan, tetapi badannya wangi wajar. Dalam artian, bukan aroma belum mandi yang disamarkan semprotan parfum banyak-banyak. Ternyata selentingan Leviathan selalu mandi sebelum tidur itu benar.

“Tidur saja. Nanti kubangunkan kalau aku mau kelas.”

“Tidak perlu, Arci. 25 menit lagi kok.” Leviathan me-minimize tab dan membuka folder galeri UKM. “Kita lihat-lihat foto dokumentasi proker kemarin yuk. Tumben aku tidak menjadi sie PDD.”

Arciel mengangguk. Dia duduk di sebelah Leviathan. Mereka melihat foto-foto bersama.

Ada delegasi dari UKM Rohis, Raphael, sedang mengelus dada melihat kelakuan Mammon dan Mephistopheles.

Ada Thirteen memasang wajah jahil sambil menunjuk ke samping, di sana terlihat Lucifer dan Airin duduk berduaan.

Ada Belphegor yang ketiduran di tengah sesi materi.

Ada Arciel sedang menutupi sebagian wajah dengan tangan karena tidak ingin difoto. Di belakangnya Simeon dan Solomon tersenyum ke arah kamera.

Ada Leviathan dan Beelzebub mengangkat galon serta kresek berisi kardus-kardus makanan.

Ada banyak sekali foto. Lalu, ada candid Leviathan dan Arciel berpapasan sambil bertukar senyum.

Leviathan berhenti menggulir galeri ke foto selanjutnya. Arciel pun berlama-lama memandangi foto itu. Guratan merah merayap di wajah mereka meski foto tersebut wajar.

“Aku tidak sadar foto ini diambil.” Arciel memecah keheningan.

“Sa-sama. Bagus juga. Ayo kita lihat foto selanjutnya.”

Jika itu tentang orang yang istimewa, kamu akan selalu menemukan hal-hal kecil yang bisa dikenang. Mungkin sesederhana ketika kamu tanpa sadar tersenyum saat melihatnya, dan dia membalas senyumanmu.

Atau saat kalian duduk bersama dengan lengan saling bersinggungan, melihat sesuatu bersama, dan bertukar percakapan ringan. Kemudian, video lagu random yang sedari tadi belum dimatikan memutar lirik-lirik hangat.

“Aku dan kamu melipat malam Dengan cerita yang tercipta dari Jejak langkah hari-hari yang telah berlalu Dan kita berdua termangu terperangkap rindu ....” (Fajar Merah – Aku dan Kamu)

author: leviaphile language: Bahasa Indonesia fandom: Obey Me pairing: Asmodeus x Dylos (OC) setting: fantasy AU, sedikit nyambung dengan The Heroes and The Princess (Levarci RPG AU). terinspirasi dari anime Obey Me eps Princess Asmodeus dan animasi UR+


Dylos, homunculus paling sempurna, diizinkan mengembara supaya belajar rasa kemanusiaan. Dia sempat bertemu Asmodeus di taman istana.

Tak lama kemudian, beredar kabar bahwa Asmodeus diculik oleh iblis. Dylos pun berusaha menyelamatkannya. Dia bergerak berdasarkan perasaan sendiri.


Manusia itu membingungkan. Hal pertama yang akan Dylos katakan jika ditanya pendapat tentang manusia selama dia berkelana.

Kalkulasi Dylos akurat. Gerak Dylos mengedepankan efisiensi. Sementara itu, terlalu banyak faktor tidak terduga yang mempengaruhi manusia. Mereka kompleks dalam kompleksitasnya. Satu-satunya hal yang pasti adalah ketidakpastian.

Dylos bingung mengapa manusia mengumbar emosi yang tidak perlu dan mengejar hal yang tidak pasti. Dia sudah bisa mengonsumsi makanan manusia, memahami bagaimana fashion bekerja, dan berbicara dengan manusia. Akan tetapi, 'merasakan' adalah hal yang lain. Ketika mendengar hal yang membuat salah satu manusia tertawa, Dylos hanya mengerutkan kening ... mencari tahu bagian mana yang lucu. Begitu pula ketika melihat manusia menangis.

Hari ini Dylos dipanggil ke istana untuk menerima penghargaan karena membantu menangkap penjahat besar. Fakta di baliknya cukup remeh. Seorang penjahat kabur ke arahnya. Para prajurit mengejar sambil berteriak, “Tangkap dia!” Dylos langsung menangkapnya dengan mudah. Mereka pun mengelu-elukan Dylos karena telah berjasa.

Dylos keluar dari istana dengan sekantong uang emas. Berdasarkan pemahaman Dylos, nilai tukar uang emas adalah yang tertinggi. Mungkin aku bisa membeli beberapa barang menarik di pasar manusia, batinnya.

Seekor anak burung terbang melewati dahi Dylos, membuat sang homunculus mengikutinya. Selain manusia, mekanisme hidup binatang juga menarik. Lebih tepatnya, semua yang sungguhan hidup selalu menarik.

Menganalisis spesies .... Selesai. Di kepala Dylos seolah muncul barisan penjelasan secara imajiner. Bagian burung membuat sarang mereka sendiri menarik Dylos lebih jauh. Dia ingin melihat langsung.

Ternyata burung tersebut tidak mencari makan atau membuat sarang. Ia hinggap di jemari lentik seseorang. Dylos sering menjumpai manusia, tetapi belum pernah ada yang seperti ini. Pesona yang bisa menjerat gender manapun. Aura yang seolah menarik siapapun mendekat.

Indah. Dylos tidak bisa berkutik saat orang tersebut menyadari keberadaannya. Pangeran ..., bukan, dia pasti seorang putri.

Seharusnya Dylos mengucapkan salam, tetapi dia kalah cepat dari sang Putri. Burung kecil tadi sekarang terbang ke arah lain.

“Hai! Anda pasti warga pemberani yang diundang Ayahanda.” Putri beranjak menghampiri Dylos.

Ayahanda? Berarti ini Putri Asmodeus. Dylos pernah mendengar nama Asmodeus sepintas. Rakyat menjulukinya Permata dari Surga. Setelah bertemu langsung, Dylos setuju.

“Salam kepada Tuan Putri,” ujarnya seraya membungkukkan badan.

“Senang bertemu dengan Anda. Ternyata Anda lebih muda dari perkiraan saya.”

Dengan ringan, Asmodeus mengajaknya berbincang. Dylos baru tahu keluarga kerajaan bisa seaktif ini dalam percakapan. Asmodeus pasti berada di puncak pergaulan sosial.

Satu lagi yang dia kagumi, Asmodeus tidak menunjukkan tanda-tanda bahwa dia meremehkan status Dylos. Beberapa kali Asmodeus memang memuji diri sendiri, tetapi hal tersebut dapat dimengerti. Asmodeus layak memperoleh pujian-pujian tersebut, bahkan lebih.

Selama bersama Asmodeus, Dylos merasakan sensasi asing di dadanya. Sesuatu yang aneh berdenyut, tetapi tidak menyakitkan. Di perut, gelombang-gelombang acak menggelitik. Mustahil perut Dylos kemasukan sarang serangga. Dylos ingin tahu gejala apa yang dia alami.

Sayang percakapan mereka tidak bisa berlangsung lama. Asmodeus harus menghadiri kelas terkait wawasan kerajaan. Kali ini tiba-tiba Dylos merasa nyeri, seakan-akan sesuatu tak kasat mata telah terambil darinya.

Apakah ini ... yang manusia sebut sebagai hati? Sembari berjalan keluar gerbang istana, Dylos merenung. Siapa Putri Asmodeus sebenarnya? Aku tidak pernah merasakan emosi asing tersebut. Tapi, aku ingin bertemu lagi.


Jika Dylos adalah mesin, sekarang dia sedang error. Sejak bertemu Asmodeus, Dylos kesulitan mengenyahkan sosok sang Putri dari pikirannya. Dylos sempat curiga ada yang salah dari badannya, tetapi kata Master tidak ada masalah apa-apa. Badan Dylos tetap dalam kondisi normal.

Homunculus ini lantas merumuskan strategi supaya bisa masuk ke istana lagi. Akan tetapi, tidak ada perang, buronan di areal dekat sini, serta setumpuk alasan lain. Logika Dylos menyuruhnya menunggu waktu yang tepat—yang dia juga belum tahu kapan.

Suatu hari, ketika berbelanja di butik, Dylos mendengar selentingan bahwa Putri Asmodeus diculik oleh Raja Iblis. Tanpa diperintah oleh otak, Dylos mengepalkan tangan sekeras mungkin hingga bekas kukunya menancap. Sesuatu yang aneh mengamuk di rongga dadanya. Entitas asing tersebut perlahan membakar kewarasan Dylos.

Dylos tidak ingin ada yang menyakiti Asmodeus. Dia tidak sanggup membayangkan Asmodeus menangis. Bagi Dylos, Asmodeus harus selalu berada di lingkungan yang mendukungnya, dan dikelilingi oleh orang-orang yang peduli.

Apa ini kemarahan yang dirasakan manusia? Dylos mengendurkan kepalan tangannya sambil menguping obrolan para gadis bangsawan.

Kalkulasi Dylos mengatakan dia bisa berangkat menyelamatkan Asmodeus. Dengan kekuatannya, menghancurkan kastel Raja Iblis bukan masalah besar. Dia perlu mengetahui karakter Raja Iblis dahulu supaya bisa menyusun strategi.

Akan tetapi, mempertaruhkan diri untuk orang yang bahkan belum tentu mengingatnya terdengar konyol. Dylos tidak perlu repot-repot melakukan hal tersebut. Toh sudah ada tim ahli yang berangkat menolong. Kabarnya Pangeran Simeon, salah satu kandidat yang digadang-gadang akan menjadi pasangan Asmodeus turut andil dalam operasi penyelamatan.

Gejala “Terbayang Asmodeus di Mana Saja dan Kapan Saja” kembali muncul. Wajah ketakutan Asmodeus mengusik Dylos. Dia tidak sanggup.

Batal membeli baju, Dylos mengubah haluan ke tempat Asmodeus ditawan.


Relativitas menyebabkan waktu terasa lebih panjang selama Dylos pergi ke kastel Raja Iblis. Jaraknya lebih jauh dari dugaan. Sepanjang perjalanan pun dia beberapa kali bertemu hambatan seperti monster dan bandit.

Sesampainya di lokasi, Dylos melihat kastel sudah kacau. Ada yang datang lebih dulu darinya. Tidak jauh dari mayat yang diidentifikasi sebagai Raja Iblis, empat kesatria berkumpul. Menurut pengamatan Dylos, pemuda berpedang besar itu pasti ketua tim. Dia ingin berdekatan dengan gadis bermata pelangi, tetapi pemuda berambut kuning melarangnya. Satu orang lagi, penyihir yang poninya menutupi sebelah mata hanya menyimak keributan dengan wajah mengantuk.

“Levi, jangan ganggu adikku!”

“Kamu yang menginterupsi momenku bersama Arci.”

Abaikan mereka. Sekarang mana Tuan Putri Asmodeus? batin Dylos.

“Oi, kamu!” panggil si Penyihir blak-blakan, “Dari kerajaan, kan? Tuan Putri ada di sebelah sana. Kami memiliki luka dalam, jadi belum bisa menempuh perjalanan jauh.”

“Ya, terima kasih.” Dylos melesat ke tempat Asmodeus berada.

Asmodeus bahkan lebih cantik dari yang dia ingat. Syukurlah dia tidak terlihat terluka atau mengalami trauma berat. Dylos berharap Asmodeus sungguh baik-baik saja.

“Kita bertemu lagi ya, Dylos.” Jantung Dylos seolah melompat saat Asmodeus memanggil namanya.

“Suatu kehormatan bagi saya karena Anda mengingat nama saya.”

Asmodeus menggelengkan kepala sejenak sebelum mengomeli Dylos. Yang diomeli bingung apa Asmodeus serius atau bercanda. “Tadi para kesatria sudah datang tanpa persiapan, sekarang Anda juga begini. Bukankah lebih baik jika Anda mengulurkan tangan pada saya dan mengucapkan kata-kata yang menyentuh?”

“O-oh.” Dylos berpikir cepat sebelum mengulurkan tangan. Dengan senang hati Asmodeus membalas uluran tangan tersebut. Kontak fisik mereka membuat kupu-kupu tidak lagi menari di perut Dylos, tetapi bergerak heboh seperti demonstrasi ricuh. “Mohon maaf karena saya terlambat. Namun, tidak sedetik pun saya melupakan Anda. Putri, sekarang Anda bisa keluar dari penderitaan ini. Semua sudah menanti kembalinya manusia tercantik di dunia.”

“Terima kasih, Dylos.” Asmodeus puas dengan sanjungan Dylos. “Saya sudah bosan dengan pakaian dan makanan yang itu-itu saja. Kita perlu mampir ke banyak tempat dalam perjalanan pulang.”

Jarak yang terbilang jauh membuat mereka akan bersama dalam waktu yang cukup lama. Semburat warna merah menghiasi pipi Dylos. Jika Asmodeus berada di sisinya, mungkin saja Dylos akan lebih memahami emosi-emosi abstrak manusia. Dia pun entah kenapa tidak ingin berjauhan dengan Asmodeus.

“Mari saya kawal Anda hingga sampai ke istana dengan selamat.” Izinkan saya berada di sisi Anda, lanjut Dylos dalam hati.

Sebagai homunculus, Dylos belum banyak memahami hal-hal manusiawi. Akan tetapi, setidaknya dia berhasil menemukan definisi yang mendekati apa yang dia rasakan sekarang.

Ketika seseorang merasa bahu dan langkahnya ringan, serta tidak bisa tidak tersenyum. Ketika hal-hal (yang normalnya) merepotkan bisa ditoleransi dan yang biasa saja terlihat lebih menarik. Ketika dia ingin merekam momen, bahkan tidak keberatan jika waktu berhenti sekarang. Jika tidak salah, manusia ... menyebutnya “kebahagiaan”.

—end