liauchiha

Dermaga di sore hari. Waktu dan tempat yang sempurna untuk Shikamaru 'melunasi hutang waktu' yang selalu ia pinjam dari Temari. Siapa sangka sang lelaki monoton nan klasik julukan kawan-kawannya itu bisa mempunyai gagasan sederhana untuk menghabiskan waktu bersama dengan wanita kesayangannya.

Temari memejamkan matanya. Menikmati hangatnya angin sore yang menyentuh lembut wajahnya. Sudah lama ia tak berjumpa dengan wangi asin laut dan luasnya lautan biru—yang kini berganti warna menjadi jingga keemasan. Ia melihat beberapa kapal nelayan yang mulai sibuk mempersiapkan jaring dan perlengkapan melaut untuk di malam hari nanti.

“Rasanya paling enak. Aku yang milih.” Shikamaru memecah lamunan Temari dengan menyodorkan cumi-cumi bakar yang baru saja ia beli.

“Rasanya pasti sama aja.” Temari menyambut cumi-cumi bakar yang Shikamaru berikan tanpa mengubah posisi kepalanya sama sekali. Ia tetap melihat para nelayan yang sibuk menyiapkan jaring untuk persiapan melaut di malam hari nanti.

Shikamaru duduk di sebelah Temari. Ia tersenyum melihat ekspresi terkejut Temari setelah mencoba mencicipi ujung cumi-cumi bakar yang ia berikan tadi. Sudah pasti rasanya memang enak.

“Kamu mau aku jadi pelaut?” Shikamaru berusaha mengambil perhatian Temari yang masih terpaku melihat para nelayan yang sedang bersiap. “Biar bisa makan cumi-cumi seenak ini setiap hari.”

Temari berdecih meremehkan guyonan Shikamaru.

“Emang kamu tertarik buat jadi pelaut?”

“Ngeliat nafsu makan kamu makan cumi-cumi sebagus ini, aku gak akan mikir dua kali buat jadi pelaut.”

Temari tersipu. Sisi ego Temari tak mau mengalah karena harus tersipu oleh gombalan picisan Shikamaru. Ia buru-buru mengembalikan sikap pura-pura juteknya dan kembali diam.

“Belajar dari siapa bisa ngegombal kayak gitu?”

“Dari Sai. Gimana? Keren gak?” Shikamaru berterus terang.”

“Keren. Aku kaget kamu bisa semanis itu.” Temari menghabiskan potongan terakhir cumi-cumi bakarnya.

“Rasanya beneran enak. Lain kali kita harus kesini lagi.” Temari merasa sedikit melantur karena ia tahu Shikamaru mungkin tak akan sempat mengajaknya jalan-jalan seperti ini lagi.

“Tentu. Aku janji kita bakal kesini lagi.”

Temari tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya. Bagi kebanyakan pasangan lain reaksi Temari mungkin terlalu berlebihan. Namun baginya hal ini seperti keajaiban. Shikamaru yang selalu menomorsatukan urusan sekolah dan organisasi tiba-tiba melakukan hal yang sebaliknya biasa ia lakukan.

“Temari, maaf aku ...”

Kalimat Shikamaru terpotong oleh interupsi Temari yang sedang merogoh kantong kecilnya untuk mengambil sesuatu. Tak butuh waktu lama, setelah barang tersebut berhasil keluar Shikamaru amat terkejut melihat barang tersebut bisa keluar dari kantong kekasihnya itu.

“Aku ngerti. Aku jauh lebih ngerti dari sisi ketakutan kamu. Aku jauh lebih bahagia dari apa yang kamu tahu. Jadi, jangan ragu buat lakuin apa yang terbaik menurut kamu.”

Temari menyodorkan satu bungkus rokok beserta korek api kepada Shikamaru.

Shikamaru tertegun cukup lama. Kalimat terakhir yang Temari katakan begitu menggema di dalam benaknya. Dalam benaknya, Shikamaru berpikir bagaimana ia bisa bersikap begitu egois kepada wanita sebaik Temari. Dan sejak kapan Temari tahu bahwa Ia mulai merokok?

“Aku beli di warung Mbok Inem kemarin, Aku juga nanya rokok apa yang biasa kamu beli.” Temari menjawab pertanyaan yang Shikamaru pikirkan.

Keragu-raguan Shikamaru perlahan memudar. Ia mengambil bungkus rokok beserta korek api tersebut dan mulai melakukan ritual yang biasa ia lakukan ketika sedang gelisah.

Shikamaru tak pernah meragukan Temari. Keragu-raguan yang ia rasakan sebenarnya adalah pertarungan dengan rasa ketakutannya sendiri. Ia selalu memikirkan perkataan yang sempat Neji singgung siang tadi. Selalu. Ia bahkan merasa terlalu beruntung memiliki Temari yang selalu mengerti apapun yang ia rasakan tanpa harus mengeluarkan rentetan kata yang sebenarnya cukup sulit untuk Shikamaru ungkapkan.

“Terimakasih, Galak.”

Temari menyandarkan kepalanya di bahu Shikamaru. List impian yang Ia tulis di dalam buku diary kesayangan itu mungkin akan bertambah satu.

Temari ingin menikmati kembali sepotong senja keemasan yang mulai tenggelam dengan cumi-cumi bakar dan para nelayan di dermaga pesisir kota bersamanya.

“Lu punya informasi dari mana sampe bisa seyakin ini mereka berdua ada di dalem?” Sasuke bertanya kepada sang informan sekali lagi sebelum akhirnya mereka benar-benar masuk ke dalam dan mulai 'mengacau.' Mereka bertiga masih berdiri di depan pintu masuk, masih ragu-ragu akan tempat yang Sai usulkan dengan sangat percaya diri ketika di warung Mbok Inem tadi.

Sebenarnya Sasuke tidak terlalu tertarik untuk ikut berpartisipasi dalam sidak kurang ajar ini. Sasuke menjadikannya ajang pelampiasan rasa kesalnya karena piknik yang sudah lama Ia dan Sakura rencanakan batal begitu saja. Dan kalau toh ternyata disini dia bertemu Shimamaru, Sasuke akan menyeretnya pulang untuk menggantikan posisi kekasihnya—yang sedang mengerjakan tugas sialan ini.

“Jangan meremehkan intuisi gua. Prediksi yang gua siapkan sudah seratus persen terpercaya! Gua tahu meskipun Pak Ketos kita ini pemalasnya gak ketulungan, tapi kalo urusan cewek beliau tidak akan pernah setengah setengah! Si Nartoh juga pernah mergokin dia lunch disini pas lagi ngerecokin Si Toneri waktu itu. Iya kan, Nartoh?” Sai menjawab keragu-raguan 2 patnernya tersebut dengan satu tarikan nafas penuh percaya diri.

“Ini cafe berduit, cuy.” Naruto menjawab lemas. Ia sadar tidak membawa 'bekal' banyak. “Cari tempat lain aja yuk? Gua yakin mereka berdua kagak ada di sini.” Naruto masih belum menyerah untuk mengajak kedua temannya jauh-jauh dari tempat hedonis untuk kaum borjuis ini.

“Justru itu! Si Shikamrul ini orangnya klasik. Idup dia monoton. Jadi kalo mau manjain ceweknya gak akan jauh dari ngajak nongki kagak jelas ke cafe. Sai nyerocos menjabarkan kepribadian Shikamaru untuk meyakinkan pendapatnya tadi.

“Lu ngomong apaan bangsat.” Sasuke hampir menoyor kepala Sai.

“Yaaa.. pokoknya ayo masuk dulu aelah banyak itungan bener.” Sai merangkul kedua sahabatnya itu untuk segera masuk ke dalam cafe.

Naruto berjalan masuk dan mulai memejamkan mata sambil memanjatkan do'a. Semoga dua kawannya ini dapat diajak bekerjasama untuk tetap membuat isi dompetnya aman.

“Lu punya informasi dari mana sampe bisa seyakin ini mereka berdua ada di dalem?” Sasuke bertanya kepada sang informan sekali lagi sebelum akhirnya mereka benar-benar masuk ke dalam dan mulai 'mengacau.' Mereka bertiga masih berdiri di depan pintu masuk, masih ragu-ragu akan tempat yang Sai usulkan dengan sangat percaya diri ketika di warung Mbok Inem tadi.

Sebenarnya Sasuke tidak terlalu tertarik untuk ikut berpartisipasi dalam sidak kurang ajar ini. Sasuke menjadikannya ajang pelampiasan rasa kesalnya karena piknik yang sudah lama Ia dan Sakura rencanakan batal begitu saja karena tugas OSIS. Dan kalau toh ternyata disini dia bertemu Shimamaru, Sasuke akan menyeretnya pulang untuk menggantikan posisi kekasihnya—yang sedang mengerjakan tugas sialan ini.

“Jangan meremehkan intuisi gua. Prediksi yang gua siapkan sudah seratus persen yakin! Gua tahu meskipun Pak Ketos kita ini pemalasnya gak ketulungan, tapi kalo urusan cewek beliau tidak akan pernah setengah setengah! Si Nartoh juga pernah mergokin dia lunch disini pas lagi ngerecokin Si Toneri waktu itu. Iya kan, Nartoh?” Sai menjawab keragu-raguan 2 patnernya tersebut dengan satu tarikan nafas penuh optimis.

“Ini cafe berduit, cuy.” Naruto menjawab lemas. Ia tidak membawa 'bekal' banyak. “Cari tempat lain aja yuk? Gua yakin mereka berdua kagak ada di sini.” Naruto masih belum menyerah untuk mengajak kedua temannya jauh-jauh dari tempat hedonis untuk kaum borjuis ini.

“Justru itu! Si Shikamrul ini orangnya klasik. Idup dia monoton. Jadi kalo mau manjain ceweknya gak akan jauh dari ngajak nongki kagak jelas ke cafe. Sai nyerocos menjabarkan kepribadian Shikamaru untuk meyakinkan pendapatnya tadi.

“Lu ngomong apaan bangsat.” Sasuke hampir menoyor kepala Sai.

“Yaaa.. pokoknya ayo masuk dulu aelah banyak itungan bener.” Sai merangkul kedua sahabatnya untuk segera masuk ke dalam cafe.

Naruto berjalan masuk dan mulai memejamkan mata sambil memanjatkan do'a. Semoga dua kawannya ini dapat diajak bekerjasama untuk tetap membuat isi dompetnya aman.

#Narasi 1

“Lu punya informasi dari mana sampe bisa seyakin ini mereka berdua ada di dalem?” Sasuke bertanya kepada sang informan sekali lagi sebelum akhirnya mereka benar-benar masuk ke dalam dan mulai 'mengacau.' Mereka bertiga masih berdiri di depan pintu masuk, masih ragu-ragu akan tempat yang Sai usulkan dengan sangat percaya diri ketika di warung Mbok Inem tadi.

Sebenarnya Sasuke tidak terlalu tertarik untuk ikut berpartisipasi dalam sidak kurang ajar ini. Sasuke menjadikannya ajang pelampiasan rasa kesalnya karena piknik yang sudah lama Ia dan Sakura rencanakan batal begitu saja karena tugas OSIS. Dan kalau toh ternyata disini dia bertemu Shimamaru, Sasuke akan menyeretnya pulang untuk menggantikan posisi kekasihnya—yang sedang mengerjakan tugas sialan ini.

“Jangan meremehkan intuisi gua. Prediksi yang gua siapkan sudah seratus persen yakin! Gua tahu meskipun Pak Ketos kita ini pemalasnya gak ketulungan, tapi kalo urusan cewek beliau tidak akan pernah setengah setengah! Si Nartoh juga pernah mergokin dia lunch disini pas lagi ngerecokin Si Toneri waktu itu. Iya kan, Nartoh?” Sai menjawab keragu-raguan 2 patnernya tersebut dengan satu tarikan nafas penuh optimis.

“Ini cafe berduit, cuy.” Naruto menjawab lemas. Ia tidak membawa 'bekal' banyak. “Cari tempat lain aja yuk? Gua yakin mereka berdua kagak ada di sini.” Naruto masih belum menyerah untuk mengajak kedua temannya jauh-jauh dari tempat hedonis untuk kaum borjuis ini.

“Justru itu! Si Shikamrul ini orangnya klasik. Idup dia monoton. Jadi kalo mau manjain ceweknya gak akan jauh dari ngajak nongki kagak jelas ke cafe. Sai nyerocos menjabarkan kepribadian Shikamaru untuk meyakinkan pendapatnya tadi.

“Lu ngomong apaan bangsat.” Sasuke hampir menoyor kepala Sai.

“Yaaa.. pokoknya ayo masuk dulu aelah banyak itungan bener.” Sai merangkul kedua sahabatnya untuk segera masuk ke dalam cafe.

Naruto berjalan masuk dan mulai memejamkan mata sambil memanjatkan do'a. Semoga dua kawannya ini dapat diajak bekerjasama untuk tetap membuat isi dompetnya aman.

“Lu punya informasi dari mana sampe bisa seyakin ini mereka berdua ada di dalem?” Sasuke bertanya kepada sang informan sekali lagi sebelum akhirnya mereka benar-benar masuk ke dalam dan mulai 'mengacau.' Mereka bertiga masih berdiri di depan pintu masuk, masih ragu-ragu akan tempat yang Sai usulkan dengan sangat percaya diri ketika di warung Mbok Inem tadi.

Sebenarnya Sasuke tidak terlalu tertarik untuk ikut berpartisipasi dalam sidak kurang ajar ini. Sasuke menjadikannya ajang pelampiasan rasa kesalnya karena piknik yang sudah lama Ia dan Sakura rencanakan batal begitu saja. Dan kalau toh ternyata disini dia bertemu Shimamaru, Sasuke akan menyeretnya pulang untuk menggantikan posisi kekasihnya—yang sedang mengerjakan tugas sialan ini.

“Jangan meremehkan intuisi gua. Prediksi gua udah Seratus persen terpercaya! Gua tahu meskipun Pak Ketos kita ini pemalasnya gak ketulungan, tapi kalo urusan cewek beliau tidak akan pernah setengah-setengah! Si Nartoh juga pernah mergokin dia lunch disini pas lagi ngerecokin Si Toneri waktu itu. Iya kan, Nartoh?” Sai menjawab keragu-raguan 2 patnernya tersebut dengan satu tarikan nafas penuh optimis.

“Ini cafe berduit, cuy.” Naruto menjawab lemas. Ia sadar tidak membawa 'bekal' banyak. “Cari tempat lain aja, yuk? Gua yakin mereka berdua kagak ada di sini.” Naruto masih belum menyerah untuk mengajak kedua temannya jauh-jauh dari tempat hedonis untuk kaum borjuis ini.

“Justru itu! Si Shikamrul ini orangnya klasik. Idup dia monoton. Jadi kalo mau manjain ceweknya gak akan jauh dari ngajak nongki kagak jelas ke cafe. Sai nyerocos menjabarkan kepribadian Shikamaru untuk meyakinkan pendapatnya tadi.

“Lu ngomong apaan bangsat.” Sasuke hampir menoyor kepala Sai.

“Yaaa.. pokoknya ayo masuk dulu aelah banyak itungan bener.” Sai merangkul kedua sahabatnya untuk segera masuk ke dalam cafe.

Naruto berjalan masuk dan mulai memejamkan mata sambil memanjatkan do'a. Semoga dua kawannya ini dapat diajak bekerjasama untuk tetap membuat isi dompetnya aman.

“Lu punya informasi dari mana sampe bisa seyakin ini mereka berdua ada di dalem?” Sasuke bertanya kepada sang informan sekali lagi sebelum akhirnya mereka benar-benar masuk ke dalam dan mulai 'mengacau.' Mereka bertiga masih berdiri di depan pintu masuk, masih ragu-ragu akan tempat yang Sai usulkan dengan sangat percaya diri ketika di warung Mbok Inem tadi.

Sebenarnya Sasuke tidak terlalu tertarik untuk ikut berpartisipasi dalam sidak kurang ajar ini. Sasuke menjadikannya ajang pelampiasan rasa kesalnya karena piknik yang sudah lama Ia dan Sakura rencanakan batal begitu saja. Dan kalau toh ternyata disini dia bertemu Shimamaru, Sasuke akan menyeretnya pulang untuk menggantikan posisi kekasihnya—yang sedang mengerjakan tugas sialan ini.

“Jangan meremehkan intuisi gua. Prediksi gua udah Seratus persen terpercaya! Gua tahu meskipun Pak Ketos kita ini pemalasnya gak ketulungan, tapi kalo urusan cewek beliau tidak akan pernah setengah-setengah! Si Nartoh juga pernah mergokin dia lunch disini pas lagi ngerecokin Si Toneri waktu itu. Iya kan, Nartoh?” Sai menjawab keragu-raguan 2 patnernya tersebut dengan satu tarikan nafas penuh optimis.

“Ini cafe berduit, cuy.” Naruto menjawab lemas. Ia sadar tidak membawa 'bekal' banyak. “Cari tempat lain aja, yuk? Gua yakin mereka berdua kagak ada di sini.” Naruto masih belum menyerah untuk mengajak kedua temannya jauh-jauh dari tempat hedonis untuk kaum borjuis ini.

“Justru itu! Si Shikamrul ini orangnya klasik. Idup dia monoton. Jadi kalo mau manjain ceweknya gak akan jauh dari ngajak nongki kagak jelas ke cafe. Sai nyerocos menjabarkan kepribadian Shikamaru untuk meyakinkan pendapatnya tadi.

“Lu ngomong apaan bangsat.” Sasuke hampir menoyor kepala Sai.

“Yaaa.. pokoknya ayo masuk dulu aelah banyak itungan bener.” Sai merangkul kedua sahabatnya untuk segera masuk ke dalam cafe.

Naruto berjalan masuk dan mulai memejamkan mata sambil memanjatkan do'a. Semoga dua kawannya ini dapat diajak bekerjasama untuk tetap membuat isi dompetnya aman.

“Lu punya informasi dari mana sampe bisa seyakin ini mereka berdua ada di dalem?” Sasuke bertanya kepada sang informan sekali lagi sebelum akhirnya mereka benar-benar masuk ke dalam dan mulai 'mengacau.' Mereka bertiga masih berdiri di depan pintu masuk, masih ragu-ragu akan tempat yang Sai usulkan dengan sangat percaya diri ketika di warung Mbok Inem tadi.

Sebenarnya Sasuke tidak terlalu tertarik untuk ikut berpartisipasi dalam sidak kurang ajar ini. Sasuke menjadikannya ajang pelampiasan rasa kesalnya karena piknik yang sudah lama Ia dan Sakura rencanakan batal begitu saja. Dan kalau toh ternyata disini dia bertemu Shimamaru, Sasuke akan menyeretnya pulang untuk menggantikan posisi kekasihnya—yang sedang mengerjakan tugas sialan ini.

“Jangan meremehkan intuisi gua. Prediksi gua udah Seratus persen terpercaya! Gua tahu meskipun Pak Ketos kita ini pemalasnya gak ketulungan, tapi kalo urusan cewek beliau tidak akan pernah setengah-setengah! Si Nartoh juga pernah mergokin dia lunch disini pas lagi ngerecokin Si Toneri waktu itu. Iya kan, Nartoh?” Sai menjawab keragu-raguan 2 patnernya tersebut dengan satu tarikan nafas penuh optimis.

“Ini cafe berduit, cuy.” Naruto menjawab lemas. Ia sadar tidak membawa 'bekal' banyak. “Cari tempat lain aja, yuk? Gua yakin mereka berdua kagak ada di sini.” Naruto masih belum menyerah untuk mengajak kedua temannya jauh-jauh dari tempat hedonis untuk kaum borjuis ini.

“Justru itu! Si Shikamrul ini orangnya klasik. Idup dia monoton. Jadi kalo mau manjain ceweknya gak akan jauh dari ngajak nongki kagak jelas ke cafe. Sai nyerocos menjabarkan kepribadian Shikamaru untuk meyakinkan pendapatnya tadi.

“Lu ngomong apaan bangsat.” Sasuke hampir menoyor kepala Sai.

“Yaaa.. pokoknya ayo masuk dulu aelah banyak itungan bener.” Sai merangkul kedua sahabatnya untuk segera masuk ke dalam cafe.

Naruto berjalan masuk dan mulai memejamkan mata sambil memanjatkan do'a. Semoga dua kawannya ini dapat diajak bekerjasama untuk tetap membuat isi dompetnya aman.

“Lu punya informasi dari mana sampe bisa seyakin ini mereka berdua ada di dalem?” Sasuke bertanya kepada sang informan sekali lagi sebelum akhirnya mereka benar-benar masuk ke dalam dan mulai 'mengacau.' Mereka bertiga masih berdiri di depan pintu masuk, masih ragu-ragu akan tempat yang Sai usulkan dengan sangat percaya diri ketika di warung Mbok Inem tadi.

Sebenarnya Sasuke tidak terlalu tertarik untuk ikut berpartisipasi dalam sidak kurang ajar ini. Sasuke menjadikannya ajang pelampiasan rasa kesalnya karena piknik yang sudah lama Ia dan Sakura rencanakan batal begitu saja. Dan kalau toh ternyata disini dia bertemu Shimamaru, Sasuke akan menyeretnya pulang untuk menggantikan posisi kekasihnya—yang sedang mengerjakan tugas sialan ini.

“Seratus persen yakin! Gua tahu meskipun Pak Ketos kita ini pemalasnya gak ketulungan, tapi kalo urusan cewek beliau tidak akan pernah setengah-setengah! Si Nartoh juga pernah mergokin dia lunch disini pas lagi ngerecokin Si Toneri waktu itu. Iya kan, Nartoh?” Sai menjawab keragu-raguan 2 patnernya tersebut dengan satu tarikan nafas penuh optimis.

“Ini cafe berduit, cuy.” Naruto menjawab lemas. Ia sadar tidak membawa 'bekal' banyak. “Cari tempat lain aja, yuk? Gua yakin mereka berdua kagak ada di sini.” Naruto masih belum menyerah untuk mengajak kedua temannya jauh-jauh dari tempat hedonis untuk kaum borjuis ini.

“Justru itu! Si Shikamrul ini orangnya klasik. Idup dia monoton. Jadi kalo mau manjain ceweknya gak akan jauh dari ngajak nongki kagak jelas ke cafe. Sai nyerocos menjabarkan kepribadian Shikamaru untuk meyakinkan pendapatnya tadi.

“Lu ngomong apaan bangsat.” Sasuke hampir menoyor kepala Sai.

“Yaaa.. pokoknya ayo masuk dulu aelah banyak itungan bener.” Sai merangkul kedua sahabatnya untuk segera masuk ke dalam cafe.

Naruto berjalan masuk dan mulai memejamkan mata sambil memanjatkan do'a. Semoga dua kawannya ini dapat diajak bekerjasama untuk tetap membuat isi dompetnya aman.

“Lu punya informasi dari mana sampe bisa seyakin ini mereka berdua ada di dalem?” Sasuke bertanya kepada sang informan sekali lagi sebelum akhirnya mereka benar-benar masuk ke dalam dan mulai 'mengacau.' Mereka bertiga masih berdiri di depan pintu masuk, masih ragu-ragu akan tempat yang Sai usulkan dengan sangat percaya diri ketika di warung Mbok Inem tadi.

Sebenarnya Sasuke tidak terlalu tertarik untuk ikut berpartisipasi dalam sidak kurang ajar ini. Sasuke menjadikannya ajang pelampiasan rasa kesalnya karena piknik yang sudah lama Ia dan Sakura rencanakan batal begitu saja karena tugas OSIS. Dan kalau toh ternyata disini dia bertemu Shimamaru, Sasuke akan menyeretnya pulang untuk menggantikan posisi kekasihnya—yang sedang mengerjakan tugas sialan ini.

“Seratus persen yakin! Gua tahu meskipun Pak Ketos kita ini pemalasnya gak ketulungan, tapi kalo urusan cewek beliau tidak akan pernah setengah setengah! Si Nartoh juga pernah mergokin dia lunch disini pas lagi ngerecokin Si Toneri waktu itu. Iya kan, Nartoh?” Sai menjawab keragu-raguan 2 patnernya tersebut dengan satu tarikan nafas penuh optimis.

“Ini cafe berduit, cuy.” Naruto menjawab lemas. Ia tidak membawa 'bekal' banyak. “Cari tempat lain aja yuk? Gua yakin mereka berdua kagak ada di sini.” Naruto masih belum menyerah untuk mengajak kedua temannya jauh-jauh dari tempat hedonis untuk kaum borjuis ini.

“Justru itu! Si Shikamrul ini orangnya klasik. Idup dia monoton. Jadi kalo mau manjain ceweknya gak akan jauh dari ngajak nongki kagak jelas ke cafe. Sai nyerocos menjabarkan kepribadian Shikamaru untuk meyakinkan pendapatnya tadi.

“Lu ngomong apaan bangsat.” Sasuke hampir menoyor kepala Sai.

“Yaaa.. pokoknya ayo masuk dulu aelah banyak itungan bener.” Sai merangkul kedua sahabatnya untuk segera masuk ke dalam cafe.

Naruto berjalan masuk dan mulai memejamkan mata sambil memanjatkan do'a. Semoga dua kawannya ini dapat diajak bekerjasama untuk tetap membuat isi dompetnya aman.

Dalam keadaan normal, mereka pasti sudah saling mengejek satu sama lain. Melihat betapa konyolnya setelan yang mereka kenakan sekarang. Selotip, wajan, spatula tutup panci. Tapi dalam keadaan darurat seperti ini mereka tak sempat menghiraukan semua kekonyolan tersebut. Di depan gerbang sekolah, 6 serangkai tersebut membagi diri mereka masing-masing menjadi 2 tim—seperti yang direncanakan Sai tadi. Kedua tim saling bersalaman dan mulai memisahkan diri.

“Tolong, selametin Sakura.” Sasuke menepuk bahu Sai keras.

Sai hanya mengangguk tegang karena ia juga sangat khawatir dengan keadaan Ino.

Tim 2 berjalan hati-hati menuju bagian belakang sekolah. Dipimpin oleh Sai, Konohamaru lalu Naruto mereka mengendap-endap menyusuri taman belakang untuk segera mencongkel pintu UKS. Diperjalan, Sai mengubah strategi untuk 'mendobrak pintu belakang' menjadi 'mencongkel pintu belakang' karena dia rasa akan terlalu berisiko memilih opsi mendobrak pintu untuk misi penyelamatan. Sai khawatir zombie dadakan itu malah berbalik menyerang mereka.

Sampai didepan pintu, Sai mengeluarkan linggis yang ia simpan di dalam tas. Mata Naruto terbelak sempurna melihat linggis berada di tas sekolah Sai.

“Jadi selama ini lu suka bawa linggis?!” Naruto berbicara dengan nada rendah tapi menekan.

“Nggak lah anjing. Lu pikir gua Uchiha Sasuke si tukang tawuran? Ini gua ambil di taman punya tukang kebun sekolah.”

Sai tak menghiraukan jawaban Naruto setelahnya. Ia sibuk mencongkel celah kunci pintu untuk membuat kuncinya rusak. Di lain sisi, Sasuke, Lee dan Kiba yang sudah bersiap mendobrak pintu depan tiba-tiba terhenti karena mendengar cekikikan tawa dari dalam.

“Bentar.” Kiba menghalangi pintu yang akan Sasuke tendang. “Lu berdua denger kan?”

Sasuke dan Lee mengangguk.

“Wah, gua curiga ada yang nggak beres nih.” Tangan kiba beranjak dari pintu mempersilahkan Sasuke untuk menendang pintunya sekuat tenaga. “Sas, dobrak. Kalo bisa sampe itu 2 kunyuk kepental.”

“BRAAKKKK”

Pintu UKS terbuka—lebih tepatnya terlepas dari engsel kayu tempat si pintu menempel. Tak butuh waktu lama, ketiganya melihat pemandangan yang begitu menjengkelkan hingga rasanya ubun-ubun mereka mulai mendidih.

“LU BERDUA NGAPAIN ANJING?!”

Tanpa basa basi Sasuke melepas semua 'atribut penyelamat' yang dikenakannya dan mulai memukuli 2 murid yang sedang cekikikan menonton vidio mereka berdua—ber acting menjadi zombie dadakan.