Narasi 2
Dermaga di sore hari. Waktu dan tempat yang sempurna untuk Shikamaru 'melunasi hutang waktu' yang selalu ia pinjam dari Temari. Siapa sangka sang lelaki monoton nan klasik julukan kawan-kawannya itu bisa mempunyai gagasan sederhana untuk menghabiskan waktu bersama dengan wanita kesayangannya.
Temari memejamkan matanya. Menikmati hangatnya angin sore yang menyentuh lembut wajahnya. Sudah lama ia tak berjumpa dengan wangi asin laut dan luasnya lautan biru—yang kini berganti warna menjadi jingga keemasan. Ia melihat beberapa kapal nelayan yang mulai sibuk mempersiapkan jaring dan perlengkapan melaut untuk di malam hari nanti.
“Rasanya paling enak. Aku yang milih.” Shikamaru memecah lamunan Temari dengan menyodorkan cumi-cumi bakar yang baru saja ia beli.
“Rasanya pasti sama aja.” Temari menyambut cumi-cumi bakar yang Shikamaru berikan tanpa mengubah posisi kepalanya sama sekali. Ia tetap melihat para nelayan yang sibuk menyiapkan jaring untuk persiapan melaut di malam hari nanti.
Shikamaru duduk di sebelah Temari. Ia tersenyum melihat ekspresi terkejut Temari setelah mencoba mencicipi ujung cumi-cumi bakar yang ia berikan tadi. Sudah pasti rasanya memang enak.
“Kamu mau aku jadi pelaut?” Shikamaru berusaha mengambil perhatian Temari yang masih terpaku melihat para nelayan yang sedang bersiap. “Biar bisa makan cumi-cumi seenak ini setiap hari.”
Temari berdecih meremehkan guyonan Shikamaru.
“Emang kamu tertarik buat jadi pelaut?”
“Ngeliat nafsu makan kamu makan cumi-cumi sebagus ini, aku gak akan mikir dua kali buat jadi pelaut.”
Temari tersipu. Sisi ego Temari tak mau mengalah karena harus tersipu oleh gombalan picisan Shikamaru. Ia buru-buru mengembalikan sikap pura-pura juteknya dan kembali diam.
“Belajar dari siapa bisa ngegombal kayak gitu?”
“Dari Sai. Gimana? Keren gak?” Shikamaru berterus terang.”
“Keren. Aku kaget kamu bisa semanis itu.” Temari menghabiskan potongan terakhir cumi-cumi bakarnya.
“Rasanya beneran enak. Lain kali kita harus kesini lagi.” Temari merasa sedikit melantur karena ia tahu Shikamaru mungkin tak akan sempat mengajaknya jalan-jalan seperti ini lagi.
“Tentu. Aku janji kita bakal kesini lagi.”
Temari tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya. Bagi kebanyakan pasangan lain reaksi Temari mungkin terlalu berlebihan. Namun baginya hal ini seperti keajaiban. Shikamaru yang selalu menomorsatukan urusan sekolah dan organisasi tiba-tiba melakukan hal yang sebaliknya biasa ia lakukan.
“Temari, maaf aku ...”
Kalimat Shikamaru terpotong oleh interupsi Temari yang sedang merogoh kantong kecilnya untuk mengambil sesuatu. Tak butuh waktu lama, setelah barang tersebut berhasil keluar Shikamaru amat terkejut melihat barang tersebut bisa keluar dari kantong kekasihnya itu.
“Aku ngerti. Aku jauh lebih ngerti dari sisi ketakutan kamu. Aku jauh lebih bahagia dari apa yang kamu tahu. Jadi, jangan ragu buat lakuin apa yang terbaik menurut kamu.”
Temari menyodorkan satu bungkus rokok beserta korek api kepada Shikamaru.
Shikamaru tertegun cukup lama. Kalimat terakhir yang Temari katakan begitu menggema di dalam benaknya. Dalam benaknya, Shikamaru berpikir bagaimana ia bisa bersikap begitu egois kepada wanita sebaik Temari. Dan sejak kapan Temari tahu bahwa Ia mulai merokok?
“Aku beli di warung Mbok Inem kemarin, Aku juga nanya rokok apa yang biasa kamu beli.” Temari menjawab pertanyaan yang Shikamaru pikirkan.
Keragu-raguan Shikamaru perlahan memudar. Ia mengambil bungkus rokok beserta korek api tersebut dan mulai melakukan ritual yang biasa ia lakukan ketika sedang gelisah.
Shikamaru tak pernah meragukan Temari. Keragu-raguan yang ia rasakan sebenarnya adalah pertarungan dengan rasa ketakutannya sendiri. Ia selalu memikirkan perkataan yang sempat Neji singgung siang tadi. Selalu. Ia bahkan merasa terlalu beruntung memiliki Temari yang selalu mengerti apapun yang ia rasakan tanpa harus mengeluarkan rentetan kata yang sebenarnya cukup sulit untuk Shikamaru ungkapkan.
“Terimakasih, Galak.”
Temari menyandarkan kepalanya di bahu Shikamaru. List impian yang Ia tulis di dalam buku diary kesayangan itu mungkin akan bertambah satu.
Temari ingin menikmati kembali sepotong senja keemasan yang mulai tenggelam dengan cumi-cumi bakar dan para nelayan di dermaga pesisir kota bersamanya.