5 Serangkai tukang bolos ini sedang semrawut. Pelampiasan yang mereka lakukan adalah Menggoyang-goyangkan kaki kasar bahkan sampai menggebrak meja. 'Rapat Dadakan' ini berlangsung ricuh dengan adu mulut dan sedikit adu jotos. Kalaulah di ibaratkan dalam sebuah film action, mereka semua pasti sudah mati karena buruknya kerjasama tim.
“Gua udah bilang, masuknya lewat pintu belakang.” Sasuke mengurut pelipisnya frustasi.
“Dari pintu depan. Hajar dulu zombie nya baru nyelametin yang laen.” Kiba menjawab sambil menunjuk-nunjuk denah sekolah yang di gelar di atas meja.
“Gua pikir kita harusnya lapor polisi dulu.” Lee menimpali.
Belum selesai Lee mengambil nafas setelah selesai mengucapkan kalimat terakhirnya, Sasuke dengan kasar menarik kerah baju Lee. Mbok Inem yang sedari tadi diam di dalam warung (Karena Sai memaksanya untuk tetap di dalam kalau-kalau zombie sudah meluas hingga keluar area sekolah) Tergopoh-gopoh keluar berusaha menggapai tubuh Sasuke untuk menenangkannya.
“CEWEK GUA ADA DI SANA DAN ELU DENGAN SANTAINYA BILANG LAPOR POLISI AJA?! HATI NURANI LU DIMANA ANJING!”
Sasuke tak bisa mengontrol emosinya lagi.
“POLISI DATENG SAKURA UDAH JADI MAYAT!”
Lee tak melawan. Dia tahu Sasuke sudah diambang batas. Mendengar Sakura dalam bahaya, Lee tahu Sasuke tak akan bisa tenang.
“Sas selow, sini duduk dulu. Tenang tenang.” Sai menyentuh bahu Sasuke lembut seperti Sakura yang selalu menenangkannya dalam keadaaan kacau.
“TENANG? LU LUPA APA GAK SADAR? INO JUGA ADA DISANA?!”
“GUA JUGA SADAR! GUA JUGA TAU! TAPI KALO PENYELESAIANNYA KAYAK BEGINI MEREKA SEMUA GAK AKAN SELAMAT! JADI TOLONG TENANG ATAU GUA TENDANG BOKONG LU!”
Penyelesaian yang Sai pilih cukup efektif untuk membuat Sasuke kembali duduk dan memilih melepas kasar kerah baju Lee.
“Mbok boleh ikut bicara?”
Mbok Inem memecah keheningan.
“Mbok ngapain keluar??” Sai refleks berdiri untuk menggiring Mbok Inem kembali masuk ke dalam warung.
“Mbok baik-baik saja nak, tapi kalian yang tidak baik-baik aja.” Mbok Inem menolak rangkulan Sai lembut. “Dengar, Mbok mau bicara.” Mbok Inem menarik kursi di sekitar meja seberang dan ikut duduk melingkar bersama 5 serangkai.
“Kalau kalian terus seperti ini, kalian tidak akan bisa menyelamatkan siapapun. Tidak akan bisa menyelesaikan apapun. Sakura, Ino dan Moegi tidak akan selamat dan sekolah kalian bisa saja benar-benar kiamat oleh gerombolan mayat hidup.”
“Prioritas yang harus kalian utamakan adalah teman-teman yang terjebak di UKS. Sakura sudah sangat bijaksana untuk memilih mengunci UKS dari dalam agar mayat hidup itu tidak keluar dan mengacak-acak sekolah kalian. Sakura, Ino dan Moegi rela bertaruh nyawa untuk Sekolah agar tetap aman dan terkendali.”
“Kawan-kawan yang lain juga begitu percaya pada kalian. Untuk bisa menyelamatkan mereka dan berharap keadaan jauh lebih baik. Jadi Mbok harap pikirkan semua ini dengan kepala dingin. Jangan membuat situasi semakin rumit hanya karena ego masing-masing.”
Hening. Mereka bergelut dengan pikiran masing-masing. Berharap bisa memiliki waktu lebih untuk mencerna, tapi keadaan tak bisa membiarkan mereka tetap bersenandung dengan buah pikir masing-masing.
“Makasih banyak, Mbok.” Naruto menjawab semua petuah Mbok Inem. Mbok Inem tersenyum lembut. Menyiratkan ketenangan yang ia bagi untuk yang lainnya.
“Oke gua ada ide. Jadi 5 Orang ini kita bagi jadi 2 tim. Tim 1 Sasuke, Lee, Kiba dobrak pintu depan buat nahan zombie nya. Tim 2 Gua sama Naruto dobrak pintu belakang buat bawa Sakura, Ino sama Moegi ketempat yang lebih aman. Gua bakal bawa mereka ke kelas sekalian evakuasi anak-anak yang lain. Nanti di kelas, gua bakal nyuruh sebagian anak-anak lapor aparatur sebagian lagi lapor polisi. Udah gitu gua, kiba sama sisa anak-anak yang laen nyusul lu bertiga ke UKS buat nahan semaksimal mungkin zombie nya biar gak keluar sambil ngulur waktu nunggu polisi dateng.
“Encer juga otak lu” Kiba menimpali lansung.
“Yee baru tau aja lu” Sai menjawab sinis.
“Gua mau masuk tim 2.” Sasuke bersikukuh.
Lee mengehela nafas panjang untuk menjawab ego Sasuke.
“Sas, gua ngerti lu khawatir dan gua juga minta maaf atas kelancangan gua tadi. Tapi dari kita semua yang ada disini, bahkan dari semua anak-anak di sekolah, elu yang paling bisa diandalkan buat bertarung. Percaya sama gua, Sakura bakal baik-baik aja.”
Sasuke mengehela nafas tanda setuju.
“Oke, jadi kita butuh alat-alat pendukung buat mukulin zombie kira-kira apa ya... bentar.” Lee berjalan kedalam warung mengambil beberapa spatula, wajan dan tutup panci.”
“Kita juga butuh selotip. Di film-film, penyelamat zombie biasanya suka pake selotip biar nggak kegigit.” Naruto menghampiri Lee mengambil selotip di dalam laci warung dan mulai melilitkan di tangan dan kakinya.”
Ketika semua sedang bersiap-siap memakai kostum pelindung masing-masing, Konohamaru datang—berteriak dengan nafas yang masih terengah-engah karena berlari.
“GUE PENGEN IKUT JUGA!”
“Lu ngapain ada disini? Udah balik ke kelas maen epep sono.” Naruto yang sedang menyesuaikan tutup panci digenggaman tangannya menghampiri Konohamaru.
“GAK. GUA JUGA MAU IKUT! BANG PLIS MOEGI ADA DISANA JUGA.”
Sasuke, Sai, Kiba dan Lee yang sedang bergantian melilitkan selotip ditangan dan kaki mereka berpandangan satu sama lain. Tanpa banyak bicara mereka semua mengangguk meyakinkan Naruto untuk mengajak Konohamaru bergabung.
“Yaudah Lu masuk tim 2 bareng gua. Tapi denger. Lu harus hati-hati. Gua gak mau kena semprot kakek lu nanti.” Naruto memberikan selotip dan spatula kepada Konohamaru.
“SIAP BOS!” Konohamaru melakukan sikap tegap sempurna.
Semua persiapan sudah selesai. Bermodal atribut penyelamat sewaan dengan jaminan “Mbok, wajan, spatula sama tutup pancinya nanti diganti sama permerintah atas sanjungan korban zombie” Yang Sai katakan pada Mbok Inem, 6 serangkai tukang bolos tersebut berangkat dengan segenap yakin untuk menyelamatkan kawan-kawan dan sekolah—yang sebenernya mereka cintai itu.