litaaps

He keeps his promises.

***

Astoria mengerutkan keningnya ketika melihat motor Theo berhenti tepat di depannya. Dia terkejut karena dia pikir, Theo akan datang bersama Hermione, namun ternyata tidak. Theo datang sendiri.

“Tor, nunggu Draco?” Bahkan untuk menyebut namanya saja, amarah Theo rasanya memuncak.

“Iya, lo mau jemput Hermione? Gue kira lo bareng Hermione.”

Theo menggelengkan kepalanya, “Ayo balik bareng gue.”

Astoria kebingungan saat Theo menyodorkan helm yang dia bawa.

“Tapi gue lagi nunggu Draco. Dia katanya ada urusan bentar, sebentar lagi juga dateng pasti.”

“Urusan?”

Astoria mengangguk, “Tuh Draco.”

Theo melirik lelaki berambut pirang itu dengan penuh amarah. Ingin sekali rasanya dia memukul Draco saat ini juga.

“Lo ngapain disini?” Tanya Draco kepada Theo.

“Jemput Astoria.”

Draco terkekeh pelan, “Astoria udah janji sama gue. Dan gue juga yang akan anter dia pulang. Lo bukannya lagi deketin Hermione? Lo harusnya bukan disini kan?”

Karena tidak tahan, dan daripada memukul Draco didepan Astoria, Theo menarik tangan Astoria.

“Balik bareng gue Tor, jangan bareng bajingan ini.”

Draco tidak terima dipanggil bajingan oleh Theo, dia juga menarik tangan Astoria yang satunya. “Bajingan? Lo yang bajingan. Lo mainin Hermione atau gimana? Kenapa lo malah jemput Astoria dan maksa dia balik bareng lo?”

“Anjing.”

“Theo!”

Theo menarik kerah baju Draco hingga lelaki berambut pirang itu menatap tajam ke arahnya.

“Theo apa apaan sih? Kenapa? Kalian lagi ada masalah?” Tanya Astoria panik.

“The, lepasin. Malu diliatin orang lain The. Kalau ada masalah, kita omongin baik-baik.” Ucap Astoria semakin panik karena Theo dan Draco hanya saling diam menatap tajam satu sama lain dengan nafas mereka yang terengah-engah.

Theo melepaskan cengkramannya dari kerah Draco, namun dengan cara mendorongnya sehingga membuat Draco hampir terjatuh.

“Maksud lo apa sih? Mau ribut sama gue? Ayo.” Draco mendorong balik tubuh Theo.

“Lo bajingan anjing. Lo bangsat!”

“Siapa lo ngatain gue begitu hah?!”

“Kenyataan.”

“Stop! Apa apaan sih kalian. Nanti pak satpam liat, misahin kalian. Lo mau dipanggil dosen Drake? Enggak kan? Cukup!” Astoria mencoba memisahkan mereka berdua.

“Ayo balik sama gue Tor.” Ucap Theo memaksa dengan menarik tangan Astoria.

“Lepas, bangsat.” Ucap Draco marah, melepas genggaman tangan Theo ditangan Astoria.

“Lo yang bangsat!”

“Anjing!”

“STOP! KALIAN KENAPA SIH?! KALIAN BERANTEM KARNA APA? KENAP— aww.”

Baik Theo maupun Draco sama sama panik ketika melihat Astoria kesakitan sambil memegang dada bagian kirinya. Astoria hampir terjatuh, untung saja ada Theo yang menahannya.

“You okey? Sakit ya?” Tanya Theo, Astoria menatap mata Theo dan mengangguk, lalu kembali menunduk menahan rasa sakit.

“Hei Tori, kita ke rumah sakit ya?” Tanya Draco lembut.

Astoria menggelengkan kepalanya, “Pulang aja.”

“Yaudah ayo kita pulang ya. Gue rasa Astoria lebih aman balik bareng gue. Dia bisa tidur di mobil.” Kini Theo menyerahkan Astoria kepada Draco tanpa ada perlawanan lagi.

Draco dengan lembut merangkul Astoria dan menuntunnya masuk ke dalam mobil. Setelah itu, sebelum dia juga masuk, Theo menahannya.

“Gue udah liat lo sama Hermione tadi.”

Tubuh Draco menjadi tegang seketika. Matanya kembali melirik Theo, lebih tajam dari sebelumnya.

“Gue cuman mau ngingetin.. Lo akan kehilangan Astoria lebih sakit dibanding lo kehilangan Hermione.”

Kedua tangan Draco mengepal, namun dia berusaha menahan emosinya untuk tidak membuat keributan, karena takut keadaan Astoria semakin memburuk.

Theo berjalan menuju motornya. “Lo anterin Astoria sampe rumah. Jangan sampe Daphne denger soal ini.”

Itu peringatan terakhir yang Theo ucapkan kepada Draco.


© urhufflegurl_

Some mistakes.

***

“Kenapa Drake?”

“Gue gak bisa. Gue gak bisa ngeliat lo terus deket sama Theo.”

Diantara banyaknya kalimat pembuka di dunia ini, Hermione lebih memilih to the point, begitupun Draco.

“Terus kita mau ngapain Drake? Kita harus apa? Kita udah ngomongin ini sebelumnya.”

“Gue mainin Astoria itu karena mau buat lo cemburu, mau buat lo yakin kalau lo masih sayang sama gue. Kenapa lo malah makin jauh Mi?”

Draco menatap Hermione, kedua tangannya menggenggam tangan Hermione.

Keadaan belakang kampus cukup sepi, hanya ada mereka berdua dan satu dua orang yang berlalu lalang.

“Mi, gue tau gue salah. Gue minta maaf.”

“Gue juga salah, Drake. Kita berdua salah. Jadi gue mohon, cukup perbaiki semuanya dengan kita jujur ke Astoria. Udah, itu aja mau gue Mi.”

“Drake..”

Draco tidak bisa menahan tangannya untuk tidak menghapus air mata Hermione.

Mereka saling mencintai, Hermione tau itu sebuah kesalahan. Jatuh cinta kepada seseorang yang di cintai oleh sahabat sendiri. Hermione tau itu bukan hal yang pantas.

“You still love me?” Bisik Draco.

“Drake..”

“I still love you, Mi.”

Mata Hermione dan mata Draco saling bertemu, mereka saling bertatapan dengan waktu yang cukup lama.

Seolah ada magnet diantara keduanya, Draco memajukan wajahnya dan perlahan bibirnya mengecup manis bibir Hermione.

Hermione tidak melawan, tidak juga membalas. Setidaknya untuk sesaat, sehingga akhirnya daya tarik yang Draco berikan membuatnya ikut terdorong.

“I miss you, Mi. Lo boleh deket siapapun, tapi kalau Theo suatu saat nyakitin lo, gue orang pertama yang hajar dia.”

Hermione meneteskan air matanya dan memeluk Draco.

“kenapa rasanya gak kayak dulu Mi? Kenapa deg degannya berkurang?”

Mereka saling berpelukan dan berciuman tanpa sadar ada seseorang yang melihat mereka berdua disana, dari kejauhan.


© urhufflegurl_

Pretty, as always.

***

Mata Draco tak bisa berbohong, dia terpaku kepada sosok wanita di hadapannya. Dress berwarna putih itu sangat cocok dengan Astoria. Rambutnya berwarna hitam kecoklatan, dan riasan di wajahnya membuatnya semakin mempesona.

Bibir Draco melengkungkan senyuman ketika melihat Astoria ada di hadapannya.

“Hai, sorry lama.. Rambut gue agak rewel tadi.”

“That's okay.. Pretty, as always.”

Pipi Astoria memerah, “Thank you.”

“Let's go.”

Astoria mengangguk dan naik ke dalam mobil Draco. Ketika duduk, Astoria merasa ada yang aneh, dia merasa nyaman. Apa Draco yang telah mengatur tempat duduk untuknya?

“Lo atur bangkunya ya?” Tanya Astoria.

Draco mengangguk, “Lo selalu nyaman kan kalau duduk kayak gitu?”

Astoria kembali tersipu, “Bahaya banget deket sama lo.”

“Cuman pengen buat lo nyaman kok, gak lebih.”

Draco pun melajukan mobilnya dengan kecepatan yang normal.

Selama di perjalanan, tidak ada yang berbicara. Hanya alunan musik dari radio yang terdengar.

“Daphne kapan balik Tor?”

“Akhir tahun ini kayaknya. Gak tau juga deh. Eh iya Drake, lo kenapa gak nerusin program pertukaran mahasiswa itu di Amerika?”

“Gue betah di Indonesia.”

“Jawaban lo sama kayak Hermione.”

“Ohya?”

Astoria mengangguk, “Padahal sayang tau, potensi lo dan potensi Hermione itu sangat menjulang tinggi, dan gue yakin, lo bisa lulus dengan predikat terbaik di univ sana.”

“Terimakasih pujiannya.” Draco tersenyum dan menoleh ke arah Astoria.

“Tapi, gue rasa, di Indonesia udah cukup. Di Amerika emang bagus. Tapi, gue gak terlalu betah. Lebih cantik Indonesia soalnya.” Draco menatap Astoria sehingga membuat Astoria memalingkan wajahnya karena salah tingkah.

Draco kembali fokus menyetir, sementara Astoria fokus melihat pemandangan yang ada di depannya.

Draco melirik ke tangan Astoria, dengan perlahan, dia mencoba untuk menggenggam tangan cantik itu.

Astoria terkejut tentu saja, awalnya dia menarik tangannya. Namun, Draco hanya tersenyum dan menaikkan alisnya, sehingga Astoria mendiamkan tangannya yang sedang digenggam oleh Draco.


Sesampainya di taman, senyum Astoria mengembang. Dia sangat suka bunga, tanaman, dan pemandangan indah. Dia sangat suka!

“Keren bangeet!” Astoria sedikit berlari menikmati hamparan hijau di depannya.

“Jangan lari-lari, biasa aja. Nanti jatuh.”

Astoria membalikkan tubuhnya, menghadap ke arah Draco.

“Ayo Drake, sini, bagus banget ini!”

“Letsss go!”

Draco berlari mengejar Astoria yang menjauh darinya. Lalu tangannya memeluk pinggang Astoria dan mereka pun tertawa bersama.

“Draco! Hahahaha, geli tau, jangan ke peruut.”

“Oh geli bagian perut ya?”

“Draco!!!! Aaaaaa! Draco stop! Hahahaha”

Karena lemas akibat terlalu banyak tertawa, Astoria kini merebahkan tubuhnya. Draco pun sama.

“Gue gak tau di bogor ada lahan bagus begini.”

“Jarang jalan jalan ya?”

“Iya, Hermione suka susah kalau diajak jalan-jalan.”

“Sekarang kan ada gue, jadi sama gue aja.”

“Ini— serius?”

Draco mengangguk, binar matanya seolah meyakinkan Astoria bahwa semua hal yang ia lakukan begitu tulus dan apa adanya.


© urhufflegurl_

Bertemu Bunda.


“Eh kemana? Rumah gue kan kesana The?” Tanya Hermione heran saat Theo membawanya belok ke kanan, padahal arah rumahnya itu belok ke kiri.

“Gak lagi sibuk kan?” Tanya Theo.

“Enggak sih, mau kemana emang?”

“Ketemu sama Bunda yuk, mau gak?”

Hermione terdiam sejenak, diam diam tersenyum karena tak menyangka. Apa maksudnya bertemu dengan Bunda? Bunda nya Theo?

“Ke rumah lo?”

“Iya.”

“Aduh gue malu banget.”

“Aman, Bunda gak pernah liat penampilan orang. Ayo.”

Hermione akhirnya mengiyakan ajakan Theo, tidak enak juga takutnya Bunda Theo telah menyiapkan sesuatu untuk Hermione.

Tak butuh waktu lama, akhirnya mereka sampai di rumah yang sederhana dengan cat berwarna coklat muda itu. Di halaman depannya penuh dengan bunga bunga, juga hanya ada satu motor scoopy berwarna putih.

“Ayo, Bunda sama adek gue udah balik kayaknya.”

Ini pertama kalinya Hermione ke rumah Theo. Sangat nyaman, dan, sangat rumah.

“Bundaa.”

“Di dapur, abang.”

Abang? Theo di panggil abang?

“Ayo Mi. Taro aja tas nya disitu, takutnya berat.”

Hermione menurut, dia menaruh tasnya diatas kursi dan mengikuti Theo ke dapur.

“Waah hahahaaha! Belum apa apa udah cemong!” Theo tertawa ketika melihat wajah sang adik kotor karena tepung terigu.

“Abang!” Balas sang adik dengan wajah kesalnya.

Hermione sedikit tertawa melihat pemandangan itu, dia pun segera salim kepada Bunda yang sedang mengaduk adonan kue.

“Siapa ini abang? Bunda gak pernah liat ya?” Tanya Bunda.

“Hermione Bun, temen Abang juga kok, temen SMA.”

“Hai kak Hermione, aku Thania, adiknya Abang. Maaf ya muka aku cemong.”

Hermione tersenyum gemas saat Thania berdiri dan senyum kepadanya.

“Hai Thania. Kelas berapa?”

“Dia udah kelas 2 SMP, mau kelas 3 sebentar lagi tapi masih aja alay.” Balas Theo dihadiahi pukulan oleh Thania.

“Aw! Sakit!”

“Aku gak alay abang!”

“Alay. Buktinya chatan aja harus panjang hurufnya.”

“Itu namanya ramah, bukan alay. Emangnya abang chatan kok pendek pendek banget kata katanya. Kayak orang jutek, sombong. Iya gak kak Hermione?”

Hermione terkekeh pelan dan mengangguk, “Bener. Aku juga kalau balas iya, a nya harus empat.”

“Tuhkan Abang!”

Theo tertawa melihat reaksi sang adik, “Iya iya, eh ajak kak Hermione bikin kue nih. Lo mau kan?”

Hermione mengangguk dengan semangat, “Mau dong, boleh Bunda?”

“Boleh dong, kita buat sama sama ya? Thania mau buat cookies.”

“Ayo Bunda.” Balas Hermione.

Theo membuka sweater miliknya, lalu bersiap untuk ikut meramaikan pembuatan kue itu.

Awalnya berjalan dengan lancar dan tenang, Hermione dan Thania mengikuti arahan Bunda saat membuat kue. Namun, bukan Theo namanya jika tidak jahil. Lelaki itu menyolekkan adonan kue tepat di hidung Hermione.

“The, kotor!”

“Hahahahaha hidung kak Hermione ada adonan kuenya, sama kayak Thania!” Thania tertawa diikuti oleh Bunda dan Theo.

“Biar lebih cantik.” Ucap Theo.

“Ih yang begitu baru alay, abang.”

“Hahaha Thania bisa aja. Ayo Thania bantu Bunda masukin terigu.”

“Okee Bunda!”

Hermione melirik Theo sejenak, lalu tersenyum.

“Kenapa?” Tanya Theo.

“Makasih ya The.”

“Sama-sama. Jangan sedih sedih lagi ya? Gue gak mau liat lo sedih dan murung kayak tadi.”

Hermione menatap Theo dengan matanya yang berkaca-kaca. Dia tidak tahu apa yang harus dia lakukan untuk berterimakasih kepada lelaki berambut cokelat itu.

Berkenalan dengan Bunda dan Thania, benar benar membuatnya sangat bahagia.


© urhufflegurl_

Pertemuan tak sengaja.


Sore ini Hermione berencana akan diam dulu di perpustakaan karena ingin mengerjakan tugas sejenak.

Ia pikir ia akan tenang, tapi sepertinya ia salah.

“Hai.”

Hermione memutarkan kedua bola matanya malas. Dia bertemu dengan Draco Malfoy di perpustakaan.

Ngomong-ngomong, Astoria, Hermione, Draco dan Pansy itu satu kampus namun berbeda jurusan. Sementara Theo satu kampus dengan Daphne, namun Daphne sedang mengikuti program pertukaran mahasiswa ke Australia.

“Pizza dari gue gak lo buang kan?”

Hermione hanya diam tidak menanggapi, dia berusaha mengalihkan fokusnya ke soal yang sedang ia kerjakan.

“Gue kira lo dan Astoria itu sama, ternyata beda.”

“Gak ada orang yang sama.”

“Bener banget. Astoria gak bisa naik wahana ekstrim ternyata.”

Hermione menghela napasnya kasar. “Maksud lo ngomong kayak gini apa sih?”

“Gue harus gimana biar semuanya kayak dulu lagi?”

“Kayak dulu bagian mana? Emang kita abis ngapain?”

“Mi.”

“Drake, kita gak ada apa-apa. Gue sebenernya males banget berhubungan sama lo. Tapi karena lo bawa bawa Astoria, sahabat gue, jadi gue terpaksa harus berhubungan sama lo.”

Draco terkekeh pelan, suara tawanya sangat pelan nyaris tak terdengar.

“Gue cuman mau lo Mi.”

“Kita gak bisa Drake.”

“Mi, plis. Kita cuman cukup jujur sama Astoria, abis itu udah, apa lagi?”

Kini mata Hermione menatap tajam Draco, “jujur? Setelah lo terlanjur deketin dia dan bikin dia seneng? Lo mikir gak sih efeknya ke Astoria bakal gimana?”

“Lo yang nyuruh.”

“Gue gak pernah nyuruh itu Draco! Gue gak pernah.”

“Lo emang gak pernah nyuruh itu, tapi lo sendiri yang buat gue kayak gini.”

“Mau lo apa sih Drake?”

“Lo.”

Mereka terdiam sejenak dengan napas yang saling terengah. Karena tidak tahan dengan atmosfir yang ada, Hermione pun segera beranjak pergi dari sana.

“Mi, bentar, tunggu gue.”

Draco berusaha mengejar Hermione dan menahannya. Namun, langkah mereka terhenti ketika ada Theo disana.

“Theo?”

Theo tersenyum, “Hai, sorry gue gak bilang. Gue mau balik bareng lo. Boleh?”

Hermione segera mengangguk, “Boleh. Boleh banget. Ayo.”

Hermione menarik tangan Theo dan menjauh dari Draco, membuat Theo benar benar bingung.

“Kenapa buru buru amat? Gak pamit ke Draco?” Tanya Theo.

“Gak usah, gak penting.”

“Oke..”


© urhufflegurl_

Pertemuan tak sengaja.


Sore ini Hermione berencana akan diam dulu di perpustakaan karena ingin mengerjakan tugas sejenak.

Ia pikir ia akan tenang, tapi sepertinya ia salah.

“Hai.”

Hermione memutarkan kedua bola matanya malas. Dia bertemu dengan Draco Malfoy di perpustakaan.

Ngomong-ngomong, Astoria, Hermione, Draco dan Pansy itu satu kampus namun berbeda jurusan. Sementara Theo satu kampus dengan Daphne, namun Daphne sedang mengikuti program pertukaran mahasiswa ke Australia.

“Pizza dari gue gak lo buang kan?”

Hermione hanya diam tidak menanggapi, dia berusaha mengalihkan fokusnya ke soal yang sedang ia kerjakan.

“Gue kira lo dan Astoria itu sama, ternyata beda.”

“Gak ada orang yang sama.”

“Bener banget. Astoria gak bisa naik wahana ekstrim ternyata.”

Hermione menghela napasnya kasar. “Maksud lo ngomong kayak gini apa sih?”

“Gue harus gimana biar semuanya kayak dulu lagi?”

“Kayak dulu bagian mana? Emang kita abis ngapain?”

“Mi.”

“Drake, kita gak ada apa-apa. Gue sebenernya males banget berhubungan sama lo. Tapi karena lo bawa bawa Astoria, sahabat gue, jadi gue terpaksa harus berhubungan sama lo.”

Draco terkekeh pelan, suara tawanya sangat pelan nyaris tak terdengar.

“Gue cuman mau lo Mi.”

“Kita gak bisa Drake.”

“Mi, plis. Kita cuman cukup jujur sama Astoria, abis itu udah, apa lagi?”

Kini mata Hermione menatap tajam Draco, “jujur? Setelah lo terlanjur deketin dia dan bikin dia seneng? Lo mikir gak sih efeknya ke Astoria bakal gimana?”

“Lo yang nyuruh.”

“Gue gak pernah nyuruh itu Draco! Gue gak pernah.”

“Lo emang gak pernah nyuruh itu, tapi lo sendiri yang buat gue kayak gini.”

“Mau lo apa sih Drake?”

“Lo.”

Mereka terdiam sejenak dengan napas yang saling terengah. Karena tidak tahan dengan atmosfir yang ada, Hermione pun segera beranjak pergi dari sana.

“Mi, bentar, tunggu gue.”

Draco berusaha mengejar Hermione dan menahannya. Namun, langkah mereka terhenti ketika ada Theo disana.

“Theo?”

Theo tersenyum, “Hai, sorry gue gak bilang. Gue mau balik bareng lo. Boleh?”

Hermione segera mengangguk, “Boleh. Boleh banget. Ayo.”

Hermione menarik tangan Theo dan menjauh dari Draco, membuat Theo benar benar bingung.

“Kenapa buru buru amat? Gak pamit ke Draco?” Tanya Theo.

“Gak usah, gak penting.”

“Oke..”


© urhufflegurl_

Nasi Goreng.


“Hai Mang!”

“Eh Theo, nasi goreng nih? Biasa?”

Theo mengangguk, “Tapi sekarang mah nambah satu ya.”

Mang nasi goreng yang sedang mengobrol dengan Theo itu menoleh ke arah belakang Theo, “Wah bawa siapa nih? Cantik euy.”

Theo terkekeh pelan, “Calon pacar. Doain.”

Mang nasi goreng tersenyum lebar ketika mendengar bisikan Theo. “Siap siap, mudah mudahan berjodoh.”

Theo hanya tertawa saja.

“Mi, nasi gorengnya pedes gak?”

Hermione yang sudah duduk di meja itu mengangguk, “Pedes banget ya The.”

“Waduh, yakin? Nanti sakit perut loh neng.” Balas mang nasi goreng.

“Saya emang suka pedes pak.”

“Wah keren amat si neng manggil saya pak, manggil mang aja.”

Hermione tertawa, “Iya Mang.”

“Yaudah, 2 nasi goreng. Pedes, inget yang saya gak pake apa?” Tanya Theo kepada mang nasi goreng.

“Acar. Saya tau atuh.”

“Mantap mang, saya duduk ya mang.”

Mangga mangga.” (Silakan silakan)

Theo duduk di depan Hermione. Hanya tukang nasi goreng biasa, di pinggir jalan, namun cukup ramai.

“Lo langganan disini ya The?”

Theo mengangguk, “Rumah gue komplek itu.” Theo menunjuk salah satu gapura komplek yang ada disana.

“Ah.. Pantesan.”

“Lo emang suka pedes apa gimana?”

Hermione mengangguk, “Emang suka banget pedes. Lo sendiri suka pedes?”

“Suka, cuman lambung gue suka gak kuat, jadi lagi ngurangin pedes.”

“Udah tua ya.”

“Sialan. Tapi kopi mah tiap hari.”

“Dasar! Lambung kasian amat ya.”

Theo terkekeh pelan, matanya melirik Hermione yang sedang memperhatikan mang nasi goreng membuat pesanannya.

Sadar sedang di perhatikan, Hermione melirik ke arah Theo dan mata mereka pun bertemu.

Baik Theo maupun Hermione, sama sama tersipu akan hal itu.


© urhufflegurl_

Pasar malam.


“Mau naik apa aja? Berani gak naik wahana yang ekstrim itu?” Tanya Draco kepada Astoria.

Astoria menggeleng, dia bergidik merinding saat melihat beberapa wahana disana sedang bermain.

“Gapapa kan kalau naik wahana biasa aja? Gue takut soalnya.”

Draco terkekeh pelan, “Ayok. Mau makan dulu atau langsung main?”

“Langsung main aja yuk.”

Astoria jalan lebih dulu, disusul oleh Draco. Suasana disana begitu ramai, banyak sekali orang berlalu lalang.

“Eh Tor awas!” Draco menarik tangan Astoria ketika ada yang hendak menabraknya.

Astoria yang kaget hanya pasrah dan menubrukkan badannya ke tubuh Draco.

Posisi mereka kini sangat dekat, bahkan Astoria dapat mendengar suara detak jantung Draco. Dan dia pun yakin bahwa Draco dapat mendengar suara detak jantungnya.

Mereka bertatapan sejenak hingga Astoria kembali menarik tubuhnya untuk berdiri.

“Sorry.” Ucap Astoria membenarkan rambutnya.

“Hati-hati jalannya. Disini banyak orang yang kurang lihat kondisi di sampingnya.”

“Iya, Draco.”

Draco tersenyum hangat, “disana ada tempat boneka tuh. Gue bisa ngasih lo boneka.”

“Ohya? Lo bisa?”

Draco mengangguk dengan sombongnya, “Bisa dong. Ayo.”

Kini Astoria yang mengikuti Draco dari belakang, dan menikmati pasar malam yang cukup indah.


© urhufflegurl_

Studio.


Astoria baru saja akan duduk saat mendengar suara klakson mobil dari luar. Dia kembali berdiri dan menghampiri Draco yang baru datang.

Hermione dan Theo tau bahwa Draco akan datang, karena Astoria yang memberitahu nya. Theo tidak keberatan akan hal itu, namun Hermione, wajahnya tidak bisa berbohong bahwa ia tidak ingin ada Draco disana. Astoria dapat melihat jelas ekspresi itu.

“Eh Drake.” Sapa Theo memeluk Draco singkat.

“Udah lama gue gak kesini.” Balas Draco.

“Sempet pernah kesini emang?” Tanya Astoria.

Draco mengangguk, “Dulu, waktu awal awal Theo ngeband. Gue, Blaise diajak kesini.”

“Dulu awalnya gue mau bareng Draco, Blaise, Pansy ngeband bareng gitu. Tapi ya mereka sibuk.” Balas Theo.

Draco tertawa, “Ya gimana, gak bisa bohong juga kuliah se hectic apa.”

“Yaudah Drake, ayo masuk. Gue masih ada satu lagu lagi nih.”

“Oke.”

Hermione hanya diam dengan ekspresi wajahnya yang cukup keras saat menatap Draco. Dan saat lelaki itu melewatinya, wajahnya menjadi sedikit tegang, hingga akhirnya—

“Jadi lo sama Theo?” Bisik Draco membuat Hermione menoleh ke arahnya dan menatapnya dengan tajam.

Draco terkekeh pelan dan lanjut berjalan menuju ruangan.

Hermione menghela napasnya kasar, mencoba mengabaikan lelaki gila yang ada di hadapannya itu.


“Jadi gimana? Sampe mana band lo The?”

Theo melepas sweater miliknya, “Sampe sini aja. Gak sampe mana mana anjir, manggung juga cuman dari cafe ke cafe.”

“Ya lumayan, itu bagus tau. Keren.” Puji Astoria.

Draco menoleh ke arah Hermione, Hermione pun melirik ke arahnya.

“Udah ini kalian mau kemana?” Tanya Draco kepada Astoria.

“Gak kemana-mana sih, mau kemana Mi?”

“Balik.”

Astoria mengangguk, “Balik katanya.”

“Jalan jalan dulu mau gak? Ada pasar malam deket sini, tadi gue gak sengaja lewat.” Tanya Draco.

“Mi mau g—”

“Gak. Lo aja, gue capek mau balik.” Balas Hermione cepat memotong omongan Astoria.

“Yah, terus mobil gue gimana?” Tanya Astoria.

“Lo bawa mobil? Lo bisa nyetir?” Tanya Draco, Astoria hanya mengangguk.

“Good girl.” Draco mengusap lembut kepala Astoria membuat Astoria membeku seketika.

Bersamaan dengan itu, Hermione memainkan ponselnya dengan helaan napasnya yang berat.


© urhufflegurl_

That night, we met.


Hermione tidak tahu apa yang sedang ia lakukan sekarang. Raganya ada, semua anggota tubuhnya lengkap. Namun pikirannya bercabang kemana mana.

Sudah 2 jam dia duduk dan meminun kopi ditempat itu, nemun belum ada satupun soal yang berhasil ia kerjakan.

Mendapatkan pesan Astoria yang beruntun membuatnya tersenyum, namun juga menangis. Bagaimana bisa ini semua terjadi? Bagaimana jika Draco benar benar menyakitinya? Bagaimana jika ia kehilangan Astoria?

Hermione menunduk dan menangis disana, rambutnya yang indah dan lembut menutupi wajahnya.

“Gak baik nangis sendiri.”

Spontan Hermione mengangkat kepalanya dan menghapus air matanya.

“Hai, Hermione.”

“Theo?! Astaga! Lo kemana aja? Ih apa kabar?” Seolah melupakan apa yang bersarang dipikirannya, Hermione tersenyum lebar malam itu ketika melihat lelaki berambut ikal didepannya.

“Lo ngapain sendiri disini? Nangis lagi. Lagi ada masalah?”

“Ih bentar, lo ngapain disini? Sejak kapan?”

“Daritadi. Lo gak denger live musik yang main disini?”

“Hah? Gue denger, cuman.. Pikiran gue kemana mana.”

Lelaki bernama Theodore Nott atau Theo itu tertawa, “Saking stressnya kuliah ya?”

Hermione hanya tertawa kecil dan mengangguk.

“Gue nyanyi disini, manggung biasa.” Balas Theo.

“Manggung? Lo? Ngeband?”

“Kenapa kaget gitu? Lo gak block gue di sosmed kan?”

Hermione tertawa, “Gue gak ngeh, gue kira cuman latihan ya iseng iseng aja anak gabut kuliahan. Ternyata beneran? Ih keren banget!”

“Ya, diseriusin aja siapa tau emang rezeki. Tapi sekarang cuman kecil kecilana aja, soalnya gue juga kan sibuk kuliah. Lagi hectic kan semester 5?”

“Iya iya, hectic banget gila.”

“Lo lagi ngerjain apa? Susah gak?”

Malam itu, Hermione bisa tertawa lepas karena adanya Theo disana.

Malam dimana, akhirnya mereka bertemu kembali.


© urhufflegurl_