litaaps

Makan siang.

***

Hermione dengan senyumnya yang mengembang, melangkahkan kakinya menuju Great Hall. Tangannya memeluk setumpuk buku yang belum sempat ia masukan ke dalam tas. Disampingnya ada Ron dan Harry, sudah seperti bodyguard bagi Hermione.

Saat memasuki Great Hall, mata Hermione langsung tertuju pada meja Slytherin. Tapi, yang ia cari belum ada disana.

“Hermione, sini.” Ginny memanggilnya untuk duduk di sebelahnya.

Hermione mengangguk dengan semangat dan duduk di sebelah Ginny.

Tak lama kemudian, atensi nya teralihkan ke pintu Great Hall. Disana, akhirnya lelaki yang membuatnya bahagia hari ini muncul juga.

Dia, Draco Malfoy, bersama ketiga teman terdekatnya, Pansy, Blaise dan Theo.

Seolah tahu bahwa Hermione sedang menatap ke arahnya, Draco pun balik menatapnya dan mengedipkan matanya membuat Hermione rasanya ingin berteriak saat itu juga. Namun, yang di lakukan oleh wanita itu hanya menggelengkan kepalanya dan menunduk karena malu wajahnya memerah.

Agenda makan siang hari ini rasanya sangat spesial, padahal menu makanan yang dihidangkan biasa aja.

Hermione makan secukupnya, dan langsung meminum obat muggle yang ia bawa. Badannya masih sedikit demam, dan masih sedikit lemas, tapi karena ada Draco, ia merasa lebih sehat.

Setelah makan siang selesai, dia pun beranjak untuk ke kelas selanjutnya.

Namun, saat sedang berjalan, tak sengaja ada yang menabraknya dan membuat badannya oleng. Untung saja ada Draco yang kebetulan berdiri disampingnya, menangkap tubuh Hermione.

“Hati-hati kalau jalan.” Ucap Draco ketus kepada seseorang yang menabrak Hermione.

“Maaf kak, saya gak senagaja.”

Draco hanya mengangguk singkat dan membiarkan orang itu pergi begitu saja.

“Gapapa?” Tanya Draco kepada Hermione.

“Gapapa. Thanks.”

“Ngantuk gak abis minum obat? Izin aja satu pelajaran, istirahat.”

Hermione membulatkan matanya sejenak, lalu memalingkan wajahnya, tak ingin terlihat salah tingkah.

“Tau darimana gue minum obat?”

Draco tersenyum, “Tau lah. Eh, kita satu kelas kan?”

Hermione mengangguk.

“Yaudah gih duluan, gue nunggu Theo, Blaise sama Pansy dulu.”

“Okey..”

Draco tersenyum, tangannya terangkat mengusap rambut Hermione karena gemas.

“Bye Draco.”

“Bye.”

Hermione melangkahkan kakinya menuju kelas dengan perasaan tak karuan.


© urhufflegurl_

“Aku mohon, kasih aku kesempatan 30 hari untuk memperbaiki semuanya. Bukan aku yang bersalah. Bukan aku, Hermione. Aku mohon, izinin aku untuk buktiin kalau semua omongan aku ini bener.”

Katanya.

Sialnya, kesempatan 30 hari itu juga ternyata adalah kesempatan terakhir aku untuk bisa melihatnya.

30 hari bersamamu, adalah lebih baik dari 19 tahun aku hidup di dunia ini, Draco.

Hermione Jean Granger, penyihir kelahiran muggleborn, sahabat sekaligus teman dekat Harry Potter dan Ronald Weasley ternyata adalah pengkhianat yang telah membeberkan semua rahasia Order dan Dumbledore's Army kepada kekasihnya yang seorang death eater, Draco Malfoy.

Hermione menaruh satu-satunya barang yang dia simpan dari dunianya yang kelam. Dunia sihir. Dia bersumpah tidak akan kembali kepada semua itu, dan tidak akan pernah kembali kepadanya.

Hermione Jean Granger, penyihir kelahiran muggleborn, sahabat sekaligus teman dekat Harry Potter dan Ronald Weasley ternyata adalah pengkhianat yang telah membeberkan semua rahasia Order dan Dumbledore's Army kepada kekasihnya yang seorang death eater, Draco Malfoy.

Hermione Jean Granger, penyihir kelahiran muggleborn, sahabat sekaligus teman dekat Harry Potter dan Ronald Weasley yang ternyata adalah pengkhianat yang telah membeberkan semua rahasia Order dan Dumbledore's Army kepada kekasihnya yang seorang death eater, Draco Malfoy.

With her.

***

Draco masih tidak menyangka bahwa pagi ini, dia dan Hermione bisa saling mengungkapkan rasa begitu saja. Ya, memang Draco sangat terkejut,namun, Hermione menjelaskan bahwa dirinya sedang sensitif karena demamnya yang naik lagi dan perasaannya yang memang dari semalam tidak berhenti gelisah memikirkan Draco.

Draco senang mengetahui kabar dimana bahwa Hermione memikirkannya. Bahkan Hermione bilang, dia sangat berharap semalam Draco ada disampingnya. Draco sangat senang mendengar semua itu.

Dan sekarang, dia sedang makan bersama Hermione di meja makan. Draco tak bisa tak memandang wajah Hermione yang benar benar cantik.

“Kenapa liatin gue kayak gitu?”

Draco terkekeh pelan, malu karena ketahuan sedang memandang Hermione.

“Lo cantik.”

“Emang. Baru nyadar?”

“Enggak sih, udah lama nyadarnya, cuman, ya..”

Hermione tertawa kecil. “Lo juga ganteng. Lo tau gak sih kalau di tahun ketiga lo itu ganteng banget?”

“Tapi lo nonjok gue.”

“Ya abis lo ngeselin banget.”

“Gue emang ganteng dari lahir, tau.”

Hermione tertawa, “Pede banget.”

“Emang bener. Anak Mama sama Papa paling ganteng.”

“Iya lah, anak satu-satunya.”

Mereka sama sama tertawa lepas siang itu. Setelah selesai makan, Draco sengaja ingin mencuci piring dan membiarkan Hermione hanya duduk saja melihatnya.

“Gue baru tau lo bisa cuci piring tanpa bantuan tongkat.”

“Banyak yang lo gak tau tentang gue.”

“Oh ya? Apa aja contohnya?”

“Gue bisa berantem dengan cara muggle.”

Hermione mengerutkan keningnya. “Ya emang bisa? Kan kemarin lo berantem sama Adrian?”

“Tapi sebelumnya lo gak tau kan?”

Hermione hanya terkekeh pelan. Dasar Malfoy.

“Gue juga bisa masak, tapi bukan masak yang pake bumbu banyak banyak gitu. Gue diajarin Mama.”

“Serius?”

Draco mengangkat alisnya bangga. “Serius.”

“Masak apa?”

“Masak air.” Balas Draco dengan polosnya.

“Ih! Masak air mah semua orang juga bisa!”

“Hahaha kan masak.”

“Ya deh..”

Setelah selesai mencuci piring, Draco kembali duduk di sofa bersama Hermione. Ditemani cemilan yang ia bawa, dan film yang Hermione rekomendasikan.

“Malfoy.”

“Hmm?”

“Perasaan lo itu— bener?”

Draco menatap Hermione lembut dan hangat. Tatapan yang belum pernah ia berikan kecuali kepada sang Mama.

“Lo gak yakin? Masih butuh bukti lain ya?”

Hermione hanya tersenyum.

“Gue gak akan buru buru menyatakan kita pacaran atau enggak. Gue tau semua butuh proses. Kita gak bisa buru buru langsung pacaran, atau ada ikatan. Karna buat gue, itu cukup sakral.”

“Tapi kan— cuman pacaran?”

“Kalau gue mau nya nikah, gimana?”

“Jangan gila! Kita lulus aja belum. Belum kerja, belum nabung, belum bahagiain orang tua. Gimana sih.”

Draco terkekeh pelan. “Gue punya lo. Lo punya gue. Apa itu cukup buat menyatakan hubungan ini hubungan apa?”

Hermione hanya terdiam, dia bukannya butuh validasi, tapi, ya, setidaknya untuk sekarang, dia hanya ingin bahwa Draco benar benar mencintainya. Dia ingin Draco membuktikannya.

Melihat Hermione hanya terdiam, Draco menggenggam tangannya.

“Gue cinta sama lo, Hermione. Gue akan buktiin kalau gue bener bener cinta sama lo.”

“Apa lo seorang peramal sekarang? Bisa tau pikiran gue?”

“Yaa, i think....”

“Ish! Dasar Malfoy!”

“Udah ah ayo nonton, film muggle apa ini Yang Hermione Granger pilih.”

Hermione tersenyum malu, dia benar benar bahagia hari ini.

Dicintai oleh Draco Malfoy ternyata seindah ini.


© urhufflegurl_

Hmm ada apa nih...

***

Tadi malam, demam Hermione sangat tinggi. Dia menangis sendirian dikamarnya, karena tidak ada siapa-siapa. Papanya sedang bertugas ke luar kota, dan sang Mama ikut dengannya.

Maka dari itu, Hermione benar benar mengurus dirinya sendiri. Cukup menyedihkan.

Pagi ini, untung saja demamnya sudah menurun, walaupun lemas dan sakit kepalanya masih tak kunjung mereda.

Hermione bangun dan berjalan menuju dapur, hendak membuat bubur instan untuknya. Namun, dia terkejut karena pintu rumahnya ada yang mengetuk.

“Ya, sebentar!” Sahut Hermione dari arah kamar.

Dan saat dia membukakan pintu, dia lebih terkejut, karena Draco berdiri disana.

“Malfoy?”

“Kayak gini cara lo nyambut tamu? Panas tau di luar. Lo gak mau nyuruh gue masuk?”

Hermione mengerjap, “Masuk masuk.”

Setelah Draco masuk dan duduk di sofa, Hermione juga duduk di sofa.

“Lo ngapain kesini?” Tanya Hermione.

“Katanya lo sakit?”

Hermione mengangguk. “Gue belum mandi tau, Malfoy. Lo kenapa gak bilang mau kesini?”

Draco tidak menjawab, dia menaruh paper bag yang dia bawa di atas meja, dan mulai mengeluarkan satu persatu yang ia bawa.

Ada makanan, cemilan, buah buahan, cokelat, dan minuman sehat seperti susu dan minuman isotonik serta vitamin.

“Gila? Lo ngapain bawa semua ini?”

“Katanya lo sakit?”

Hermione tidak habis pikir sekarang. “Lo kenapa sih? Lo bikin gue bingung tau gak?”

Draco mengerutkan keningnya tidak mengerti. “Maksud lo?”

“Lo kenapa kayak gini? Lo kenapa tiba tiba kesini dan bawa makanan sebanyak ini?” Tanya Hermione.

“Ya bagus lah, gue jenguk lo karena gue tau lo sendiri di rumah dan—”

“Maksud lo apa? Lo itu nyebelin, ngeselin, selalu bikin gue kesel, marah, kecewa, nangis. Tapi kadang di moment yang sama lo juga bikin gue seneng dan ngerasa kalau gue itu dianggap sama lo. Maksud lo apa?”

Jangan salahkan Hermione, dia sedang sensitif karena sakitnya dan ditambah, ini masih pagi.

Dan Hermione menangis.

Semalam, Hermione memikirkan Draco. Ya, wanita itu memikirkan Draco yang sangat menyebalkan dan selalu membuatnya kesal. Tapi dia selalu ada. Dia bahkan rela membela nya disaat tidak ada orang lain yang melakukannya. Bahkan dia juga rela di skors selama 1 bulan, itu semua karena Hermione.

“Granger, gue—”

“Lo belain gue waktu itu, lo pukul Adrian sampe dia koma. Dan setelah itu, lo nyebelin lagi. Terus lo ajak gue ke danau hitam, lo ajak gue liat bintang. Terus lo nyebelin lagi. Dan lo nyuruh gue pake jaket, lo selalu notice apapun yang gue update di sosial media. Sekarang lo ke rumah gue bawa makanan sebanyak ini, lo— lo—”

Draco memperhatikan wajah Hermione dengan seksama. Wanita itu mengusap air matanya dan menutup wajahnya dengan kedua tangannya.

“Sorry.” Bisiknya.

“Sorry gue lagi sensi.”

Entah dorongan darimana, tapi Draco benar benar melakukannya.

Draco memeluknya.

“Gue juga gak tau kenapa, tapi Pansy bilang, gue suka sama lo.”

Draco dapat merasakan Hermione menegang.

“Am I love you, Granger?”

“Kenapa nanya gue? Kan yang punya perasaan itu lo.”

“Gue jahat. Gue jahat, dan gue selalu bikin lo nangis kayak gini. Apa gue pantes suka sama lo?”

Hermione menatap Draco dan melepaskan pelukan lelaki itu.

“Sorry Granger, gue cuman— gue gak mau jauh sama lo. Dan gue selalu mikir dengan gue nyebelin itu gue bisa selalu deket sama lo. Dan gue selalu lakuin itu. I always do. Cuman untuk deket sama lo. I know i'm so annoying for you, tapi— gue— gue— gak tau..”

Hermione kembali menangis. Dan kini, Draco yang mengusapnya.

“Jangan nangis..”

“Lo jahat! Iya lo emang ngeselin! Lo selalu bikin gue nangis, tapi lo juga perhatian dan selalu ada buat gue. Gue benci ngakuin hal ini. Gue benci, Malfoy. Tapi gue selalu butuh lo. Gue benci disaat gue malah suka sama lo waktu lo ngeledek gue. Gue benci disaat dimana gue malah jatuh cinta sama lo waktu lo ngehina gue. Bahkan lo bener, cuman lo, cuman lo yang manggil gue mudblood, tapi bukannya kesel, gue malah makin jatuh sama lo. Gue jatuh sejatuh jatuhnya sampe sekarang gue bahkan nyampein semuanya ke lo.”

Draco diam ditempatnya. Dia merasa tubuhnya sangat kaku.

“Granger..”

“Lo pulang aja. Gue pengen sendiri.”

Saat Hermione hendak berdiri, Draco langsung memeluknya.

“Gue mau disini. Gue juga benci disaat gue mikir dengan ngejek lo itu bisa deket sama lo. Gue tau gue salah. I think Pansy is true. I'm in love with you, Granger.”


© urhufflegurl_

Danau hitam malam itu.

***

Hari sudah malam, dan Hermione memberanikan diri untuk menyusul Draco ke danau hitam.

Entah apa yang ada dipikirannya, tapi Hermione benar benar melangkahkan kakinya kesana.

“Malfoy?”

Draco hanya menoleh sebentar, lalu kembali menatap danau yang gelap itu.

Hermione duduk di sebelah Draco, dia memperhatikan wajah Draco, takut dia juga terluka parah karena berantem sore tadi.

Sedangkan Draco hanya terkekeh pelan, lucu melihat reaksi Hermione.

“Gue tau gue ganteng, gak usah diperhatiin gitu.”

plak!

“Aw! Sakit.”

“Kok muka lo bersih sih? Adrian gak mukul lo?”

“Mana sempet keburu pingsan.”

Hermione memutarkan bola matanya malas. Sombong sekali Malfoy satu ini.

“Thanks.” Ucap Hermione.

“Gue gak butuh itu. Gue cuman minta, kalau lo dipanggil nanti, lo bilang semua ini pure salah gue, karena—”

“Mana bisa? Kan ini ada hubungannya sama gue.”

“Lo bilang aja seadanya. Lo gak tau apa-apa soal ini.”

“Lo mikirin diri lo sendiri gak sih waktu mukul dia? Lo bisa aja luka juga kayak dia, atau sama koma kayak dia. Lo bisa dihukum berat, Malfoy. Adrian koma di st.mungo. Bahkan sampe ke ST. Mungo loh? Dan lo santai gini? Maksud lo apa sih Malfoy?”

Draco hanya memperhatikan wajah Hermione yang menurutnya lucu saat marah seperti ini.

“Malfoy? Gue ngomong sama lo?!”

Draco tertawa pelan.

“Udah, gak usah mikirin gue.” Draco menidurkan badannya, kedua tangannya dijadikan bantal.

“Liat bintang tuh, bagus, daripada marah marah.” Lanjutnya dengan santai.

“Malfoy, please. Serius. Lo nyuruh gue kesini mau jelasin semua pertanyaan gue kan?”

Draco menekuk wajahnya. “Kata siapa?”

“Lah terus lo ngapain nyuruh gue kesini?”

Hermione bisa bisa naik darah lama lama dekat dengan Draco Malfoy.

“Ya, mau aja. Kenapa gue gak bisa?”

“Malfoy lo nyebelin banget!”

Hermione yang memukul Draco dibagian dadanya, dan Draco dengan refleks menarik tangannya.

Mereka terdiam saat menyadari betapa dekatnya wajah mereka sekarang.

Menyadari jantungnya berdetak dengan cepat, Draco segera bangun dari tidurnya dan berdiri.

“Udah malem, ayo ke Great Hall. Laper.”

Hermione yang gugup juga ikut berdiri.

“Gue cuman mau bilang, gue gak mau ada yang nyakitin hati lo kayak gue. Cukup gue. Jangan orang lain.”

“Lo boleh nyakitin gue sedangkan orang lain enggak?”

“Seenggaknya kalau gue yang nyakitin lo, lo udah benci sama gue, jadi bisa lo abaikan. Sedangkan orang lain? Enggak kan?”

“Siapa bilang gue benci sama lo?”

Draco terdiam.

“Gue gak pernah benci sama lo, Malfoy. Gue bakal bela lo nanti kalau gue dipanggil. Thanks udah belain gue.”

Draco menahan dirinya sendiri untuk tidak tersenyum.


© urhufflegurl_

Sore menyebalkan.

***

Hermione menenangkan dirinya di tepi danau hitam. Ya, dia memang cukup jarang berdiam diri sendiri disini, hanya sesekali saja jika memang ingin. Seperti sekarang ini.

Sebenarnya, dia cukup dewasa dalam menghadapi Draco Malfoy dengan berbagai mood dan tingkah laku ajaibnya. Tapi tetap saja, jika lama lama, ternyata melelahkan juga.

Danau hitam, menara astronomi, perpustakaan, dan halaman rumah Hagrid adalah spot spot ternyaman bagi Hermione untuk sekedar melamun atau meratapi kehidupan. Namun, dia lebih sering diam di perpustakaan.

Sore ini, dia sendiri, hanya di temani suara air danau yang sangat tenang dan pikirannya yang sangat berisik. Berbagai pertanyaan muncul di otaknya, mulai dari mengapa Malfoy begitu menyebalkan? Mengapa Malfoy begitu membenci nya? Mengapa Malfoy tidak pernah berhenti mengganggunya? Dan, mengapa Malfoy selalu saja ada di pikirannya?

Mengapa semua tentang Malfoy? Apa Malfoy sepenting itu sehingga Hermione membutuhkan waktu sendiri seperti ini?

Tak terasa, ternyata lamunan Hermione sudah cukup lama disana.

Hermione sangat suka Hogwarts. Baginya, Hogwarts bukan hanya sekedar bangunan yang menakjubkan, melainkan, Hogwarts adalah rumah kedua setelah rumahnya yang berada di muggle London.

Sama sama indah, namun memiliki makna yang berbeda.

Pikiran Hermione campur aduk sekarang. Berbagai pikiran melayang di otaknya.

“Balik aja kali ya, udah mau makan juga.”

Tak terasa waktu sudah semakin sore, dan cahaya matahari sudah semakin tak terlihat. Hermione pun kembali ke asramanya.

Namun ditengah perjalanan, dia tak sengaja menabrak seorang lelaki yang ada didepan.

Hermione banyak melamun.

“Sorry sorry, gak sengaja.”

Lelaki itu berbalik dengan wajahnya yang marah dan memerah. “Mudblood ternyata. Jalan yang bener bisa kan?”

Hermione mengerutkan keningnya sebal di panggil dengan sebutan itu. “Gak usah ngehina gitu bisa kan? Gue gak sengaja.”

Lelaki itu tertawa, diikuti oleh 2 orang lelaki lain yang ada disampingnya. “Kenapa? Emang bener lo mudblood kan? Duh, kotor deh seragam Slytherin gue kena mudblood kayak lo.”

Hermione mengepalkan tangannya. Dia benar benar marah. Dan diluar kendalinya, tangannya perlahan mengeluarkan tongkat yang ada didalam jubah nya.

Namun, niatnya itu segera ia bantah, dan hanya jalan berlalu begitu saja melewati lelaki menyebalkan itu.

“Kenapa kabur? Hahahah dasar cemen lo!”

Hermione berhenti, dia membalikkan badannya dan mengacungkan jari tengah untuk lelaki menyebalkan bernama Adrian itu.


© urhufflegurl_

Slytherin.

***

“Potter! Awas tiang!” Teriak Draco menendang Harry spontan karena lelaki berkacamata itu hampir menabrak tiang.

“Thanks bro!” Teriak Harry.

Draco menoleh ke arah belakang dengan senyuman menyebalkan khasnya.

“Hah?”

Draco mengangkat tangannya tinggi tinggi. “Kita menang woy! Gue dapet Snitch nya!”

“Bangsat. Ah.” Geram Harry, kecewa.

Ya, pertandingan selesai dan dimenangkan oleh Slytherin karena Draco berhasil menangkan bola kecil yang sangat sangat sangat lincah itu. Semua bersorak, setelah 2 semester Slytherin tidak menang, akhirnya Slytherin memenangkan pertandingan.

Pertandingan pun selesai. Semua pemain Slytherin bersorak akan kemanangan itu. Mereka membangga bangga kan Draco dengan menangkat tangan sang captain yang berhasil menangkap Snitch.

“Udah gue bilang. Main santai aja, yang penting menang.” Sindir Draco kepada Theo.

“Ya ya ya, yang katanya gak merhatiin tapi tau doi lagi ngapain.”

“Gue emang gak merhatiin?” Protes Draco namun matanya melirik ke arah Hermione yang masih membaca buku.

Tolong jangan marahi Hermione, tinggal beberapa kalimat penutup lagi hingga novel itu selesai ia baca.

Draco hanya tersenyum kecil, lalu mengalihkan pandangannya kembali ke teman teman yang senang akan kemenangan ini.


© urhufflegurl_