litaaps

Match.

***

Akhir pekan pun tiba. Dalam 1 bulan, hanya 2 akhir pekan yang ditunggu tunggu semua murid, yaitu pada pekan kedua dan ke-empat. Bagaimana tidak ditunggu? Karena pada hari itu, pertandingan Quidditch akan digelar.

Minggu kemarin, Slytherin menang melawan Ravenclaw. Dan Slytherin sebagai pemenang akan bertanding melawan Gryffindor.

Siapa yang tidak mengenal kedua asrama yang selalu bertolak belakang itu? Percayalah, match Quidditch yang ditunggu adalah pertandingan antara Slytherin dan Gryffindor.

Mereka senang berteriak ketika melihat Harry dan Draco saling menikung di udara, atau Theo dan Ginny saling mengejar untuk menangkap quaffle dan memasukannya ke dalam lingkaran di ujung tiang yang dijaga oleh Ron dari Gryffindor dan Blaise dari Slytherin.

Tidak hanya mereka yang bermain, ada juga Adrian, Lucian, Daphne dan Astoria dari Slytherin. Lalu ada Dean, Neville, Seamus dan Angelina dari Gryffindor. Mereka benar benar seperti lawan.

Dan ya seperti biasa, para penonton akan takjub dengan pertandingan satu ini.

“Malfoy! Fokus! Itu snitch nya kesana anjir!” Teriak Adrian dari kejauhan membuyarkan lamunan Draco.

Ya, Draco daritadi tidak fokus bermain.

“Gue liat liat lo merhatiin kursi penonton terus. Lo cari siapa sih?” Tanya Daphne kesal.

“Gak ada.” Jawab Draco sambil melesat meninggalkan temannya itu, mengejar Harry yang sedang mengejar Snitch.

Namun, lagi lagi, Draco oleng.

“Aw! Kak Draco, sakit! Hati-hati kak mainnya.”

Dia Astoria, gadis berambut hitam legam dikuncir kuda yang tersenggol tidak sengaja oleh Draco.

“Sorry sorry, gue gak sengaja Tor.”

“Mate, come on. Gue perhatiin lo gak fokus. Kita harus menangin pertandingan semester ini. Semester kemarin Gryffindor yang menang.” Geram Theo.

“Iya iya sorry.”

Sial. Fuck Granger. Mengapa Draco tidak bisa tidak melirik ke arahnya?

Sial. Rambut keritingnya yang terbang terkena angin, mata hazel nya yang terang karena pantulan cahaya, dan kulitnya yang entah mengapa bisa bersih membuat Draco menjadi salah fokus.

“Lo liatin Granger?”

Draco kelabakan. Dia langsung menatap Theo tajam.

“Cih, mana ada. Males banget gue liatin dia.”

“Ya dari tadi gue perhatiin lo liatin dia.”

“Gue gak liatin dia! Lagian ngapain gue liatin cewek yg cuman baca buku di tengah penonton teriak karna games ini?” Ucap Draco melesat lagi mengejar Snitch.

Theo menoleh ke arah Hermione, lalu ia mengeluarkan smirk khasnya.

“Dia gak ngeliatin Hermione, tapi tau apa yang lagi Hermione lakuin. Fuck Malfoy. Denial terus.” Umpat Theo.

Draco melesat sangat jauh. Harry ini memang senang melesat sejauh ini atau bagaimana? Dia merasa di atas awan sekarang.

Karena merasa terlalu jauh, Draco kembali ke tempat yang seharusnya, dan masih berusaha mengejar Snitch untuk memenangkan pertandingan ini.

Namun, lagi lagi, Granger sialan itu berhasil membuat fokusnya buyar.

Di sisi lain, Hermione yang sedang fokus membaca novel kesukaannya yang tinggal 9 halaman lagi selesai itu melirik ke arah langit. Disana ada Draco yang juga sedang menatapnya.

Entah isyarat apa yang Hermione berikan, ia hanya membulatkan matanya, namun Draco langsung semangat mengejar Snitch dan kembali fokus memenangkan pertandingan.

Mungkin menurutnya, Hermione sedang memberikan semangat, walaupun hanya lewat mata.


  • note : di adegan ini, aku terinspirasi dari cerita yang pernah aku liat di tiktok. Salah satu ff dramione, tapi aku lupa judulnya apa, thank you<3

© urhufflegurl_

Match.

***

Akhir pekan pun tiba. Dalam 1 bulan, hanya 2 akhir pekan yang ditunggu tunggu semua murid, yaitu pada pekan kedua dan ke-empat. Bagaimana tidak ditunggu? Karena pada hari itu, pertandingan Quidditch akan digelar.

Minggu kemarin, Slytherin menang melawan Ravenclaw. Dan Slytherin sebagai pemenang akan bertanding melawan Gryffindor.

Siapa yang tidak mengenal kedua asrama yang selalu bertolak belakang itu? Percayalah, match Quidditch yang ditunggu adalah pertandingan antara Slytherin dan Gryffindor.

Mereka senang berteriak ketika melihat Harry dan Draco saling menikung di udara, atau Theo dan Ginny saling mengejar untuk menangkap quaffle dan memasukannya ke dalam lingkaran di ujung tiang yang dijaga oleh Ron dari Gryffindor dan Blaise dari Slytherin.

Tidak hanya mereka yang bermain, ada juga Adrian, Lucian, Daphne dan Astoria dari Slytherin. Lalu ada Dean, Neville, Seamus dan Angelina dari Gryffindor. Mereka benar benar seperti lawan.

Dan ya seperti biasa, para penonton akan takjub dengan pertandingan satu ini.

“Malfoy! Fokus! Itu snitch nya kesana anjir!” Teriak Adrian dari kejauhan membuyarkan lamunan Draco.

Ya, Draco daritadi tidak fokus bermain.

“Gue liat liat lo merhatiin kursi penonton terus. Lo cari siapa sih?” Tanya Daphne kesal.

“Gak ada.” Jawab Draco sambil melesat meninggalkan temannya itu, mengejar Harry yang sedang mengejar Snitch.

Namun, lagi lagi, Draco oleng.

“Aw! Kak Draco, sakit! Hati-hati kak mainnya.”

Dia Astoria, gadis berambut hitam legam dikuncir kuda yang tersenggol tidak sengaja oleh Draco.

“Sorry sorry, gue gak sengaja Tor.”

“Mate, come on. Gue perhatiin lo gak fokus. Kita harus menangin pertandingan semester ini. Semester kemarin Gryffindor yang menang.” Geram Theo.

“Iya iya sorry.”

Sial. Fuck Granger. Mengapa Draco tidak bisa tidak melirik ke arahnya?

Sial. Rambut keritingnya yang terbang terkena angin, mata hazel nya yang terang karena pantulan cahaya, dan kulitnya yang entah mengapa bisa bersih membuat Draco menjadi salah fokus.

“Lo liatin Granger?”

Draco kelabakan. Dia langsung menatap Theo tajam.

“Cih, mana ada. Males banget gue liatin dia.”

“Ya dari tadi gue perhatiin lo liatin dia.”

“Gue gak liatin dia! Lagian ngapain gue liatin cewek yg cuman baca buku di tengah penonton teriak karna games ini?” Ucap Draco melesat lagi mengejar Snitch.

Theo menoleh ke arah Hermione, lalu ia mengeluarkan smirk khasnya.

“Dia gak ngeliatin Hermione, tapi tau apa yang lagi Hermione lakuin. Fuck Malfoy. Denial terus.” Umpat Theo.

Draco melesat sangat jauh. Harry ini memang senang melesat sejauh ini atau bagaimana? Dia merasa di atas awan sekarang.

Karena merasa terlalu jauh, Draco kembali ke tempat yang seharusnya, dan masih berusaha mengejar Snitch untuk memenangkan pertandingan ini.

Namun, lagi lagi, Granger sialan itu berhasil membuat fokusnya buyar.

Di sisi lain, Hermione yang sedang fokus membaca novel kesukaannya yang tinggal 9 halaman lagi selesai itu melirik ke arah langit. Disana ada Draco yang juga sedang menatapnya.

Entah isyarat apa yang Hermione berikan, ia hanya membulatkan matanya, namun Draco langsung semangat mengejar Snitch dan kembali fokus memenangkan pertandingan.

Mungkin menurutnya, Hermione sedang memberikan semangat, walaupun hanya lewat mata.


© urhufflegurl_

Iya aman kok Drake.

***

Hermione awalnya sangat menikmati waktu belajar sendirinya di perpustakaan, yang hanya di temani playlist kesukaannya. Namun semua itu teralihkan ketika dia melihat ada yang terbang disana.

Hermione yang senang belajar di dekat jendela salah fokus ketika melihat sekelompok Slytherin yang sedang latihan. Ya, dia tau mereka sedang latihan Quidditch. Draco yang bilang kepadanya tadi saat di chat.

Hermione bisa saja mengabaikannya, namun, entahlah, mata nya seakan tak bisa teralihkan darinya. Hermione dapat melihat dengan cukup jelas bagaimana pria berambut pirang itu melesat dengan sangat gesitnya di udara tanpa adanya rasa takut.

Sebentar, bukannya Malfoy memang tidak memliki rasa takut terhadap apapun? Dia selalu merasa hebat dari apapun.

Karena waktu sudah mendekati jam makan malam, Hermione pun bergegas untuk kembali ke asrama merah tercintanya. Ia membereskan buku buku di atas meja dan tak lupa melepas earphone yang sedang tadi menempal di kedua telinganya. Dia pun mulai melangkahkan kaki menuju luar.

Akses jalan dari perpustakaan menuju asrama nya itu harus melewati koridor yang dekat dengan lapangan. Dan kebetulan saat dia melewati koridor tersebut, para Slytherin sudah turun karena hari akan berganti menjadi malam.

“Hermione!”

Teriakkan itu berhasil menginterupsi Draco yang sedang membereskan peralatan Quidditch. Dia mengangkat alisnya ketika melihat Blaise mendekati perempuan dengan rambut berantakan itu.

Dia pun berusaha untuk mengalihkan dirinya sendiri. Namun, Draco tidak bisa berbohong, karena matanya tak bisa lepas darinya.

Draco menghela napasnya kesal.

“Blaise! Beresin bolanya cepet. Gue gerah pengen mandi.” Teriak Draco membuat semua menoleh ke arahnya.

Bahkan sebelum Blaise menyampaikan apa yang ia ingin sampaikan ke Hermione, kakinya sudah terhenti karena teriakan Draco itu.

“Kok gue?” Balas Blaise.

“Gue kapten kalau lo lupa.” Draco membanting fire bolt miliknya dan melangkah mendekati Blaise.

Hermione disitu hanya diam saja tidak mengerti.

“Blaise tadi mau ngomong sama gue, biarin dia—”

“Lo budeg apa gimana? Gue tadi nyuruh dia beresin alat quidditch.” Ucap Draco memotong omongan Hermione.

Blaise dapat melihat dengan jelas tatapan sengit diantara 2 manusia itu.

“Gue cuman mau bilang, besok jadi kan?” Tanya Blaise kepada Hermione.

Hermione mengangguk. “Jadi. Gue di perpus besok ya.”

Blaise mengangkat jempolnya dan mengikuti perintah Draco untuk membereskan peralatan Quidditch yang belum selesai Draco bereskan.

Draco melirik sebentar ke arah langit yang hampir menggelap, lalu kembali menatap Hermione dengan tajam.

“Apa liat liat?!” Bentak Hermione.

“Emang beneran lo yang nyebelin.”

Hermione melipat kedua tangannya di depan dadanya. “Mau nerusin yang di chat?”

Draco juga melipat kedua tangannya di depan dadanya. Tak mau kalah. “Liat kan? Lo duluan yang bentak gue. Semua orang juga bisa liat lo yang ngeselin!”

Hermione memutarkan kedua matanya malas. “Terserah deh. Gue permisi, bye!”

Hermione jalan dengan buru-buru karena tidak ingin melanjutkan ke kesalannya kepada Draco. Namun, Draco mengikutinya.

“Kenapa lo ikutin gue?!” Tanya Hermione galak.

“Gue juga mau balik ke asrama?”

“Bisa jalan lain kan? Kenapa harus ngikutin gue?!”

“Suka suka gue dong. Emang hogwarts punya lo?”

Hermione lagi lagi hanya memutarkan kedua matanya dan lanjut berjalan.

Hermione terus jalan tanpa memperdulikan Draco yang mengikutinya dari belakang.

“Kok lo tetep ngikutin gue? Asrama lo kan kesana? Turun ke bawah?” Tanya Hermione curiga.

“Oh atau lo mau apa apain gue ya?! Kurang ajar ya lo!” Lanjutnya.

“Otak lo emang gak pernah dipake mikir positif ke orang atau gimana sih? Jam segini itu lagi rawan hantu hogwarts pada keluar. Lo gak inget taun lalu nangis gara gara di kagetin sama hantu disini?”

Hermione menghela napasnya kasar, Draco menarik ujung bibirnya.

“Gue cuman gak mau lo nangis lagi sih.”

“Terserah! Bye!” Hermione berlari meninggalkan Draco.

”— dan mastiin lo aman sampe asrama lo.” Bisiknya yang tak ingin didengar oleh siapapun.”


© urhufflegurl_

Malfoy dan keanehannya.

***

Sore ini adalah jam pelajaran terakhir yang akan Hermione lakukan. Pelajaran herbologi, kelasnya diluar, di sebelah kanan Hogwarts, dan kelasnya penuh dengan tumbuhan. Hermione menyukai pelajaran ini, karena sang Mama sangat menyukai tumbuhan. Setidaknya, Hermione bisa membantu sang Mama merawat semua tanaman miliknya dengan belajar pelajaran ini.

2 jam pelajaran rasanya berjalan dengan cepat. Disaat yang lain sedang sibuk membereskan semua perkamen milik mereka, Hermione masih santai saja, karena dia selalu keluar belakangan.

Dan ya, dia keluar paling akhir saat itu.

Semuanya berjalan dengan lancar awalnya, dia keluar dari kelas, jalan bersama dengan Ginny menuju asrama mereka, Gryffindor. Semuanya berjalan dengan lancar. Hingga akhirnya, mereka melewati perkumpulan yang Hermione sangat malas untuk melewatinya.

Bukan karena mereka menyebalkan, tapi dia yang menyebalkan. Dia yang masih setia dengan sebutan kasarnya itu disaat orang lain sudah tidak berkata demikian kepadanya. Dia yang masih setia dengan tembok kesombongan dan keangkuhan yang entah hingga kapan tembok itu akan roboh. Mungkin tidak akan?

Karena terlalu dalam memikirkan dia, Hermione tidak sadar bahwa dirinya terdorong cukup keras dari belakang hingga lututnya terluka, dan semua perkamennya jatuh berhamburan.

“Eh jalan tuh liat liat dong! Jangan seenaknya.” Marah Ginny.

Ternyata orang yang menabrak Hermione adalah Lucian. Salah satu anak Slytherin yang sedikit tidak baik kepada Hermione.

“Dia yang ngalangin jalan gue. Lagian jalan kok sambil bengong?”

Bukannya minta maaf, Lucian malah cengengesan tanpa rasa bersalah.

Baru Ginny akan meledak, Hermione menarik tangannya. “Udah gapapa Gin. Cuman lecet doang ni lutut, bisa diobatin.”

“Bukan masalah luka! Tapi harga diri lo!”

“Tinggi banget omongan lo. Udah santai elah, lecet dikit doang. Pake tongkat di ayunin bisa ini.” Hermione mengayunkan tongkatnya, semua perkamennya kembali rapi di tangannya, dan lututnya menjadi sedikit membaik, tidak semerah awal dia terjatuh.

“Sumpah kalau bukan lo yang nahan, mungkin dia udah—”

BRUKK!!

Bukan Ginny dan Hermione saja yang menoleh, melainkan semua murid yang ada disana ikut menoleh ke sumber suara.

Dan mereka terkejut melihat Lucian jatuh tersungkur di atas lantai.

“Sorry, gue gak sengaja ngayunin tongkat. Lagian lo ngalangin jalan.”

Hermione tertegun ketika Draco berbicara seperti itu kepada Lucian dan membuat Lucian geram, namun dia hanya bisa diam saja.

Dan dia semakin tertegun ketika Draco melirik ke arahnya.


© urhufflegurl_

a night to remember.

****

Melupakan kegalauan yang ada dihatinya, Hermione kini kembali menonton tayangan film yang sedang Ia tonton, ditemani dengan cemilan kesukaannya.

Kemarin itu adalah malam yang sangat menyenangkan dimana dia bisa kembali mengobrol dengan Bunda. Dia bisa kembali mendengarkan suara Bunda, dan mendapatkan perhatian Bunda kembali, langsung. Hermione sangat senang.

Malam ini, Ginny akan menginap. Harry dan Ron mungkin akan ikut menginap juga karena besok adalah hari sabtu dimana artinya sekolah hanya kegiatan ekstrakulikuler. Dan Hermione sedang ingin dirumah saja bersama Ginny.

Tak lama dari setelah Hermione mengakhiri obrolannya dengan Ginny di chat, mereka pun datang. Membawa martabak dan juga minuman dengan porsi yang banyak.

Tapi ada yang aneh disini..

“Loh? Kok?”

Hermione berdiri kaku tak bergerak ketika mereka datang bersama Draco.

“Kok sama lo?” Tanya Hermione kepada Draco.

Draco menghampiri Hermione dan mengusap rambutnya lembut. “Mau temenin lo. Gapapa kan gue join? Tadi gue gak sengaja ketemu sama mereka waktu beli martabak. Gue mau beliin buat lo asalnya, eh ketemu mereka, dan mereka ajak gue buat gabung.”

Hermione menggaruk kepalanya yang tak gatal. “Boleh, masuk, Drake.”

Entahlah, rasanya debaran jantungnya kini tak beraturan.

Mereka pun masuk ke dalam rumah Hermione. Rumah yang asalnya sepi, kini menjadi ramai. Hanya berisi 5 orang, namun rasanya seperti satu RT. Didominasi oleh suara Ginny dan Ron.

“Uno!” “IH KOK GITU SIH? LO CURANG YA?” “Dih, gak terima banget gue menang.” “Emang.” “Udah ah males! Lo curang!”

Begitulah sekiranya sedikit cuplikan keributan antara Ginny dan Ron. Harry, Hermione dan Draco hanya geleng geleng kepala saja sambil tertawa bersama.

“Main truth or dare aja gimana? Nih kebetulan ada botol. Jadi nanti kalau botolnya milih siapa, dia harus milih truth or dare.” Saran Harry.

“Permainan jadul banget itu.” Balas Hermione.

“Gapapa lah, daripada bingung mau main apaan.”

Tanpa menunggu persetujuan dari yang lain, Harry langsung mengambil botol yang ia maksud dan menaruh nya di tengah tengah mereka yang duduk melingkar.

Harry memutar botol itu, dan arah tutup botolnya mengarah ke Ron.

“Kok gue sih?” Protes Ron. “Udah cepet truth or dare?” Tanya Ginny. “Truth deh, dare dari kalian semua gak ngotak.” “Ngaca! Dare dari lo lebih gak ngotak!”

“Truth apaan ya? Dia mah selalu jujur anjir, polos anaknya.” Ucap Harry.

“Draco aja deh yang ngasih gue pertanyaan. Ayo Drake, lo kepo kehidupan gue dibagian mana?”

“Ngeselin anjir. So penting aja hidup lo.” Protes Ginny.

“Emang penting.”

Draco hanya tertawa saja. Dia tidak ikut bobrok seperti mereka, bukan jaga imej, ya memang seperti itu lah Draco.

“Oh ini, baru aja kejadian. 2 hari lalu, jujur sama gue, lo ngapain di belakang sekolah?” Tanya Draco membuat Ron melotot.

“Lo di belakang sekolah? Ngapain?” Tanya Hermione.

“Eh anjir, itu loh— apa itu— itu loh...”

Ron diam diam melirik ke arah Ginny yang sedang menatapnya tajam. Saat itu, Ron sedang merokok. Dan Ginny tidak tau. Kalian harus tau kalau orang tua mereka sangat melarang Ron merokok. Jadi Ron takut Ginny akan mengadu.

“Apa? Itu apa?!” Tanya Ginny dengan nada tinggi.

“Ngerokok bukan?” Tanya Draco.

“NGEROKOK? LO NGEROKOK? GUE ADUIN BUNDA MOLLY LO YA!”

“Ya maaf... Abis gimana..” balas Ron dengan cengiran khas miliknya.

Melanjutkan permainan, Harry kembali memutar botol. Kini giliran Draco.

“Truth or dare?” Tanya Harry.

Diam-diam, Hermione melirik ke arah Draco. Draco dari samping benar benar tampan. Benar kata Ginny, Draco itu definisi lelaki yang langka. Sayang untuk di sia sia kan.

“Dare deh.”

“Anjaay nantangin.” Seru Ron.

“Telfon bokap lo dan bilang lo lagi mabok sekarang.” Perintah Ron.

“Yang bener aja?”

“Gue setuju! Cepet! Gue mau liat bokap lo marah.” Tambah Harry.

Pasrah, Draco membuka ponselnya dan menelfon sang Papa, Lucius Malfoy.

“Hallo Pa.”

“Hmm kenapa Dray?”

Dray? Panggilan yang lucu.

“Ini Pa, Dray lagi mabuk.”

“Hah? Mabuk? Mabuk apa? Mobil?”

Hermione, Ginny, Harry dan Ron menahan tawa.

“Bukan, masa iya mabuk mobil. Alcohol lah.”

“Orang mabok tuh ya bahasanya gak gitu, Dray. Ada fly fly nya. Ngomongin Hermione misalnya, kayak waktu kamu ngelindur itu.”

Semua mata tertuju kepada Hermione sekarang. Dan, Draco sedang malu.

“Pa apaan sih ah, males.”

“Hahaha emang bener. Tadi kan kamu izin ke rumah Hermione. Gimana ceritanya bisa mabuk? Kamu ini, udah ah. Papa lagi pacaran sama Mama. Oh iya Dray, Mama nanya, kapan kamu bawa Hermione kesini, katanya Mama mau ketemu calon—— tuuuut.”

Semua tertawa saat melihat wajah Draco panik.

“Sorry. Bokap gue emang cerewet.”

Percayalah, Draco sedang menahan rasa malunya.

Suasana hening, namun seketika—– pecah karena tawa Ginny.

“Lucu banget bokap lo!”

“Gue gatau itu pujian atau ejekan, tapi thanks. Beliau emang lucu.”

Hermione menatap lekat lekat wajah Draco dari samping, dia tersenyum sendiri melihat interaksi antara Draco dan kedua orang tuanya. Manis dan hangat ternyata.

“Oke next!”

Harry kini yang mendapatkan giliran. Dia lebih memilih truth saja karena kalau dia mili dare, Ron pasti nyuruh yang enggak enggak. Sedangkan Ginny, dia milih dare, dan yap, Ron menyuruhnya untuk mengirim vidio muka jelek di instagram miliknya

Terakhir giliran Hermione.

“Truth or dare?”

Draco melirik ke arah Hermione.

“Truth deh.”

Baru Ginny akan bertanya, Hermione sudah berbicara. “Jangan Ginny yang nanya.”

“HAHAHAHA KASIAN LO!” Ledek Ron.

“Gue mau tanya Mi.” Ucap Ron.

Hermione menunggu pertanyaan Ron.

“Apa yang lo rasain sekarang?”

Bukan Ron yang bertanya, melainkan Draco. Dia bertanya tanpa menunggu aba aba dari siapapun, benar benar dia ingin bertanya.

“Maksud lo?”

“Yang lo rasain sekarang, seneng kah? Sedih? Atau gimana?”

“Seneng lah! Seneng karna bisa kumpul sama kalian. Udah kan pertanyaannya? Itu artinya lo gak bisa nanya. Wlee.” Hermione menjulurkan lidahnya kepada Ron.

“Pertanyaan itu mah gak di truth or dare juga bisa, bambang.” Kesal Ron, Draco hanya tertawa kecil.


© urhufflegurl_

I'll be there for you.

***

Tanpa berpikir panjang, Theo segera berdiri dan keluar dari kelas. Namun sebelum itu, dia ditahan oleh Draco.

“Kemana?” Tanya Draco.

“Gue khawatir sama Pansy. Dia gak bales chat gue.” Balas Theo.

“Yaudah kita susul aja kalau gitu. Gue juga khawatir.” Ucap Blaise.

Theo menatap Blaise dengan seksama. Apakah benar khawatir? Atau ada perasaan yang lain?

Draco yang mengerti segera menepuk pundak Theo.

“Yaudah lo susul aja Pansy, ntar kita nyusul sehabis pulang sekolah.” Ucap Draco kepada Theo.

Theo tersenyum senang, memang benar Draco adalah sahabat yang pengertian.

“Hati hati The, kabarin kita ya.” Ucap Matt.

Theo hanya mengangguk dan segera pergi dari sekolah. Dia bolos juga.


Sesampainya dirumah Pansy, dia segera masuk. Rumah Pansy tidak dikunci, jadi dia bisa leluasa masuk.

“Pans?”

Terdengar suara orang berenang dari arah belakang.

Theo tersenyum, ternyata Pansy menepati omongannya. Dia sama sekali tidak menyentuh rokok, tapi melampiaskan semuanya ke berenang.

Theo menghampiri Pansy yang sedang asyik berenang sendirian.

Pansy awalnya tidak sadar ada Theo disana, namun akhirnya dia sadar dan naik ke permukaan.

“Kamu ngapain disini?”

Theo memeluk Pansy dengan erat.

“Ih basah The! Astaga!”

“Gak peduli, aku seneng akhirnya kamu gak ngerokok, makasih Pans. Makasih.”

Pansy terdiam, dia memeluk balik Theo dengan erat.

“Kamu bolos?” Tanya Pansy.

Theo mengangguk. “Tadi Mama kesini? Apa katanya?”

Pansy menghela napasnya. “Ya begitulah, Mama bilang mau cerai sama Papa. Mama minta aku untuk ikut dia ke Amerika.”

“Terus gimana?”

“Aku gak mau, The. Percuma tinggal disana kalau kesepian.”

Theo mengusap lembut rambut Pansy yang basah. “Kamu gak akan kesepian disini, Pans. Ada aku, ada Draco, Blaise, dan Matt.”

“Iya makanya aku gak mau pergi dari sini, ya karena kalian.”

Theo kembali memeluk Pansy sambil mengusap kepala wanita nya.

“I love you, Pans. I'll be there for you.”


© urhufflegurl_

Ikut Mama atau Papa?

***

“Ada apa sih Ma? Kenapa maksa aku buat pulang gini? Mama kapan flight? Kok Pansy gak tau?”

“Mama gak akan basa basi. Mama mau to the point karena Mama gak punya banyak waktu. Kamu mau ikut Mama atau Papa?”

Pansy terdiam, dia tau arah pembicaraan sang Mama kemana.

“Pans, seperti yang kamu tau, Mama gak bisa bertahan sama Papa kamu itu yang super sibuk! Mama gak bisa, Mama harus menetap di Amerika demi kerjaan Mama. Sementara Papa kamu harus menetap di Amsterdam demi pekerjaannya. Mama gak bisa ngalah gitu aja, bisa hancur karir Mama.”

Pansy menghela napasnya. Dia ingin sekali menangis namun dia tahan.

“Jadi Mama pulang itu buat jemput kamu. Kamu mau kan ikut Mama ke Amerika? Kamu sekolah disana, Mama kasih fasilitas yang mewah untuk kamu.”

“Pansy gak mau ikut Mama atau Papa.”

“Pansy!”

“Mama kalau mau pergi ya pergi aja. Pansy udah biasa juga kok disini sendiri.”

“Mama dan Papa lagi ngurus surat cerai. Jadi kita bener bener gak bisa bareng lagi, Pans.”

Kalah. Pertahanan Pansy runtuh seketika ketika mendengar kata 'cerai' disana. Pansy selama ini menahannya, dia wanita yang kuat, namun berita kali ini benar benar membuatnya hancur.

“Kenapa harus cerai sih Ma?”

“Mama udah bilang, Mama dan Papa kamu itu udah gak sejalan, Pans! Jadi kamu mau ikut Mama atau Papa?”

“Pansy gak akan ikut siapa siapa. Pansy mau disini.”

“Pansy! Jangan keras kepala kamu!”

Pansy mengepalkan tangannya dan menatap sang Mama dengan matanya yang berkaca kaca.

“Lebih baik aku tinggal disini sendiri sama sahabat sahabat aku Ma, daripada aku harus tinggal sama Mama atau Papa dan aku ngerasa kesepian!”

Plak!

Pansy mengusap darahnya yang mengalir di sudut bibirnya.

“Udah kan? Mama gak ada apa apa lagi? Pergi aja. Aku udah biasa ditinggal sendiri.”

“Oke kalau mau kamu seperti itu. Mama pergi. Tapi kamu ingat, Mama akan selalu membuka pintu kalau suatu saat kamu berubah pikiran.”

Pansy ditinggalkan sendiri (lagi) dirumah sebesar ini. Dia kembali ditinggalkan tanpa adanya rasa sayang sedikit pun. Dia kembali dicampakan oleh kedua orang tuanya sendiri.

Sudah lebih dari 5 tahun Pansy tinggal sendiri di kota Jakarta ini, dia hanya tinggal bersama sang pembantu yang selalu ada untuknya dan mengerti dirinya.

Pansy sama sekali tidak mau memilih antara sang Mama atau sang Papa. Dia tidak ingin kesepian, karena dia tau, jika dia tinggal bersama salah satu diantara mereka, dia tidak akan mendapatkan kasih sayang.

Pansy menghapus air matanya dan beranjak ke taman belakang.

“Kalau aku minta kamu berhenti ngerokok, kamu mau gak?”

“Terus pelampiasan stress aku kemana?”

“Berenang. Kamu suka berenang kan?”

Tanpa berpikir panjang, Pansy menjatuhkan badannya kekolam renang.


© urhufflegurl_

Mama.

***

Siang ini, suasana sekolah sangat ramai karena sedang jam istirahat. Theo, Blaise, Draco dan Matt istirahat di kantin luar karena mereka ingin melakukan salah satu aktifitas yang dilarang di sekolah, yaitu merokok.

Sementara Pansy istirahat di kantin sekolah bersama Daphne, sekalian juga membahas tugas kelompok yang sedikit lagi selesai.

Tepat pukul 1 siang, bel masuk pun berbunyi. Para murid berhamburan masuk ke dalam kelas untuk kembali belajar.

“Pansy, ada yang nyariin lo tuh.”

Pansy menoleh, “Hah? Siapa?”

“Kayaknya nyokap lo deh.”

Pansy diam sejenak namun segera menghampiri Mama nya yang menunggu di pos satpam.

“Ma? Mama kapan pulang? Kok Pansy gak tau?” Tanya Pansy saat bertemu sang Mama.

“Kamu ikut Mama ya pulang? Ada yang mau Mama bicarain.”

“Tapi Ma, belum selesai jam sekolahnya.”

“Bolos sebentar, Ayo!”

Tangan Pansy ditarik dan dia dipaksa masuk ke dalam mobil sang Mama.


“Daph, kok sendiri? Pansy mana?” Tanya Theo saat masuk kelas dan hanya ada Daphne disana.

“Tadi sih katanya ada Mama nya kesini, abis itu gak tau deh kemana lagi.” Balas Daphne.

“Mama nya?” Tanya Blaise.

Daphne mengangguk, tidak mengerti mengapa respons ke empat lelaki didepannya ini begitu terkejut dan terlihat tegang.

“Kapan mama nya Pansy balik?” Tanya Matt kepada Blaise, Draco dan Theo.

“Gak tau. Kayaknya sih hari ini.” Balas Draco.

Theo sendiri, dia merasa khawatir kepada Pansy, dengan segera ia mengirim deretan pesan kepada kekasihnya itu dan berharap dia baik baik saja.


© urhufflegurl_

Theo, Pansy, dan Draco.

***

Sore ini, akhirnya Theo bisa pulang bersama Pansy dengan alasan Pansy ingin mengajak Theo belanja untuk keperluannya. Ya, alasan apapun sebenarnya tidak masalah karena mereka itu sahabatan, jadi wajar saja jika jalan bersama, tapi tetap saja rasanya berbeda karena ada yang mereka sembunyikan.

Sore ini, Theo mengajak Pansy ke salah satu taman yang indah. Sebelumnya, Theo membeli dulu es krim dan juga beberapa cemilan untuk mereka makan bersama.

“Vanilla untuk kamu, coklat untuk aku.” Ucap Theo duduk di sebelah Pansy memberikan es krim itu kepada Pansy.

“Waaa makasih Theo!” Balas Pansy.

Mereka pun sama sama memakan es krim mereka masing masing.

“The, gak capek sembunyi sembunyi gini?”

“Sembunyi?”

Pansy mengangguk. “Kita. Udah pacaran dari kelas 1 tapi gak ada ketauan pacaran, hebat ya kita?”

Theo dan Pansy tertawa bersama. Ya, mereka sudah pacaran 2 tahun, tapi mereka masih bisa backstreet. Hebat bukan?

“Udah nyaman gini juga sih, kamu nya gimana? Capek gak?” Tanya Theo.

“Enggak sih..”

“Cuman??”

“Hah? Gak ada cuman.”

“Biasanya kalau ada sih, ada cuman..”

“Gapapa kok, seru juga backstreet terus kayak gini.”

“Hahaha iya kan? Seru! Apa aku bilang.”

Pansy kini menatap taman yang ada didepannya. Sementara Theo, dia menatap seseorang yang ada disampingnya.

“Kenapa? Aku tau aku cantik, jangan diliatin terus.”

Theo terkekeh pelan. “Pans, kalau suatu saat kamu bosen, kamu bilang ya? Kita cari jalan bareng biar gak bosen. Kita ubah gaya pacaran kita, jangan langsung ngilang.”

“Kamu kenapa? Kok ngomong gitu?”

“Gak tau, tiba tiba takut aja kamu bosen.”

“Aku gak bosen Theo, seru pacaran sama kamu. Bisa jadi diri aku sendiri.”

Theo mengusap lembut kepala Pansy. “Pacar aku.”

Pansy tersenyum lebar karena sikap manis Theo.


Setelah malam tiba, mereka pun pulang, Theo mengantarkan Pansy pulang.

Selama diperjalanan, Pansy memeluk erat pinggang Theo. Theo sama sekali tidak keberatan, dia justru sangat senang.

“Kok sahabat pelukan?”

Pertanyaan itu spontan berhasil membuat Pansy melepaskan pelukannya dan menengok ke sebelah kanannya.

“Draco anjing!” Pekik Theo melotot. Pansy juga melotot.

Sementara Draco, dia sama sekali tidak terlihat terkejut, dia justru nyengir memperlihatkan deretan giginya yang rapi.

“Udah gue duga, kalian ada apa apa.”

Tepat setelah berbicara itu, lampu merah berubah menjadi warna hijau.

“Penjelasannya ditunggu ya The, Pans..” ucap Draco pergi lebih dulu melajukan motornya.

“The, gimana?”

“Anjing. Dahlah.”


© urhufflegurl_

Cemburu part 3.

***

“Udahan apel nya?” Tanya Pansy menggoda Matt yang baru saja datang.

Matt cengengesan sendiri. “Udah, anjing gila cantik banget!”

“Udah udaah! Sekarang, bahas ntar gimana berangkat ke cafe nya. Sini duduk tuan muda Mattheo yang sedang kesemsem.” Ucap Draco menyuruh Matt duduk di sebelahnya, Matt pun duduk.

“Jadi siapa sama siapa?” Tanya Blaise tiba tiba.

“Heh sikat WC! Pembukaan dulu dong ini obrolannya ke arah mana. Kenapa tiba tiba siapa sama siapa anjing?!” Pekik Matt.

“Sabar dong! Kan baru juga kasmaran masa marah marah.” Ucap Theo.

“Iya astaga sabar Mattheo sabar...” Matt mengusap dadanya sendiri.

“Jadi gini, kan kita mau ngerjain tugas bareng di cafe. Nah ini gimana berangkat kesananya?” Tanya Blaise.

“Gue naik taksi aja.” Ucap Daphne, teman sekelas mereka, teman sebangku Pansy.

“Ih jangan, lo bareng kita aja. Ni mereka cowok cowok bawa motor kok.” Ucap Pansy.

“Kecuali gue, motor gue di bengkel.” Balas Blaise.

Daphne hanya tersenyum, “Oke deh.”

“Gue bareng lo aja Pans. Daphne biar bareng si Theo, Matt bareng si Blaise.” Ucap Draco mengusulkan.

“Heh yaa jangan dong! Gue bareng Pansy aja gimana?” Tanya Theo.

“Kenapa gitu? Kan sama aja lo sama Daphne?” Tanya Blaise.

Theo diam, dia tidak tahu harus bicara apa.

“Gini The, gue sama Matt kan udah ada gebetan nih, gue udah punya pacar lebih tepatnya. Nah gue gak mau Hermione cemburu. Kalau sama Pansy kan aman, dia tau banget gue sama Pansy sahabatan. Iya gak Pans?” Tanya Draco menatap Pansy sambil mengangkat kedua alisnya.

“Terserah lo dah.” Balas Pansy.

“Gue bareng Pansy aja. Si Blaise pake motor Draco bonceng Daphne. Nah lo bareng si Matt dah tuh biar cewek cewek kalian gak cemburu. Gue udah lama gak semotor sama si Pansy anjing, kangen gue.” Ucap Theo, tidak bohong. Dia memang kangen satu motor dengan Pansy.

“Lo kenapa ngebet banget dah sama si Pansy? Udah kayak rencana Draco aja. Nah baliknya baru bebas gimana lo lo mau bareng siapa juga.” Ucap Blaise.

“Yaudah yaudah, gue bareng Draco aja, kayak rencana Draco.”

“Yaa—” Theo hampir kelepasan kalau tidak Pansy melotot ke arahnya.

“Yaaa——udah kalau gitu.” Lanjut Theo.

“Oke aman ya?” Tanya Pansy.

“Aman.”


© urhufflegurl_