litaaps

D-Day.

***

Hari ini. Hari dimana seharusnya mereka melangsungkan pernikahan dan ikatan suci yang abadi. Hari ini, hari dimana seharusnya mereka merasakan bahagia tiada tara.

Namun, realita berkata sebaliknya. Yang mereka rasakan adalah rasa sedih yang sangat dalam.

Sudah 1 minggu Hermione masih tertidur tenang tanpa menunjukkan reaksi apapun setiap di ajak berbicara oleh siapapun.

Draco tentu masih setia menunggu Hermione sadar, dia setia berada di sampingnya, menggenggam tangannya dan mengecup keningnya.

Pukul 02.00 dini hari, Draco tidak sengaja terbangun, dia menetralkan sedikit indra penglihatannya dan kembali menatap Hermione. Namun, ada yang aneh disini, Hermione berkeringat. Dia berkeringat hebat hingga dahinya basah.

Draco yang melihat itu pun panik dan mengusap dahi Hermione.

“Hermione? Hei? Kenapa sayang? Kamu mau buka mata? Kamu lagi berusaha buka mata kan? Iya kan? Hermione? Kamu denger aku kan sayang?”

Mendengar teriakan Draco membuat Helena dan Richard terbangun. Mereka sama sama melihat kondisi Hermione dan memanggil dokter.

“Hermione nak, kalau mau bangun ayo bangun sayang, jangan ragu ragu nak.” Ucap Helena menangis dan menggenggam tangan Hermione.

Jari Hermione perlahan bergerak. Draco tidak bisa menyembunyikan rasa bahagianya, dan mata Hermione perlahan memberikan tanda bahwa dia akan terbuka.

“Sayang, hei?” Draco mengusap lembut rambut Hermione.

Mata hazel itu. Mata yang sangat Draco rindukan akhirnya kembali terbuka. Akhirnya.

Draco kembali menangis, bukan hanya Draco tapi Helena dan Richard juga. Draco mencium punggung tangan Hermione lama, sangat lama.

“Terima kasih Hermione, makasih sayang, makasih... Makasih Tuhan, Kau telah mengembalikan Hermione ku, terima kasih...” Lirih Draco dalam tangisnya.

Helena memeluk Hermione cukup lama dan merapalkan banyak rasa syukur atas kembali anak tercintanya. Setelah Helena, Richard memeluknya. Lalu Draco.

Namun sebelum Draco memeluknya, dia menatap mata Hermione sejenak. Hermione juga menatapnya namun ada yang berbeda dari tatapannya. Terasa seperti tatapan yang penuh dengan rasa takut.

“Hei, kamu baru sadar dari koma. Gapapa sayang, jangan takut ya?”

Draco mengecup kening Hermione cukup lama, lalu kembali menatap matanya.

“Kenapa Hermione? Kenapa sayang?”

Hermione lagi lagi menatap mata Draco, Helena dan Richard dengan rasa takut.

Helena dan Draco saling melirik satu sama lain. Merasa kan ada yang beda dari Hermione.

“Kenapa nak?” Tanya Helena.

“Kk— kalian— siapa?”


© urhufflegurl_

Bittersweet.

***

Katakan Draco sudah gila, dia seperti orang yang kehilangan arah selama hampir 1 minggu ini. Benar benar berantakan dan tak karuan. Badannya kurus karena jarang sekali makan, dan wajahnya kusut karena yang dia lakukan hanya menangis dan menangis.

Ada 2 kabar hari ini. Kabar baik, dan kabar buruk. Tidak, lebih tepatnya ada 3 kabar. 1 kabar baik, dan 2 kabar buruk.

Kabar baiknya yaitu, keadaan Hermione semakin membaik dan stabil.

Kabar buruknya yaitu, pernikahan Draco dan Hermione terpaksa harus dibatalkan, dan juga—

“Ada kemungkinan pasien akan mengalami kelumpuhan setelah sadar.”

Draco benar benar kelimpungan saat itu. Bagaimana bisa? Bagaimana semesta sejahat ini kepadanya? Perempuan yang dia cintai akan kehilangan kedua kakinya untuk berjalan. Perempuan yang dia cintai, yang selama ini dia kenal sebagai perempuan yang kuat, mandiri, dan selalu bisa berdiri diatas kakinya sendiri kini harus menghadapi kenyataan pahit.

Besok.

Harusnya besok adalah hari yang sangat bahagia untuknya. Seharusnya besok adalah hari yang sangat bersejarah untuknya.

Besok seharusnya mereka adalah pasangan yang sangat bahagia dibumi. Namun ternyata, malah sebaliknya.

Mereka adalah pasangan yang harus menelan rasa pahit dari jahatnya semesta.


© urhufflegurl_

Nice move, Drake.

***

“Draco?”

Draco yang sedang memijit kepalanya yang sedikit sakit itu menoleh, dia Helena, berdiri di ambang pintu.

“Giliran Mama ya sayang? Kamu istirahat nak, kamu berantakan banget.” Helena menghampiri Draco dan mengelus rambutnya.

Draco menangis lagi, punggungnya bergetar hebat.

“Hei, Draco—”

“Maafin Draco ma, Draco gak bisa jaga Hermione. Maaf ma, maaf...”

Helena memandang calon menantunya ini dengan tatapan hangat dan kasihan. Dia sangat mengenal Draco, lelaki yang sangat menyayangi anaknya, lelaki yang selalu memastikan bahwa anaknya ini aman.

“Ini bukan salah kamu, sayang. Ini sudah takdir dari Tuhan. Kamu yang sabar ya? Kamu yang tabah, kamu harus kuat demi Hermione. Hermione butuh dukungan kamu.”

Draco semakin menangis. Dia tidak sanggup lagi, dadanya sangat sesak dan sakit. Benar benar sakit.

“Kamu makan ya? Cissy udah nunggu di luar. Kamu makan bareng beliau ya?”

Draco memegang dadanya yang sakit, rasanya sangat menusuk. Seperti ada hantaman besi yang sangat berat menghantam dadanya. Sangat sakit.

“Draco? Kamu kenapa nak? Draco?” Helena berucap panik ketika menyadari Draco kesakitan.

Draco menggelengkan kepalanya. “Enggak Ma, Draco gapapa.”

“Bener? Yasudah kita keluar ya?”

Draco menggelengkan kepalanya. “Draco mau disini Ma.”

“Draco—”

“Draco gak mau lepasin Hermione Ma, Draco gak mau tinggalin Hermione.”

Helena memeluk Draco, mereka menangis bersama. Helena melirik Hermione yang masih tak sadarkan diri. Di ruangan dingin hanya terdengar suara tangis Draco yang semakin kencang dan juga suara mesin yang mendeteksi detak jantung Hermione yang tampak lemah.

Helena dan Hermione bagaikan adik kakak, mereka sangat dekat. Hermione sangat terbuka kepada Helena, semua ia ceritakan termasuk soal Draco Malfoy. Helena banyak mendengar cerita tentang Draco dari Hermione, dan Helena dapat menyimpulkan bahwa Draco ini adalah lelaki terbaik untuk anaknya.

Semoga Hermione baik baik saja.

Helena tidak sanggup jika harus kehilangan Hermione. Dia tidak mau. Ketakutan terbesar Helena adalah kehilangan anak dan sang suami tercintanya, dia benar benar takut.

Setelah dirasa Draco cukup tenang, Helena melepas pelukannya. Dia menangkup wajah Draco.

“Makan ya? Mama mohon sayang.. Hermione pasti seneng kalau Draco makan. Makan ya?”

“Siapa yang jaga Hermione, Ma?”

“Mama. Mama akan jaga Hermione. Draco makan ya?”

Helena menganggap Draco sudah seperti anaknya sendiri. Dia sangat menyayangi Draco sebagaimana Helena menyayangi Hermione.

Draco mengangguk, akhirnya dia mau makan setelah 3 hari tidak ada satupun sesuap nasi masuk ke dalam perutnya. Draco merasa badannya benar benar mati seiring dengan sakitnya Hermione. Ia seolah olah tidak merasakan apapun, termasuk rasa lapar.

Helena senang Draco mau nurut kepadanya. Sebelum pergi, Draco mengenggam tangan Hermione dan mengecup keningnya cukup lama.

“Aku tinggal sebentar ya? Kamu baik baik disini ya sayang?” Draco mengecum lembut punggung tangan Hermione.

“Mama jaga kamu, baik baik ya sayang?” Draco lagi lagi menahan tangisnya sehingga tenggorokannya sangat sakit.

Helena mengusap punggung Draco, dia mengerti Draco sangat berat meninggalkan Hermione barang sedetik pun.

Setelah itu, Draco pun keluar menghampiri Narcissa yang tersenyum senang. Akhirnya sang anak mau makan. Dia sangat khawatir akan keadaan Draco, dia takut Draco ikut sakit.

“Mau makan apa sayang? Mama beliin apapun buat kamu, kita beli sama sama ya nak?” Narcissa merapikan sedikit rambut Draco.

“Seafood, makanan kesukaan Hermione.”

Narcissa mengangguk, dengan semangat dia menggandeng Draco untuk menuju restoran seafood dekat sana.


© urhufflegurl_

That Night.

***

Tw // accident// blood.


Malam ini, Hermione masih berada di rumah Draco. Mereka baru saja selesai membagikan undangan pernikahan mereka ke sahabat terdekat.

“Aku antar aja ya sayang? Udah malem juga kan.” Draco mencium pipi Hermione sambil memeluknya. Entah mengapa, Draco rasanya tidak ingin membiarkan Hermione pulang.

Waktu sudah menunjukkan pukul 10 malam, dan Hermione harus pulang karena sudah larut malam.

“Gak usah sayang, kan aku sama pak supir. Jadi semua nya aman.” Balas Hermione tersenyum.

Draco memasang wajah sedih, dia ingin sekali mengantar Hermione pulang.

“Tapi aku pengen anter kamu, sayang. Ya? Atau gini deh, aku ikutin dari belakang gimana?”

Hermione sedikit tertawa, lelaki dihadapannya ini selalu over dalam menjaganya. “Draco, gak usah.”

“Hermione, please?”

Ah, sial. Hermione lemah jika berhubungan dengan puppy eyes milik Draco ini. Dia selalu luluh jika lelaki itu sudah memohon seperti ini kepadanya.

“Hahaha baiklah baiklah, kekasih aku yang sangat tampan ini. Jadi kamu anter aku, ikutin dari belakang. Gitu kan?”

Draco mengangguk semangat, dia pun mencium kepala Hermione singkat dan memakai jaket, lalu mengambil kunci mobilnya.

“Draco, mau kemana sayang?” Tanya Narcissa, Mama nya Draco.

“Draco mau anter Hermione, Ma. Udah malem, Draco khawatir kalau ngebiarin Hermione pulang sendiri.”

“Padahal kan, aku gak pulang sendiri, ma. Ada pak supir yang anter.” Sambar Hermione dari belakang Draco.

“Hei, aku khawatir, sayang. Meskipun ada pak supir, aku harus mastiin kamu itu selamat sampai tujuan. I wanna make sure you safe, Hermione.” Draco berkata lembut sambil mengecup mesra kepala Hermione.

Narcissa terkikik geli melihat dua insan yang sedang berbahagia itu.

“Yasudah, kalian hati-hati ya? Draco, kamu hati-hati pulangnya sayang.” Narcissa mengusap lembut kepala Draco.

“Siap Mama! Yaudah Draco berangkat ya?” Draco salim kepada Narcissa begitupun Hermione.

“Pulang ya ma.” Ucap Hermione.

“Hati hati ya sayang?”

Hermione mengangguk tersenyum merasakan ciuman hangat yang diberikan oleh Narcissa. Baginya, Narcissa adalah Ibu yang sangat baik dan menyayanginya. Hermione sangat beruntung memiliki calon mertua seperti Narcissa.

Setelah berpamitan, mereka pun pergi. Sesuai perjanjian tadi, Hermione duduk di mobilnya sendiri bersama supirnya, sedangkan Draco mengikuti mereka dari belakang.

Tadi, Draco memaksa Hermione untuk duduk bersamanya di mobilnya, namun Hermione tidak mau karna dia tidak enak kepada supirnya yang sudah menunggu berjam jam. Jadi, dia duduk di mobilnya sedangkan Draco mengendarai mobilnya sendiri.

Drrttt drrrtttt

Ponsel Hermione berbunyi. Dia tersenyum manis ketika melihat nama Draco disana.

“Hai sayang, kenapa sih hmm? Kamu lagi nyetir loh?” Ucap Hermione saat melihat wajah Draco terpampang disana.

Draco tersenyum hangat, dia fokus menyetir namun sesekali melirik kepada Hermione.

“Aku mau jaga kamu. Pokoknya aku mau mastiin kamu baik baik aja.”

“Aku baik baik aja, Draco. Liat kan? Aku baik baik aja, sayang.”

Draco lagi lagi tersenyum, dia tidak tahu lagi harus bagaimana mengucap syukur atas Hermione yang selalu menjadi alasannya bahagia.

“Seminggu lagi kita nikah tau, aku gak nyangka.” Draco tersenyum.

Hermione ikut tersenyum. “Aku juga gak nyangka bakalan punya bayi yang selalu manja setiap hari.”

Draco tertawa, “Emang aku manja?”

“Banget. Kamu itu selalu manja. Apalagi kalau lagi sakit, wah serasa dunia akan runtuh seketika.”

Draco lagi lagi tertawa. Dia jadi ingat saat Draco demam, waktu itu mereka masih menjalin hubungan sekitar 3 bulan. Artinya, mereka masih SMA. Draco demam, dan di rawat dirumah sakit. Saat itu, Draco tidak ingin Hermione meninggalkannya, dia ingin ditemani oleh Hermione. Dan selalu seperti itu, disaat Draco sakit, dia ingin Hermione selalu ada di sisi nya.

“Dunia aku runtuh kalau gak ada kamu, Hermione.”

“Dunia aku juga runtuh kalau gak ada kamu, Draco.”

Mereka mengobrol, bercanda, dan tertawa sampai tidak sadar waktu begitu cepat berlalu.

Di tengah perjalanan, Hermione merasa ada cahaya besar menyorot ke arahnya dari arah kanan.

Dan Draco melihatnya.

Draco melihat bagaimana truck besar itu berlanju dengan sangat cepat di jalanan lain, dan—

“Her— Hermione, kamu—”

BRAKK!!

“NO! HERMIONEEE!”

Draco menginjak pedal rem dengan cepat. Kini, didepan matanya, kekasih yang sangat dia sayang, mobilnya di hantam oleh truck besar tepat di sebelah kanannya. Dia melihat bagaimana mobil yang Hermione tumpangi itu berguling berkali kali hingga di posisi akhir, dan dia melihat darah dimana mana.

Tidak, tolong, tolong katakan bahwa semua ini hanya mimpi. Draco sangat ingin bangun dari mimpi buruknya. Tolong.

Namun, dia tidak juga terlempar karena dia sudah ada didunia nyata.

Malam ini, didepan matanya, dia harus menyaksikan kecelakaan kekasihnya.

Dia harus menyaksikan bagaimana Hermione terluka hebat.

Perihal menyatukan perasaan dan merancang kebahagiaan, kita memang berhasil. Namun, perihal memisahkan, semesta lebih berhasil, Draco.


© urhufflegurl_

Rumah.

***

Karena kamu adalah bukti nyata dari sebuah pernyataan yang menyebutkan bahwa, 'gak semua rumah berbentuk bangunan.'

Rumah aku besar, tegak, dan kuat. Rumah aku itu punya 2 kepribadian, diluar dia terlihat kuat dan kokoh. Tapi didalam, aslinya dia itu lembut dan dewasa.

Rumah yang sekarang aku tempati itu akan selalu menjaga aku dalam kondisi apapun, memeluk aku disaat titik terendah, dan memberi semangat disaat aku merasa bahwa dunia ini jahat dan kejam.

Rumah yang sekarang aku tempati itu selalu membuat aku nyaman dan bahagia.

Rumah yang sekarang aku tempati itu akan selalu menjadi rumah ku. Tidak boleh ada yang menempati selain diriku.

Rumah yang sekarang aku tempati adalah rumah yang aku harap akan selalu menjadi tempat ternyaman sehingga aku tidak ingin pergi dari sana atau merasa terasingkan.

Aku selalu nyaman berada di dalam rumah itu. Ya, selalu.

  • lit.

Rumah.

***

Karena kamu adalah bukti nyata dari sebuah pernyataan yang menyebutkan bahwa, 'gak semua rumah berbentuk bangunan.'

Rumah aku besar, tegak, dan kuat. Rumah aku itu punya 2 kepribadian, diluar dia terlihat kuat dan kokoh. Tapi didalam, aslinya dia itu lembut dan dewasa.

Rumah yang sekarang aku tempati itu akan selalu menjaga aku dalam kondisi apapun, memeluk aku disaat titik terendah, dan memberi semangat disaat aku merasa bahwa dunia ini jahat dan kejam.

Rumah yang sekarang aku tempati itu selalu membuat aku nyaman dan bahagia.

Rumah yang sekarang aku tempati itu akan selalu menjadi rumah ku. Tidak boleh ada yang menempati selain diriku.

Rumah yang sekarang aku tempati adalah rumah yang aku harap akan selalu menjadi tempat ternyaman sehingga aku tidak ingin pergi dari sana atau merasa terasingkan.

Aku selalu nyaman berada di dalam rumah itu. Ya, selalu.

  • lit.

Senang Kembali Bertemu dengan Anda.

***

Draco sampai 15 menit sebelum pukul 16.00 pas. Entahlah, rasanya dia tidak enak jika harus datang mepet waktu atau terlambat, jadi dia selalu datang sebelum waktu yang dijanjikan.

20 menit kemudian, Ron datang. Dia terlambat 5 menit. Ron sedang ada urusan di Jakarta, jadi dia tinggal di Jakarta untuk sementara.

Draco berdiri dan tersenyum kepada Ron. Bukan senyuman ramah, melainkan senyuman yang tak bisa diartikan. Ada rasa sakit didalamnya.

“Apa kabar, Ronald Weasley?” Sapa Draco.

“Lo bukannya di London? Ngapain ke Jakarta?”

“Oh, sapaan yang tidak ramah.”

Ron melirik tajam Draco seolah ingin membunuhnya.

“To the point aja. Ada apa?” Tanya Ron.

“Gue cuman mau ngomong kalau gue dan Hermione kembali bersatu, dan kita sebentar lagi akan menikah.”

Ron mendelik tak suka.

“Itu artinya, Rose jadi milik gue.”

“Rose anak gue. Dan kalau lo berani ambil dia dari gue, gue gak akan segan ambil hak asuh anak dia dari tangan Hermione.” Ucap Ron marah.

Draco tertawa kecil, “Oh, calm down, man. Kita udah lama gak ketemu, kenapa kesan yang lo kasih jelek banget? Lo yang ambil Hermione dari gue. Gue udah ikhlasin Hermione buat lo, tapi lo malah sia siain dia. Lo sakitin dia, lo gak kasih kebahagiaan buat dia sedikitpun.”

“Oh ya? Lo tau karna apa?”

Draco mengangkat alisnya satu.

“Karna dihati dia cuman ada lo. Gue suka sama dia dari gue SMA. Dan dengan gampangnya malah lo yang pacaran sama dia, lo dengan segala yang lo punya, kekayaan, ketenaran, kekuasaan, lo dengan gampang ambil hati dia gitu aja. Lo pikir gue terima? Enggak. Bahkan gue selalu benci tiap liat dia bahagia sama lo. Sampe akhir nya gue bisa dapetin dia, lo masih aja ada di kepala dan hati dia. Lo pikir enak jadi suami yang selalu menyaksikan istrinya ngigau cowok lain? Lo pikir enak jadi suami yang selalu liat ceweknya sedih karna kangen sama cowok lain? Lo pikir enak jadi suami yang selalu liat istrinya nangis karna pengen ketemu atau pengen tau kabar cowok lain. Lo pikir enak? Enggak! Dan semua itu gue tahan selama gue sama Hermione!”

Draco menatap Ron sangat serius. Ron mencintai Hermione?

“Sekarang, lo mau kembali sama Hermione? Silakan! Lo bebas kembali sama dia. Asal satu hal yang harus lo inget, Draco Malfoy. Gue gak akan terima anak gue benci ke gue tanpa tau kebenaran sesungguhnya. Mamanya yang udah nyakitin Papanya, bukan sebaliknya.”

“Apapun itu, dengan lo selingkuh adalah perbuatan yang kejam. Itu gak bener!” Teriak Draco.

“Gak bener?! Lo bilang gak bener?! Selama ini gue tahan liat Hermione sebegitu cinta nya sama lo! Selama ini gue tahan liat Hermione sebegitu kangennya sama lo. Ya gue nyari kenyamanan di tempat lain karna dia gak bisa ngasih kenyamanan itu.”

“Gue gak tau ternyata lo selicik ini, Ron.”

“Entah siapapun yang sakit disini, gue gak ada perasaan apapun lagi ke Hermione. Gue rela dia balik sama lo. Asal lo inget, Rose tetap anak gue. Lo gak berhak atas dia!”

Ron menggebrak meja dan pergi dari cafe itu, namun Draco menahannya.

“Gue gak akan rebut Rose dari lo. Tapi biar dia sendiri yang tau, mana yang bener dan mana yang salah. Gue minta ketemu cuman mau bilang kalau lo udah gak ada urusan lagi sama Hermione. Lo gak berhak atas itu. Lo pergi jauh jauh, dan jangan pernah ganggu Hermione lagi.” Ucap Draco dengan tajam.

“Senang kembali bertemu dengan anda, Ronald Weasley.”

“Anda punya waktu selama 20 tahun untuk merebut hati Hermione dari saya. Namun anda tidak menggunakan waktu itu dengan baik. Tidak ada yang salah disini, hanya saja mungkin memang sudah jalannya begini. Hermione, dari dulu hingga sekarang, akan tetap menjadi milik saya. Bukan anda.” Bisik Draco lalu pergi meninggalkan Ron sendirian di cafe.


© urhufflegurl_

Draco, Papa yang sempurna.

***

“Kenapa? Kok gelisah gitu?” Tanya Draco kepada Hermione.

Hermione gelisah karna membaca pesan dari Rose. Apa yang Ron katakan kepadanya hingga Rose berkata kasar seperti itu? Biar bagaimanapun, Hermione tidak ingin Rose membenci ayahnya sendiri.

“Kita pulang ya? Udah selesai kan?”

Draco mengangguk. “Udah, kenapa? Ada apa?”

“Rose, dia ketemu sama Ron. Aku gak tau apa yang Ron omongin ke dia, tapi, Rose butuh aku sekarang. Kita pulang ya Drake?”

Draco mengangguk dengan cepat, “Ayo. Ayo Hermione.”

Dengan segera mereka pergi menuju rumah Hermione. Sepanjang jalan, Hermione sangat gelisah. Pesannya tidak di balas oleh Rose, hanya di baca saja. Pikirannya sangat kalut dan berantakan.

Melihat itu, Draco menggenggam tangan Hermione dan mengusapnya perlahan agar bisa menenangkannya.

“Jangan khawatir ya.”

Hermione menghela napasnya. “Ron itu playing victim, Drake. Dia selalu berbicara hal yang gak terjadi.”

Draco terdiam mendengar Hermione berbicara.

“Dia selalu bilang kalau alasan dia selingkuh itu karna aku fokus kerja. Karna aku gak ngurus dia, karna aku gak peduli sama dia, karna aku gak bersikap sebagai seorang istri. Padahal aku selalu urus dia, siapin sarapan, kopi, kebutuhan dia, apapun itu aku siapin. Aku udah bersikap sebagai seorang istri. Dia nya aja yang selingkuh.”

Draco rasanya ingin membunuh Ron sekarang juga.

“Terus soal hak asuh anak, Ron kekeuh banget pengen ambil Rose dari aku dengan alasan katanya aku gabisa rawat Rose karna aku sibuk kerja, padahal aku bisa rawat Rose.”

Draco semakin menggenggam tangan Hermione. Dia mengeratkan genggamannya..

Hermione menunduk, rasanya sangat ingin melampiaskan semuanya dengan memukul Ron. Dia sangat ingat bagaimana Ron meminta izin untuk menikahi selingkuhannya didepan dia dan Rose, itu sangat menyakitkan untuk Hermione.

“Aku gak mau Rose benci Ron, Drake. Biar gimanapun, Ron itu papa nya Rose. Aku gak mau anak aku benci sama orang tuanya sendiri, Drake.”

Draco menghentikkan sejenak mobilnya di pinggir jalan.

“Hei, Hermione..”

Draco berbicara sangat lembut, tangannya menyibakkan sedikit rambut Hermione yang menghalangi wajahnya.

“Kamu tenang ya? Kamu udah sangat berhasil mendidik Rose, sayang. Rose tumbuh jadi anak yang hebat, pinter, dan baik. Iya kan? Ron itu banyak omong karna dia iri sama semua pencapaian kamu. Dia iri karna kamu lebih hebat dari dia, makanya dia kesana kesini berbicara seolah olah dia yang sangat hebat karna dia iri sama kamu. Udah kamu jangan pikirin semua ini ya? Cukup fokus dengan Rose aja sayang, dia butuh support dan semangat dari kamu. Tumbuh jadi anak dari keluarga yang gak utuh itu gak mudah, Hermione.”

Hermione tersenyum. Benar. Draco sangat benar. Dia hanya cukup fokus kepada Rose, gak perlu yang lain.

“Makasih ya Drake, kamu emang juaranya bikin aku tenang.”

“Iya sayang. Yaudah kita lanjut ya?”

Hermione mengangguk dan mereka melanjutkan perjalanan mereka.


Sesampainya dirumah, Hermione langsung masuk ke dalam kamar Rose. Dia sedih melihat Rose menangis bahkan matanya sudah merah dan bengkak.

“Hei, sayang..” Hermione memeluk Rose dengan erat.

“Mama..” Rose menangis kencang sambil memeluk Hermione.

“Rose tadi ketemu Papa, Papa marah karna Rose block kontaknya Papa dan belum buka sampe sekarang. Papa ngata ngatain Mama, Papa jahat banget, Ma! Papa jahat!”

Hermione mengusap punggung Rose, dia menenangkan anaknya itu dengan pelukannya yang hangat.

“Sayang...” Bisik Hermione.

“Ma, Mama gak jahat kan? Papa bilang, Mama itu selalu fokus kerja dan gak bisa ngurus Rose sampe Rose jadi anak yang ngebangkang dan gak sopan. Padahal kan gak gitu! Rose benci papa! Rose benci!”

“Rose sayang..”

Rose teringat malam ini Hermione dinner bersama Draco. Dia pasti mengacaukannya.

“Ih Mama! Mama lagi dinner ya?”

“Eh? Kok tiba tiba nanya itu?”

“Mama, maaf.. Rose gak maksud buat—”

“Hei sayang, denger Mama mau ya?”

Rose mengangguk, suasana hatinya sudah sedikit membaik, jadi dia siap untuk mendengarkan wejangan dari Hermione.

“Rose anak Mama yang baik dan pinter.. Mama gak mau Rose benci sama Papa sayang, biar gimana pun, papa itu adalah papa nya Rose. Jangan benci dia ya sayang? Mama gak akan berbicara banyak karena selama ini Mama yakin Rose melihat banyak sekali kejadian yang bisa Rose bedain, mana hal baik dan mana hal buruk. Mana yang harus Rose ambil sebagai contoh, dan mana yang harus Rose buang karena itu gak tepat. Rose udah gede, Mama bangga banget sama kamu sayang, maaf selama ini Mama selalu sibuk kerja, maaf ya?”

Rose memeluk Hermione dengan erat. Tidak, Hermione bukan Ibu yang membiarkan anaknya berkembang sendirian karena sibuk bekerja. Justru Hermione adalah ibu yang sangat hebat. Dia menyaksikan banyak sekali kejadian pertama kali didalam hidup Rose. Pertama Rose berjalan, naik sepeda, berenang, bahkan pertama kali Rose juara 1 di sekolah. Hermione menyaksikan semua itu.

“Makasih ya Ma, Mama adalah Mama terhebat untuk Rose. Mama gak salah apa apa karna nyatanya, Rose gak pernah ngerasa sekalipun kekurangan.”

“Makasih sayang.. Oh iya, om Draco ada diluar. Kamu mau ketemu?”

Rose bersemangat ketika mendengar nama Draco. “Oh iya? Ada om Draco juga?”

Hermione mengangguk. “Ada sayang. Yuk keluar.”

“Ayok Ma!”


Draco melebarkan matanya ketika melihat Hermione keluar bersama Rose. Dia segera berdiri dan menyapa Rose dengan hangat.

“Hai, Rose.” Sapa Draco. Dia ngeuh akan mata Rose yang memerah dan sedikit bengkak karena menangis, namun dia mencoba mengabaikannya. Dia tidak ingin membuat Rose sedih dengan banyak bertanya.

“Halo om Draco, apa kabar?” Tanya Rose.

“Baik, oh iya om bawain bunga mawar buat kamu! Dan ada kue strawberry kesukaan kamu juga. Nih.” Draco memberikan satu bucket bunga mawar dan kue kepada Rose yang membuat Rose sangat senang.

“Makasih banyak om, ini bagus bagus banget semuanya. Makasih om!” Ucap Rose dengan semangat.

Draco mengusap lembut kepala Rose. “Sama sama cantik. Rose, kalau boleh om Draco mau minta izin..”

Rose mengerutkan keningnya. “Minta izin apa om?”

“Om mau jaga mama kamu dan kamu, om gak mau ada lagi kesedihan di wajah cantik kamu ataupun mama kamu. Boleh?”

Rose tersenyum, dadanya menghangat ketika mendengar Draco berbicara seperti itu. Pantas saja Scorpius tumbuh menjadi lelaki yang lembut, ternyata Papa nya sangat lembut.

“Om yakin? Mama kan dulu pernah nyakitin om.”

Hermione dan Draco saling menatap satu sama lain.

“Maaf ya Om, oma Molly dulu misahin om sama mama. Tapi akhirnya, sekarang kalian ketemu lagi. Rose emang gak ngerti dengan semuanya tapi Rose yakin, semesta emang mengizinkan om untuk selalu bareng sama Mama. Dengan semua perjalanan om dan mama, Rose yakin kalian akan menjadi pasangan yang saling melengkapi nantinya. Om gak perlu minta izin ke Rose, karena emang setiap manusia itu makhluk yang saling membutuhkan. Rose juga butuh om Draco, om Draco juga butuh Rose. Iya kan?”

Draco mengangguk, dia tersenyum hangat, hampir meneteskan air matanya. Dia sangat tersentuh dengan ucapan Rose, Hermione benar benar telah berhasil merawatnya.

“Om boleh peluk kamu?”

Rose mengangguk, Draco menariknya kedalam pelukannya.

“Mama kamu gak pernah jadi manusia gagal, Rose. Kamu adalah salah satu bukti nyata dari pernyataan itu.” Bisik Draco kepada Rose. Rose mengeratkan pelukannya kepada Draco, rasanya sangat hangat dan nyaman.


© urhufflegurl_

Draco, Papa yang sempurna.

***

“Kenapa? Kok gelisah gitu?” Tanya Draco kepada Hermione.

Hermione gelisah karna membaca pesan dari Rose. Apa yang Ron katakan kepadanya hingga Rose berkata kasar seperti itu? Biar bagaimanapun, Hermione tidak ingin Rose membenci ayahnya sendiri.

“Kita pulang ya? Udah selesai kan?”

Draco mengangguk. “Udah, kenapa? Ada apa?”

“Rose, dia ketemu sama Ron. Aku gak tau apa yang Ron omongin ke dia, tapi, Rose butuh aku sekarang. Kita pulang ya Drake?”

Draco mengangguk dengan cepat, “Ayo. Ayo Hermione.”

Dengan segera mereka pergi menuju rumah Hermione. Sepanjang jalan, Hermione sangat gelisah. Pesannya tidak di balas oleh Rose, hanya di baca saja. Pikirannya sangat kalut dan berantakan.

Melihat itu, Draco menggenggam tangan Hermione dan mengusapnya perlahan agar bisa menenangkannya.

“Jangan khawatir ya.”

Hermione menghela napasnya. “Ron itu playing victim, Drake. Dia selalu berbicara hal yang gak terjadi.”

Draco terdiam mendengar Hermione berbicara.

“Dia selalu bilang kalau alasan dia selingkuh itu karna aku fokus kerja. Karna aku gak ngurus dia, karna aku gak peduli sama dia, karna aku gak bersikap sebagai seorang istri. Padahal aku selalu urus dia, siapin sarapan, kopi, kebutuhan dia, apapun itu aku siapin. Aku udah bersikap sebagai seorang istri. Dia nya aja yang selingkuh.”

Draco rasanya ingin membunuh Ron sekarang juga.

“Terus soal hak asuh anak, Ron kekeuh banget pengen ambil Rose dari aku dengan alasan katanya aku gabisa rawat Rose karna aku sibuk kerja, padahal aku bisa rawat Rose.”

Draco semakin menggenggam tangan Hermione. Dia mengeratkan genggamannya..

Hermione menunduk, rasanya sangat ingin melampiaskan semuanya dengan memukul Ron. Dia sangat ingat bagaimana Ron meminta izin untuk menikahi selingkuhannya didepan dia dan Rose, itu sangat menyakitkan untuk Hermione.

“Aku gak mau Rose benci Ron, Drake. Biar gimanapun, Ron itu papa nya Rose. Aku gak mau anak aku benci sama orang tuanya sendiri, Drake.”

Draco menghentikkan sejenak mobilnya di pinggir jalan.

“Hei, Hermione..”

Draco berbicara sangat lembut, tangannya menyibakkan sedikit rambut Hermione yang menghalangi wajahnya.

“Kamu tenang ya? Kamu udah sangat berhasil mendidik Rose, sayang. Rose tumbuh jadi anak yang hebat, pinter, dan baik. Iya kan? Ron itu banyak omong karna dia iri sama semua pencapaian kamu. Dia iri karna kamu lebih hebat dari dia, makanya dia kesana kesini berbicara seolah olah dia yang sangat hebat karna dia iri sama kamu. Udah kamu jangan pikirin semua ini ya? Cukup fokus dengan Rose aja sayang, dia butuh support dan semangat dari kamu. Tumbuh jadi anak dari keluarga yang gak utuh itu gak mudah, Hermione.”

Hermione tersenyum. Benar. Draco sangat benar. Dia hanya cukup fokus kepada Rose, gak perlu yang lain.

“Makasih ya Drake, kamu emang juaranya bikin aku tenang.”

“Iya sayang. Yaudah kita lanjut ya?”

Hermione mengangguk dan mereka melanjutkan perjalanan mereka.


Sesampainya dirumah, Hermione langsung masuk ke dalam kamar Rose. Dia sedih melihat Rose menangis bahkan matanya sudah merah dan bengkak.

“Hei, sayang..” Hermione memeluk Rose dengan erat.

“Mama..” Rose menangis kencang sambil memeluk Hermione.

“Rose tadi ketemu Papa, Papa marah karna Rose block kontaknya Papa dan belum buka sampe sekarang. Papa ngata ngatain Mama, Papa jahat banget, Ma! Papa jahat!”

Hermione mengusap punggung Rose, dia menenangkan anaknya itu dengan pelukannya yang hangat.

“Sayang...” Bisik Hermione.

“Ma, Mama gak jahat kan? Papa bilang, Mama itu selalu fokus kerja dan gak bisa ngurus Rose sampe Rose jadi anak yang ngebangkang dan gak sopan. Padahal kan gak gitu! Rose benci papa! Rose benci!”

“Rose sayang..”

Rose teringat malam ini Hermione dinner bersama Draco. Dia pasti mengacaukannya.

“Ih Mama! Mama lagi dinner ya?”

“Eh? Kok tiba tiba nanya itu?”

“Mama, maaf.. Rose gak maksud buat—”

“Hei sayang, denger Mama mau ya?”

Rose mengangguk, suasana hatinya sudah sedikit membaik, jadi dia siap untuk mendengarkan wejangan dari Hermione.

“Rose anak Mama yang baik dan pinter.. Mama gak mau Rose benci sama Papa sayang, biar gimana pun, papa itu adalah papa nya Rose. Jangan benci dia ya sayang? Mama gak akan berbicara banyak karena selama ini Mama yakin Rose melihat banyak sekali kejadian yang bisa Rose bedain, mana hal baik dan mana hal buruk. Mana yang harus Rose ambil sebagai contoh, dan mana yang harus Rose buang karena itu gak tepat. Rose udah gede, Mama bangga banget sama kamu sayang, maaf selama ini Mama selalu sibuk kerja, maaf ya?”

Rose memeluk Hermione dengan erat. Tidak, Hermione bukan Ibu yang membiarkan anaknya berkembang sendirian karena sibuk bekerja. Justru Hermione adalah ibu yang sangat hebat. Dia menyaksikan banyak sekali kejadian pertama kali didalam hidup Rose. Pertama Rose berjalan, naik sepeda, berenang, bahkan pertama kali Rose juara 1 di sekolah. Hermione menyaksikan semua itu.

“Makasih ya Ma, Mama adalah Mama terhebat untuk Rose. Mama gak salah apa apa karna nyatanya, Rose gak pernah ngerasa sekalipun kekurangan.”

“Makasih sayang.. Oh iya, om Draco ada diluar. Kamu mau ketemu?”

Rose bersemangat ketika mendengar nama Draco. “Oh iya? Ada om Draco juga?”

Hermione mengangguk. “Ada sayang. Yuk keluar.”

“Ayok Ma!”


Draco melebarkan matanya ketika melihat Hermione keluar bersama Rose. Dia segera berdiri dan menyapa Rose dengan hangat.

“Hai, Rose.” Sapa Draco. Dia ngeuh akan mata Rose yang memerah dan sedikit bengkak karena menangis, namun dia mencoba mengabaikannya. Dia tidak ingin membuat Rose sedih dengan banyak bertanya.

“Halo om Draco, apa kabar?” Tanya Rose.

“Baik, oh iya om bawain bunga mawar buat kamu! Dan ada kue strawberry kesukaan kamu juga. Nih.” Draco memberikan satu bucket bunga mawar dan kue kepada Rose yang membuat Rose sangat senang.

“Makasih banyak om, ini bagus bagus banget semuanya. Makasih om!” Ucap Rose dengan semangat.

Draco mengusap lembut kepala Rose. “Sama sama cantik. Rose, kalau boleh om Draco mau minta izin..”

Rose mengerutkan keningnya. “Minta izin apa om?”

“Om mau jaga mama kamu dan kamu, om gak mau ada lagi kesedihan di wajah cantik kamu ataupun mama kamu. Boleh?”

Rose tersenyum, dadanya menghangat ketika mendengar Draco berbicara seperti itu. Pantas saja Scorpius tumbuh menjadi lelaki yang lembut, ternyata Papa nya sangat lembut.

“Om yakin? Mama kan dulu pernah nyakitin om.”

Hermione dan Draco saling menatap satu sama lain.

“Maaf ya Om, oma Molly dulu misahin om sama mama. Tapi akhirnya, sekarang kalian ketemu lagi. Rose emang gak ngerti dengan semuanya tapi Rose yakin, semesta emang mengizinkan om untuk selalu bareng sama Mama. Dengan semua perjalanan om dan mama, Rose yakin kalian akan menjadi pasangan yang saling melengkapi nantinya. Om gak perlu minta izin ke Rose, karena emang setiap manusia itu makhluk yang saling membutuhkan. Rose juga butuh om Draco, om Draco juga butuh Rose. Iya kan?”

Draco mengangguk, dia tersenyum hangat, hampir meneteskan air matanya. Dia sangat tersentuh dengan ucapan Rose, Hermione benar benar telah berhasil merawatnya.

“Om boleh peluk kamu?”

Rose mengangguk, Draco menariknya kedalam pelukannya.

“Mama kamu gak pernah jadi manusia gagal, Rose. Kamu adalah salah satu bukti terbesar dari pernyataan itu.” Bisik Draco kepada Rose. Rose mengeratkan pelukannya kepada Draco, rasanya sangat hangat dan nyaman.


© urhufflegurl_

Beautiful night.

***

Tepat pukul 7 malam, Draco sampai di rumah Hermione. Rose dan Scorpius belum pulang, mereka masih menikmati waktu bersama juga dengan jajanan yang mereka beli.

Tidak pernah ada bayangan sebelumnya dia akan bertemu kembali dengan cinta nya. Dengan Hermione nya yang meninggalkannya begitu saja. Hermione adalah luka terbesar untuk Draco, namun dalam waktu bersamaan, Hermione juga adalah obat untuk Draco.

Mungkin Draco telah sembuh karena ada Astoria. Namun nyatanya, luka itu benar benar sembuh karena kehadiran Hermione. Draco benar benar sembuh karena dia bertemu kembali Hermione. Hermione adalah luka dan obat untuk Draco.

Draco memakai setelan warna hitam. Dia tidak terlalu suka pakaian warna lagi, dia nyaman dengan warna hitam.

Sesampainya dirumah Hermione, Draco segera turun dari mobilnya dan memencet bel rumah Hermione agar wanita itu keluar.

Tak lama Draco menunggu, akhirnya Hermione keluar dari rumahnya.

Draco terpaku disana melihat Hermione malam ini. Dia benar benar cantik, dress hitam sederhana yang dia gunakan benar benar membalut indah di tubuhnya. Dandannya sederhana, khas Hermione. Dari dulu, ternyata Hermione nya tidak berubah, hanya dandannya saja yang terlihat lebih memukau.

“Hai.” Sapa Hermione duluan.

Seakan tersadar dari lamunannya, Draco mengusap wajahnya kemudian tersenyum kepada Hermione.

“Hai, you're so beautiful.”

Hermione salah tingkah. “Makasih, kamu juga ganteng!”

“I am.”

“Ih, sombong!”

Draco tertawa kecil. “Yaudah yuk?”

Hermione mengangguk kemudian naik ke dalam mobil yang pintunya sudah dibuka oleh Draco. Draco masih saja jadi lelaki yang manis, dia membukakan pintu untuk Hermione dan menahan bagian atas agar kepala Hermione tidak terpentok.

Setelah itu, mereka pun pergi menuju restoran yang sudah Draco booking.

“Aku deg degan buat sabtu.” Ucap Hermione.

“Deg degan kenapa?” Tanya Draco yang fokus menyetir.

“Deg degan aja, pertama kali keluar sama kamu dan Scorpie.”

Draco tersenyum kecil, “Scorpie kan udah kenal kamu, jadi kamu gak perlu deg degan.”

“Iya tapi tetep aja.”

“Kamu masih takut naik wahana, yang ekstrim?”

Hermione mengangguk. “Kapan aku berani?”

Draco tertawa, ya memang, Hermione takut menaiki wahana ekstrim, apapun itu, Hermione takut. Namun Draco pemberani, jadi setiap Draco mengajak Hermione ke dunia fantasi, Draco selalu naik wahana sendiri, sementara Hermione menunggunya.

Tak terasa, akhirnya mereka sampai di restoran itu. Draco sengaja membooking satu lantai di lantai paling atas restoran itu, dia hanya ingin menikmati waktu berdua bersama Hermione, dia tidak ingin diganggu oleh siapapun.

“Wah, kamu yang siapin ini semua Drake?” Tanya Hermione terpesona akan dekorasi yang sudah Draco siapkan.

“Kamu suka?” Tanya Draco kepada Hermione.

Hermione mengangguk dan tersenyum senang. Sudah berapa lama ya dia tidak menikmati kebahagiaan dan kejutan seperti ini? Selama menikah dengan Ron, dia tidak pernah pergi dinner berdua atau dikejutkan dengan dekorasi yang indah seperti ini. Ron sangat cuek akan semua hal yang membuat Hermione bahagia.

Ya, benar, dinner terakhir yang pernah Hermione rasakan ya dengan Draco 20 tahun lalu. Dan setelah 20 tahun, akhirnya dia kembali dinner bersama Draco.

“Suka banget, Drake. Makasih banyak ya udah mau siapin ini semua.” Ucap Hermione dengan matanya yang berkaca kaca.

“Hei, kenapa nangis hm?”

Hermione menggelengkan kepalanya dan mengusap air matanya.

“Aku cuman— terharu aja. Aku gak pernah nyangka bisa ketemu lagi sama kamu, dan kembali lagi seperti dulu. Aku gak pernah mikir bakal kayak gini, Drake. Bener bener gak pernah.”

Draco menggenggam tangan Hermione. “Aku juga, Hermione. Maaf karena udah egois. Selama ini, aku selalu merasa paling menyakitkan di dunia ini karna ditinggal oleh kamu. Tapi ternyata, kamu yang lebih menyakitkan. Andai aja aku tau kamu gak pernah bahagia, bahkan disakitin sama Ron, aku gak akan segan rebut kamu kembali. Tapi, dulu aku terlalu kalut sama semua rasa sakit aku sehingga aku benci sama kamu. Maaf, Hermione.”

Hermione memeluk Draco dengan erat. Dia sangat merindukannya. Selama ini, dia hanya akan menangis hingga sesak saat merindukan Draco. Namun kini, Hermione bisa memeluknya. Bahkan pelukannya kini sangat erat.

“Udah ya? Aku disini mau bahagia bahagia aja sama kamu. Aku gak mau sedih sedih, oke?” Draco melepaskan pelukan Hermione dan memegang kedua bahunya.

“Denger, kita sepakat mau ngulang semuanya dari awal. Kita lupain kejadian masa lalu, dan kita nikmatin masa sekarang oke?” Ucap Draco mengusap kedua pipi Hermione dan mengecup mesra keningnya.

Hermione mengangguk dan tersenyum. “Iya. Siap!”

Malam ini, mereka menikmati makanan yang dihidangkan. Makanan sangat enak, makanan kesukaan Draco dan Hermione.

Mereka rasanya kembali ke 20 tahun lalu, dimana mereka saling melengkapi dan mencintai satu sama lain.

Ditengah menikmati makanan yang sangat enak itu, tiba tiba ada kembang api indah yang menghiasi langit malam.

“Ih! Ada kembang api!” Teriak Hermione heboh. Hermione sangat menyukai kembang api, jadi sengaja Draco menyiapkan semuanya.

“Kamu suka?” Tanya Draco.

Hermione mengangguk semangat. “Suka dong! Kamu masih inget aku suka kembang api?”

“Masih dong, aku inget semua hal tentang kamu, Hermione.”

“Makasih, Draco.”

“Apapun untuk kamu.”

Malam itu, malam yang sangat indah untuk mereka berdua. Mereka sangat bahagia seolah olah dunia kini hanya berpihak ke mereka.


© urhufflegurl_