litaaps

In heaven, I'm happy

***

Draco tidak tahu bagaimana bisa ia menapakan kakinya di tempat ini. Ia tidak tahu bagaimana bisa ia memakai baju berwarna putih terang, padahal ia lebih suka pakaian gelap. Ia tidak tahu bagaimana ia bisa melihat taman yang sangat indah ini.

Dimana ia sebenarnya? Apakah ia sedang tersesat? Atau— atau ini mimpi?

Draco berusaha mencari jalan keluar, namun sayang tempat itu tak berujung. Sekencang apapun Draco berlari, dan sejauh apapun Draco berjalan menjadi keluar, taman ini tak memiliki ujung. Draco tidak akan pernah sampai.

Dimana ia? Apakah ia di surga?

“Draco?”

Suara lembut itu seketika berhasil membuat Draco menoleh, berpaling dari kesibukannya sendiri.

Draco berdiri kaku disana melihat bidadari yang sangat cantik yang sedang berdiri di hadapannya.

“Astoria?”

Dia benar ada di surga. Dan tentu saja, dia ada di alam mimpi.

Draco menangis, betapa Ia sangat merindukan wanita ini. Tak ingin menyia nyiakan kesempatan, Draco segera berlari dan menubrukkan dirinya ke tubuh Astoria.

“Hei, I miss you. Akhirnya, akhirnya kamu hadir lagi di mimpi aku. Akhirnya.”

Wanita berparas cantik dan bercahaya itu tersenyum, ia membenarkan rambut Draco yang sedikit berantakan.

“Aku cuman sebentar.”

Astoria memegang tangan Draco dan tersenyum manis kepadanya.

“Selamat ya, akhirnya, kamu bertemu kembali dengannya. Kamu kembali bertukar perasaan dengannya. Kamu kembali ke dalam pelukannya. Aku senang, Draco. Aku sangat senang.”

Draco meneteskan air matanya. Apa Astoria melihat semua kisah hidupnya di surga?

“Aku merelakan kamu berhubungan dengan dia, wanita yang memang selalu ada di hati kamu, Draco. Aku merelakan kamu kembali bersama dia. Tolong bahagiakan dia, dan tolong bahagiakan juga Scorpius. Aku senang kalau kamu senang, Draco.”

Draco tahu maksud Astoria. Astoria merelakan dirinya kembali bersama Hermione. Astoria tahu semua kisahnya bersama Hermione, karena sebagian besar Draco ceritakan kepada Astoria. Astoria memang berharap suatu saat nanti Draco bisa kembali bersama Hermione. Dan ini adalah waktunya.

“Terima kasih, Astoria.” Hanya itu yang bisa Draco katakan.

“Aku tidak bisa lama lama, Draco. Aku sayang kamu. Tolong bahagia bersama Hermione ya? Karena disini, di surga, aku bahagia. Sangat bahagia.”

Draco memeluk kembali Astoria dan merasakan aroma yang sangat dia rindukan itu sangat dalam. Di dalam rambut indah Astoria, tersimpan banyak sekali kenangan. Dia selalu rindu akan kenangan itu.

Namun namanya hidup, akan selalu berjalan. Dia tidak bisa diam di satu tempat. Dia harus bergerak.

“Terimakasih Astoria, Terimakasih.”

Setelah itu, tubuh Astoria perlahan menghilang bersamaan dengan angin yang menyejukkan dan cahaya yang menusuk mata.

“WOY BANGUN!!”

Draco mengerjap terkejut.

“Lo ngapain tidur di kantor kayak gak punya kasur aja? Udah jam 4 sore nih, bangun ayo balik!”

Draco membenarkan kacamatanya, ia menoleh ke arah kirinya yang dimana disana ada foto keluarga, yaitu dirinya, Astoria, dan Scorpius. Lalu dia tersenyum.

“Terimakasih Astoria. Aku sangat senang kamu menemui aku kembali, walaupun didalam mimpi.”


© urhufflegurl_

For you.

***

Setelah melakukan semua hal yang bisa dia lakukan demi menemui orang tua Hermione, akhirnya dia bertemu dengan kedua orang tua Hermione.

Mereka tentu marah, kecewa, sedih sekaligus patah karena mengetahui sang anak sudah tiada. Gugur bahkan sebelum medan perang dimulai.

Namun, hal itu tidak memberatkan hati kedua orang tuanya untuk tetap menyayangi Hermione dan sangat merindukannya.

Draco sangat senang ketika melihat kedua orang tua Hermione, dia merasa seperti sedang melihat Hermione. Apalagi Richard. Mata sang Ayah sangat mirip dengan Hermione. Draco sangat suka dengan mata hazel itu. Ketika melihat mata Richard, rasanya dia sedang menatap mata Hermione.

Hari ini, Draco memberani kan diri untuk berkunjung ke rumah nya. Setelah sekian lama, akhirnya dia berkunjung ke rumahnya.

“Hei, apa kabar?”

Draco mengusap batu nisan bertuliskan nama kekasihnya itu.

“Aku gak pernah baik baik aja setelah kamu pergi, Hermione.”

Tangan Draco menggenggam mawar putih untuk Hermione. Hermione sangat suka bunga mawar. Draco menanam bunga mawar di belakang kamarnya, hanya untuk diliat secara terus menerus karena hal itu mengingatkannya kepada Hermione.

“Aku udah ketemu orang tua kamu. Aku berhasil ngembaliin ingatan mereka, Hermione. Aku berhasil. Kamu liat kan disana kalau aku berhasil, Hermione? Kamu liat kan? Kalau kamu ada disini, pasti kamu bakal bilang kalau aku hebat.”

Draco menghela napasnya. Dia meneteskan air matanya. Walaupun sudah seribu kali dia menangia, air matanya tak pernah kering jika hal itu bersangkutan dengan Hermione.

“Hermione, aku gak pake topeng lagi. Aku gak baik baik aja. Dan seluruh dunia tau itu. Semua orang tau aku gak baik baik aja, Hermione. Aku udah gak pernah pake topeng lagi.”

“Hermione, makasih. Makasih karena telah dan selalu menjadi alasan mengapa aku senyum, dan mempunyai harapan.”

“Hermione, aku akan tetap hidup untuk kamu. Tapi, kalau aku capek dan pengen nyerah gapapa ya? Karena dunia terasa sangat menakutkan dan menyeramkan untuk aku tanpa kamu.”

“Lebih baik aku terus disiksa sama Voldemort daripada harus kehilangan kamu, Hermione. Lebih baik aku terus gabung death eater dan punya misi yang bikin aku gila, asal aku gak kehilangan kamu, Hermione. Lebih baik semua keburukan dan kegelapan datang asalkan ada kamu disini. Lebih baik semua ini gak terjadi, Hermione. Lebih baik kamu gak kenal aku. Lebih baik aku gak hidup, Hermione. Lebih baik kita gak pernah saling kenal—”

Draco menarik napasnya sejenak. Dadanya sangat sesak mengingat semua yang terjadi padanya. Benar benar sesak.

“Aku akan baik baik aja. Tapi tolong tiap hari datang ke mimpi aku ya? Aku mohon, Hermione. Aku mohon.”

“Aku cinta kamu, dan itu akan selalu. Aku sayang kamu. Gak pernah sekalipun aku akan lupa sama semua hal yang pernah kita lakuin. Aku cinta kamu, Hermione. Aku cinta kamu.”

Draco menangis tersedu sedu dihadapan makam Hermione. Dia benar benar sakit. Semuanya terasa sesak untuknya.

“Draco, kamu bisa. Makasih, Draco. Aku juga sayang kamu. Aku cinta kamu, Draco.”


End.


© urhufflegurl_

A dream.

***

Dia memejamkan matanya menikmati angin berhembus menghampiri wajahnya dan membuatnya sejuk.

Dia membuka matanya setelah merasakan ada seseorang di sekitarnya.

Tunggu, ini bukan di azkaban. Dimana dia sekarang?

Mengapa tempat ini begitu banyak cahaya dan asing baginya?

“Draco.”

Draco menoleh dengan cepat. Dia menangis dan memeluk tubuh Hermione saat melihat wanita itu ada dihadapannya.

Hermione sangat cantik dengan gaun putih yang cocok dengan badannya. Dia sangat cantik dengan rambut nya yang tergerai indah. Dia sangat cantik dengan wajahnya yang bercahaya. Dia sangat cantik.

“I miss you, I miss you so bad until I feel like dying, Hermione. I miss you.”

“I miss you too, Draco. I miss you.”

Draco menangis. Dia sangat bahagia akhirnya dia kembali bertemu dengannya. Akhirnya dia bertemu dengan kekasihnya, sumber kebahagiaannya. Akhirnya.

“Draco, aku gak bisa lama.”

“Apa maksudnya gak bisa lama? Ini kamu kan? Kita udah kembali bersama kan Hermione? Iya kan?”

Hermione menggelengkan kepalanya. “Kamu ada di tempat aku, Draco.”

“Maksudnya?”

“Draco, kamu denger aku. Kita ini beda, kita beda sekarang. Aku minta sama kamu, tolong tetap hidup, Draco. Aku mohon.”

“Bagaimana bisa aku hidup sementara alasan aku hidup aja udah mati, Hermione?! Bagaimana?!”

“Draco—”

“Aku sakit, Hermione. Sakit sampe rasanya semua rasa sakit ini gak bisa sembuh. Aku sakit. Aku gak bisa tanpa kamu, Hermione. Aku gak bisa.”

Hermione tersenyum, kedua tangannya memegang pipi Draco yang semakin kurus. Draco pasti tidak merawat dirinya sendiri dengan benar.

Draco memeluk Hermione, dan Hermione juga memeluk Draco.

“Tolong biarin gini aja, Hermione. Tolong, aku butuh kamu, Hermione. Tolong kayak gini untuk sementara, tolong.”

Hermione menurut, dia membiarkan Draco untuk memeluknya dengan erat karena dia pun merindukannya juga. Hermione sangat merindukan Draco Malfoy.

“Draco, aku boleh minta tolong ke kamu?”

“Apa? Apa sayang?”

Sebelum perang mulai, aku melakukan sesuatu ke orang tua aku.”

“Apa itu?”

“Aku memantrai mereka dengan mantra obliviate. Tolong cari mereka, Draco. Tolong beritahu mereka tentang aku, aku anaknya yang gagal sebelum perang. Tolong, Draco.”

Draco terkejut akan hal itu. Dia baru tahu tentang hal ini. Dia baru tahu Hermione memantrai kedua orang tuanya dengan mantra obliviate.

“Tolong, Draco.”

Draco mengangguk. “Aku akan mencari mereka, sayang. Akan aku cari mereka.”

“Harry dan Ron pasti tahu soal ini. Tolong aku, Draco.”

Draco tersenyum, demi Hermionenya. Demi Heemionenya yang memberinya harapan dan permintaan tolong. Demi Hermione dia akan bertahan. Demi Hermione.

“Iya sayang, pasti aku bantu. Pasti.”

Terima kasih Draco.”

Draco benci hal ini. Dia membuka matanya karena ketukan pintu yang cukup keras.

“Fuck. Gue lagi ketemu Hermione, bangsat.” Umpat Draco mengucek matanya.

Ternyata semua ini hanya mimpi. Namun didalam mimpinya, Hermione meminta Draco agar mencari orang tuanya.

Draco memenuhi panggilan itu. Ada yang ingin bertemu dengannya.

“Malfoy, apa kabar?”

“Gak pernah baik baik aja. Lo tau itu.”

Ya, Harry tau. Draco tidak pernah baik baik saja setelah kehilangan Hermione.

“Gue mau—”

“Potter, lo tau soal orang tua Hermione?”

Harry membuka matanya lebar lebar. “Tau. Kenapa?”

“Lo tau Hermione kasih mantra obliviate ke orang tua nya?”

“Tau. Lo tau?”

Draco mengangguk. “Tadi gue mimpi, Hermione mihta tolong gue untuk cari orang tuanya. Kata dia, lo dan Weasley tau itu.”

Harry tersenyum. Akhirnya. Tujuan dia kesini memang ingin menanyakan apakah dia bermimpi bertemu dengan Hermione? Karena, sudah lebih dari 3 kali Hermione datang ke dalam mimpinya dan memintanya untuk membebaskan Draco.

“Jadi, lo mau kan bantu Hermione?” Tanya Harry.

Draco mengangguk dengan cepat. “Mau.”

“Lo bebas mulai hari ini, Malfoy.”


© urhufflegurl_

Without you.

***

Mereka bilang, dia harus bertahan demi dirinya sendiri. Mereka bilang, dia berhak hidup dan menyelesaikan semua mimpinya. Mereka bilang, dia harus kuat dan ikhlas akan semua hal yang terjadi didalam hidupnya.

Mereka bilang dia harus tegar.

Mereka bilang dia harus bisa menghadapi ini semua.

Ya, mereka bilang sesuka mereka tanpa mengerti apa yang dia rasakan.

Draco Malfoy, lelaki yang telah kehilangan dunianya. Untuk apa dia hidup? Untuk apa dia mempertahankan semuanya bahkan disaat alasan dia hidup saja sudah mati. Sudah hilang dari dunia ini.

Draco Malfoy tinggal di azkaban atas keinginan dia sendiri.

Setelah Hermione meninggalkannya, dia sudah tidak ada tenaga untuk melakukan apapun selain balas dendam membunuh Bellatrix, tante nya sendiri. Ya, Draco melakukannya. Dia membunuh Bellatrix dalam peperangan di Hogwarts.

Dan sesuai dengan janjinya, mereka memenangkan peperangan itu. Harry memenangkan peperangan itu melawan Voldemort.

Setelah perang itu berakhir, Draco meminta dirinya untuk dikurung didalam azkaban. Harry tidak ingin karena Draco berada dipihaknya. Walaupun Draco adalah seorang death eater dan pernah membuat akses death eater masuk ke dalam Hogwarts. Namun, tetap saja dimata Harry, Draco tidak bersalah dan ingin membebaskannya.

Namun, Draco berlutut di hadapan Harry dan memohon agar dia memasukkannya kedalam Azkaban. Draco bilang, percuma dia hidup didunia ini jika Hermione sudah tidak ada. Percuma dia menjalani kesehariannya jika Hermione sudah tidak ada di sisinya. Percuma. Lebih baik dia mendekam saja di azkaban dan perlahan mati dan menyusul Hermione kesana.

Dengan pertengkaran, Harry akhirnya memasukkan Draco ke dalam Azkaban. Dengan berat hati, Harry memasukan Draco ke Azkaban.

Oh iya, soal hubungan Draco dan Hermione, Draco menjelaskan semuanya setelah perang itu selesai. Draco menjelaskannya hanya kepada Harry dan Ron. Dia hanya berkata,

“Gue dan Hermione saling mencintai.”

Dia hanya berkata seperti itu. Harry dan Ron mengerti. Mereka hanya terkejut akan semua yang terjadi secara tiba tiba itu.

Sekarang, 1 tahun tanpa Hermione rasanya sangat berat bagi Draco. Dibayangannya hanya ada Hermione yang sedang tersenyum ke arahnya, dibayangannya hanya ada Hermione yang sedang tertawa, menangis, lalu menatapnya dengan matanya yang hangat.

Draco tidur hanya beralaskan syal yang diberi oleh Hermione. Syal yang hingga kapanpun tak akan pernah Draco hilangkan. Bahkan dia sudah berpesan, jika dia mati nanti, dia ingin di kuburkan bersamaan dengan syal itu. Dia sangat menyayangi syal pemberian Hermione karena hanya itu lah yang bisa dia genggam sekarang.

Tidak ada lagi tangan Hermione yang bisa dia genggam.

Tidak ada lagi tangan Hermione yang menjadi sumber kekuatannya.

Tidak ada lagi senyum Hermione yang menjadi alasannya bahagia.

Tidak ada lagi.

Kehidupan Draco Malfoy kini hanya penuh akan kesedihan, kepedihan dan luka yang sangat mendalam. Semua kebahagiaannya seolah olah hilang bersamaan dengan kepergian Hermione. Tak ada lagi celah kebahagiaan sedikitpun baginya.

Tak ada lagi celah untuk cahaya yang membawa rasa bahagia, senang, suka cita masuk ke dalam kehidupannya.

Tak ada lagi.

Yang Draco lakukan kini hanya menuliskan surat untuk Hermione dan dia terbangkan berharap semua surat itu sampai kepada yang tersayang.

Sesakit itu, sesakit itu Draco kehilangan Hermione.

Hermione adalah satu satunya orang yang ada di sisi Draco disaat dia berada didalam kegelapan, keterpurukan, dan kesedihan. Hanya Hermione yang datang memeluknya, mengusap pundaknya dan berkata,

“Semua akan baik baik saja, Draco.”

Hanya Hermione yang selalu ada disisinya dan percaya kepadanya. Hanya Hermione.

Hermione adalah obat untuknya.

Dan sekarang, semua obatnya itu hilang.

Tak ada lagi Hermione yang selalu memeluknya.

Tak ada lagi Hermione yang akan berkata semua akan baik baik saja.

Tak akan ada lagi.

Hanya ada Draco, kenangan, dan bayangan Hermione.

Ini sangat menyakitkan. Benar benar menyakitkan.


© urhufflegurl_

He lost her.

***

Dobby membawa mereka ke sebuah pantai. Akhirnya, akhirnya mereka selamat. Namun, ada yang aneh disini.

Hermione menggeliat kesakitan dipelukan Draco.

“Draco—”

“Hermione, hei? Hermione?” Draco panik bukan main melihat dada Hermione berdarah.

Harry, Ron dan Dobby ikut panik melihat Hermione kesakitan.

“Kenapa? Ini kenapa?! Potter, Weasley! Lakukan sesuatu! Ini kenapa?!” Teriak Draco menangis melihat Hermione kesakitan.

“Bellatrix melemparkan mantra kutukan tadi.” Ucap Dobby.

“Tapi Dobby tidak tahu apa. Dobby tidak tahu apa mantra itu.” Lanjutnya.

“Enggak, pasti ada penghalau nya kan? Pasti ada obatnya kan?! Hermione, hei, kamu tahan ya? Kamu tahan ya sayang?” Draco mengusap wajah Hermione yang berkeringat. Wajah Hermione dipenuhi oleh keringat. Dia benar benar kesakitan.

“Draco, sakit.” Bisik Hermione.

Jantungnya benar benar sakit seolah olah jantungnya hancur. Dia benar benar merasa sesak dan tidak bisa bernapas dengan benar.

“Kita harus melakukan sesuatu! Potter, Weasley! Lakukan sesuatu! Tolong, tolong bantu Hermione, tolong, jangan sampe Hermione luka, tolong, Potter, Weasley.” Lirih Draco dengan suaranya yang tercekat.

Tolong, siapapun tolong Draco. Dia tidak ingin kehilangan Hermione. Tolong.

“Hermione, lo simpen ramuan di tas lo kan?” Tanya Harry dengan nadanya yang sangat khawatir.

Hermione mengangguk pelan. “Botol— tutup— hijau—”

“Botol tutup hijau, Potter! Tolong, Potter, tolong bantu Hermione. Tolong.”

Sementara Harry sibuk mencari botol itu, Draco terus memeluk Hermione sambil sesekali mencium keningnya. Terlintas banyak sekali kenangan yang selama ini terjadi diantara mereka. Bagaimana mereka saling kenal, bagaimana dia dulu menjahilinya dengan kata kata yang tidak enak, bagaimana dulu dia membuatnya menangis, bagaimana dulu dia membuatnya sebal, hingga memukulnya dengan pukulan yang keras.

Semua kenangan itu benar benar melekat di dalam pikiran Draco Malfoy, hingga akhirnya mereka saling mencintai dan menyayangi satu sama lain.

Hermione adalah sumber kekuatan Draco, dia tidak ingin kehilangannya. Dia tidak ingin kehilangan sumber kekuatannya.

“Kamu tahan ya? Sayang, hei, denger aku.. kamu tahan, kamu harus menangin perang ini. Kamu denger aku kan? Hermione? Hei? Kamu denger aku kan?”

Mata Hermione mendelik delik kesakitan, suara Draco tak lebih hanya sekeder dengungan yang tak jelas.

Semua anggota tubuhnya rasanya benar benar mati rasa. Dia tidak merasakan apapun selain sesak yang sangat hebat dan rasa sakit di dadanya.

“Dra—co.” Lirih Hermione.

“Iya sayang, kenapa hmm? Kenapa?”

“Tolong— ban—tu— Harry dan Ron — to— long.”

Draco menggelengkan kepalanya. Dia tidak ingin mendengarkan kata kata itu, seolah Hermione akan pergi jauh meninggalkannya. Tidak, Hermione tidak boleh meninggalkannya.

“Dra—co—”

“Enggak, kita akan menangkan peperangan ini. Kita akan menangkan peperangan ini bersama sama, Hermione. Jangan ngomong aneh aneh ya? Kamu baik baik aja, kamu pasti sembuh oke?”

Draco menoleh ke arah Harry yang masih berusaha mencari botol yang dimaksud Hermione.

“Potter mana?! Mana botolnya?! Cepet! Hermione butuh botol itu!” Teriak Draco.

“Gak ada!” Balas Harry teriak karena ikut panik.

Akhirnya Harry mendapatkan botol yang dia cari, namun bersamaan dengan itu, Hermione menutup matanya dengan erat.

“Hermione, hei, Hermione bangun! Hermione!” Teriak Ron yang daritadi ada di sebelah Hermione.

“Enggak, kamu gak boleh pergi, ini udah ada ramuannya sayang, kamu minum ya? Aku mohon, Hermione. Kamu minum. Kamu harus minum.” Draco membuka botol itu dan memasukannya ke dalam mulut Hermione.

Namun sayang, ramuan itu kembali keluar. Percuma, Hermione sudah pergi jauh, Hermione sudah tidak ada. Semua ini karna mantra kutukan yang dilemparkan oleh Bellatrix.

“Enggak, kamu gak boleh pergi, enggak..” lirih Draco memeluk erat Hermione.

“Aku mohon, Hermione— Potter, Weasley, tolong gue— gue mohon, lakuin sesuatu, gue gak mau kehilangan Hermione. Tolong, gue mohon—” lirih Draco.

Harry dan Ron sama hancurnya dengan Draco. Mereka sama sama hancur melihat sahabat tersayangnya menutup matanya untuk selamanya.

“Kita harus apa tanpa lo, Hermione.” Bisik Harry.

“ARRRGGHHH!! BELLATRIX SIALAN! GUE BUNUH LO ANJING!” Teriak Ron frustasi.

“Aku mohon— Hermione— aku mohon—”

Sore itu, di sebuah pantai yang indah, mereka kehilangan seseorang yang sangat berharga.

Ron dan Harry kehilangan seorang sahabat yang mereka sayang. Sementara Draco,

Dia kehilangan seseorang yang sangat dia sayang.

Draco kehilangan Hermione.

He lost her.

Andai saja Draco tidak membela Hermione.

Andai saja Draco tidak mengatakan bahwa Hermione miliknya.

Andai Draco tidak gegabah.

Andai Draco membiarkan semuanya dengan semestinya.

Pasti Hermione akan selamat.

Pasti Hermione tetap hidup.

Ini semua salahnya. Ini semua karenanya.

Lalu setelah ini, bagaimana Draco bisa hidup?

Karena yang paling menyakitkan dari sehuah kematian adalah, dia yang meninggal, akan tetap meninggalkan dunia. Sementara yang ditinggalkan, akan tetap hidup dengan rasa sakit yang mendalam, dengan luka yang sangat besar dan menganga, dengan rasa perih yang tak akan kunjung sembuh.

Draco harus tetap hidup, sementara Hermione pergi.

Apa bisa Draco hidup setelah ini? Apakah bisa?


© urhufflegurl_

Malfoy Manor.

***

“Mereka berhasil! Mereka berhasil membawa Potter dan kawan kawannya!”

Teriakan khas milik Bellatrix itu berhasil membuat Draco melotot dan berdiri. Awalnya dia sedang mengobrol biasa dengan sang Mama, Narcissa. Namun kini, dia benar benar tegang dan gelisah.

Benar, Hermione ada di hadapannya. Dia benar benar tertangkap. Mengapa bisa tertangkap? Bodoh. Hermione bodoh. Dibilang jangan pernah tertangkap, dia malah tertangkap.

Rasanya ingin sekali Draco membunuh perampok yang menjenggut rambut Hermione. Hermione terlihat kesakitan.

Saat mereka dibawa ke dalam, mata Hermione dan Draco bertemu. Hermione menangis karena sangat merindukan Draco. Dia bersyukur karena ternyata Draco baik baik saja. Dia sangat senang karena akhirnya mereka bisa kembali bertemu walaupun dengan keadaan seperti ini. Kacau dan berantakan.

Draco sangat merindukan Hermione. Hpnya sengaja ia simpan karena tidak ingin mengundnag rasa curiga yang lain. Dia hanya mengandalkan syal milik Hermione yang selalu dia peluk disaat tidur untuk mengurangi rasa rindunya.

Namun sekarang, mereka kembali bertemu.

“Draco, coba lihat! Dia Harry Potter kan? Temanmu dimasa sekolah. Ayolah, pasti kamu mengenalnya! Iya kan?!” Tanya Bellatrix, dengan sangat keras.

Draco tahu itu Harry. Draco sangat mengenalnya. Namun, mengapa wajahnya berbeda? Apa ini ulah Hermione?

“Draco, come on!” Teriak Bellatrix.

“Draco.” Bisik Lucius.

Draco hanya diam, dia tidak ingin memberitahu semua orang bahwa yang ada di hadapannya ini adalah Harry.

“Draco, ayo katakan! Ini Harry kan?!” Teriak Bellatrix, lagi.

“Bella, sudahlah, mungkin memang ini bukan Harry Potter.” Bela Narcissa.

Draco menghela napasnya karena Narcissa membebaskannya dari semua ini. Narcissa menarik Draco untuk menjauh.

“Baiklah, bawa dia ke tahanan sekarang!” Perintah Bellatrix.

Saat mereka hendak membawa Harry, Hermione dan Ron, Bellatrix berbicara dan berjalan menuju Hermione.

“Kecuali yang satu ini. Aku ingin berbicara sedikit dengannya.” Bisiknya membuat Hermione takut. Benar benar takut.

Dia berhadapan dengan Bellatrix sekarang, napasnya tersenggal senggal seolah oksigen disekitarnya menghilang seketika.

Begitu juga dengan Draco, dia mengepalkan tangannya. Apa yang akan dilakukan oleh tante nya? Tolong, jangan sakiti Hermione, Draco mohon.

“Apa kau yang mencuri pedangku?” Tanya Bellatrix kepada Hermione.

Hermione menggelengkan kepalanya. “Aku tidak tau apa apa tentang pedangmu.”

“Bohong! Anak kecil gak boleh bohong! Kamu kan yang udah ambil pedang itu?! Iya?!” Teriak Bellatrix membuat Hermione semakin takut.

“Tidak, aku benar benar tidak tahu soal pedangmu.”

“Mudblood sialan! Berani beraninya bohong!” Teriak Bellatrix semakin keras membuat Hermione menangis sekarang.

Oh tolong, Draco harus melakukan apa? Dia tidak bisa terus berdiri disana melihat wanita yang dia cintai di cecar seperti itu.

Dia kenal Bellatrix, wanita itu sangat kejam.

“AYO KATAKAN KAMU KAN YANG MENCURI PEDANG ITU?!”

“Aku benar benar gak tau—”

“Sialan! Crucio!”

Draco mengepalkan tangannya. Bagaimana ini? Jika dia membela Hermione dan menyelamatkannya, semua pasti akan berantakan. Tapi dia tidak bisa diam saja melihat Hermione tersiksa seperti itu.

“Ayo cepat katakan atau aku tambah kutukan ini!”

“Aku benar benar gak tau. Please. I don't know about your sword.”

“Crucio!”

“AAAAAAAAA!” Teriakan Hermione menggema diseluruh ruangan bahkan terdengar sampai ke bawah tanah dimana Harry dan Ron ditahan. Tentu, mereka sedang mencari jalan keluar bagaimana menyelamatkan Hermione.

Napas Draco tak karuan melihat Hermione semakin tersiksa. Bahkan kini, dia melihat Bellatrix menyayat lengan Hermione dan menuliskan kata mudblood disana.

“Tolong aku— aku tidak— AAAAAAA— TOLONG! TOLONG AKU!” Teriak Hermione.

“TANTE BELLA STOP!”

Draco tidak tahan lagi. Dia harus menyelamatkan Hermione. Dia benar benar tidak tahan.

Akhirnya, Bellatrix melepaskan mantra kutukan itu dari tubuh Hermione. Kini, Hermione menangis dengan sisa tenaganya yang benar benar sudah habis.

Dia hanya menyaksikan dengan matanya Draco berdiri menghampirinya.

“Jangan dia, Draco mohon.”

“Apa maksudmu jangan dia?”

“Tante, dia sudah bilang dia tidak tahu apa apa.”

“Kamu membela dia, Draco?”

“Tante—”

“Kamu membela mudblood ini, Draco?! Kenapa?!” Sepertinya Bellatrix akan demam jika tidak teriak.

“Kamu membela mudblood sialan ini, iya Draco?! Iya?!”

“Tante—”

“Cissy lihat, anakmu membela Mudblood sialan ini!” Bellatrix terlihat murka sekarang. Wajahnya memerah.

Draco melirik ke arah Hermione yang daritadi menatapnya. Hermione menggelengkan kepalanya seolah berkata, 'jangan Draco. Jangan lakukan apapun, jangan.'

Tapi Draco tidak bisa diam saja, dia tidak ingin melihat Hermione semakin tersiksa.

“Ya, aku membelanya, tante Bella! Karena dia memang tidak bersalah! Dia tidak salah!” Kini Draco sedikit berteriak.

“Draco kamu—”

“Stupefy!” Teriak Ron dari bawah sana. Dia memantrai Bellatrix hingga terjatuh.

Melihat Bellatrix lengah, Draco dengan segera membantu Hermione untuk berdiri dan dia memeluknya.

“Hei, i miss you. Kenapa bisa ketangkep hmm? Kenapa bisa? Oh, I'm so sorry, aku minta maaf gak bisa ngelakuin apa apa, maaf Hermione, maaf—”

“Draco, jangan minta maaf. I miss you, Draco. I miss you.”

Mereka saling berpelukan. Hal itu mengundang perhatian semua orang termasuk Harry dan Ron.

Sadar menjadi pusat perhatian, Draco melepaskan pelukannya dan merangkul Hermione.

“Jangan pernah sakiti milikku. Dia milikku. Jika kalian menyakiti dia, kalian berhadapan dengan aku!” Teriak Draco dengan lantang.

“Draco..” bisik Narcissa tersenyum.

“Memang benar Draco, benar seperti ini.” Kata Narcissa didalam hati. Narcissa sudah tahu hubungan Draco dan Hermione karena Draco menceritakan semuanya kepada Narcissa. Dan Narcissa mendukungnya.

“Sialan! Keponakan sialan! Bisa bisanya kau mengkhianati kami semua! Sialan!” Teriak Bellatrix murka.

Draco menatap Harry dan Ron lalu mengangguk. Harry dan Ron yang mengerti apa maksud Draco pun segera menyerang death eater yang ada disana satu persatu.

Mereka saling melemparkan mantra, tak sedikit dari death eater yang melemparkan mantra kutukan tak termaafkan, namun bukan trio golden namanya jika tidak dapat menghalau.

Setelah itu, tak lama Dobby datang untuk menyelamatkan mereka.

“Kalian semua tak pantas untuk hidup. Dobby datang kesini untuk menyelamatkan Harry Potter dan teman temannya.”

Mereka, Harry, Hermione, dan Ron serta Draco menghampiri Dobby.

“Draco! Sialan! Ini hukuman untukmu Draco!” Teriak Bellatrix.

Wanita itu melemparkan mantra yang entah itu apa bersamaan dengan menghilangnya Harry, Ron, Hermione, Draco serta Dobby seolah di makan oleh cahaya yang sangat terang.


© urhufflegurl_

Don't say goodbye.

***

Dengan segala keberaniannya, Hermione menghampiri Draco di hospital wing. Dia mengendap diam diam menggunakan jubah hitam yang pernah Draco kasih untuknya. Jubahnya wangi Draco, sengaja Hermione kasih mantra untuk mengawetkan wangi Draco di jubah itu. Karena, Hermione selalu menyukai wanginya, Hermione selalu merindukannya dan hanya dengan jubah ini rasa rindu nya berkurang.

Seharian ini Hermione menangis dan khawatir dengan keadaan Draco, apalagi Harry bilang bahwa efek dari mantra itu benar benar fatal. Rasanya ingin sekali Hermione memarahi Harry karena terlalu gegabah menggunakan mantra yang dia sendiri sama sekali tidak tahu apa itu.

Tapi, Hermione tak mungkin memarahi Harry karna akan menimbulkan rasa curiga dari Harry maupun Ron. Hermione tidak ingin itu.

Sesampainya di hospital wing, Hermione segera menghampiri bangsal dimana Draco dirawat.

Dia menangis ketika melihat Draco terbaring lemah disana, sendirian, tidak ada yang menemaninya.

“Hei.” Bisik Hermione menggenggam tangan Draco.

Mendengar bisikan dan tangisan Hermione, Draco terbangun. Tatapannya begitu lemah.

“Hermione.”

“Hei, kamu bangun? Kenapa? Kenapa bisa kalah dari Harry kenapa?”

“Maaf.”

Hermione menggelengkan kepalanya. “Enggak, kamu gak harus minta maaf. Kamu baik baik aja? Apa yang sakit?”

“Semua.”

Hermione semakin menangis mendengar jawab Draco.

“Sakit. Semuanya, Hermione.”

Hermione menggenggam tangan Draco dengan erat dan menciumnya.

“Maaf, Hermione. Aku harus lakuin misi itu.”

“Kapan? Draco, tapi—”

“Cari jawaban dari semua ini dengan Potter dan Weasley. Aku mohon. Menangkan peperangan ini, Hermione. Aku mohon.”

Draco meneteskan air matanya, matanya sangat merah dan terlihat sangat lelah. Hermione tau semua ini berat untuk Draco.

“Aku mohon, Hermione.”

Hermione mengangguk. “Ya, aku akan mencari semua jawaban ini, tapi tetaplah bersama ku, Draco. Aku mohon.”

Draco menggelengkan kepalanya. Tangannya mengusap lembut pipi Hermione menghapus air mata di kedua pipinya.

“Setelah ini, aku akan melakukan tugasku. Setelah tugasku selesai, aku akan pulang dan tidak akan kembali. Aku mohon, Hermione. Temui semua jawaban dan menangkan peperangan.”

Sungguh sesak rasanya berada di jalan yang berlawanan seperti ini. Hermione harus mencari jawaban sementara Draco melaksanakan kejahatan yang akan membantu menghancurkan dunia sihir. Mengapa mereka harus berada di posisi ini? Mengapa harus mereka?

“Jangan, Draco— aku mohon.”

“Hermione—”

“Don't say goodbye, I beg you.”

“Hei, love. Kita harus pisah dulu. Ini untuk sementara. Aku janji, setelah ini, kita akan kembali bertemu tentu dengan keadaan semuanya sudah baik baik saja. Jangan pernah tertangkap oleh death eater, aku mohon, Hermione.”

Hermione tenggelam akan kesedihan fakta dimana dia harus berpisah dengan Draco. Lelaki yang selama ini selalu menjadi alasan dirinya untuk tersenyum. Bagaimana bisa dia menjalani ini semua?

“Demi aku, demi dunia sihir, demi semuanya. Tolong menangin peperangan ini, Hermione.”


© urhufflegurl_

That night.

***

Dengan langkah yang menyenangkan, Hermione menghampiri Draco yang sudah terlihat ada di hadapannya. Dia senang setiap melihat wajahnya. Kata orang, wajahnya sangat dingin dan misterius. Namun di mata Hermione, Draco adalah orang yang hangat.

Ya, dulu memang sangat dingin, namun sekarang hangat.

Sesampainya di hadapan Draco, Hermione mendapatkan perlakuan romantis dari lelaki itu. Dia mengusap lembut rambut Hermione.

“Yuk?”

Hermione tersenyum mengangguk lalu Draco menggandeng tangannya dan mengajaknya keluar Hogwarts.

Draco membawa Hermione ke sungai yang selalu menjadi tempat favorit Draco diam untuk menetralkan pikirannya. Disini, Draco merasa sangat nyaman karena tak ada yang mengganggunya. Entahlah, hanya sedikit murid yang suka diam di pinggir sungai. Hanya beberapa orang, Draco salah satunya.

Sesampainya di sungai, mereka duduk saling berhadapan.

“Gue gak nyangka kita bisa sedeket ini.” Ucap Hermione mengawali pembicaraan.

Draco tersenyum. “Gue lebih gak nyangka, Mi.”

Hermione membalas senyuman Draco. Bagaimana mereka bisa menyangka? Dulu, mereka bermusuhan. Draco sangat membenci Hermione. Namun sekarang, Hermione adalah jawaban dari segala kebahagiaan yang tumbuh dihatinya.

“I think I love you.” Ucap Hermione memandangi wajah Draco yang tampan.

“Don't love me, Hermione. Gue manusia kotor dan jahat. Bahkan diamnya gue disini karena sebuah misi.”

Hermione mengangkat alisnya. Apa ini saatnya dia tau?

“Misi apa?”

“Death eater.”

“Misi apa?” Tanya Hermione sekali lagi.

“Ada, misi nya berat banget.”

“Is it killing?”

Kini Draco yang memandangi wajah Hermione. Tidak bisa dipungkiri, Hermione adalah murid paling pintar di hogwarts. Jadi wajar saja Hermione bisa berpikir sampai sana.

“Who?”

“Is it Dumbledore?”

Lagi lagi Draco diam. Namun kini, dia menunduk.

“Is it true?”

“Mi—”

“What happens if it doesn't?” Kini Hermione mulai meneteskan air matanya.

“Hei, Hermione don't cry, I—I—”

“Is he going to kill you?”

“Hermione—”

Draco memeluk Hermione dan membiarkan perempuan itu menumpahkan semua kesedihannya. Mengapa Hermione bisa tau semua misinya? Mengapa Hermione bisa menebaknya dengan benar?

“I don't wanna lose you, Draco.”

“No you don't, Hermione. You won't lose me.” Bisik Draco.

“Promise?”

Hermione melepaskan pelukan Draco dan mengacungkan jari kelingkingnya. Draco tersenyum, lalu dia menautkan jari kelingkingnya di jari kelingking Hermione.

“Promise.”

Malam itu, Draco memberanikan diri. Dia menarik wanita dihadapannya yang dia cinta ini dan mengecup bibirnya perlahan.

“I love you.” Bisik Draco.

Benar. Hermione tidak akan kehilangan Draco.


© urhufflegurl_

His tears.

***

Hermione mengeratkan jubahnya dan sedikit berlari menuju menara tertinggi itu. Dia takut lelaki yang ada disana melakukan hal yang aneh aneh.

Sesampainya disana, Hermione melihat dia sedang duduk memeluk lututnya sendiri dan menangis. Terlihat punggungnya sangat bergetar hebat. Tangisnya tanpa suara, apa dia sedang menggigit bibirnya sendiri agar tidak mengeluarkan suara?

Hermione menghampirinya dan berlutut di hadapannya.

“Hei.” Bisiknya.

Dengan segera Draco memeluk Hermione dan menumpahkan semua tangisannya.

Tangisannya terdengar begitu sangat pilu, karna dipelukan Hermione, dia tidak perlu repot repot menyakiti dirinya sendiri dengan menggigit bibirnya untuk menahan suaranya. Dipelukan Hermione, semuanya benar benar diluar kendalinya, semuanya keluar dengan semestinya.

Karena hanya dengan Hermione, dia menjadi lelaki yang mempunyai hati.

“Hei, that's okay, that's okay, Drake..” bisik Hermione dengan sangat lembut. Hermione memeluk Draco dan mengusap punggungnya.

Mendengar suara tangis Draco yang sangat menyakitkan itu membuat Hermione ikut menangis. Dia tahu semua hal tentang Draco Malfoy. Lelaki menyebalkan yang dulunya pernah menjadi musuhnya hingga akhirnya mereka menjadi teman karena satu hal—-

Hermione pergi secara tak sengaja bertemu dengan Draco sedang menangis dikamar mandi 3 tahun lalu. Draco Malfoy yang terlihat kuat dan sombong itu menumpahkan tangisannya di dalam kamar mandi sendirian. Hermione dengan berani menghampirinya, tentu Draco menolak bahkan menghina dan memakinya.

Namun siapa sangka sekarang mereka kini berteman, bahkan memiliki perasaan yang entahlah, tak dapat di deskripsikan.

“That's okay, Draco.. Semua akan baik baik aja oke? That's okay...”


© urhufflegurl_

Pada akhirnya, memang beginilah semestinya.

***

Setelah mendapatkan pesan dari Rose, tanpa berpikir 2 kali, Draco langsung pergi menuju kantor tempat Hermione bekerja. Dia benar benar langsung pergi begitu saja tanpa memikirkan apapun.

Entah apa yang ada dipikiran Draco saat ini, yang pasti, dia hanya tidak ingin Hermione terluka lagi. Sudah cukup dengan semua luka yang dia terima selama ini dari Ron. Dia ingin melihat Hermione tersenyum. Dia ingin melihat Hermione bahagia. Tapi bagaimana caranya?

Pikiran Draco begitu penuh dengan Hermione. Apakah mereka bisa kembali? Apakah memang benar semua ini takdir? Apakah benar ini cara semesta menyatukan mereka kembali? Apakah benar semua itu?

Draco terus berpikir keras hingga tak sadar mobil yang dia kendarai sampai di tempat tujuan. Dia pun bergegas turun dan menghampiri receptionist untuk menanyakan dimana ruangan Hermione.

“Permisi, ruangan Hermione Granger dimana?” Tanya Draco dengan wajah panik dan khawatirnya.

“Apakah bapak sudah ada janji sebelumnya?”

“Belum tapi, saya ingin bertemu dengan Hermione Granger. Tolong katakan dimana ruangan Hermione Granger sekarang!”

“Maaf Pak, tapi—”

“Hanya katakan dimana Hermione Granger!”

“R—ruangan Ibu Hermione—”

“Draco?”

Draco menoleh dengan cepat.

“Hermione?”

Draco menghampirinya dengan wajah yang memerah karena menahan rasa khawatirnya.

“Hei? Kamu gapapa? Tadi saya denger kabar dari Rose katanya kamu sakit dan pingsan. Kamu gapapa?”

Hermione mengerutkan keningnya tak mengerti maksud Draco. Namun setelah itu, dia tersenyum karena apakah Draco mengkhawatirkannya?

“A—aku..”

“Kayaknya kamu baik baik aja. Maaf saya salah, Hermione.”

Draco merasa dirinya bodoh. Mau saja dia dibodohi oleh anak SMA. Jelas jelas Hermione baik baik saja. Tidak sakit, ataupun pingsan.

Dengan segera Draco berbalik dan hendak pergi, namun Hermione menahannya.

“Draco, bisa kita bicara sebentar? Aku mohon..”


Disinilah mereka, di sebuah taman yang sejuk dan indah. Mereka duduk bersebelahan dan sama sama menatap ke depan.

“Maaf, Draco. Maaf karena telah meninggalkan luka yang sangat dalam. Maaf.”

“Dimana sekarang Ronald Weasley?” Tanya Draco yang membuat Hermione menoleh.

“Ron tinggal diluar kota dengan istrinya.”

“Setelah apa yang dia lakukan, dia meninggalkan kamu begitu saja? How stupid he is.”

Hermione tersenyum kecil. “Lebih bodoh aku yang ninggalin kamu gitu aja.”

Suasana kini sepi, mereka sama sama terdiam dalam waktu yang cukup lama.

“Aku seneng ketemu kamu lagi setelah semua ini. Dan aku kecewa, ternyata Theo tau keadaan kamu selama 20 tahun ini. Padahal aku udah sering desak dia untuk ngasih tau kabar kamu, tapi dia gak ngasih tau. Dia teman yang baik.”

Draco hanya diam saja menatap pemandangan yang ada didepannya.

“Maaf, Draco. Maaf..”

Hermione kembali meneteskan air matanya.

“Maaf karena udah bikin hidup kamu hancur, berantakan, semuanya. Maaf, Draco.”

Hermione menghapus air matanya dan mencoba untuk tersenyum.

“Sekarang, bener apa kata kamu, kita harus saling melupakan. Terlalu menyakitkan untuk kita bersama kembali. Aku tetap mencintai kamu, Draco. I always love you, I always do. Sampai kapanpun, bahkan selama aku bersama lelaki lain, I always love you.”

Hermione berdiri dan menatap Draco, lalu tersenyum.

“Bahagia terus, Draco. Maaf dan makasih telah hadir kembali. Aku senang ternyata hidup kamu baik baik saja.”

Saat Hermione hendak pergi, Draco menahannya. Draco berdiri dan tanpa Hermione sangka, lelaki itu menarik Hermione kedalam pelukannya.

“I miss you, I miss you more than anything, I'm fucking miss you, Hermione.” Lirih Draco meneteskan air matanya.

Hermione membalas pelukan itu dan kembali menangis dipelukan Draco.

“I miss you, Drake. I miss you so much.”

Draco menghirup aroma yang selama ini ia rindukan. Aroma yang selalu menjadi favoritnya. Aroma vanilla milik Hermione Granger.

“Mari mulai semuanya dari awal, Hermione. Mari mulai semuanya, mari saling menyembuhkan luka dan saling membahagiakan. Aku janji, setelah ini, aku gak akan pernah lepasin kamu lagi.”

Hermione tersenyum senang dan mengeratkan pelukannya, begitu juga dengan Draco.

Pada akhirnya, memang beginilah semestinya.


Hayoooo siapa yg udah suudzon? Minta maaf cepet!!! WKWKWKW CANDA LOVE U GUYS<333


© urhufflegurl_