litaaps

Kebenaran.

***

“Jadi gitu ceritanya...”

Scorpius dan Rose menghela napas mereka berat. Rose menggigit jarinya karena merasa sangat gelisah ketika mendengar cerita dari Theo.

“Jadi, Mama sama Papa itu dijodohin?” Tanya Rose. Dia hampir menangis.

“Lo gatau mereka dijodohin?” Tanya Scorpius.

Rose menggelengkan kepalanya.

“Tentu Rose gatau, karena semua orang nyembunyiin ini dari Rose.” Ucap Theo dengan lembut.

Kini Rose menangis.

“Jadi selama ini Papa bikin Mama menderita lebih dari yang aku tau? Papa nyiksa Mama, aku harusnya punya kakak. Aku makin benci Papa, om Theo. Aku benci Papa.” Rose menangis histeris.

Scorpius memeluk Rose, berusaha menenangkan dirinya.

“Rose, om Theo cerita semua ini biar kalian tahu kebenaran diantara Draco dan Hermione di masa lalu. Terlalu menyakitkan untuk mereka bersama, tapi kalau kalian mau berusaha, pasti mereka bisa kembali bersama.”

“Gimana caranya om? Om Draco pasti benci sama Mama.” Ucap Rose.

“Kata siapa? Om Draco gak pernah benci Mama kamu, Rose. Bahkan dia selalu mencintainya.”


© urhufflegurl_

Café M, sore itu.

***

Draco lebih dulu sampai di cafe ini sebelum Hermione sampai. Kerjaan hari ini tidak terlalu banyak sehingga dia buru buru pergi dari kantornya sebelum ada kerjaan mendadak.

Dia sampai pukul 16.30. 30 menit lebih awal dari yang dijanjikan oleh Hermione, jadi dia memesan segelas americano lebih dulu agar kepalanya tidak terlalu pusing memikirkan ini semua.

30 menit tidak terasa, akhirnya yang ditunggu tunggu datang juga.

Hermione, dari dulu tidak pernah berubah. Dia selalu tepat waktu akan janji yang dia buat.

“Draco, maaf bikin kamu nunggu.”

Draco tersenyum kecil, “That's okay, duduk.”

Hermione menghela napasnya. Dia salah fokus kepada kopi hitam yang Draco pesan.

“Kamu masih suka kopi?”

Draco tentu terkejut akan pertanyaan itu. “Ya.”

Hermione mencoba tersenyum untuk menghangatkan atmosfir dingin diantara mereka.

“Jadi?” Tanya Draco mengangkat sebelah alisnya.

“To the point aja.” Lanjutnya.

Hermione lagi lagi menghela napasnya berat. Ginny benar, Draco sudah berubah. Dia sudah tumbuh menjadi lelaki dewasa dengan pemikiran yang dewasa juga.

“Aku yakin kamu pasti udah tau semuanya. Aku tau kamu, Draco.” Ucap Hermione mengawali penjelasannya.

Draco diam saja, tidak mengangguk dan tidak menggelengkan kepalanya. Dia tidak berekspresi apa apa, dia hanya menatap Hermione dengan serius.

“Mereka bener.”

“Kamu ninggalin saya dan nikah sama Ron?” Tanya Draco.

“Draco, aku—”

“Mereka bilang kalian dijodohin dan kamu gak bisa menghindar. Lalu posisi saya saat itu apa?” Tanya Draco serius.

Hermione meremas kedua tangannya. Dia benar benar takut akan pesona Draco yang sangat mengintimidasi. Rasanya sesak.

“Saat itu, semuanya terasa cepat, Draco. Bunda Molly, Bunda nya Ron sakit keras. Dan kamu tau dia sayang banget sama aku. Dia pengen aku jadi menantunya. Kita gak bisa nolak, aku gak bisa nolak karena aku gak tega. Aku takut, Draco. Aku takut Bunda Molly pergi dan impiannya belum terkabulkan, aku takut.”

Draco menatap Hermione dengan sangat serius.

“Jadi terpaksa aku menerima perjodohan itu dan menikah dengan Ron.”

“Were you happy?”

Kini giliran Hermione yang menatap Draco.

“Were you happy then?”

“No, of course not, Draco. Kamu tau dihati aku cuman ada kamu, itu semua berat untuk aku, untuk Ron, untuk kamu, itu semua berat untuk kita semua. Aku— aku hanya mencoba menerima semuanya dengan pemikiran dewasa.”

Draco mengerutkan keningnya. “Pemikiran dewasa? Jika kamu memiliki pemikiran dewasa, harusnya kamu ceritakan semua ini kepada saya. Kamu gak dewasa, Hermione.”

“Maaf..”

“Saya gak butuh maaf kamu. Kamu tau gimana perasaan saya saat itu? Saya kuliah ke luar negeri untuk kita. Untuk kisah kita yang saya harap akan abadi selamanya. Saya berusaha melakukan yang terbaik untuk hubungan ini. Namun kamu dengan mudahnya ngirim undangan pernikahan tanpa ada pembicaraan apapun. Apa itu sikap dewasa?”

Hermione rasanya ingin menangis saat itu juga.

“Draco, aku—”

“Hermione, kamu tau saya berusaha melupakan kamu selama 4 tahun? 4 tahun saya jungkir balik menahan semua rasa sakit yang saya terima. 4 tahun saya berusaha menyingkirkan kamu dari hati dan pikiran saya. 4 tahun saya berusaha berdiri dan melanjutkan hidup saya. 4 tahun sampai akhirnya saya bertemu Astoria. Itu semua tidak mudah, Hermione.”

Hermione benar benar sudah menangis. Air matanya meleleh tanpa terkendali.

“Kamu pikir ini semua mudah juga untuk aku? Aku tiap hari diteken sama keluarga Weasley untuk menikah sama Ron. Aku gak mau, tapi mereka terus neken aku bahkan Ginny sekalipun karena Ibu mereka sekarat saat itu. Ron sampai sujud didepan aku, Ron minta aku terima perjodohan itu. Itu semua gak mudah Draco, gak mudah. Kamu hanya butuh 4 tahun untuk menyingkirkan semua itu? Bahkan aku butuh waktu hingga 20 tahun untuk menghilangkan rasa bersalah aku sama kamu! Aku malu, Draco. Aku malu sama kamu, aku takut, aku ngerasa gak guna didepan kamu, aku ngerasa gak tau diri. Aku juga sama hancur, Draco. Aku juga sama.”

“Kalau kamu tanya apakah aku bahagia dengan Ron, jawabannya gak sama sekali. Ron selingkuh saat Rose masih SD, usianya 7 tahun saat itu. Ron selingkuh, tidur dan main dibelakang aku sama cewek lain. Kita berdua cerai saat Rose masih berusia 9 tahun. Aku gak pernah bahagia Draco. Aku gak pernah bahagia selama ini, aku gak pernah bahagia sama Ron, gak pernah.”

Draco menahan emosinya hingga urat di lehernya terlihat. Bahkan dia mengepalkan tangannya.

“Aku gak pernah bahagia, Draco. Bahkan setiap harinya aku selalu tersiksa. Aku selalu tersiksa akan rasa rindu dan semua perasaan aku kekamu. Aku tersiksa.”

Hermione menangis hingga rasanya ingin tenggelam. Dadanya sangat sesak mengingat semua masa lalu yang membawanya ke dalam jurang dan mengharuskan dia bangkit sendirian.

“Aku bahkan menerima siksaan dari Ron. Sebelum Rose lahir, aku mengalami keguguran 2 kali. Dan aku selalu di siksa sama Ron karna aku gagal jadi seorang istri. Aku selalu berharap kamu ada, Draco. Bodohnya aku, aku selalu berharap kamu meluk aku dan berkata semua akan baik baik saja. Bodohnya aku, aku selalu berharap kamu ada dan bawa aku pergi. Tapi itu gak mungkin terjadi karena aku tau kamu juga sama sakitnya.”

“Hermione—”

“Kita sama sama sakit, Draco. Selama ini kita sama sama sakit.”

Draco tidak tahan lagi, dia duduk disebelah Hermione dan menarik perempuan itu kedalam pelukannya.

Akhirnya, akhirnya setelah 20 tahun lamanya mereka berpisah, kini Hermione bisa kembali merasakan pelukan Draco. Pelukan yang selalu dia harapkan, pelukan yang selalu membuatnya tenang dan nyaman.

“I'm sorry, I'm sorry..” bisik Hermione dalam tangisnya.

“No, You don't have to apologize, Hermione. Kamu benar, kita sama sama sakit. Maaf Hermione, maaf karna telah berpikir aku membenci kamu saat itu, maaf..”

Terasa menyakitkan bagi Draco, rasanya dia sangat ingin membunuh Ron ketika mendengar semua cerita Hermione.

“Kita adalah takdir yang sedang dipermainkan oleh semesta. Kita dipisahkan dengan luka yang begitu besar, namun dipertemukan kembali dengan pelukan yang begitu hangat.”


© urhufflegurl_

Dunia seakan berhenti.

***

Sore ini, sesuai dengan rencana mereka, Rose mengajak sang Mama ke toko buku, untung saja memang ada buku yang ingin dia beli, jika tidak, sepertinya dia akan kebingungan nyari buku dengan waktu yang sangat lama dan menentukan buku mana yang ingin dia beli.

Sementara itu, Scorpius mengajak Draco ke cafe, sudah lama juga mereka tidak pergi berdua. Terakhir mungkin 1 atau 2 tahun lalu. Itu juga bisa dihitung jari. Memang benar, setelah Astoria, sang Ibu meninggal, Scorpius menjadi sangat kesepian, mengingat dia juga anak tunggal yang tidak punya kakak ataupun adik. Ada kakek dan nenek, namun mereka jauh, dan jarang mengunjungi Scorpius.

Setelah membeli buku yang dia mau, Rose mengajak Hermione menuju cafe yang dimana disana sudah ada Scorpius dan Draco.

Dari kejauhan, Rose tersenyum saat melihat kedua lelaki yang berambut pirang itu.

“Ma, ada Scorpie sama papanya! Ayo kesana!”

Hermione yang fokus kepada handphone nya hanya pasrah tangannya ditarik oleh sang putri.

“Hai, Scorpie! Hai, om Draco!”

Dunia seakan berhenti saat itu juga. Kedua manusia yang berdiri berhadapan kini hanya saling menatap satu sama lain.

“Ma?” Rose melambaikan tangannya tepat didepan wajah sang Mama.

“Mama? Hello!”

Seakan kembali ke dunia nyata, Hermione mengerjap ketika mendengar jentikan jari Rose.

“Hallo tante..” Scorpius salim kepada Hermione.

Sepertinya mereka belum sadar sesuatu.

“Rose, Mama sepertinya ada kerjaan mendadak. Kita pulang ya?”

Rose cemberut. “1 hari ajaa Ma, pliisss? Aku pengen disini dulu, ngobrol sama Scorpius dan om Draco. Eh om Draco, kenalin ini mama aku, Hermione Granger.”

Draco menatap Hermione seakan semua dunia kini hanya tertuju padanya. Dia mengedip berkali kali memastikan apa yang sedang dia tatap ini.

“Tante, kenalin, ini Papa nya Scorpie, Draco Malfoy.”

Hermione juga sama, menatap Draco tanpa berkedip sedikitpun.

“Ini kenapa pada diem? Saliman dong, jabatan tangan!” Paksa Scorpie tangan Draco dan Hermione untuk berjabatan tangan.

“D—draco.” Ucap Draco.

“Hermione.” Balas Hermione.

Tidak ada senyum diantara mereka, hanya ada rasa sunyi menyerbu, dan tentu saja rasa dingin.


Scorpius dan Rose sengaja meninggalkan Draco dan Hermione berduaan dengan alasan mereka ingin memesan makanan lain.

“Apa kabar?” Tanya Draco lebih dulu.

Hermione meremas kedua tangannya. “Baik, kamu?”

“Baik.”

“Jadi, Rose anak kamu?”

Hermione mengangguk.

“Bersama Ron?”

Hermione mengangguk.

“Pantes, wajahnya mirip kamu. Kemarin saya bertemu dengan dia, saya seakan kenal seseorang. Ternyata kamu.”

Hermione menoleh, “Ketemu?”

Draco mengangguk. “Dia bersama Scorpie.”

Hermione hanya ber-oh ria dan kembali menunduk.

“Kamu tau kan kamu hutang penjelasan?”

Hermione menghela napasnya berat.

“Aku tidak memintanya sekarang, hanya saja, senang bertemu denganmu lagi, Hermione.”


© urhufflegurl_

Salting?

****

“Selamat pagi, mba Hermione, mba—– eh beda lagi?”

Luna dan Hermione yang baru saja akan duduk kini kembali berdiri karena kedatangan 2 lelaki itu lagi.

Siapa lagi kalau bukan Theo dan Draco?

Dari awal datang, tatapan Draco langsung tertuju kepada Hermione. Ya karena memang karena wanita itu lah Draco bohong. Hanya demi bertemu dengan wanita itu lagi.

Draco tersenyum ramah menyapa Hermione, “Mba Hermione.”

Hermione yang baru saja disapa itu mematung ditempat. Draco? Senyum kepadanya? Ada apa ini? Mengapa senyumnya membuat badannya bergetar semua?

Hermione balas tersenyum, “Mas.”

“Ini siapa? Kok yang kemarin gak ada?” Tanya Theo kepada Hermione.

“Luna, Luna Lovegood. Yang kemarin itu Ginny, dia masuk malam.” Balas Luna tersenyum kepada Theo.

“Anjing, cantik.” Batin Theo.

“Jadi gimana? Laporannya ada mba Hermione?” Bukan Theo yang ngomong, melainkan Draco. Bahkan saking terkejutnya Theo, lelaki itu sampai termundur kebelakang.

“Ada, sebentar.” Ucap Hermione pergi ke belakang mengambil laporan.

“Mba Luna bisa munduran dikit?” Tanya Theo membuat Luna bingung.

“Kenapa?”

“Cantiknya kelewatan, jiaakh.”

Plak!

“Modus!” Ketus Draco menjitak kepada Theo.

Theo meringis kesakitan, “Heheheh maaf mba Luna.”

Luna hanya tersenyum geli sambil menggelengkan kepalanya.

Tak lama, Hermione pun kembali dan memberikan laporannya kepada Draco, lalu Draco memberikannya kepada Theo, biar Theo saja yang mencatatnya.

“Belum ada produk baru?” Tanya Luna.

“Ada, obat jatuh cinta. Khusus untuk Mba Luna, mau?” Jawab Theo.

Hermione mengangkat halisnya lalu tertawa, “Cieee digodain tuh.”

Luna menggelengkan kepalanya. “Dasar.”

Daritadi, tatapan Draco tak lepas dari Hermione yang mencuri perhatiannya.

Setelah selesai mencatat laporan dan menyelesaikan tugas mereka, mereka pun pamit kepada Hermione dan Luna.

“Permisi, mba Luna, mba Hermione. Kita berdua pulang dulu ya. Semangat kerjanya.” Ucap Theo ramah.

“Pulang dulu, Mba Hermione.” Ucap Draco kepada Hermione.

“Ciee elah, ke Hermione doang nih pamitnya? Ke Luna enggak?” Goda Theo kepada Draco membuat wajah lelaki itu merah seketika.

Draco tidak menanggapi godaan Theo, dia menarik Theo untuk keluar.

“Mereka beneran sales?” Tanya Luna kepada Hermione.

“Lo percaya gak mereka sales?”

“Enggak, tampangnya terlalu ganteng untuk jadi sales.”

Hermione menyetujuinya. Karena benar, Theo dan Draco ini tampan. Hermione mengakui nya.


© urhufflegurl_

Sales kok..?

***

“Buruan, lo lama!”

“Sabar anjir. Lo mau ditemenin gue gak?”

“Heh, gue dihukum kayak gini itu gara gara lo ya. Bukan karena gue sendiri.”

Theo menghela napasnya. “Iya deh iya.”

“Hoaam. Biasanya jam segini gua masih tidur, ini udah bangun aja gara gara lo!” Draco memukul kepala Theo sampai lelaki itu kesakitan.

“Sakit, bego!”

“Lo yang bego!”

“Lo!”


Suasana apotik pagi ini sudah cukup ramai dengan banyaknya yang datang. Hermione dan Ginny yang sedang berjaga sedikit kelimpungan.

“Huft, capek banget anjir.” Keluh Hermione duduk disamping Ginny.

“Sales nya mana ya? Kok belum dateng? Udah jam 10 padahal.”

Hermione hanya mengangkat kedua bahunya menandakan ia tidak peduli. Lalu Ia pun memainkan ponselnya, apalagi kalau bukan scroll twitter mencari hiburan. Itu kebiasaan dan kesenangan Hermione.

“Permisi.”

Suara berat dari seorang lelaki membuat mereka sama sama berdiri.

“Mba, saya sales dari perusahaan Malfoy.” Ucap seorang lelaki berambut coklat.

“Oh, kirain gak akan dateng.” Balas Ginny.

Hermione memperhatikan 2 lelaki didepannya ini. Apa benar mereka sales? Atau masih magang? Atau baru masuk? Meragukan...

“Jadi gimana mba?” Tanya orang itu lagi.

“Gimana apanya? Kalian baru ya? Masih magang?” Tanya Ginny.

Ohiya, fyi nih Ginny seneng karena salesnya lelaki. Itu artinya, Hermione kalah taruhan.

“Hehehe iya nih mba. Mba namanya siapa? Saya Theodore Nott. Panggil aja Theo.”

Ginny menjabat tangan Theo. “Ginny, ini temen saya namanya Hermione.”

“Oh Mba Ginny, sama mba Hermione.” Ucap Theo tersenyum manis.

Hermione daritadi salah fokus ke lelaki disebelah Theo. Siapa lagi kalau bukan Draco? Lelaki berambut pirang yang menekuk wajahnya.

“Jadi gimana The? Cepet, gue mau balik.” Ketus Draco kepada Theo.

“Ish, sabar anjir!” Bisik Theo.

“Mba, maaf nih kita kan—”

“Permisi.”

Ginny tersenyum senang saat melihat ada customer. “Sesuai perjanjian, lo yang layanin mereka.”

Hermione melotot memberikan tatapan tajam kepada Ginny. Tatapan itu tentu adalah tatapan mematikan.

“Jadi gimana?” Ketus Draco.

Hermione mengerutkan keningnya. Galak banget?

“Gimana apanya? Kan kalian salesnya.” Balas Hermione.

“Jadi gini mba—”

“Jangan panggil mba, Hermione aja.”

Theo menutup mulutnya rapat. Ternyata Hermione ini berbeda dengan Ginny yang menyambut mereka ramah.

“Oke, Hermione.. kita kan baru nih, jadi kita gak tau teknisnya. Kita cuman disuruh minta laporan aja ke kalian untuk kita catat.” Ucap Theo menjelaskan.

“Ohiya, sebentar.”

Setelah itu, Hermione pergi ke belakang untuk mengambil laporan yang mereka minta.

“Ini laporannya. Penjualan obat dari perusahaan Malfoy ini cukup pesat. Mungkin sekarang lagi zaman sakit pilek sama batuk berjamaah.” Celoteh Hermione.

Theo tertawa mendengar itu, “Si Mba. Bisa bercanda juga. Produk lainnya gimana Mba? Laku juga kan?”

“Lumayan, kalau salep juga lumayan. Tapi gak terlalu signifikan.”

“Bagus emang nih mba Malfoy ini perusahaannya, perusahaan besar.” Theo menyenggol Draco disebelahnya yang daritadi diam.

“Ada obat baru gak?” Tanya Hermione. Entahlah, Ia malah menjadi cerewet padahal niatnya Ia irit bicara hari ini.

“Obat sakit hati.” Celetuk Draco membuat Theo tertawa dan Hermione terkekeh pelan.

“Mba maaf, saya boleh minta nomor hpnya gak ya?” Tanya Theo.

“Oh boleh, 0861234567.”

“Siap, dengan Mba Hermione kan?”

Hermione mengangguk.

“Laporannya saya terima ya mba, terima kasih banyak atas laporannya. Nanti kalau ada yang baru juga pasti akan kita tawarkan.”

Theo ini berbakat juga jadi sales. Dia sangat menjiwai peran.

“Sama sama.” Balas Hermione.

“Terima kasih, mba Hermione.” Ucap Draco yang dibalas senyuman oleh Hermione.

“Aneh, sales kok diem aja.. Mana cemberut mulu mukanya. Untung ganteng.” Batin Hermione.


“Anjing, lo diem aja bangsat!” Pekik Theo memukul kepala Draco.

“Bangsat! Sakit! Ya emang harus lo yang lebih aktif. Gara gara lo gue dihukum!”

“Tapi gak diem juga bangke! Malu gue.”

Draco tertawa puas meledek Theo. “Lo bakat jadi sales, udah jadi sales aja sana lo.”

“Sialan!”


© urhufflegurl_

Kenapa?

***

“Mau makan apa?” Tanya Draco dan Theo bersamaan.

Hermione menoleh ke arah kanannya, yaitu Draco. Dan menoleh ke arah kirinya, yaitu Theo.

“Apa aja deh.” Balas Hermione.

“Kita liat liat dulu aja ya?” Tanya Draco, dibalas anggukan oleh Hermione.

Mereka akhirnya berkeliling melihat stand makanan apa saja yang ada disana.

Tak lupa, juga dengan obrolan dan tawa yang mereka ciptakan sendiri.

“Ada bando, coba deh, cocok di kepala kamu.” Theo membawa 1 bando berwarna pink itu dan memakaikannya ke kepala Hermione.

“Lucu gak?” Tanya Hermione.

Theo terkekeh, “Lucu banget. Mau beli? Aku beliin.”

Hermione tertawa, “Tapi kan gue gak pake bando, Theo!”

“Gapapa, simpen aja. Pake sesekali. Lucu tau, kiyowok.”

Hermione lagi lagi tertawa, “Dasar! Eh liat ada topi juga. Cobain.”

Hermione membawa satu topi dan memakaikannya ke kepala Theo.

“Bagus.”

“Kamu suka?”

“Apanya?”

“Aku.”

Hermione memukul lengan Theo. “Ish!”

Theo tertawa kecil, “Topinya, Hermione.” Theo mencubit pelan hidung Hermione.

“Ih, sakit Theo! Iya suka. Beli sana.”

“Siap bos! Otw beli.”

Hermione tertawa akan tingkah laku Theo.

Mereka tertawa bersama tanpa sadar ada Draco yang memperhatikan mereka daritadi.

Karena sakit hati, Draco puk berjalan menuju stand minuman kopi yang daritadi menarik perhatiannya. Ia memesan satu kopi americano favoritnya.

“Kok gak ngajak?” Tanya Hermione saat melihat Draco kembali bergabung.

“Suka kopi?” Tanya Draco.

“Suka, kopi susu. Enak gak kopinya? Mau coba.”

“Jangan, ini americano. Pait. Kalau mau ada matcha disana.”

Draco meminum kopi itu lalu memalingkan wajahnya ke tempat lain.

Merasa ada yang aneh, Hermione hanya menunduk merasa bersalah. Apa Draco marah kepadanya?

“Mi, mau makan dimana? Disana ada kedai ramen tuh, mau gak?” Tanya Theo.

Hermione melirik ke arah Draco yang masih memandang jalanan.

“Draco mau ramen?”

Draco mengangguk. “Ayo.”

Hermione tersenyum. Mereka pun masuk ke salah satu kedai ramen disana dan memesan ramen kesukaan mereka masing masing.

Tak lama kemudian, ramen yang mereka pesan pun datang.

Saat Hermione hendak mengambil sumpit, tangannya tak sampai. Spontan Hermione berdiri dan niat ingin berjalan menuju tempat alat makan. Namun, belum juga Ia melangkah, dari arah kanan dan kirinya sudah ada sumpit dari 2 tangan lelaki yang berbeda.

Hermione menoleh ke arah kanannya, yaitu Draco. Dan arah kirinya, yaitu Theo.

Sumpit mana yang harus Hermione ambil?

“Ini aja, Mi.” Ucap Theo.

Draco menyimpan kembali sumpit di tangannya. “Iya, itu aja.”

Hermione mengerutkan keningnya. Kenapa Draco membiarkan Ia mengambil sumpit yang Theo berikan?

“Makasih, Theo.”

“Sama sama, cantik.”

Ada apa dengan Draco? Apa dia marah? Apa dia tidak terima Theo bergabung dengannya?


© urhufflegurl_

Bareng aja.

***

Setelah jam les selesai, Hermione membereskan semua peralatan belajarnya dan menggendong tasnya.

Hanya satu cita cita Hermione, yaitu menjadi seorang dokter. Hermione pernah memiliki cita cita, Ia ingin menjadi psikiater, namun sang Ayah ternyata lebih menyukai seorang dokter daripada psikiater, jadi Ia memilih menjadi dokter.

Hermione berharap bahwa SNMPTN nya bisa lolos ke Universitas Indonesia, namun tidak menutup kemungkinan Ia untuk belajar dan berusaha masuk UI melalui SBM atau ujian mandiri, jadi Ia harus belajar lebih ekstra lagi. Ya walaupun nilai Hermione bisa dibilang bagus, kan, tetap saja takdir tidak ada yang tahu.

Hermione melangkahkan kakinya menuju luar ruangannya, saat sampai diluar, kakinya terhenti, Ia dikejutkan dengan kedatangan Theo yang sudah stay diluar, duduk diatas motornya.

“Theo?”

Hermione melangkahkan kakinya mendekati Theo.

Theo tersenyum hangat, “Hai, gimana lesnya?”

Lelaki itu menggunakan jaket jeans yang tampak keren dan cocok dengan tubuhnya yang kurus.

“Lancar. Lo kok disini?”

“Mau jemput dong.”

“Kok, tau gue les?”

“Apa yang aku gak tau dari kamu, Hermione?”

Hermione menghela napasnya. Mengapa malah Theo yang ada disini? Lalu Draco kemana?

Pertanyaannya langsung terjawab. Draco datang tak lama kemudian, juga dengan motor gede dan jaket kebanggaannya.

Draco turun dan mengerutkan keningnya ketika melihat Theo ada disana.

“Lo ngapain disini?” Tanya Draco kepada Theo.

“Jemput Hermione, lo ngapain?”

“Jemput Hermione.”

Theo tertawa, “Tapi sorry nih bro. Gue kan yang sampe duluan ya, itu artinya gue yang bonceng dia.”

“Tapi gue yang udah ada janji duluan.”

“Janji kemana?”

“Makan.”

“Ikut.”

Baik Hermione ataupun Draco sama sama terkejut mendengar Theo.

“Kenapa ikut?” Tanya Hermione.

“Gak boleh? Laper juga...” Keluh Theo mengelus perutnya.

“Boleh, sih.” Balas Hermione.

“Hermione?” Protes Draco. Bagaimana bisa wanita ini malah membiarkan Theo bergabung sementara ia hanya ingin berduaan bersama Hermione?

“Gapapa Drake, seru juga kan bertiga?”

Theo hanya tersenyum manis kepada Hermione.

“Yaudah tapi lo bareng gue ya.”

Hermione menggaruk kepalanya yang tak tagal, “Tapi...”

“Gapapa, kamu bareng Draco aja. Tas nya aku yang bawa ya?”

Jujur Hermione tak tega kepada Theo, apalagi ditambah lelaki itu tersenyum manis seolah memang membiarkan Hermione di bonceng oleh Draco.

“Gapapa, The?”

“Gapapa, Mi.”

Theo menggendong tas Hermione dan naik ke atas motornya.

Setelah itu mereka pun pergi bersama menuju salah satu streetfood terkenal disana, dan enak tentu saja.


© urhufflegurl_

There. In your heart.

***

Suara tangisan bayi perempuan itu menggema satu ruangan. Bayi lucu, cantik dan berambut pirang itu akhirnya bergabung dengan dunia.

Lyra Malfoy.

Hermione tersenyum melihat buah hati keduanya bersama Draco. Ia menciumnya berkali kali, menghabisi semua titik di wajahnya.

Lyra sangat mirip dengan Draco. Mata nya yang berwarna silver, rambut blondenya, benar benar cantik. Lyra akan tumbuh menjadi perempuan yang cantik.

Sangat cantik.

Melahirkan tanpa seorang suami sangat berat bagi Hermione, bahkan sangat sangat sangat berat. Ia mengharapkan adanya senyumannya yang ikut menghiasi ruangan ini. Ia mengharapkan genggamannya yang akan sangat menguatkan dirinya. Ia mengharapkan usapan lembut dari tangannya yang besar dan kekar.

Ia berharap bahwa Draco Malfoy ada disini, melihat buah hati mereka lahir ke dunia.

Ia berharap.

“Scorpie janji, akan selalu melindungi Mommy dan Lyra.”


3 tahun kemudian...

“Scorpie, siap?”

“Mom, Lyra itu belum pake sepatu.”

“Iya, kamu dulu sayang.”

“Mom, hari ini bunga nya warna apa? Daddy suka warna apa?”

Hermione sedikit berpikir. “Putih?”

“Itu mah bunga kesukaan Mom!”

Hermione tertawa mendengar itu. Scorpius benar benar mirip dengan Draco.

Scorpius dan Lyra ini mirip Draco. Hermione hanya mendapatkan hikmahnya.

Setelah siap, mereka pun segera berangkat diantar oleh supir mereka yang selalu setia dari dulu. Dari sebelum Draco pulang.

Mereka kembali kesini, berdiri di hadapan rumah nya. Rumah dia yang sesungguhya. Rumah yang tertutup oleh tanah dan bertuliskan namanya di batu nisan.

Scorpius duduk disamping Hermione. Mereka merapalkan banyak doa untuk ketenangan orang yang sangat mereka sayang, Draco Malfoy.

“Hai, aku kembali lagi, Draco..”

“Liat, Lyra udah besar. Dia udah 3 tahun. Cantik kan?”

Lyra tersenyum menatap Hermione. “Daddy.”

“Iya sayang, ini Daddy disini.”

“Daddy.”

Scorpius menghapus air matanya. Masih jelas terdengar dikepalanya bagaimana suara tembakan itu. Benar benar masih terdengar jelas.

“Dad..” lirih Scorpius.

“Dad tenang aja. Mommy sama Lyra aman sama Scorpie. Dad tenang disana ya? Kita semua sayang sama Dad. Oh iya dad, om Theo, om Blaise sama tante Pansy itu selalu jaga kami. Mereka baik baik banget sama kami. Jadi Dad tenang disana ya? Scorpie rindu, Dad.. i miss you so much, Dad.”

Siang itu, di tengah hamparan rumput hijau, mereka saling memeluk satu sama lain dan saling menguatkan.

Kehilangan seseorang yang sangat mereka sayang membuat mereka hancur dan merasa kosong.

Namun kehidupan akan terus berjalan.

Kehidupan akan terus maju.

Jadi, mereka harus saling kuat satu sama lain.

Lyra menatap sedih nama sang Ayah yang bertuliskan di batu yang ada di hadapannya itu.

“Daddy always here, Mommy, kak Scorpie. Here, in our heart.” Bisik Lyra membuat Hermione semakin memeluknya.

“Yes, daughter. I'm always be there. In your heart.”


© urhufflegurl_

For you

****

Tw // sharp object mention // blood // harsh word.

****

Dulu, dia pernah bilang dan bersumpah untuk melindungi keluarganya, anaknya dan siapapun yang ia sayang.

Tapi mengapa ia tidak bisa melindungi dirinya sendiri?

Mengapa ia selalu membiarkan dirinya terluka demi semuanya?

Mengapa ia selalu berkorban?

Mengapa?

Hermione dan Theo sampai di rumah sakit. Ia yang sedang hamil besar, 8 bulan yang hampir menginjak 9 bulan rasanya sangat sesak dan tak bisa bernapas.

Ia memeluk Scorpie yang berlari menuju arahnya. Scorpie menangis histeris, anak itu terus memanggil sang ayah.

Hermione menatap Pansy, Blaise dan Theo satu persatu seolah meminta penjelasan. Sedangkan yang ditatap hanya menghela napasnya sambil menangis histeris, sama dengan Scorpie.


Setelah mendapatkan pesan itu, Draco segera menuju lokasi yang Tom kirim. Ia mengendari mobilnya sendiri dengan persaaan marah dan emosi. Semua Ia luapkan melalui kendaraan yang Ia bawa. Ia benar benar ngebut. Ia tidak ingin Scorpie terluka, Ia tidak sudi untuk itu.

Sesampainya disana, Draco segera turun dan memasuki gedung yang sangat kumuh.

“Draco Malfoy?”

“Dimana Scorpie? Dimana anak gue, anjing!”

Tom tersenyum menghina, dia tertawa sarkas seolah Ia adalah pemenang sesungguhnya.

Tak tahan dengan senyuman menjijikan itu, Draco mencengkram kerah baju Tom dan menatapnya dengan tatapan penuh kebencian.

“Berhenti ketawa. Dimana anak gue? Kalau lo dendam sama gue, cukup gue yang lo incer. Jangan anak gue, bajingan!”

“Santai dulu dong. Udah 10 tahun kan kita gak ketemu?”

“Cepet kasih tau gue, dimana Scorpie!”

3 orang lelaki keluar dari sebuah ruangan gelap, mereka mendorong Scorpius yang ada didepannya. Scorpius menangis, dia meminta tolong kepada Draco yang membuat Draco sangat sakit dan ingin membunuh Tom saat ini juga.

“Daddy...” Lirih Scorpius.

Draco menatap Tom. “Lepasin anak gue, gue kasih apapun yang lo mau.”

Bug!

“DADDY!”

Tom mencengkram kerah baju Draco dengan kuat. “Lo yang udah bikin Daphne meninggal 10 tahun lalu! Lo yang udah bikin gue sengsara di penjara.”

Draco hanya diam, dia menatap Scorpius yang juga menatapnya dengan penuh kesedihan. Ia tidak ingin bertengkar seperti ini didepan anaknya. Sungguh tak ingin.

Ia tidak ingin Scorpius mengetahui bahwa ayahnya seorang mafia yang kejam.

Tak lama kemudian, Pansy, Blaise dan Theo datang membuat Tom sangat terkejut dan semakin mencengkram kerah baju Draco.

Setelah itu, terjadi perkelahian. Melihat adanya celah, Draco segera menggendong Scorpius.

“Kamu gapapa sayang? Kamu gapapa kan?”

“Daddy, takut...”

“Ssstt sstt... Everything is okey, son. Kamu ikut tante Pansy ya?”

“Daddy ikut juga, Scorpie gak mau Daddy terluka, Daddy ikut juga...”

Mendengar itu Draco mengingat bagaimana Hermione memohon kepadanya untuk tidak terluka. Namun saat itu, Ia terluka.

Pansy membawa Scorpius keluar dari ruangan gelap itu. Ia menenangkan Scorpius yang terus menangis histeris.

Dor!

“Daddy!!!”

Pansy terdiam mematung mendengar suara tembakan yang saling menggema diruangan itu. Bukan hanya sekali, melainkan lebih dari 1 kali.

“Daddy!!”

Scorpius terus menangis memanggil sang Ayah, yang entah bagaimana keadaannya didalam. Dia mendengar suara tembakan itu yang membuat tangisnya semakin menjadi.

“Scorpie tunggu di mobil ya sayang? Mobilnya tante kunci. Scorpie tunggu sini ya? Tante ke dalem sebentar ya?”

“Tante... Tolong bawa Daddy, tolong bawa Daddy ke Mommy... Scorpie gak mau Daddy terluka, tolong tante..”

Pansy tak bisa menghentikan air matanya yang mengalir begitu saja. Dengan segera Ia menutup pintu mobil dan masuk ke dalam.

Sesampainya didalam, langkah terhenti. Kakinya seolah kaku dan tak bisa digerakkan.

“No!! Draco!!”

Draco Malfoy tergeletak didalam sana dengan entah berapa peluru masuk ke dalam tubuhnya. Dengan badannya yang penuh dengan darah segar.

Bukan hanya Draco yang tergeletak, namun juga Tom.

“Sorry Pans.. Sorry..”

“Draco!”

“Kita gak bisa nyelamatin Draco, sorry..”

Lagi dan lagi, Draco mempertarukan nyawanya demi orang yang dia sayang.

Namun kali ini, Draco menyerah.

“Tolong, tolong jaga Scorpie, Hermione dan Lyra... Tolong...”

Pesan terakhirnya akan selalu Blaise dan Theo ingat hingga kapanpun.


© urhufflegurl_

Berbahagialah, Draco.

***

Akhirnya, setelah 2 bulan Draco dirawat di rumah sakit, Ia dibolehkan pulang. Tapi dia belum dibolehkan untuk bekerja dan berjalan terlalu banyak. Ya, intinya dokter menyuruhnya untuk diam saja, banyak istirahat.

Mengingat badan Draco yang sudah tidak sehat lagi dengan ginjal yang hanya sisa 1, dokter sangat menyarankan bahwa Draco tidak melakukan aktivitas yang berat dan terlalu lelah.

Draco menurut saya, dia juga tidak ingin sakit sakit lagi. Tidak enak menurutnya.

Pagi ini, Draco sedang duduk di bangku kesayangannya, diruang kerjanya, tentu saja di rumah yang selalu dia rindukan.

“Hallo? Minumannya udah jadi nih..”

“Jus lagi? Bener bener gak boleh minum kopi?”

Hermione mengacungkan jari telunjuknya memperingati Draco.

“Inget kata dokter apa? Gak boleh.”

“Kata dokter gak boleh banyak minum kopi, bukan gak boleh minum kopi.”

“Draco Malfoy..”

“Sini duduk samping aku, Hermione.”

Hermione duduk disampingnya, Draco menggenggam tangannya dan tersenyum senang.

“Terima kasih karena telah menerima aku, Hermione. Terima kasih.”

“Aku mencintai kamu, kamu juga sama, mencintai aku. Kamu kepikiran sesuatu gak?”

Hermione mengerutkan keningnya. “Apa?”

“Married.”

“Draco? Cepet banget itu, ih!”

“Ayolaah, daripada lama lama. Tidak cepat juga, mungkin 2 atau 3 bulan lagi. Gimana?”

“Dibulan lahir aku, bulan Juni..”

“Draco, kamu bener bener mau menikah dengan aku? Aku yang udah...”

“Hei... Inget kan kita udah saling melupakan semuanya? Inget kan?”

Hermione menghela napasnya, apa ini pilihan yang tepat? Apa ini waktunya?

“Kalau kamu belum siap—”

“Aku siap. Aku siap, Draco. I'm ready to be your wife..”

“Berbahagialah, Draco. Berbahagia dengan dia yang kau cintai.”


© urhufflegurl_