In the middle of night.
***
Tw // harsh word // Mention fight // sharp object mention // blood.
Tepat pukul 11 malam, Draco, Pansy, Theo dan Blaise sampai di sebuah tempat yang cukup jauh dari kediaman Draco, Malfoy Manor.
Tempat yang sangat asing bagi mereka.
Asing dan gelap.
“Hermione takut gelap. Pasti dia ketakutan didalam sana.” Batin Draco.
“Kita mencar. Gue ke barat, Pansy sama Blaise ke arah timur, Theo lo ke arah utara. Biar selatan sama suruhan gue.” Perintah Draco, dan semua menuruti perkataannya.
Mereka berpencar, tentu dengan senjata yang telah mereka siapkan sebelumnya.
Entah apa yang ada di pikiran Draco, mengapa Ia harus menyelamatkan anak dari orang yang telah membunuh kedua orang tuanya?
Mengapa Ia menyelamatkan anak dari orang yang telah merenggut kebahagiaan nya dari kecil?
Mengapa?
Sebanyak dan sedalam apapun Ia bertanya, Ia tidak akan menemukan jawaban. Karena jawaban itu ada pada dirinya sendiri.
Tak ada satupun jejak Hermione, Daphne atau Tom disana. Mereka benar benar licik dan hebat. Bahkan gedung ini sangat sepi, hanya suara angin malam saja yang terdengar.
Sudah 30 menit mereka mencari dan mengelilingi sekitar gedung, namun mereka sama sekali tidak menemukan yang mereka cari.
“Satu tempat yang belum kita injak.” Ucap Theo menatap salah satu sisi disana.
Draco mengangguk, Ia melangkah lebih dulu di susul oleh teman temannya.
Orang suruhan Draco masih berpencar, mereka semua mencari di bagian luar gedung. Siapa tau Daphne membawa Hermione kesana kan?
“Ini yang kalian cari?”
Semua membalikkan badan mereka.
Disana, Hermione berdiri dengan tangan yang diikat dan mulutnya di tutup oleh lakban hitam.
“Hermione.” Lirih Draco, Ia tidak tega melihat Hermione di sekap dan diperlakukan kasar oleh orang lain.
Hanya dirinya yang boleh.
Daphne tersenyum penuh kemenangan. “Gimana? Kebenaran akhirnya terungkap kan?”
“Anjing. Gue gak nyangka lo berkhianat Daph.” Ujar Theo meludah ke arah kirinya.
“Theo Theo... Lo bodoh! Lo selama ini gabung sama orang orang bodoh!”
“Bukan gue yang bodoh. Tapi lo! Lo bodoh! Apa yang lo cari, huh?!” Teriak Theo. Dia paling tidak suka orang yang berkhianat.
Daphne menyunggingkan senyumnya. “Satu hal. Cuman harta.”
“Harta? Lo kan kaya raya Daph?” Balas Pansy.
“No, semua itu gak cukup, Pans. Bahkan lo aja harus bunuh orang kan untuk mendapatkan harta?”
Rahang Pansy mengeras, tangannya mengepal. Itu rahasia diantara mereka. Mereka telah berjanji, tak akan membocorkannya kepada siapapun. Mereka berjanji akan saling menjaga rahasia mereka.
Tapi Daphne malah berbicara lantang didepan banyak orang, termasuk Hermione.
“Dan lo Draco, gimana rasanya udah bunuh orang tua Hermione dengan cara mengenaskan? Bahkan sampe sekarang, lo gak tau kan dimana jasad mereka?”
Hermione menatap Draco dengan tajam, sedangkan Draco menggelengkan kepalanya.
“Lo jangan sok tau Daph.”
“Gue tau semua, Drake.”
“Lo mau apa?”
“Gue mau seluruh Manor dan isinya buat gue, simple kan?”
“Gila.” Ucap Theo tertawa sarkas.
“Gila, lo gila Daph.” Lanjutnya.
“Gila? Lo sendiri yang bilang kalau di dunia ini harta adalah yang paling utama, Theo. Bahkan, lo harus ninggalin orang tua lo demi ini kan?”
“Bangsat.” Umpat Theo.
Daphne melepaskan lakban di mulut Hermione dengan keras, hingga wanita itu meringis kesakitan.
“Sekarang, lo pilih aja Drake, lo pilih harta lo atau— lo pilih dia?”
Hermione daritadi tidak berhenti menatap Draco dengan tajam. Tatapan itu adalah tatapan penuh kebencian. Namun jauh didalam tatapan itu, Draco dapat melihat ada tatapan ketakutan.
Seperti tatapan yang meminta pertolongan.
Namun di mata Hermione sekarang, Draco tidak lebih dari seorang pembunuh.
“Atau— Hermione, apa lo mau kembali ke dia?”
Hermione terdiam, Ia menunduk. Ia melirik ke senjata yang ada di saku Daphne, ingin sekali rasanya Ia mengambilnya dan menembak kepalanya sendiri. Sungguh ingin.
“Hermione.” Lirih Draco.
Hermione menoleh.
“Gue bisa jelasin semuanya, gue mohon.” Lanjut Draco.
“Ini semua gak seperti yang lo kira.”
Hermione menggelengkan kepalanya. “Jahat.”
“Enggak, gak gitu—”
“JAHAT! LO JAHAT! Lo udah bawa gue, jauhin gue dari orang tua gue. Lo sekap gue, lo perintah apapun yang lo mau, dan lo janji lo gak akan bunuh orang tua gue. Tapi nyatanya apa? Nyatanya lo bunuh orang tua gue, lo jahat!” Teriak Hermione menangis, sementara Daphne tersenyum menang.
Draco menggelengkan kepalanya. “Enggak, plis.”
“Hermione.. denger gue, gue tau persis gimana semua kejadian ini. Kita omongin baik baik ya? Plis, Daphne orang jahat. Lebih jahat dan licik dari kita semua.” Ucap Theo dengan lembut membuat Daphne tertawa sarkas.
“Daph, lepasin dia.” Pinta Draco.
“Seorang Draco Malfoy meminta tolong? Hanya demi seorang anak yang telah menghancurkan kehidupannya?”
Hermione menoleh dan menatap Daphne lalu Draco bergantian. Ia benar benar tidak mengerti akan semua hal ini. Tidak mengerti.
“Lo bilang lo mau bunuh dia?” Tany Daphne.
“Daph—”
“And than, let's do it, Malfoy. Di saku lo ada pistol kan? Let's do it. Sasaran lo empuk banget nih, tinggal di tembak dan— mati.” Bisik Daphne namun menusuk.
“Daph, tolong.”
“Atau mau gue wakilin?” Daphne mengeluarkan senjata tajamnya dan mengarahkannya ke kepala Hermione yang membuat semua menjadi tegang seketika.
“Jauhin itu bangsat!” Teriak Theo.
Daphne mengangkat halisnya. “Gue wakilin, Draco.”
“Lo mau apa? Lo mau apa Daph?”
“Simple. Gue mau lo berlutut di hadapan gue sekarang.”
Pansy, Theo dan Blaise sama sama melotot dan menggelengkan kepalanya.
“Anjing. Gak waras lo Daph.” Pekik Blaise tak terima.
“Gue cuman mau tau apakah benar seorang Draco Malfoy berani berlutut demi anak dari orang yang telah menghancurkan kehidupannya?”
Daritadi tatapan Draco tidak lepas dari Hermione yang juga menatapnya. Perlahan Hermione menggelengkan kepalanya, namun Draco mengabaikannya.
Malam itu, Draco Malfoy perlahan menekuk lututnya dan sujud di hadapan Daphne.
Di hadapan sahabat sahabatnya, dan dihadapan semua anak buahnya, dia berlutut demi seorang Hermione Granger.
Tentu mereka semua terkejut akan hal itu. Draco adalah orang yang sangat tangguh akan pendiriannya. Ia tidak takut terhadap apapun dan kepada siapapun, dan ia tidak pernah sudi sujud atau berlutut didepan orang lain.
Draco pernah mengatakan bahwa jika suatu saat Ia berlutut didepan orang itu, maka Draco telah menjadi pecundang dan kalah.
Dan disinilah Ia malam ini, menjadi lelaki yang pecundang dan kalah.
“Drake...” Lirih Pansy tak percaya. Begitupun dengan Theo dan Blaise yang sama juga tidak percaya. Rasanya mereka ingin menarik Draco untuk kembali berdiri.
Melihat Draco berlutut dan menunduk rasanya adalah suatu penghinaan. Mereka tidak suka melihat sahabatnya dihina, bahkan oleh orang yang telah mengkhianati nya.
“Gue mohon lepasin Hermione.” Ucap Draco kepada Daphne yang telah menyeringai menang.
“Gue mohon..”
Hermione semakin menangis. Entah mengapa Ia merasa hatinya sangat sakit melihat Draco berlutut didepan Daphne hanya karena Ia.
Hermione tau kesalahan kedua orang tuanya sangat besar. Hermione tau itu. Bahkan Draco hidup sebatang kara sudah lama.
Mengapa Draco berani melakukan ini semua?
Harusnya ia membiarkan Hermione mati disini. Lagipula bukankah itu tujuannya? Membunuh Hermione. Bagus juga jika Hermione mati ditangan Daphne, Draco jadi tidak perlu mengotori tangannya untuk membunuh Hermione. Tapi mengapa ia malah berlutut demi dirinya? Mengapa?
Melihat hal itu, Hermione mengambil celah untuk kabur. Ia ingin berlari menuju Draco dan menariknya untuk berdiri. Ia tidak suka melihat Draco berlutut didepan Daphne. Benar benar tidak suka.
Ia tahu sejahat dan sekejam apa Daphne. Daphne tidak pantas mendapatkan ini.
Hermione menarik tangannya dengan paksa dan berlari menuju Draco membuat semua kacau.
“Hermione?” Lirih Draco memeluk Hermione.
Saat Hermione kabur, Daphne segera mengacungkan pistolnya mengarah tepat ke arah Hermione dan Draco. Begitupun Tom dan juga anak buahnya.
Theo, Blaise dan Pansy menghalangi Hermione dan Draco. Mereka berdiri didepan Hermione dan Draco. Bukan hanya mereka, tapi anak buah Draco juga.
Melihat adanya kesempatan, dengan segera Draco melepaskan ikatan di tangan Hermione.
“Tolong berdiri. Jangan kayak gini. Tolong.” Lirih Hermione menangis.
Draco mengangguk dan segera berdiri. Ia memeluk Hermione. Ia memeluk Hermione dengan erat dan dengan tangisannya.
Ada 2 hal yang terjadi malam ini. 2 hal yang sangat tidak menggambarkan Draco Malfoy. Yaitu pertama, Draco berlutut dihadapan orang lain, dan yang kedua, Draco menangis. Kedua hal itu Draco lakukan hanya untuk Hermione Granger.
Hermione juga memeluk Draco dan menangis.
Di sisi lain, semua menjadi kacau. Mereka berkelahi satu sama lain, tanpa terkecuali.
“Diem disini. Oke?” Pinta Draco kepada Hermione.
“Mr. Malfoy...”
Draco menoleh.
“Tolong jangan terluka.. Saya mohon...”
Draco tersenyum singkat lalu mengangguk, Ia pun bergabung dengan mereka yang sedang berkelahi satu sama lain.
Ada yang saling adu senjata, ada juga yang sudah tumbang.
Rasanya ruangan ini benar benar seperti penjara mematikan. Semua orang tidak ragu untuk mengeluarkan senjata mereka dan membunuh lawannya.
Semua orang.
Disaat lawannya sudah tumbang, Theo melihat Daphne dengan penuh emosi. Ia tidak terima Daphne menghancurkan hidup Draco begitu saja. Ia tidak suka melihat Draco berlutut didepannya. Ia tidak suka melihat Draco kalah.
Theo yang sedari tadi berkelahi hanya menggunakan tangan kini perlahan Ia mulai mengeluarkan pistolnya, dan—-
Dor!
Semua terdiam dan berhenti ketika melihat Theo menembakkan peluru tepat di perut Daphne sehingga perempuan itu terjatuh dan terbatuk.
“The?” Lirih Pansy tak percaya.
Tak terima sang kekasih di tembak, Tom segera mengacungkan pistolnya ke arah Hermione.
“Hermione!”
Dor!
“DRACO!!”
Dor!
“STOP!”
Dor!
Pansy menembakkan pistol itu tepat di kaki Tom. Dengan segera Ia juga mengambil pistol yang ada di tangan Tom.

Draco terjatuh dipelukan Hermione. Tangan Hermione penuh dengan darah Draco yang keluar dari perut dan kakinya.
2 kali Draco kena tembakan demi menyelamatkan Hermione.
“Mr. Malfoy... Plis.. tolong.. jangan...” Bisik Hermione mengusap wajah Draco.
Draco tak bisa mengatakan apapun. Yang Ia rasakan kini hanya rasa sakit dan sesak luar biasa. Di hadapannya hanya terbesit bayangan putih yang menampakkan dirinya sedang tertawa bersama kedua orang tuanya.
Perlahan, bayangan putih itu menjadi bayangan hitam dan gelap.
“No! Mr. Malfoy! No!!” Teriak Hermione histeris melihat Draco memejamkan matanya.
Di tengah malam yang dingin itu, Hermione menyadari perasaan yang seharusnya tidak ada di antara mereka.
Draco mencintai Hermione, bahkan lelaki itu berani mempertaruhkan nyawanya demi Hermione sebanyak 2 kali. Bahkan hingga seterusnya.
Dan Hermione juga mencintai nya.
Ia mencintai lelaki yang sudah membunuh kedua orang tuanya hanya karena dendam.
Dan Ia tidak bisa meninggalkannya.
© urhufflegurl_