litaaps

Just Draco

***

2 minggu setelah Draco bangun dari komanya, lelaki itu bisa kembali berdiri dan berjalan meskipun masih sedikit susah.

Akibat tembakan itu, Draco mengalami kelumpuhan sementara yang mengharuskan ia kembali belajar berjalan.

“Bisa?”

“Sakit.”

Hermione tersenyum. “Ayo saya tuntun. Pelan pelan.”

Selangkah, dua langkah, tiga langkah, Draco bisa. Namun langkah selanjutnya, dia kembali terjatuh. Untung ada Hermione menahannya.

“Mr. Malfoy, Gapapa?” Tanya Hermione khawatir.

Draco memejamkan matanya. “Saya bisa jalan lagi kan?”

Hermione menatap Draco dengan tatapan sedih. “Bisa, Mr. Malfoy kan kuat dan hebat. Pasti bisa, ya?”

“Tolong bantu saya, Hermione.”

“Pasti, Mr. Malfoy.”

Hermione kembali menuntun Draco untuk belajar berjalan. Mereka menjalani nya dengan penuh senyuman, candaan dan tawa. Hermione menjadi hangat di tengah dinginnya seorang Draco Malfoy.

Setelah lelah, Draco kembali duduk di ranjang rumah sakit, sementara Hermione duduk disampingnya.

“Saya minta maaf, Hermione. Saya tahu saya gegabah dan salah karena telah membunuh orang tua kamu. Saya hanya, saya hanya sakit hati kepada mereka. Saya minta maaf.”

“Mr. Malfoy... Saya kan sudah bilang, saya sudah memaafkan Mr. Malfoy. Saya sudah memaafkannya, justru saya yang harus minta maaf, karena saya Mr. Malfoy jadi— jadi harus— begini. Maaf...”

“Anggap aja impas.”

Hermione tersenyum. “Terima kasih, Mr. Malfoy.”

“Saya melakukan ini karena saya kini mengerti apa yang saya rasakan, Hermione.”

Hermione menatap Draco dengan hangat.

“Maaf, mungkin saya kurang ajar dan lancang, tapi saya— i love you.”

“I know you'll never love me back, and i don't want to. But, i love you. I'm sorry that I hurted you, I'm sorry, Hermione..”

Hermione terdiam, Ia tidak menyangka bahwa Draco akan menyatakan perasaannya seperti ini.

“Harusnya saya yang minta maaf karena telah lancang, Mr. Malfoy. Saya telah lancang karena saya telah mencintai anda. Maaf, Mr. Malfoy.”

Draco terkaget sekaligus tersenyum bahagia mendengar itu. Hermione mencintainya? Bagaimana bisa? Bagaimana bisa cinta nya ternyata terbalaskan?

“Mr. Malfoy, saya—”

“Draco, just Draco.”

“Tapi—”

“Just Draco, Hermione.”

Hermione tersenyum malu sekaligus terharu.

“Draco, thank you for saved my life. I love you.”


© urhufflegurl_

Untuk kami, Narcissa dan Lucius.

***

“Kamu harus hidup, Draco.. Hanya kamu satu satunya harapan kami..”

Sudah 3 jam Ia berjuang melawan semua rasa sakitnya yang benar benar sakit, bahkan mempertaruhkan nyawanya.

Ia berjuang berbaring diatas ranjang. Ia berjuang untuk menentukan langkah mana yang Ia ambil.

Menyerah? Atau bertahan?

Semua mengharapkannya cemas, khawatir, takut. Semua sangat berharap Ia akan tetap hidup dan bertahan. Banyak yang mengharapkannya hidup.

“Stabil..”

1 kata itu membuat dokter menghela napasnya lega.

Draco Malfoy telah melewati masa kritisnya.


“Gimana dokter? Gimana keadaan Draco?” Tanya Pansy.

“Mr. Malfoy telah melewati masa kritisnya..”

Semua lega mendengar nya..

“Terima kasih, Draco.. Terima kasih untuk tetap bertahan.”

“Boleh dijenguk kan dok?”

Dokter mangangguk. Dengan penuh senyuman, mereka masuk ke dalam ruangan yang masih di hiasi suara monitor.

“Drake..” lirih Pansy tak tega melihat sahabatnya masih berbaring lemah.

Hermione menangis melihat Draco. Ingin sekali rasanya ia memeluk Draco, ingin sekali rasanya Ia meminta maaf sebanyak banyaknya. Ingin sekali.

“Kami ikhlas jika kamu mencintainya, nak.. Tolong berhenti memikirkan kami. Tolong bahagia lah dengan cara mu sendiri.”

Hermione menggenggam tangan Draco dan merapalkan banyak doa agar lelaki itu cepat sadar.

Sudah 1 bulan penuh Draco terbaring koma di rumah sakit, hal itu membuat Hermione sangat tersiksa.

Ia rindu akan dinginnya Draco Malfoy, Ia rindu akan gengsinya Draco Malfoy yang setinggi langit. Ia rindu akan celotehan nya yang bilang bahwa kopi yang ia buat itu tidak enak. Ia rindu tatapan dinginnya, Ia benar benar rindu semua yang ada didalam dirinya.

Ia merindukannya.

Hermione memejamkan matanya dan menempelkan tangan Draco dikeningnya. Ia membiarkan air matanya mengalir membasahi pipi nya.

“Buka matamu, nak.. Semua mengharapkan itu.”

Hermione membuka matanya ketika merasakan bahwa jari Draco perlahan bergerak.

“Drake?” Pansy juga melihat jari Draco bergerak.

Perlahan, mata Draco terbuka. Hal itu membuat semua tersenyum bahagia.

“Drake?”

“Mr. Malfoy?”

“Her—mione.”

Hermione tersenyum bahagia mendengar namanya di sebut oleh Draco. Semua ikut bahagia dan senang melihat Draco akhirnya sadar.

“Pans..” lirih Draco menatap Pansy.

“The..” lanjutnya, menatap Theo.

“Blaise..” kini, dia menatap Blaise.

“Kita disini, Drake.. Kita disini, buat lo. Kita disini, Drake.” Bisik Pansy tak tahan menahan rasa sesaknya didada.

Draco hanya tersenyum simpul mendengar Pansy mengatakan itu, seperti mendapatkan energi lebih untuk melanjutkan hidupnya.

Blaise, Theo dan Pansy adalah segalanya bagi Draco. Mereka yang setia menemani Draco dari awal kehancuran Malfoy hingga sekarang berdiri kembali.

Mereka yang selalu menemani Draco di situasi apapun, bahkan situasi terburuk sekalipun.

Mereka yang selalu mengerti Draco, dan setia menemaninya.

Demi mereka, dia bertahan.

Dan demi Narcissa, Lucius yang mendukungnya. Selalu berada di hatinya.


© urhufflegurl_

Memories.

***

“Mama ayo ujanan! Enak banget ujanan! Seger!”

“Draco sayang, jangan terlalu lama ya ujanan nya? Nanti kamu sakit.”


“Mama sama Papa sayang Draco kan? Draco sayang banget sama Mama Papa..”

“Kamu anugerah terindah di hidup kami, sayang..”


“Pokoknya kalau nanti Draco gede, Draco mau bawa Mama sama Papa keliling dunia. Semua dunia kita jelajahi kayak di film up ini.”

“Naik balon udara juga?”

“Iya Pa!”

Draco tersenyum melihat kedua orang tuanya tertawa karena dirinya.


“Ma, Pa! Ayo main!”

“Draco, tidur sayang... Besok lagi mainnya ya?”


“Mama sama Papa kamu udah gak ada, sayang..”

“Mama sama Papa jahat! Mama sama Papa jahat tinggalin Draco, jahat! Jahat!”

“Draco sendiri disini Ma, Pa? Kalian bener bener tinggalin Draco sendiri?”


“Ma, Pa.. Draco janji Draco akan membalaskan dendam kalian.”

Kematian Narcissa dan Lucius Malfoy menjadi kasus kematian yang sangat besar.

Saat itu, keluarga Malfoy dilanda masalah sangat besar dikarenakan perusahaan yang mereka rintis kini diambil alih oleh keluarga Granger.

“Granger.”


“Kami sudah menemukan semua bukti, Tuan.”

“Keluarga Granger?”

“Keluarga Granger yang mengambil alih perusahaan Malfoy Company menjadi Granger Company. Mereka adalah orang yang telah membunuh Mr. Dan Mrs. Malfoy.”

“Umur saya masih 16 tahun. Kalian bisa bantu saya?”

“Bisa, Tuan.”

Dengan sisa harta dan tenaganya, dan dengan bantuan Theo, Blaise dan Pansy, lelaki itu bisa berdiri dikakinya sendiri.

“Selamat, Mr. Malfoy, akhirnya Malfoy Company telah kembali ke tangan yang sebenarnya.”


Diumurnya yang ke 24 tahun, akhirnya dia bisa kembali membuat nama Malfoy berjaya. Bahkan lebih maju dari sebelumnya.

Ya, perusahaan Malfoy direbut paksa oleh keluarga Granger dan mereka mengganti nama perusahaan secara sepihak. Keluarga Granger sangat licik. Mereka ingin merebut semua perusahaan Malfoy dengan cara yang kejam. Mereka mengkhianati keluarga Malfoy dari belakang, bahkan membunuh mereka.

Richard Granger adalah orang kepercayaan Lucius Malfoy. Dia adalah kaki tangan Lucius yang selalu setia menemani Lucius kemanapun. Bahkan Lucius sangat baik kepadanya, dan menjaga keluarga nya dengan semua harta yang Ia miliki.

Namun, karena rasa iri, Richard menjadi seorang yang sangat kejam. Dia mengkhianati Lucius dan membunuhnya. Bahkan, Narcissa juga menjadi korbannya.

“Hermione Granger... Bawa dia. Saya mau bunuh dia dulu.”


“Kamu harus hidup, Draco.. Hanya kamu satu satunya harapan kami..”


© urhufflegurl_

You love him.

***

Setelah kejadian malam itu, Draco harus diangkat 1 ginjalnya dikarenakan peluru yang merusak ginjalnya. Keadaannya benar benar parah dan kritis. Bahkan kakinya... Entah apakah Draco bisa berjalan kembali setelah ini atau tidak...

Hermione dan Pansy terus menemani Draco. Sementara Theo dan Blaise mengurus kasus ini. Mereka melaporkan Daphne, Tom dan anak buahnya atas tuduhan penculikan dan percobaan pembunuhan.

Kasus yang mereka laporkan di terima, dan mereka menang. Tom serta anak buahnya akan di penjara sesuai hukuman yang ada.

Hermione sendiri, Ia merasa kosong. Matanya sembab bahkan air matanya kini telah mengering karena terus menangisi ini semua. Rasanya semua semakin sesak. Isi kepalanya benar benar penuh dan berantakan.

Ia seperti tak ada harapan untuk hidup.

Lagipula untuk apa dan untuk siapa juga ia hidup?

“Hermione..”

Hermione menoleh, Theo berdiri disampingnya memegang tangannya.

Melihat Theo, Hermione kembali menangis.

Theo yang mengerti kondisi Hermione, memeluk dirinya dengan lembut.

“Hei...” Bisik Theo.

“Gue gak tau... Semuanya berantakan... Gue gak tau The...”

Theo mengusap punggung Hermione berharap wanita itu tenang, namun Ia juga tidak tenang. Apalagi melihat sahabatnya bertaruh nyawa didalam.

Hermione menangis keras dipelukan Theo, dan Theo terus mengusap pundaknya.

Tidak ada yang berbicara diantara mereka, Theo membiarkan Hermione untuk mengeluarkan semua rasa sakit dan rasa sesaknya. Theo membiarkan bajunya basah dengan air mata Hermione.


Sudah 2 minggu Draco tak sadarkan diri, dan semua selalu ada di sampingnya. Draco masih dirawat di ruang ICU dan hanya 1 orang saja yang dapat menjenguknya.

Siang ini, Theo dan Hermione sedang makan siang di kantin rumah sakit.

“Mr. Malfoy baik..” ucap Hermione di tengah keheningan.

“Dia emang baik. Dia orang terbaik menurut gue. Lo tau? Waktu dia berlutut itu, adalah berlutut pertama dia di hadapan orang lain.”

Hermione berhenti mengunyah dan menunduk, merasa bersalah.

“Makanya gue tembak Daphne. Gue gak terima sahabat gue berlutut didepan orang licik kayak Daphne.”

Hermione tersenyum mengerti.

“Gue egois ya The?”

Theo tersenyum, “Gue ngerti kok lo saat itu pasti kaget kan sampe sampe kabur? Gue kalau jadi lo juga pasti akan melakukan hal yang sama. Semua ini rumit Mi, percaya sama gue. Lo dan Draco adalah suatu kerumitan yang entah apakah bisa di pecahkan atau enggak.”

Theo menyimpan sendoknya. “Mi, gue tau lo gak terima sama keputusan gegabah yang Draco ambil itu.. tapi percaya sama gue, Draco itu baik. Dan gue rasa, dia jatuh cinta sama lo.”

Hermione menggelengkan kepalanya. “Gak mungkin.”

“Iya emang gak mungkin. Tapi ini kenyataan. Lo inget waktu dia nolongin lo dari racun itu? Itu salah satu buktinya. Dan sekarang juga itu adalah salah satu bukti dia cinta sama lo..”

”.. Gue saksi hidup dia yang kacau dan berantakan, Hermione. Keluarga Granger menghancurkan semua nya. Keluarga Granger menghancurkan kehidupan dia. Dia hidup sendiri di dunia ini dari umur dia masih kecil. Bahkan dia menyaksikan sendiri kematian kedua orang tuanya. Sorry Mi, gue ngomong kayak gini bukan mau ngebela dia dan ngebenerin tindakan dia yang bunuh orang tua lo, enggak.. sama sekali enggak. Gue cuman ngomong sesuai dengan pandangan gue..”

Hermione terdiam dan mendengarkan Theo dengan matanya yang berkaca-kaca.

“Kalau lo mau tau, target sebenernya dia itu lo, Mi.. Lo target sebenernya, tapi Draco lama buat ngelakuin itu sampe sampe dia jatuh cinta sama lo..”

Hermione meneteskan air matanya. Entah mengapa kini rasanya Ia menjadi sesak. Ia membenci Draco, namun Ia juga mencintai nya.

“Lo sendiri gimana? Lo benci sama dia ya?”

Hermione menoleh, dia terdiam. Tidak mengangguk apalagi menggelengkan kepalanya.

“Lo boleh benci dia, Mi.. Kita semua ngerti.”

“Theo..”

“Bahkan kalau lo mau pulang, lo bilang aja, nanti gue anterin. Gue cuman mau urusan keluarga lo dan keluarga Malfoy selesai. Tolong jangan perpanjang ini Mi. Tolong biarin hidup Draco tenang, tolong biarin hidup Draco tentram, tanpa dendam. Gue mohon Mi. Udah cukup selama ini gue liat dia sering nangis sendirian di kantor sambil megang foto kedua orang tuanya. Cukup, Mi. Gue gak mau lagi liat sisi lemah dari Draco Malfoy yang selalu dia sembunyiin dari orang lain. Gue gak mau.”

Hermione menatap Theo dengan matanya yang penuh air mata.

“Bahkan kalau perlu gue sujud didepan lo, gue bisa lakuin itu. Tolong maafin Draco, Hermione. Gue sayang sama dia, gue tau pahitnya hidup dia, gue tau, Mi. Tolong..”

“Gue...”

“Tolong Mi..”

“Gue gak tau The.. Apa yang lo rasain itu gue juga rasain.. Gue gak bisa ninggalin dia, The.. Gak bisa..”

“Tinggalin dia Mi, jangan stay karena rasa kasian atau bersalah, gue mohon..”

Hermione menatap Theo. Ia tidak menyangka Theo berkata seperti itu.

“Maksud lo?”

“Draco gak pernah jatuh cinta kepada seorang wanita sedalam dia cinta sama lo, Hermione. Gue gak mau suatu saat dia patah hati karena tau lo stay karena kasian dan ngerasa bersalah. Gue gak mau.”

“The..”

“Tolong Mi..”

“Gue gak bisa tinggalin dia, The. Gue stay bukan karena rasa kasian atau bersalah. Gue gak bisa The. Gue—”

“Do you love him?”

“The...”

“Do you love him? Answer me.”

Hermione terdiam.

Theo tersenyum kecil dan meminum minuman didepannya.

“Lo masih bingung tapi gue yakin, lo cinta sama dia.”


© urhufflegurl_

In the middle of night.

***

Tw // harsh word // Mention fight // sharp object mention // blood.


Tepat pukul 11 malam, Draco, Pansy, Theo dan Blaise sampai di sebuah tempat yang cukup jauh dari kediaman Draco, Malfoy Manor.

Tempat yang sangat asing bagi mereka.

Asing dan gelap.

“Hermione takut gelap. Pasti dia ketakutan didalam sana.” Batin Draco.

“Kita mencar. Gue ke barat, Pansy sama Blaise ke arah timur, Theo lo ke arah utara. Biar selatan sama suruhan gue.” Perintah Draco, dan semua menuruti perkataannya.

Mereka berpencar, tentu dengan senjata yang telah mereka siapkan sebelumnya.

Entah apa yang ada di pikiran Draco, mengapa Ia harus menyelamatkan anak dari orang yang telah membunuh kedua orang tuanya?

Mengapa Ia menyelamatkan anak dari orang yang telah merenggut kebahagiaan nya dari kecil?

Mengapa?

Sebanyak dan sedalam apapun Ia bertanya, Ia tidak akan menemukan jawaban. Karena jawaban itu ada pada dirinya sendiri.

Tak ada satupun jejak Hermione, Daphne atau Tom disana. Mereka benar benar licik dan hebat. Bahkan gedung ini sangat sepi, hanya suara angin malam saja yang terdengar.

Sudah 30 menit mereka mencari dan mengelilingi sekitar gedung, namun mereka sama sekali tidak menemukan yang mereka cari.

“Satu tempat yang belum kita injak.” Ucap Theo menatap salah satu sisi disana.

Draco mengangguk, Ia melangkah lebih dulu di susul oleh teman temannya.

Orang suruhan Draco masih berpencar, mereka semua mencari di bagian luar gedung. Siapa tau Daphne membawa Hermione kesana kan?

“Ini yang kalian cari?”

Semua membalikkan badan mereka.

Disana, Hermione berdiri dengan tangan yang diikat dan mulutnya di tutup oleh lakban hitam.

“Hermione.” Lirih Draco, Ia tidak tega melihat Hermione di sekap dan diperlakukan kasar oleh orang lain.

Hanya dirinya yang boleh.

Daphne tersenyum penuh kemenangan. “Gimana? Kebenaran akhirnya terungkap kan?”

“Anjing. Gue gak nyangka lo berkhianat Daph.” Ujar Theo meludah ke arah kirinya.

“Theo Theo... Lo bodoh! Lo selama ini gabung sama orang orang bodoh!”

“Bukan gue yang bodoh. Tapi lo! Lo bodoh! Apa yang lo cari, huh?!” Teriak Theo. Dia paling tidak suka orang yang berkhianat.

Daphne menyunggingkan senyumnya. “Satu hal. Cuman harta.”

“Harta? Lo kan kaya raya Daph?” Balas Pansy.

“No, semua itu gak cukup, Pans. Bahkan lo aja harus bunuh orang kan untuk mendapatkan harta?”

Rahang Pansy mengeras, tangannya mengepal. Itu rahasia diantara mereka. Mereka telah berjanji, tak akan membocorkannya kepada siapapun. Mereka berjanji akan saling menjaga rahasia mereka.

Tapi Daphne malah berbicara lantang didepan banyak orang, termasuk Hermione.

“Dan lo Draco, gimana rasanya udah bunuh orang tua Hermione dengan cara mengenaskan? Bahkan sampe sekarang, lo gak tau kan dimana jasad mereka?”

Hermione menatap Draco dengan tajam, sedangkan Draco menggelengkan kepalanya.

“Lo jangan sok tau Daph.”

“Gue tau semua, Drake.”

“Lo mau apa?”

“Gue mau seluruh Manor dan isinya buat gue, simple kan?”

“Gila.” Ucap Theo tertawa sarkas.

“Gila, lo gila Daph.” Lanjutnya.

“Gila? Lo sendiri yang bilang kalau di dunia ini harta adalah yang paling utama, Theo. Bahkan, lo harus ninggalin orang tua lo demi ini kan?”

“Bangsat.” Umpat Theo.

Daphne melepaskan lakban di mulut Hermione dengan keras, hingga wanita itu meringis kesakitan.

“Sekarang, lo pilih aja Drake, lo pilih harta lo atau— lo pilih dia?”

Hermione daritadi tidak berhenti menatap Draco dengan tajam. Tatapan itu adalah tatapan penuh kebencian. Namun jauh didalam tatapan itu, Draco dapat melihat ada tatapan ketakutan.

Seperti tatapan yang meminta pertolongan.

Namun di mata Hermione sekarang, Draco tidak lebih dari seorang pembunuh.

“Atau— Hermione, apa lo mau kembali ke dia?”

Hermione terdiam, Ia menunduk. Ia melirik ke senjata yang ada di saku Daphne, ingin sekali rasanya Ia mengambilnya dan menembak kepalanya sendiri. Sungguh ingin.

“Hermione.” Lirih Draco.

Hermione menoleh.

“Gue bisa jelasin semuanya, gue mohon.” Lanjut Draco.

“Ini semua gak seperti yang lo kira.”

Hermione menggelengkan kepalanya. “Jahat.”

“Enggak, gak gitu—”

“JAHAT! LO JAHAT! Lo udah bawa gue, jauhin gue dari orang tua gue. Lo sekap gue, lo perintah apapun yang lo mau, dan lo janji lo gak akan bunuh orang tua gue. Tapi nyatanya apa? Nyatanya lo bunuh orang tua gue, lo jahat!” Teriak Hermione menangis, sementara Daphne tersenyum menang.

Draco menggelengkan kepalanya. “Enggak, plis.”

“Hermione.. denger gue, gue tau persis gimana semua kejadian ini. Kita omongin baik baik ya? Plis, Daphne orang jahat. Lebih jahat dan licik dari kita semua.” Ucap Theo dengan lembut membuat Daphne tertawa sarkas.

“Daph, lepasin dia.” Pinta Draco.

“Seorang Draco Malfoy meminta tolong? Hanya demi seorang anak yang telah menghancurkan kehidupannya?”

Hermione menoleh dan menatap Daphne lalu Draco bergantian. Ia benar benar tidak mengerti akan semua hal ini. Tidak mengerti.

“Lo bilang lo mau bunuh dia?” Tany Daphne.

“Daph—”

“And than, let's do it, Malfoy. Di saku lo ada pistol kan? Let's do it. Sasaran lo empuk banget nih, tinggal di tembak dan— mati.” Bisik Daphne namun menusuk.

“Daph, tolong.”

“Atau mau gue wakilin?” Daphne mengeluarkan senjata tajamnya dan mengarahkannya ke kepala Hermione yang membuat semua menjadi tegang seketika.

“Jauhin itu bangsat!” Teriak Theo.

Daphne mengangkat halisnya. “Gue wakilin, Draco.”

“Lo mau apa? Lo mau apa Daph?”

“Simple. Gue mau lo berlutut di hadapan gue sekarang.”

Pansy, Theo dan Blaise sama sama melotot dan menggelengkan kepalanya.

“Anjing. Gak waras lo Daph.” Pekik Blaise tak terima.

“Gue cuman mau tau apakah benar seorang Draco Malfoy berani berlutut demi anak dari orang yang telah menghancurkan kehidupannya?”

Daritadi tatapan Draco tidak lepas dari Hermione yang juga menatapnya. Perlahan Hermione menggelengkan kepalanya, namun Draco mengabaikannya.

Malam itu, Draco Malfoy perlahan menekuk lututnya dan sujud di hadapan Daphne.

Di hadapan sahabat sahabatnya, dan dihadapan semua anak buahnya, dia berlutut demi seorang Hermione Granger.

Tentu mereka semua terkejut akan hal itu. Draco adalah orang yang sangat tangguh akan pendiriannya. Ia tidak takut terhadap apapun dan kepada siapapun, dan ia tidak pernah sudi sujud atau berlutut didepan orang lain.

Draco pernah mengatakan bahwa jika suatu saat Ia berlutut didepan orang itu, maka Draco telah menjadi pecundang dan kalah.

Dan disinilah Ia malam ini, menjadi lelaki yang pecundang dan kalah.

“Drake...” Lirih Pansy tak percaya. Begitupun dengan Theo dan Blaise yang sama juga tidak percaya. Rasanya mereka ingin menarik Draco untuk kembali berdiri.

Melihat Draco berlutut dan menunduk rasanya adalah suatu penghinaan. Mereka tidak suka melihat sahabatnya dihina, bahkan oleh orang yang telah mengkhianati nya.

“Gue mohon lepasin Hermione.” Ucap Draco kepada Daphne yang telah menyeringai menang.

“Gue mohon..”

Hermione semakin menangis. Entah mengapa Ia merasa hatinya sangat sakit melihat Draco berlutut didepan Daphne hanya karena Ia.

Hermione tau kesalahan kedua orang tuanya sangat besar. Hermione tau itu. Bahkan Draco hidup sebatang kara sudah lama.

Mengapa Draco berani melakukan ini semua?

Harusnya ia membiarkan Hermione mati disini. Lagipula bukankah itu tujuannya? Membunuh Hermione. Bagus juga jika Hermione mati ditangan Daphne, Draco jadi tidak perlu mengotori tangannya untuk membunuh Hermione. Tapi mengapa ia malah berlutut demi dirinya? Mengapa?

Melihat hal itu, Hermione mengambil celah untuk kabur. Ia ingin berlari menuju Draco dan menariknya untuk berdiri. Ia tidak suka melihat Draco berlutut didepan Daphne. Benar benar tidak suka.

Ia tahu sejahat dan sekejam apa Daphne. Daphne tidak pantas mendapatkan ini.

Hermione menarik tangannya dengan paksa dan berlari menuju Draco membuat semua kacau.

“Hermione?” Lirih Draco memeluk Hermione.

Saat Hermione kabur, Daphne segera mengacungkan pistolnya mengarah tepat ke arah Hermione dan Draco. Begitupun Tom dan juga anak buahnya.

Theo, Blaise dan Pansy menghalangi Hermione dan Draco. Mereka berdiri didepan Hermione dan Draco. Bukan hanya mereka, tapi anak buah Draco juga.

Melihat adanya kesempatan, dengan segera Draco melepaskan ikatan di tangan Hermione.

“Tolong berdiri. Jangan kayak gini. Tolong.” Lirih Hermione menangis.

Draco mengangguk dan segera berdiri. Ia memeluk Hermione. Ia memeluk Hermione dengan erat dan dengan tangisannya.

Ada 2 hal yang terjadi malam ini. 2 hal yang sangat tidak menggambarkan Draco Malfoy. Yaitu pertama, Draco berlutut dihadapan orang lain, dan yang kedua, Draco menangis. Kedua hal itu Draco lakukan hanya untuk Hermione Granger.

Hermione juga memeluk Draco dan menangis.

Di sisi lain, semua menjadi kacau. Mereka berkelahi satu sama lain, tanpa terkecuali.

“Diem disini. Oke?” Pinta Draco kepada Hermione.

“Mr. Malfoy...”

Draco menoleh.

“Tolong jangan terluka.. Saya mohon...”

Draco tersenyum singkat lalu mengangguk, Ia pun bergabung dengan mereka yang sedang berkelahi satu sama lain.

Ada yang saling adu senjata, ada juga yang sudah tumbang.

Rasanya ruangan ini benar benar seperti penjara mematikan. Semua orang tidak ragu untuk mengeluarkan senjata mereka dan membunuh lawannya.

Semua orang.

Disaat lawannya sudah tumbang, Theo melihat Daphne dengan penuh emosi. Ia tidak terima Daphne menghancurkan hidup Draco begitu saja. Ia tidak suka melihat Draco berlutut didepannya. Ia tidak suka melihat Draco kalah.

Theo yang sedari tadi berkelahi hanya menggunakan tangan kini perlahan Ia mulai mengeluarkan pistolnya, dan—-

Dor!

Semua terdiam dan berhenti ketika melihat Theo menembakkan peluru tepat di perut Daphne sehingga perempuan itu terjatuh dan terbatuk.

“The?” Lirih Pansy tak percaya.

Tak terima sang kekasih di tembak, Tom segera mengacungkan pistolnya ke arah Hermione.

“Hermione!”

Dor!

“DRACO!!”

Dor!

“STOP!”

Dor!

Pansy menembakkan pistol itu tepat di kaki Tom. Dengan segera Ia juga mengambil pistol yang ada di tangan Tom.

Draco terjatuh dipelukan Hermione. Tangan Hermione penuh dengan darah Draco yang keluar dari perut dan kakinya.

2 kali Draco kena tembakan demi menyelamatkan Hermione.

“Mr. Malfoy... Plis.. tolong.. jangan...” Bisik Hermione mengusap wajah Draco.

Draco tak bisa mengatakan apapun. Yang Ia rasakan kini hanya rasa sakit dan sesak luar biasa. Di hadapannya hanya terbesit bayangan putih yang menampakkan dirinya sedang tertawa bersama kedua orang tuanya.

Perlahan, bayangan putih itu menjadi bayangan hitam dan gelap.

“No! Mr. Malfoy! No!!” Teriak Hermione histeris melihat Draco memejamkan matanya.

Di tengah malam yang dingin itu, Hermione menyadari perasaan yang seharusnya tidak ada di antara mereka.

Draco mencintai Hermione, bahkan lelaki itu berani mempertaruhkan nyawanya demi Hermione sebanyak 2 kali. Bahkan hingga seterusnya.

Dan Hermione juga mencintai nya.

Ia mencintai lelaki yang sudah membunuh kedua orang tuanya hanya karena dendam.

Dan Ia tidak bisa meninggalkannya.


© urhufflegurl_

Dilema.

***

Maukah lagi kau mengulang ragu Dan sendu yang lama Dia yang dulu pernah bersamamu Memahat kecewa Atau kau inginkan yang baru Sungguh menyayangimu

Hermione menoleh ketika lagu itu terdengar dari ponsel Ginny, wanita yang sedang tiduran di sebelahnya.

“Kenapa denger lagu itu sih?” Tanya Hermione.

“Lah emang kenapa? Ini lagu ada di playlist gue tau. Enak lagunya.” Balas Ginny.

Hermione menghela napasnya dan helaan itu terdengar oleh Ginny.

“Kenapa? Relate sama lo ya?” Tanya Ginny bangun dari tidurnya dan duduk di sebelah Hermione.

“Gue bingung Gin.. bingung langkah apa yang harus gue ambil.”

Separuh jalan pernah dilewati Meski ada kecewa Aku yang dulu tak begitu lagi Takkan ku ulangi Jangan duluan kau berpaling Beri ku kesempatan

“Menurut lo gimana Gin?” Tanya Hermione.

“Udah sampe mana usaha mereka buat dapetin lo? Udah keliatan belum bedanya apa?”

Hermione sedikit berpikir, memang ada beda diantara keduanya. Tidak mungkin tidak sama. Namun justru perbedaan itu lah yang membuat Hermione semakin bingung.

Entahlah, rasanya Hermione benar benar bingung.

Karena kunjung tak ada jawaban, Ginny mendeham. “Ekhem. Gimana?”

Hermione lagi lagi menghela nafasnya. “Jujur, gue lebih condong ke Draco,sih. Cuman...”

“Cuman?”

“2 tahun sama Theo itu gak mudah buat gue lupain gitu aja Gin. Lo ngerti kan?”

“Gini ya Mi.. sama Theo itu masa lalu ya yaudah masa lalu. Masa sekarang dan masa depan itu beda. Lo sekarang pilih Draco juga belum tentu jodoh lo dia. Iya gak? Coba gue tanya sama lo, Draco sama Theo itu bedanya dimana?”

Hermione menatap Ginny lekat lekat, yang ditatap hanya diam dan mengangkat halisnya.

“Andai kata love language, gue rasa Draco ini love language nya quality time sama act of service. Sedangkan Theo, act of service sama word of affirmation.”

“Dan lo?”

“Act of service sama quality time.”

“Jadi?”

“Draco?”

Ginny hanya mengangkat kedua pundaknya dan kembali memainkan ponselnya, sedangkan Hermione semakin terlena dengan pikirannya sendiri.

Layak untuk cantikmu, itu aku


© urhufflegurl_

Kenangan Manis.

***

Hermione mematikan laptopnya yang sedang menayangkan drakor kesayangannya ketika Ia mendengar suara motor Theo sudah terdengar.

Ia pun mengganti pakaiannya dan menghampiri Theo yang sudah berdiri didepan rumahnya.

“Hai, selamat malam.” Sapa Theo kepada Hermione.

“Malam, The. Ya ampun banyak banget bawa makananya? Masuk masuk..”

“Diluar aja Mi, gak enak.”

“Yaudah..”

Mereka pun duduk di halaman rumah Hermione, diluar dengan makanan yang dibawa oleh Theo. Jajanan lawson, kesukaan Hermione.

Ya, Hermione itu suka jajan. Sama seperti wanita lain. Dan Theo mengerti akan kebutuhan pokok wanita itu.

“Kemarin sama Draco kemana aja malem malem?” Tanya Theo.

“Ke mcd aja, gak kemana mana. Oh iya The, bunda apa kabar?”

“Baik, dijaga terus sama Theo mah bunda pasti baik baik aja, Mi.”

Hermione tersenyum mendengarnya. “Syukur deh.”

“Kenapa nonton itaewon class lagi?”

Hermione terdiam, dulu drama korea yang viral itu pernah Hermione tonton bersama Theo. Bukan Hermione yang menangis, malah Theo yang menangis karena ceritanya yang menyentuh.

Drakor itu salah satu drakor kesukaan Theo. Dan Hermione menontonnya lagi malam ini.

Bukan untuk mengenang kenangan manis, tapi Hermione hanya iseng saja karena gabut dan bingung mau menonton apa.

“Iseng aja sih. Jangan geer deh.”

Theo sedikit tertawa. “Karena inget aku juga gapapa kali.”

“Dulu kita nonton dimana ya The drakor itu? Di sekolah bukan sih?”

Theo mengangguk, “Iya dan di rumah. Inget gak waktu nonton di rumah aku, bunda ikut nonton. Eh dia malah ceramah katanya bagus itu buat anak muda karena cerita drakornya kan soal kerja keras. Dan bunda malah nyuruh aku buat kerja.”

Hermione tertawa. “Gue inget banget soal itu. Aduh gue jadi kangen berkali kali lipat sama Bunda.”

“Bunda juga kangen sama kamu. Apalagi anaknya.”

Hermione terdiam. Sempat ada beberapa waktu untuk keheningan bergabung dengan mereka.

“Sekarang kita cuman bisa berandai andai ya. Andai dulu aku denger penjelasan kamu. Andai dulu aku gak kemakan gosip murahan itu. Andai dulu, aku gak punya nafsu untuk balas dendam. Kayaknya sekarang aku masih genggam tangan kamu, Hermione. Aku masih jadi lelaki paling bahagia di dunia ini. Andai..”

Theo menunduk menyesali perbuatannya dulu. Untuk mendapatkan Hermione itu tidak mudah karena wanita itu cuek dan bahkan dulu Hermione tidak menyukai Theo karena baginya Theo adalah lelaki tidak jelas dan memiliki selera humor yang rendah.

Eh, lama lama dia luluh juga dan malah ikut tidak jelas dan memiliki selera humor yang rendah seperti Theo.

Namun, Theo malah menyianyiakan semuanya dengan rasa cemburu yang lebih besar dibanding rasa sayang dan pikirannya.

Jadi Theo harus kehilangan semuanya.

“Tapi kan gue udah maafin lo, The. Lo juga nyesel kan?”

Theo mengangguk mantap. “Banget. Aku nyesel banget, Mi. Makanya sekarang cuman bisa berandai andai.”

Hermione tersenyum, entahlah bagaimana perasaannya sekarang.

Terjebak diantara 2 cinta yang mengejarnya benar benar membuat Hermione sedikit sesak. Ia bingung harus mengambil langkah yang mana.

Menjalin hubungan dengan orang baru, atau kembali bersama masa lalu?

“Oh iya Mi, buku yang kamu tunggu tunggu dari dulu udah restock lagi tau.”

“Masa? Emang lo inget bukunya?” Tanya Hermione.

Theo mengangguk, Ia mengeluarkan ponsel nya dan memperlihatkan postingan yang menunjukkan buku yang Hermione mau itu dijual.

“Nih.” Ucap Theo tersenyum sambil melihat ke arah Hermione.

“Ih iya! Kok lo masih inget aja sih? Gue aja lupa. Gila, udah lama banget ya itu buku gak restock, sekarang open PO lagi.” Balas Hermione senang.

Melihat Hermione senang adalah suatu kebahagiaan bagi Theo. Makanya dari dulu ia selalu berusaha untuk mengerti wanita itu, hingga akhirnya Ia benar benar mengerti apa yang wanita itu butuhkan.

“Masih suka aja sama buku modelan gini. Dasar!” Ucap Theo mengusap perlahan rambut Hermione.

“Dulu kita rela antri buat beli bukunya secara langsung. Inget gak The?”

“Inget dong. Kamu pengen ketemu penulisnya langsung dan aku anter kamu.”

“Hahaha iyaa! Inget banget.”

Theo tersenyum. Semua kenangan manis bersama Hermione tidak akan pernah Ia lupakan sampai kapanpun.

“Mi, apakah semua kenangan manis yang kita pernah lewati akan menjadi alasan untuk kita kembali?”

“Apa masih ada secercah harapan untuk aku kembali?”

Di tengah serunya mereka mengobrol, tiba tiba handphone Theo berbunyi.

“Bunda vc. Kayaknya bunda kangen banget nih sama mantunya.” Ucap Theo membuat Hermione semangat.

“Mau vc sama bunda, mau mau!”

Theo gemas sendiri melihat Hermione.

“Hallo assalamualaikum bunda cantik..” sapa Theo kepada bunda yang sudah terlihat wajahnya di layar handphonenya.

“Waalaikumsalam Theo ganteng. Mana Hermione nya nak? Kok gak ada? Katanya tadi kamu ke rumah Hermione.”

“Ada nih di samping Theo.”

“Bundaaa! Ih kangen banget sama Bunda!” Sapa Hermione mendekatkan kepalanya dengan Theo agar terlihat di kamera.

“Hermione cantik, Bunda juga kangen banget sama kamu nak. Kamu apa kabar sayang?”

“The, gue ngobrol sama Bunda ya?”

Theo mengangguk dan memberikan handphonenya kepada Hermione.

“Bunda, aku baik banget nih kabarnya. Kangen banget juga sama Bunda.”

Theo membiarkan Hermione mengobrol dengan Bunda nya. Ia senang melihat Hermione dekat dengan Bunda. Karena baginya, Bunda dan Hermione adalah 2 orang yang sangat ia sayang dan kebahagiaan mereka berdua adalah segalanya.

“Aku sayang banget sama kamu, Hermione..”

“Tolong hilangkan ragu dihati kamu, Hermione. Mari ulang hari baru..”


© urhufflegurl_

Strawberry and Cigarettes

***

“Menu baru nya apa?” Tanya Hermione yang duduk di dalam mobil bersama Draco.

Sebelumnya, Draco sudah meminta izin kepada Hermione dirinya membawa mobil karena dia hanya ingin drive thru saja dan memakan es krim didalam mobil sambil melihat pemandangan kota Jakarta di malam hari.

Dan Hermione menyetujuinya.

“Tuh, strawberry.” Balas Draco menunjuk ke salah satu menu es krim.

“Waw, lo tau gue suka strawberry?”

“Tau dong. Gue tau lo suka strawberry, gue tau lo suka cheesecake, gue juga tau lo suka baca buku genre fantasy, romance. Bahkan gue juga tau lo suka baca au sama wattpad. Iya gak?”

Hermione tertawa kecil, “Intel ya lo?”

“Gue cenayang.”

“Ish, dasar!” Hermione memukul kecil lengan Draco.

“2 tahun sama Theo apa gak sayang putus, Mi?”

Pertanyaan itu entah mengapa mengalir begitu saja dari mulut Draco. Jujur, Ia sangat ingin menanyakan tentang perasaan Hermione sekarang. Banyak sekali pertanyaan yang bersarang di otaknya.

Apakah Ia masih merindukan Theo? Apa Ia menyesal putus dengan Theo?

Atau..

Apakah Ia masih mencintai Theo? Apa dihatinya masih ada nama Theo?

Karena setiap kali Draco ingin maju, semua pertanyaan itu tiba tiba menyerbu pikirannya.

Hermione sendiri, Ia terkejut mendengar pertanyaan itu dari Draco. Namun, Ia berusaha merangkai jawaban dengan santai.

“Ntar aja deh jawabnya. Giliran kita yang pesen.” Ucap Draco tersenyum kepada Hermione.

Hermione mengangguk dan menurut kepada Draco.


Setelah memesan beberapa menu di McD, mereka diam di salah satu jalanan yang cukup ramai. Mereka duduk di bagasi mobil yang di buka dan pemandangan yang mereka lihat ialah pemandangan kota Jakarta di malam hari yang penuh dengan cahaya lampu rumah rumah disana.

Hermione mengambil suapan pertama, dan baginya es krim ini sangat enak! Draco benar benar mengerti apa yang Ia suka.

“Gue boleh ngerokok?” Tanya Draco kepada Hermione.

“Sure.”

Hermione tahu Draco merokok, bahkan Theo pun perokok. Ya, dia memaklumi kebutuhan pokok lelaki yang satu itu.

Draco duduk di sebelah Hermione yang dimana Ia mencari tempat angin yang berlawanan dengan Hermione. Ia tidak mau asap rokok mengenai Hermione.

“Jadi mau jawab pertanyaan gue tadi?” Tanya Draco sambil menghisap rokok di tangannya.

“Hmm, dibilang sayang sih ya sayang.. cuman... Entahlah.”

Hermione rasanya ingin tertawa dan menangis bersamaan.

Alasan mereka putus itu sedikit rumit. Karena Theo cemburu kepada Harry yang selalu menempel dengan Hermione. Dan gosip antara Harry dan Hermione cukup ramai di sekolah. Makanya Theo marah dengan memberikan silent treatment kepada Hermione.

1 minggu Theo diam dan cuek kepada Hermione, Hermione akhirnya bisa mengobrol dengan Theo. Namun, Hermione memutuskan untuk mengakhiri hubungan mereka karena Hermione pikir Theo sebagai pacar tidak mengerti bahwa Hermione juga butuh seorang sahabat. Dan yang menambah rumit adalah Theo yang balas dendam kepada Hermione dengan sering berinteraksi dengan Luna.

Begitulah kira kira.

“Gue ngerti di posisi Theo saat itu. Gue sedikit kaget juga sih sama gosip itu. Gue pikir juga bener soalnya gue juga pernah liat lo sama Harry pelukan di taman.”

“Apa yang lo denger soal gue sama Harry, Drake?”

“Yang gue denger? Lo sahabatan sama Harry, Ginny, Ron. Ginny suka sama Harry tapi Harry malah pacaran sama Cho. Akhirnya Ginny pacaran sama Dean. Terus, Harry Cho putus, eh Ginny juga ikutan putus. Terus, Harry curhat sama lo karena dia suka sama Ginny, Harry sering ngajak lo keluar karena Harry butuh temen curhat. Is that true?”

Hermione melotot mendengar penjelasan Draco. Bagaimana bisa lelaki itu tau semua?

“Itu yang lo denger?” Tanya Hermione.

“Nope. Itu yang gue tau. Yang gue denger cuman gosip lo selingkuh sama Harry, padahal gak bener kan?”

Hermione mengangguk. “Disaat Theo percaya gosip itu, lo ternyata gak percaya.”

“Tentu gue gak percaya. Bahkan dulu gue udah bilang sama Theo gak mungkin Hermione selingkuh sama Harry. Eh itu anak malah bilang gue gak ngerti apa-apa. Ya gue biarin aja.”

Hermione tersenyum, hati nya sakit jika mengingat moment itu. Moment dimana Theo benar benar cuek kepada Hermione.

“Yang bikin gue sakit adalah.. dulu Theo manas manasin gue dengan dia sering jalan sama Luna. Lo tau kan?”

Draco mengangguk. “Gue sempet hajar dia karena itu. Cowok bajingan kayak dia gak pantes sama lo Mi. Tapi namanya cinta, ya bisa aja lo balik lagi sama dia. 2 tahun sama dia itu gak mudah kan? Bahkan lo udah deket sama Bunda.”

Hermione tersenyum. Hermione tahu dulu Draco dan Theo pernah bertengkar gara gara dia. Gara gara Theo terus bermesraan dengan Luna sedangkan posisi Theo dan Hermione masih pacaran.

Draco tak terima. Menurut dia, cara Theo membuat Hermione cemburu benar benar pengecut.

“Dari situ gue belajar bahwa komunikasi adalah segalanya, Drake. Andai dulu Theo dengerin penjelasan gue, kita gak akan kayak gini.”

Tak terasa, air mata Hermione meleleh dan membasahi pipinya.

“Dulu bener bener masa dimana gue sama Theo itu hancur, Drake. Gue pikir dia bener bener sayang sama gue, tapi— kenapa harus ada Luna? Kenapa harus ada dia? Andai dia gak ada, gue gak akan mutusin dia, Drake. Gue pasti mertahanin dia.”

Tak tega melihat Hermione menangis, Draco membuang rokoknya dan membuka jaketnya. Lalu Ia memeluk Hermione dari samping.

“Kenapa dilepas jaketnya?” Tanya Hermione.

“Bau rokok. Gue gak mau lo sesek karna bau rokok di jaket gue.”

“Sini, nangis di pundak gue Mi. Gue siap apapun itu dan siapapun itu penyebab air mata lo.”

Hermione tersenyum. Air matanya berhenti keluar karna perlakuan dari Draco yang manis ini.

“Udah nangisnya! Gamau nangis lagi karena dia!” Ucap Hermione menghapus air matanya.

Draco tersenyum dan mengusap rambut Hermione dengan lembut.

“Apapun perasaan lo sekarang, gue harap itu yang terbaik buat lo, Mi. Selama ini gue tahan perasaan gue karena gue tau di dalam hati lo cuman ada Theo. Gue mah cuman bagian ngehajar dia aja kalau dia nyakitin lo. Selebihnya, gue cuman bisa mengagumi lo dari jauh, Hermione.”

Malam itu, Hermione mendapatkan sedikit celah langkah dan pilihan mana yang harus Ia ambil.

“Ayo lanjut makan es krimnya, sayang tuh cair kan.”

Hermione sedikit tertawa, “Yaudah ayo lanjut ngerokok lagi dong. Sayang tuh rokonya masih setengah udah dibuang.”

Draco tertawa dan lanjut menyalakan rokok miliknya.

Malam itu, Hermione dengan es krim strawberry dan Draco dengan rokok ditangannya. Mereka nyaman dan bahagia dengan cara mereka masing masing.

Tentu dengan obrolan manis dan tawa yang riang.

Ditengah dinginnya malam, mereka merasakan kehangatan didalamnya.


© urhufflegurl_

Moon and star

***

Tepat pukul 7 malam, Pansy sudah siap. Entahlah apa yang harus Ia kenakan, Ia bingung Harry akan mengajaknya kemana jadi Ia asal saja. Ia hanya menggunakan celana jeans, kaos serta hoodie kesayangannya. Style Pansy. Benar benar Pansy.

Tepat pukul 7 malam ini, Harry sampai dirumah Pansy. Lelaki itu segera turun dari motornya dan mengetuk rumah Pansy.

Tak butuh waktu lama, Pansy pun keluar dari rumahnya.

“Lo macem macem ya?!” Gretak Pansy saat membuka pintu.

Harry yang mendapatkan gretakan itu kaget. “Baru juga dateng.”

“Lo mau ngajak gue kemana hah?! Lo pasti mau macem macem kan? Awas aja ya kalau macem macem. Gue bawa cairan cabe!”

Harry terkekeh pelan. “Iya gak akan macem macem.”

“Mau ajak gue kemana?”

“Ke tempat yang bakal bikin lo kagum dan gue jamin lo akan maafin gue.”

Pansy menatap Harry dengan sinis. “Macem macem kan?”

“Iya.”

Plak!

Sambil meringis, Harry tertawa kecil. “Beneran kasar ternyata.”

“Gue kasar sama lo! Awas aja kalau macem macem!”

“Iya, enggak.”


Harry menghentikan motornya di depan tukang nasi goreng yang sangat ramai. Seenak apa nasi goreng ini? Mengapa seramai ini? Dan mengapa Pansy baru tau tempat ini?

“Ayo.” Ajak Harry.

“Lo ngajak kesini? Ngapain?” Tanya Pansy cemas.

Pansy merasa lebih aman di bar sepertinya.

“Minta maaf.”

Pansy terdiam, Ia tidak berjalan sedangkan Harry berjalan, dan Harry membalikkan badannya melihat Pansy sambil tersenyum. Lelaki itu mengedipkan matanya sambil berjalan mundur membuat Pansy melotot seketika.

“Ayo. Nasi goreng disini best banget gue yakin lo suka.” Ajak Harry mengangkat halisnya.

Pansy pun akhirnya menurut. Ia mengikuti Harry dan memperhatikan lelaki itu memesan 2 porsi nasi goreng.

“Lo suka pedes?” Tanya Harry. Pansy mengangguk.

“Ada yang lo gak suka?” Tanya Harry lagi.

“Lo.” Balas Pansy singkat.

Harry tersenyum singkat dan memesan 2 porsi nasi goreng komplit. Setelah itu, Ia jalan menuju tangga.

“Mau kemana?” Tanya Pansy.

“Udah ayo.”

Tak banyak protes, Pansy mengikuti Harry dari belakang. Sungguh, tempat ini cukup ramai namun tak ada satupun orang yang melihatnya, semua dengan urusannya masing masing.

Ada yang sedang pacaran, ada yang sedang makan sendiri, ada yang makan bersama sahabatnya, bahkan ada juga orang tua makan hangat dengan anaknya.

Pandangan Pansy tak bisa lepas dari semua itu. Sungguh, pemandangan ini membuat Pansy tersentuh.

“Sampe! Ayo duduk.” Harry duduk lebih dulu di salah satu bangku disana.

“Wow.” Pansy terdiam terkesima dengan apa yang ada didepannya.

Bangunan ini seperti bangunan lama, kosong namun terjaga dan bersih.

Di lantai satu ada beberapa pedagang, dan di lantai dua ini adalah spot terenak untuk menikmati dagangan mereka.

Pansy tersenyum melihat bulan dan bintang berkilau indah malam ini seolah olah menyambut kedatangannya untuk melihat keindahan meraka.

“Suka?” Tanya Harry.

“Gue belum pernah. Dulu pernah sih, cuman waktu camping sama Draco, Theo, Blaise.”

Harry mengangguk. “Pasti lebih indah disana.”

“Gue gak nyangka di kota ada tempat kayak gini?”

Walaupun gengsi, namun Pansy benar benar tidak bisa menyembunyikan senyumnya.

“Udah maafin gue?” Tanya Harry.

“Ih, cetek banget segitu doang mau dimaafin?”

“Yaaah, gue kira ini udah manis.”

“Gak lah. Ntar dulu. Nasi gorengnya belum ada! Belum tentu gue suka nasi gorengnya.”

“Lo pasti suka.”


Benar! Pansy menyukai nasi goreng kaki lima ini. Nasi goreng nya benar benar enak bahkan Pansy lahap memakannya! Sudah lama Ia tidak makan selahap ini.

Lihat, badannya saja kurus.

Yang masuk hanya alkohol dan alkohol.

“Enak kan nasi gorengnya? Udah fix gue dimaafin!”

“Dih, minta maaf aja belum.”

“Ini permintaan maaf gue. Gue ajak lo kesini, liat bulan, bintang, makan nasi goreng yang enak. Dan gue traktir. Maafin ya?”

Pansy terdiam sambil meminum teh manis di tangannya.

“Maafin gak ya....”

“Maafin dong, kalau gak dimaafin nanti gue gentayangin lo.”

“Mau mati lo?”

“Ayo maafin.. maaf ya Pansy, gue gak sengaja nabrak lo. Sengaja deh karena lo jalan gak liat liat.”

Plak!

“Sakit anjir! Bisa gak tangan lo gak ngegeplak gue mulu?”

Pansy melotot. “Gak bisa! Nyebelin kan! Minta maaf lo gak tulus!”

“Ya tulus mah penyanyi bukan peminta maaf.”

Plak!

“Anjing! Pansy!”

“Hahahaha keluar juga kata kasar lo! Huuu so keren, so cool padahal aslinya jamet. Wleee.” Pansy menjulurkan lidahnya niat meledek Harry. Namun justru yang dilihat Harry adalah

Pansy sangat menggemaskan malam itu.

Dan Harry bersyukur melihat senyumnya malam itu.


© urhufflegurl_

Another keributan.

***

Sore ini, Draco benar benar pergi menuju rumah Hermione tanpa bertanya kepada wanita itu dulu. Sebelum pergi, Draco membeli wedang jahe untuk Hermione. Hangat, agar badan Hermione juga enak.

Sesampainya dirumah Hermione, Draco segera mengetuk pintu rumahnya.

Tok tok tok

Bukan Hermione yang membuka pintu, melainkan Theo.

Ketika Theo membukakan pintu, wajahnya berubah menjadi wajah malas dan tanpa sepatah katapun Ia langsung menutup kembali pintu rumah Hermione.

“Heeh anjir!” Pekik Draco menahan pintu dengan kakinya.

Untung pintunya tidak tertutup rapat.

“Apa sih? Ngapain lo kesini?” Tanya Theo malas.

“Jenguk calon tulang rusuk gue.”

“Dih, amit amit. Tulang rusuk gue!”

“Pede banget lo. Mantan mah mantan aja. So soan tulang rusuk.”

Theo melipatkan kedua tangannya didepan dadanya dan menatap Draco dengan tatapan galak.

“Apa lo natap natap gue kayak gitu hah?” Tanya Draco balik menatap Theo galak juga.

Theo terkekeh pelan. “Udah lo balik aja sana, Hermione gak butuh lo. Dia cuman butuh Theodore Nott seorang!”

“Kata siapa? Emang Hermione sendiri yang bilang? Siapa tau sebenernya dia butuhnya gue. Awas lo minggir, ini wedang masih hangat, masih enak.”

“Cih, pake bawain wedang segala.”

“Kenapa emang? Hermione gak suka minuman jahe?”

“Cih.”

Theo mengeluarkan tatapan meremehkan kepada Draco.

“Anjing, itu kan minuman favorit Hermione kalau sakit. Kenapa gue lupa beliin ya. Bego!” Umpat Theo dalam hati.

“Lo minggir, ngalangin jalan.” Draco mendorong tubuh Theo untuk masuk ke dalam rumah Hermione.

“Gak usah dorong dorong anjir!”

“Lo ngalangin!”

“Lo gak boleh masuk!”

“Lo—”

PRANG!

Suara gelas pecah itu berhasil membuat Theo dan Draco diam.

“Hermione?” Ucap mereka bersamaan.

Mereka sama sama lari menuju kamar Hermione dengan perasaan khawatir mereka.

Sesampainya dikamar, mereka melihat Hermione sedang jongkok membersihkan pecahan gelas itu. Tidak ingin Hermione terluka, Draco segera menghalangi Hermione.

“Hei gak usah. Jangan sama lo. Biar sama gue aja ya?” Tanya Draco menarik tangan Hermione agar tidak membersihkan pecahan gelas.

“Draco? Theo? Jadi yang ribut itu kalian?” Tanya Hermione.

“Theo doang, gue enggak.” Balas Draco dengan wajahnya yang tidak berdosa.

Sementara Theo melotot ke arahnya. “Lo duluan yang ngajak ribut!”

“Berisik lo, udah ngalah aja.”

Hermione berdeham. “Udah ributnya? Gue pusing denger kalian ribut terus.”

“Gak ribut kok. Lo mau kemana hmm? Mau minum?” Tanya Draco dengan lembut.

Hermione mengangguk. “Haus.”

“Biar aku aja ya Mi? Biar aku yang—”

“Gue ada wedang jahe. Lo mau? Suka kan?”

Mendengar kata jahe, mata Hermione membulat sempurna. “Mau! Ih seneng banget. Kok lo tau aja gue pengen minuman jahe?”

Melihat excited nya Hermione membuat senyum Draco mengembang sempurna, sementara Theo menekuk wajahnya.

“Yaudah lo duduk aja di kasur, gue ambilin gelas dan nyiapin jahe ya?”

“Di sofa aja, jangan di sini.”

“Boleh hayu.”

Tidak mau keduluan lagi, Theo memegang tangan Hermione. “Ayo aku bantu.”

“Thanks.”

Akhirnya, Hermione di bantu Theo menuju sofa, sementara Draco membereskan dulu pecahan gelas dan Ia menyiapkan minuman jahe untuk Hermione.

Melihat Draco sebaik itu membuat hati Hermione tersentuh. Ia tidak menyangka Draco sebaik dan selembut itu.

Sekarang, Draco yang menang.

1-1 hahahaha


© urhufflegurl_