litaaps

Untuk saat ini, dia menang.

***

Hermione menutup ponselnya setelah memberi pesan yang hanya di baca oleh Theo.

Ia meneteskan air matanya. Ia sendirian dirumah. Selalu seperti ini, sang mama sibuk bekerja, dan Ia sudah tidak memiliki ayah. Jadi, Hermione selalu menghabiskan hari hari nya sendiri.

Dan disaat sedang sakit seperti ini adalah titik tersedih untuknya, karna Ia harus melewatkannya sendiri.

Dulu, saat Ia berpacaran dengan Theo, Theo selalu ada disampingnya disaat dia sakit, bahkan lelaki itu sering meninggalkan Hermione dirumahnya karna Hermione betah dirumah Theo, disana ada Bunda yang selalu membuat Hermione nyaman.

Hermione terus menangis hingga akhirnya dia tertidur di sofa nya di ruang tamu. Ia masih memakai baju seragam, bahkan sepatunya belum Ia lepas.

Sementara itu, Theo memakirkan motornya didepan rumah Hermione. Ia membuka pintu rumah Hermione dan menghela nafasnya.

“Kebiasaan, gak pernah kunci pintu.”

Theo memberanikan diri untuk masuk kedalam rumah Hermione. Ia bolos dan bilang sakit perut mau ke UKS, lalu ia malah lari ke parkiran dan pergi ke rumah Hermione untuk menemaninya dirumahnya.

Theo tahu maksud Hermione mengirimkan emoticon sedih itu, Theo mengerti bahwa Hermione merasa kesepian dan sedih. Makanya Theo segera meluncur ke rumahnya.

Saat masuk ke dalam rumah, pemandangan yang pertama kali Theo adalah Hermione yang sedang tidur di sofa.

“Hei, kok tidur disini?” Tanya Theo dengan lembut, Ia mengusap rambut Hermione perlahan.

Sungguh, Theo sangat merindukan semua moment bersama Hermione. Andai dulu Ia tidak melakukan kesalahan, Ia pasti masih bersama Hermione sampai saat ini. Bahkan Ia akan pertahankan wanita itu agar tetap bersamanya.

“Kebiasaan. Sepatu belum dilepas, seragam belum diganti.” Ucap Theo terkekeh pelan. Ia melepaskan sepatu Hermione lalu memandang wajah cantik Hermione.

Theo dibuat salah tingkah sendiri.

“Pindah ke kamar yuk? Gak enak tidur gini, Mi.” Bisik Theo menggendong Hermione perlahan.

Saat berada di gendongan Theo, Hermione mempererat tangannya memeluk leher Theo dan kepalanya Ia tidurkan dengan enak di badan Theo.

Theo tersenyum.

“Sorry Drake, untuk saat ini, gue yang menang.”


© urhufflegurl_

Tragedi Bola Basket.

***

Hari ini, kelas Hermione ada pelajaran olahraga, dan olahraga nya itu olahraga basket.

Draco dan Theo tau Hermione ada kelas olahraga. Bahkan mereka sama sama tau pelajaran Hermione setiap harinya.

Jadi, mereka sama sama stand bye dekat lapangan untuk melihat Hermione olahraga.

Draco di pinggir lapangan, sementara Theo di atas balkon sekolah.

Hermione benar benar cantik. Wanita itu menguncir rambutnya dan menyisakan sedikit ramputnya di kanan dan di kiri. Benar benar cantik.

Sebenarnya, yang menyukai Hermione bukan hanya mereka berdua, tapi yang berani mendekatinya sejauh ini hanya mereka berdua. Ya, Draco dan Theo.

Pelajaran olahraga hari ini berjalan dengan lancar. Hermione jago dalam bermain basket, bahkan Ia lancar ketika memainkannya. Namun, sudah cukup untuk hari ini. Jadi Ia diam di pinggir lapangan.

“Drake! Main lah! Diem diem bae!” Teriak Lucian, teman Draco yang sekelas dengan Hermione.

Mendengar nama Draco, Hermione menoleh. Ia mengerutkan keningnya seolah olah bertanya, 'sejak kapan dia ada disana?'

Draco tertawa sebagai respons teriakan Lucian. Lalu ia pun bergabung dengan mereka untuk bermain basket.

Hermione tersenyum melihat Draco bermain basket, lelaki itu jago juga.

Di tengah serunya permainan di lapangan, tiba tiba ada yang tak sengaja melemparkan bola basket itu cukup jauh, bahkan keluar dari lapangan.

Dan yang membuat terkejutnya, bola basket itu mendarat tepat di kepala Hermione membuat wanita itu terjatuh dan memejamkan matanya karna yang Ia rasakan kini kepalanya sangat sakit dan pandangannya membuyar.

“Anjing!” Teriak Draco memukul lelaki yang melemparkan bola ke kepala Hermione.

“Lo mainnya yang pinter, bangsat! Kena Hermione kan!” Sungut Draco emosi.

“Ss—sorry, Drake. Gak sengaja.” Ucap lelaki itu.

Bukan hanya Draco yang terkejut. Tapi Theo juga. Ia bahkan langsung berlari kencang ke lapangan menghampiri Hermione.

“Mi? Lo gapapa? Mi?”

Hermione dapat mendengar suara Ginny, namun hanya sekedar dengungan keras yang tak jelas.

“Hei, Hermione, bisa denger gue? Hermione?”

Itu suara Draco. Ia juga bisa mendengar suara Draco, namun tidak jelas.

Karena tidak tahan dengan rasa sakitnya, perlahan Hermione menutup matanya dan semuanya menjadi gelap.

Langkah Theo terhenti ketika melihat Hermione di gendong oleh Draco menuju UKS.

Dia terlambat. Larinya kurang cepat. Ia mengepalkan tangannya dan mengikuti Draco menuju UKS.

Menolong Hermione saja Ia tidak becus. Padahal daritadi objek yang selalu Ia perhatikan adalah Hermione.

Namun untuk kejadian ini, Theo kurang cepat.


Sudah 15 menit Hermione tidak sadarkan diri. Draco, Theo dan Ginny berada di sampingnya mengkhawatirkan kondisinya.

“Bawa ke rumah sakit aja gimana? Biar aman.” Ucap Draco khawatir.

“Kan tadi udah bu dokter bilangin, Hermione gapapa Drake. Cuman shock aja. Kita tunggu aja, sebentar lagi juga sadar.” Balas Ginny.

Seolah ucapannya didengar oleh Tuhan, Hermione membuka matanya perlahan.

“Hermione? Hei? Gapapa? Sakit ya? Mana yang sakit?” Tanya Theo buru buru. Ia benar benar khawatir.

Hermione memegang kepalanya yang sedikit sakit. “Gue kenapa?”

“Tadi lo kena bola basket, gak sengaja.” Balas Ginny.

Hermione melirik Draco dan Theo satu persatu. “Siapapun, makasih ya udah tolongin gue.”

“Sama-sama.” Balas Draco dan Theo bersamaan.

“Mi, minum dulu ya?” Draco membawakan teh hangat untuk Hermione. Ia juga membantu Hermione untuk duduk dan menikmati teh itu.

“Makasih, Drake.”

Draco tersenyum dan mengusap kepala Hermione dengan lembut. “Mau pulang? Pulang aja ya?”

Hermione mengangguk, Ia merasa badannya benar benar remuk. Padahal yang kena bola basket hanya kepalanya.

“Aku anter ya Mi? Kita naik pake taksi ya?” Tanya Theo menawarkan.

“Gue—”

“Bareng gue aja. Gue pesenin taksi, gue anter lo pulang oke? Soalnya tadi kan gue yang anter lo sekolah, berarti harus gue juga yang anter lo pulang.”

Ginny hanya menyimak mereka yang saling menawarkan jasa mengantarkan Hermione pulang.

“Apaan sih Drake? Hermione lagi sakit! Emang lo tau perlakuan yang cocok ke dia kalau lagi sakit gimana?” Protes Theo.

Tak terima, Draco menatap tajam Theo. “Perlakuan apa? Jangan ngerasa spesial karna lo mantannya dia, jadi lo bersikap seolah olah lo tau dia!”

“Emang gue tau dia. Gue kenal sama dia. Apa yang lo gak tau tentang dia itu gue tau semua.”

“Oh ya? Terus tadi kenapa lo diem aja waktu liat bola itu nyerang Hermione? Padahal daritadi lo liatin dia terus kan dari atas balkon?”

“Lo pikir gue spiderman yang bisa loncat gitu aja? Mikir anjing! Gue telat nolongin dan ngehalangin itu bola!”

“Duuuhhh! Berisik!” Teriak Ginny. Ia pusing mendengar dua lelaki saling berbicara itu.

“Udah ya? Udah berantemnya! Gue aja yang anter Hermione pulang! Gue tau semua tentang dia. Aib dia, rahasia dia. Gue tau semua! Mau apa kalian hah?!”

Hermione hanya terkekeh pelan melihat Ginny, sementara Draco dan Theo terdiam.

Ya, mereka kalah jika harus berhadapan dengan Ginny.


© urhufflegurl_

Keributan.

***

Motor Theo berhenti tepat didepan rumah Hermione. Ia turun dari motornya dan mengerutkan keningnya ketika melihat motor lain parkir disana.

“Draco?” Gumam Theo.

Tak lama kemudian, Draco dan Hermione keluar dari rumah Hermione. Mereka keluar bersamaan dengan Mama Hermione, Helena.

“Theo?” Ucap Hermione terkejut melihat Theo didepan rumahnya.

“Hai, Mi. Selamat pagi, tante.” Sapa Theo kepada Helena.

Helena tersenyum, “kemana aja? Kok baru keliatan?”

“Ada aja, tante. Dirumah jaga Bunda.” Balas Theo.

“Bunda apa kabar The?”

“Baik juga, tante. Bunda kangen sama anak tante, katanya kapan main ke rumah? Nanyain terus.” Theo melirik ke arah Hermione, sementara Hermione hanya menghela nafasnya.

Helena tersenyum, “Nanti kapan kapan lah kamu main, Mi. Eh tante pergi dulu ya? Tante buru buru ini.”

“Iya, tante. Hati hati.” Balas Draco tersenyum.

“Tante sama siapa perginya? Mau Theo anter?” Tawar Theo.

“Gak usah, Theo. Tante pergi dianter supir kok. Mi, Mama pergi ya?”

Hermione mengangguk dan saling kepada sang Mama. “Hati hati Ma.”

Setelah Helena pergi, kini hanya tinggal ada Theo, Hermione dan Draco.

“Ayo, Mi.” Ajak Draco.

“Eh tunggu dong, gue kesini kan mau ajak Hermione pergi bareng. Main ayo ayo aja.” Cegah Theo.

“Kapan ngajaknya? Tiba tiba lo ada di sini aja.” Balas Hermione.

Ada rasa kepuasan terlihat dari wajah Draco. “Tamu tak diundang.”

Theo mendengus kesal, “Ya kan surprise hehehe. Yaudah yuk Mi, bareng aku aja.”

“Enak aja main bareng bareng. Kan gue yang duluan disini, ya bareng gue lah.” Sungut Draco.

“Lo emang duluan disini, tapi kalau Hermione nya mau nya bareng gue gimana?” Balas Theo.

“Mana mau dia sama lo. Lagian aku kamu, aku kamu. Udah putus juga.”

“Dih, iri lo belum bisa aku kamu sama Hermione?”

“Otw, akan bisa.”

“Pede banget jadi orang.”

“Harus.”

Hermione menepuk keningnya. “Haduh, udah ributnya?”

Theo dan Draco sama sama terdiam. Mereka saling tatap, tentu tatapan sengit bagaikan lawan.

“Theo sorry, bener apa kata Draco, dia duluan yang sampe sini. Jadi gue bareng dia.” Ucap Hermione membuat Theo menekuk wajahnya sedih.

“Yaudah deh aku stay dari jam 5 subuh besok.” Balas Theo.

Ucapan Theo membuat Hermione reflek memukul lengannya. “Subuhan disini lo?”

“Hehe iya, kan jadi imam kamu.”

“Ekhem.” Deham Draco.

Theo mendengus kesal saat melihat Draco.

“Yaudah kamu bareng Draco, tapi aku ikutin dari belakang ya?” Tanya Theo.

“Iya deh, terserah.” Balas Hermione, sudah lelah Ia.

“Tas kamu sini, aku bawain. Berat kalau kamu gendong.” Theo mengulurkan tangannya menawarkan.

Hermione melepaskan tas nya dan Theo langsung menggendongnya. Sementara tas Theo Ia simpan didepan motor.

Motor Theo itu sejenis motor biasa yang didepannya bisa disimpan barang. Sementara motor Draco, itu sejenis motor ducati yang didepannya tidak bisa menyimpan barang.

Dan selama berpacaran dengan Theo, tas Hermione selalu di gendong oleh Theo. Theo selalu bilang kalau ia tidak mau Hermione keberatan dengan tasnya, karna Hermione selalu membawa tas yang cukup berat dengan isinya yang cukup banyak.

Setelah perdebatan yang cukup melelahkan, akhirnya mereka pun pergi menuju sekolah.

Selama di perjalanan, Hermione salah fokus dengan bayangan Theo di kaca spion milik motor Draco.

“Sikap kamu gak pernah berubah, The.”

Entah mengapa pagi itu Hermione senang karena pergi bersama Theo, dengan kebiasaan yang mereka lakukan saat masih berpacaran dulu.

Walaupun bedanya, kini Ia dibonceng oleh Draco, bukan Theo.


© urhufflegurl_

Selamat pagi.

***

Pagi ini, Draco menjemput Hermione dengan mobil kebanggannya. Dia selalu berfikir bahwa jika sedang jalan dengan wanita, lebih baik menggunakan mobil karena wanita itu tidak akan kepanasan. Ya, dia berfikir seperti itu.

Berbeda dengan Hermione, wanita itu memiliki trauma. Ketika dia masih SMP, dia pernah mengalami kecelakaan dengan sang Ayah yang mengendari mobil dengan kecepatan tinggi.

Namun, Hermione dapat mengubur rasa traumanya itu walaupun sedikit, karena Draco memperlakukannya dengan sangat istimewa. Lelaki itu membukakan pintu untuknya, mengatur ac agar nyaman, tidak terlalu dingin dan tidak terlalu panas, mengatur tempat duduk untuk Hermione, serta mengatur musik dengan volume yang pas.

Benar benar sempurna.

Akan tetapi tetap saja, trauma tetaplah trauma.

Selama di perjalanan, mereka mengobrol ringan. Draco sudah mendekati Hermione sekitar 2 minggu ini, masih terbilang baru, namun sebelumnya mereka saling mengenal karena Draco adalah teman Theo, mantan Hermione.

Sesampainya di sekolah, mereka pun turun.

Baru saja mereka hendak melangkah menuju kelas, tiba tiba Theo datang dengan motornya dan parkir di tempat yang biasa Ia parkir.

“Selamat pagi, The.” Sapa Draco.

Theo tersenyum miring. “Naik mobil?”

Theo melirik Hermione, Hermione mengangguk.

“Hati hati bro, jangan ngebut.” Ucap Theo kepada Draco.

Draco mengangkat halisnya tak mengerti.

Theo tertawa sarkas melihat reaksi Draco yang sepertinya tidak tahu apa apa soal trauma Hermione.

“Oh iya Mi, bunda masakin kamu makanan kesukaan kamu. Nasi goreng cumi.” Theo mengeluarkan kotak makan berisikan nasi goreng.

Hermione tidak bisa menyembunyikan rasa senangnya ketika menerima kotak makan itu. “Ih kangen masakan Bunda! Makasih ya The, bilangin makasih ke bunda.”

Theo tersenyum, “Iya sama sama. Di abisin ya?”

“Pasti.”

“Ekhem.” Draco mendeham membuat Theo dan Hermione menoleh ke arahnya.

“Ke kelas yuk?” Ajak Draco kepada Hermione.

Hermione mengangguk. “Duluan, The.”

Theo mengangguk.

Baru dua langkah mereka pergi, tiba tiba langkah mereka terhenti dengan suara Theo.

“Oh iya Drake—”

Draco terdiam.

“Mobil lo gak akan terlihat mewah di mata Hermione. Percuma.”


© urhufflegurl_

Kebenaran.

***

Draco, Hermione, Helena dan Lucius kini diam di ruang keluarga. Draco dan Hermione sudah membicarakan semua kebenaran yang sudah mereka cari.

“Pa? Gimana?” Tanya Draco.

Lucius menghela nafasnya. Ia melirik ke arah Helena.

“Ini waktunya mereka tau, Lucius.” Ucap Helena dibalas anggukan oleh Lucius.

“Benar, Draco. Ibu kamu yang sebenarnya itu Narcissa. Narcissa Malfoy yang meninggal dunia saat melahirkan kamu. Mama Helena ini teman nya Narcissa. Dulu, Mama Helena dan Narcissa merebutkan Papa. Papa pacaran dengan mama Helena, tapi Papa dijodohkan dengan Narcissa—”

”—– kita berdua sudah sama sama menikah dan saling mengikhlaskan. Namun, namanya jodoh, Papa akhirnya menikahi mama Helena disaat Ia mengandung anak dari suaminya, Richard yang juga meninggal karena kecelakaan. Kita berdua menikah disaat kamu masih berusia 1 tahun, Draco. Waktu itu kamu belum mengerti apa apa. Jadi kamu pasti tidak akan ingat.”

Draco dan Hermione sama sama speechless mendengar penjelasan Lucius. Ternyata benar, mereka tidak ada ikatan darah.

“Maaf kami telah menyembunyikan ini semua dari kalian. Kalian tetap anak Mama, Papa. Maaf nak.” Lirih Helena.

Ditengah tangisnya Hermione, Draco berbisik. “Namanya jodoh, katanya.”

Plak!

“GILA!”


© urhufflegurl_

Takut.

***

Draco benar benar mengendalikan motornya dengan sangat cepat. Ia benar benar ngebut malam ini demi sampai di tempat Hermione yang cukup jauh.

Setelah 30 menit di perjalanan, akhirnya Ia sampai.

Ia melihat Hermione sedang duduk jongkok di bawah pohon besar.

“Hermione.”

Hermione mengadah. Terlihat dari wajahnya Ia sangat ketakutan.

“Draco.”

Hermione memeluk Draco dengan erat. Ia menumpahkan semua tangisnya dipelukan Draco.

“Takut banget, gue gak tau kenapa bisa jalan sejauh ini. Gue gak tau gue dimana, gue minta maaf. Gue takut Drake, gue takut.”

Draco membalas pelukan Hermione. “Ssstt udah, jangan lagi lagi ya? Gue cuman khawatir dan takut lo kenapa napa.”

Hermione tidak menjawab, Ia terus menangis sambil memeluk Draco sangat erat.

“Soal kita—” ucap Hermione terpotong

“Omongin nanti, kita pulang dulu ya?” Balas Draco.

Draco melepaskan jaketnya dan mengenakannya ke badan Hermione. “Dingin.”

Draco menghapus air mata Hermione yang membanjiri wajahnya. “Jelek banget kalau nangis. Ayo pulang.”

Hermione cemberut, Ia merangkul tangan Draco. “Lo juga jelek!”

Draco terkekeh pelan. “Sorry gue pake motor, kalau pake mobil macet banget.”

“Iya gapapa.” Balas Hermione tersenyum.

Sejak malam itu, ada perasaan aneh didalam hati Hermione. Ia merasa kan hal yang berbeda ketika melihat senyum Draco.

“Gue takut gue juga punya perasaan yang sama, Drake. Gak pernah kepikiran cinta sama kakak sendiri. Sama sekali gak pernah.”


© urhufflegurl_

Kecewa.

***

Draco melemparkan ponselnya setelah kontaknya di block oleh Hermione.

Bukan tanpa alasan Ia merasakan ini semua.

Tepat 3 tahun lalu, Ia sengaja main ke gudang karena sedang bosan. Ia membereskan gudang karena menurutnya gudang terlalu kotor dan berantakan.

Dan disaat Ia menemukan album foto bertuliskan 'Malfoy', saat itulah Ia seakan tertampar oleh kenyataan hidup yang pahit.

Ia menemukan banyak sekali foto sang Papa, Lucius Malfoy dengan seorang wanita cantik berambut pirang bernama Narcissa Black. Ia tidak tahu Narcissa ini siapa, yang pasti yang dapat Ia lihat dari foto itu, terlihat sangat jelas bahwa Narcissa adalah kekasih Lucius.

Selain itu juga, Draco menemukan foto pernikahan Lucius dengan Narcissa.

Setelah itu, Ia memandang Hermione bukan sebagai adiknya lagi. Bahkan Ia pernah cuek dan jutek kepada Hermione.

Entah mengapa semua itu berjalan hingga akhirnya ada perasaan aneh didalam hati Draco.

Yang pasti, Draco mencintai Hermione. Bukan sekedar kakak adik, melainkan lebih.

Katakan Draco gila. Ia memang gila karena merasakan semua ini.

Draco mengusap wajahnya kasar mengingat semua itu.

Ia menghela nafasnya kasar.

“Hermione?”

Draco melihat Hermione lari menuju gerbang sekolah, dengan air mata.

“Hermione!” Ia mengejar Hermione dan berusaha menggapai tangannya.

“Hei, mau kemana? Mau kemana hah? Belum selesai jam sekolahnya?”

“Lepas!” Teriak Hermione menghempaskan tangan Draco.

“Mau kemana? Kenapa udah mau pulang?” Tanya Draco.

Hermione tidak menjawab, Ia menangis. Wanita itu tidak bisa berbicara ketika menangis.

“Mi?”

Hermione menggelengkan kepalanya. “Plis, Drake. Jangan kayak gini.”

Draco mengerti mengapa Hermione seperti ini. Semua ini adalah salahnya. Menaruh perasaan lebih dari sekedar kakak setelah mengetahui semuanya adalah kesalahan dirinya.

Draco sangat yakin Ia tidak memiliki hubungan darah dengan Hermione. Namun Ia belum membuktikannya secara nyata.

“Sorry Mi..” bisik Draco.

“Gue mau sendiri.”

“Mau kemana?”

“Gue bilang gue mau sendiri!”

“Oke, oke lo boleh sendiri. Silakan.”

Hermione tidak lagi menatap Draco, Ia kembali berlari dan masuk ke dalam taksi yang Ia hentikan.

Draco menatap Hermione dengan tatapan sedih sekaligus kecewa. Semua ini salahnya.

Dia sudah gila karena perasaannya sendiri.


© urhufflegurl_

Luna dan Berlian.


Tepat pukul 2 siang, Theo dan Luna sampai di cafe M yang dimaksud oleh Hermione. Luna memakai gaun berwarna putih selutut dengan cardingan biru langit. Rambutnya hanya digerai, namun kecantikannya benar benar melekat didalam dirinya.

Dia benar benar cantik.

Bahkan kecantikannya mengundang perhatian para pengunjung cafe.

Entah mengapa, Theo tak suka dengan tatapan mereka.

Luna dapat merasakan bahwa Theo sedang sedikit kesal dengan tatapan itu, Ia menggandeng tangan Theo, melingkarkan lengannya di lengan Theo.

Theo tentu terkejut. Namun Ia tidak melepaskannya, Ia malah lanjut berjalan menuju lantai 2 karna Draco dan Hermione duduk disana.

“Drake, Mi.” Sapa Theo.

Draco dan Hermione melambai.

“Hai Luna, apa kabar? Gimana rumah Theo? Nyaman?” Tanya Hermione kepada Luna.

Luna mengangguk senang. “Nyaman! Tapi Theo gak ngebolehin Luna tidur bareng Theo.”

“Ya iya, kita kan belum muhrim.” Ucap Theo.

“Pake muhrim muhrim segala, biasa tidur bareng Daphne juga.” Celetuk Draco yang di susul dengan pukulan Theo yang mendarat di lengannya.

“Daphne?” Tanya Luna melirik Theo.

“Sahabat gue.” Balas Theo tenang, padahal Luna tidak tenang. Siapa Daphne? Apa dia orang terdekat Theo?

“Jadi gimana? Mau ngomongin soal berlian kan?” Tanya Hermione kepada Theo dan Luna.

Theo mengangguk, lalu Ia mengeluarkan berlian didalam tas kecil miliknya.

Berlian itu berhasil membuat Hermione dan Draco menganga.

“Anjir. Serius ini?” Tanya Draco tak percaya.

“Sumpah, ini emang ada yang mau beli?” Tanya Hermione.

“Ya itu dia, gue gak tau. Gue butuh uang juga buat biaya gue sama Luna—”

“Gaya bener biaya.” Ledek Draco disusul tawa kecil Hermione

“Denger dulu!” Ucap Theo kesal.

“Iya iya. Lanjut.” Balas Draco.

“Lo tau sendiri gue gak pernah dapet uang jajan banyak dari nyokap bokap gue karna gue ngebangkang. Buat biaya gue sendiri aja gue mepet mepetin, apalagi ditambah Luna.”

Lune menoleh, “Theo tenang aja. Luna gak akan ngerepotin Theo.”

Hermione mengangguk setuju. “Akan ada alasan di setiap pertemuan, Theo. Lo liat kan, baru semalem Luna nginep dirumah lo tapi dia udah bawain berlian gini.”

“Berlian di dunia peri gak terlalu berharga. Di dunia manusia se berharga ini ya? Luna pikir ini cuman cukup buat beli cereal.” Ucap Luna membuat Theo, Hermione dan Draco menatap ke arahnya.

“Maksudnya gimana? Gak berharga?” Tanya Theo.

Luna mengangguk. “Kalian gak tau kalau mermaid nangis, air matanya itu berlian? Veela juga kalau nangis, air matanya berlian. Tapi, ada banyak versi. Kalau air mata bahagia itu berliannya putih bersih. Kalau air mata sedih itu berliannya warnanya hitam. Kalau air mata marah dan kecewa, itu berliannya warnanya merah pekat.”

“Jadi ini air mata lo?” Tanya Theo.

Luna menggelengkan kepalanya. “Bukan, Theo. Ini Luna ambil dari Ethereal Place, Luna ada banyak di kantong. Karna di sana, berlian itu berserakan dimana mana. Makanya gak terlalu berharga. Malah kebuang.”

Mereka lagi lagi menganga dan melotot tak percaya. Berserakan? Apakah bagi bangsa peri berlian itu bagaikan batu?

“Satu lagi. Berlian ini cuman bisa dipake sama Luna dan Theo. Theo sebagai takdirnya Luna. Kalau orang lain gak sengaja nemuin berlian ini, dalam satu detik, berlian ini akan berubah jadi batu kerikil.”

“Magic!” Seru Hermione.

Luna tersenyum. “Tapi kalian jangan bilang siapa siapa ya? Oh iya, berlian ini bisa Luna ubah jadi uang kok. Jadi gak usah dijual, karna kalau di jual, dalam satu malam, berlian ini berubah jadi batu.”

Theo tak berhenti mengedip daritadi. Entah apa yang dilakukan Ia sebelumnya, hingga Ia mendapatkan semua keberuntungan ini.

“Gila, gila.... Bener bener gila..” ucap Draco tak habis pikir.

“Gue pikir kayak beginian tuh cuman ada di negeri dongeng. Ternyata...” Lanjutnya.

Di tengah obrolan mereka yang sangat seru itu, ternyata dari tadi Theo risih dengan mata lelaki yang terus melihat ke arah Luna. Tak sedikit dari mereka tersenyum sendiri saat melihat Luna. Entah apa yang mereka pikirkan.

Karna tak tahan dan juga risih, Theo melepaskan jaket dan topi miliknya. Lalu Ia mengenakan jaket dan topi itu kepada Luna.

“Eh, kenapa The?” Tanya Luna terkejut.

“Gue gak suka, banyak cowok yang liatin lo.”

Hermione dan Draco tersenyum sendiri melihatnya. Mereka jadi tenang meninggalkan Luna bersama Theo karna sepertinya Theo sudah mengerti mengapa Luna dikirimkan untuknya.


Tatapan Theo ke mereka yg liatin Luna

Rambut Luna


© urhufflegurl_

Tenang The.

***

Theo menghela nafasnya entah untuk ke berapa kali. Ia menutup ponselnya usai mengirim pesan dengan Draco dan Hermione. Ia melirik Luna yang sedang asik menonton televisi, wanita itu menonton film barbie.

Merasa diperhatikan, Luna menoleh ke arah Theo.

“Kenapa Theo?” Tanya Luna.

“Lo gak jahat kan? Gue bisa bela diri sih kalau lo jahat.” Balas Theo di balas tawa oleh Luna.

“Theo ini gimana? Mana mungkin Luna jahat ke Theo. Kalau Theo kenapa napa, Luna juga ikut sakit, tau.”

Theo melotot mendengar itu. “Masa?”

Luna mengangguk.

“Theo khawatir ya?”

Theo menelan ludahnya. Ya. Dia sedang khawatir, cemas, tak karuan sekarang. Dan tanpa Theo tahu, Luna bisa merasakan apapun yang Theo rasakan.

“Gue cuman—”

“Theo tenang aja. Luna gak jahat kok ke Theo. Luna kesini cuman mau jemput Theo sebagai takdirnya Luna.”

“O—oke oke. Lo punya hp?”

Luna mengangguk. Ia mengambil sesuatu didalam tas kecil miliknya dan mengeluarkan ponsel cantik berwarna putih dengan case bunga yang indah.

Theo lagi lagi terkesima dan terkejut melihatnya. Bagaimana bisa tas sekecil itu mengeluarkan ponsel?

“Kok bisa peri punya hp?”

Luna tertawa. “Luna itu umurnya 20 tahun, Theo. Ya selama 20 tahun ini Luna hidup biasa kayak manusia. Sekolah, main, hangout, kemana mana.”

Lagi lagi Theo tertegun.

“Lo sekolah?”

Luna mengangguk. “Sekolah Luna 2 kali. Sekolah sebagai manusia, dan sebagai peri.”

“Anjir, keren.”

Luna menunduk malu karena di puji oleh Theo.

“Yaudah deh aman kalau lo punya hp. Gue itu jarang ada di rumah. Gue kuliah dan pulang kuliah suka diem di tongkrongan, bisa sampe malem atau nginep. Jadi lo bisa ngabarin lewat handphone aja.”

Luna termenung. Theo jarang ada dirumah? Bagaimana jika Ia nanti merindukannya?

“Sini hp lo, save nomer gue.”

Luna memberikan ponselnya kepada Theo dan Theo mulai mengetikan nomer serta nama lengkapnya.

“Udah. Theodore Nott.”

Luna tersenyum manis. “Terima kasih Theo!”

“Hmm.”

“Oh iya Theo.” Luna kembali mengambil sesuatu didalam tasnya.

“Ada berlian. Kamu jual aja. Buat stok makanan! Luna suka banget biskuit. Gimana kalau kita beli biskuit yang banyak? Cukup gak berliannya?”

Rasanya Theo ingin pingsan lagi melihat 5 butir berlian didepannya.


Tas nya Luna, tapi kecil banget.

Berlian yang Luna bawa


© urhufflegurl_

Luna dan La Lune.

***

Semalaman Luna tidak bisa tidur tenang. Hatinya benar benar gelisah. Berkali kali Luna menangis karena Ia tidak bisa jauh dari takdirnya, Theo.

Sebelum matahari terbit, La Lune pergi, Ia terbang dan berhenti di rumah Theo. Ia bersembunyi dibalik jendela kamar Theo, Ia tersenyum senang melihat Theo tertidur dengan pulas. Lelaki itu benar benar tampan! Sangat tampan!

Dipagi hari, Luna sengaja muncul karena Ia tidak kuat, Ia sangat merindukan Theo dan sangat ingin memeluknya. Luna berdiri didepan rumah Theo dan menantikan kekasihnya itu keluar dari rumahnya.

Dan benar saja! Theo keluar hanya menggunakan celana pendek dan kaos, ditangannya ada gelas berisikan air putih. Rambutnya sedikit berantakan. Mukanya benar benar muka bantal, ciri khas Theo saat bangun tidur. Tapi hal itu tidak melunturkan ketampanan seorang Theodore Nott dimata Luna.

Mata Luna berbinar ketika melihat Theo keluar dari rumahnya. Bibirnya melengkungkan senyuman hingga matanya berbentuk bulan sabit. Tak bisa dipungkiri bahwa Luna sangat senang melihat Theo pagi ini.

“THEO!” Teriak Luna menubrukan dirinya ke badan Theo.

Theo terkejut, Ia tak sempat menghindar. Terpaksa tubuhnya menjadi sasaran keganasan Luna.

Theo melepas paksa pelukan Luna yang sangat membuatnya terganggu itu. Ia menghempaskan dengan kasar tubuh wanita asing itu dan memasang wajah galak dan marah.

“CEWEK GILA! LO SIAPA SIH SEBENERNYA?” Sentak Theo.

Luna menciut seketika. Hatinya sakit mendengar teriakan dari Theo.

”.. Theo..” lirih Luna menunduk tak berani menatap Theo.

Theo mendecak kesal. “Ck, maksud lo apa sih? Lo siapa sebenernya? Kenapa bisa lo bilang kalau gue ini takdir lo?”

Belum sempat Luna menjawab, dari kejauhan Theo melihat Hermione dan Draco datang.

“Luna! Ya ampun, gue khawatir sama lo.” Hermione memeluk Luna dengan cemas. Entahlah, rasanya Hermione sangat menyayangi Luna walaupun baru semalam bertemu.

“Kita ngomong didalem ya?” Tanya Draco.

Theo mengangguk, Ia menurut dan akhirnya mereka semua masuk ke dalam dan duduk di ruang tamu.

Luna serasa mau disidang. Ia meremas bajunya yang berwarna putih itu.

“Gue mau tanya sesuatu sama lo, jawab jujur ya?” Tanya Hermione pelan dan hati hati.

Luna menatap mata Hermione. Ia sudah tahu mereka akan membicarakan apa.

“Luna maaf— sebelumnya gue, Theo, Draco itu gak pernah liat lo, kita semua kaget liat lo tiba tiba, tengah malem dan bilang kalau lo jodoh Theo. Bener bener kaget banget. Maksud gue—”

“Luna paham kok, Luna tau maksud kalian.” Luna berbicara dengan sangat lembut. Ia tersenyum manis seolah olah Ia siap menunjukan siapa dirinya didepan mereka.

Karna pada saat menatap mereka bertiga, La Lune merasakan bahwa mereka orang baik, tidak jahat.

Luna berdiri, Ia menutup matanya. Dan dalam sekejap, sayapnya muncul dan penampilannya berubah 100%! Ia benar benar menjadi seperti malaikat yang sangat cantik bahkan Theo dan Draco terkesima akan kecantikannya.

“Benar, Hermione. Aku seorang Veela.” Ucap La Lune.

Theo benar benar tertegun melihat La Lune. Sangat cantik.

“Maksudnya? Bentar— gue gak ngerti.” Ucap Theo menggelengkan kepalanya.

Setelah itu, La Lune berubah kembali menjadi Luna.

“Jadi gimana? Theo percaya kan?” Tanya Luna.

Theo belum berhenti mengedip daritadi.

“The?” Tanya Hermione.

“Pingsan nih bentar lagi.” Gumam Draco.

Dan benar saja, dalam sekejap, Theo pingsan!

“THEO!” Teriak Luna khawatir, sementara Hermione dan Draco tertawa.


La Lune

Luna

Theo


© urhufflegurl_