litaaps

Cewek Aneh.

***

Suasana markas semakin malam bukannya semakin sepi, malah semakin ramai. Berbagai orang masuk ke dalam markas Slytherin yang tentu saja mereka adalah bagian dari geng tersebut.

Didalam, Theo dan yang lainnya masih membicarakan perihal balap motor kemarin. Draco berencana ingin membuat balap motor sungguhan dengan hadiah uang, dan dia butuh komentar para anggotanya, jadi Ia menyuruh semua kumpul di markas.

Tepat pukul 1 malam, akhirnya mereka pun selesai membicarakan rencana itu. Theo berencana ingin pulang, sementara yang lainnya akan menginap.

“Daph, balik gak?” Tanya Theo memakai jaket kulit kebanggaannya.

“Balik, anterin ya?” Tanya Daphne.

Theo tersenyum dan mengacak ngacak rambut Daphne. “Iya ayo.”

“The!”

Theo menoleh, Draco berdiri disana melambaikan tangannya menyuruh dia menghampirinya.

“Kenapa Drake?”

Draco memberikan beberapa berkas kepada Theo. “Ini kemungkinan geng yang bakal ikutan kalau kita ngadain balap motor itu. Pastiin gak ada yang kelewat.”

“Oh oke. Mione tidur tuh Drake?” Tanya Theo salah fokus ke wanita di samping Draco yang sedang tertidur.

Draco mengangguk, “Mau gue anterin balik.”

“Oke, gue balik ya.” Ucap Theo memukul pelan lengan Draco.

“Yo, tiati bro!” Balas Draco.

Setelah itu, Theo kembali ke Daphne dan mengantarnya pulang lebih dulu sebelum Ia pulang ke rumahnya.


Setelah mengantarkan Daphne pulang, Theo mengendarai motornya sendiri menuju rumah. Theo tinggal sendiri dengan rumah yang orang tuanya siapkan untuknya. Kedua orang tuanya tinggal di luar negeri, Theo tinggal sendiri di Indonesia. Ia tidak ingin meninggalkan Slytherin, jadi hanya orang tua nya yang pindah.

Theo tinggal di perumahan yang tak begitu mewah namun aesthetic dan cantik. Hanya rumah sederhana yang cukup untuk dirinya sendiri. Dan tentu saja nyaman.

Sesampainya dirumah, Ia segera melepas helmya terkejut karena ada wanita berambut putih panjang berdiri didepan rumahnya.

Wanita itu menoleh, matanya berwarna biru cantik, kulitnya putih bersinar, senyumnya melebar ketika melihat Theo.

“Theo!”

Theo melotot, darimana wanita itu tau namanya?

“Maaf, siapa ya mba?” Tanya Theo hati hati. Ia melihat kaki sang wanita, dan menapak tanah. Aman, berarti bukan hantu.

Wanita itu tak berhenti tersenyum, matanya berbinar saat menatap Theo seolah olah Theo adalah orang yang sangat Ia harapkan dan orang yang membawanya ke kebahagiaan.

“Aku Luna! Jodoh kamu!” Seru wanita itu.

Theo menganga tak percaya, “Maaf— mba, ada gangguan jiwa atau gimana?”

Luna mengerutkan keningnya, “Kok Theo ngomong nya gitu? Luna jodoh kamu, kamu takdir Luna. Hai! Akhirnya kita ketemu.”

Theo bergidik merinding mendengar itu, “Aduh mba jangan ngawur deh, sumpah saya takut banget nih kalau mba gangguan jiwa atau hantu. Ini udah malem banget mba masalahnya.”

Luna sedikit tertawa, “Theo lucu banget. Yaudah kenalin, aku Luna.”

“Theo?”

Suara itu membuat keduanya menoleh.

“Siapa ini?”

“Gak tau Mi, gue gak kenal.”

Hermione tinggal dekat dengan Theo, rumah mereka hanya terhalang 5 rumah.

Luna menatap Hermione dengan seksama, matanya yang berwarna biru memancarkan cahaya yang hanya bisa dilihat dan dirasakan olehnya.

La Lune merasakan kalau Hermione adalah orang baik. Mata biru bersinar itu kembali seperti semula dan redup.

“Hai, lo siapa?” Tanya Hermione ramah.

“Luna.” Ucap Luna dengan senyumnya yang manis.

“Oh Luna, darimana? Kok bisa disini?” Tanya Hermione.

“Luna kesini buat ketemu Theo, takdir Luna. Theo jodoh Luna.”

Hermione dan Draco sama sama melotot heran. Hermione merasa aneh, sedangkan Draco menahan tawa.

“Lo punya fans bro?” Ucap Draco menyenggol Theo meledek.

“Diem, anjing.” Balas Theo kesel.

“Theo lagi kesel? Kenapa? Siapa yang bikin Theo kesel?” Tanya Luna yang membuat Theo semakin merinding. Tau darimana wanita ini Theo sedang kesal?

“Cewek aneh, anjing. Udah sana pulang, gue gak kenal sama lo. Gak usah aneh aneh sumpah.” Ucap Theo.

Wajah Luna yang asalnya senyum berubah menjadi sedih.

“Ih gak boleh gitu The!” Tegas Hermione merangkul Luna.

“Luna tinggal dimana?” Tanya Hermione.

“Disini, ini rumah Theo kan?”

Hermione mengangguk

“Rumah Theo, rumah Luna juga. Luna tinggal disini soalnya Luna gak bisa jauh jauh dari Theo, Luna sedih nanti.”

Mendengar jawaban Luna semakin meyakinkan Theo, Hermione dan Draco bahwa Luna bukan orang sehat. Mereka sama sama berfikir Luna adalah orang yang baru kabur dari rumah sakit jiwa.

“Aneh kan? Gila, gue lagi capek nih ngantuk mau tidur. Udah deh, lo pergi aja. Gue gak kenal lo, gue gak tau lo siapa, jadi lo pergi dari sini.” Ucap Theo kesal.

“Theo kok gitu? Luna gak bisa jauh jauh dari Theo!”

“Cewek aneh, gila.” Umpat Theo masuk ke dalam rumahnya dan mengunci pintunya.

Luna menunduk sedih, Ia meneteskan air matanya namun segera Ia hapus.

“Luna tinggal sama gue aja gapapa ya?” Tanya Hermione menawarkan.

Draco yang mendengar itu langsung melotot. “Sayang?”

Hermione tahu Draco merasa khawatir, jadi Hermione tersenyum. “Kasian Drake, masa dia tidur di luar?”

“Tapi— astaga Mione, kalau dia orang jahat gimana?” Tanya Draco berbisik.

“Aku bisa ngerasain dia orang baik, Drake. Gapapa ya?”

“Aku gak mau dia jahatin kamu. Enggak enggak, jangan aneh aneh, Hermione. Aku gak setuju. Kamu tinggal dirumah cuman sendiri, aku gak tenang ninggalin kamu sama orang asing.”

Hermione sedikit berfikir, “Kamu nginep dirumah aku aja gimana?”

Draco menghela nafasnya. “Terserah.”

Hermione tersenyum senang, “Oke! Luna tinggal sama gue mau ya? Tidur dirumah gue gak jauh kok itu cuman kehalang 5 rumah doang disini. Daripada lo tidur diluar, gamau kan?”

Luna memasang wajah sedih, “Gapapa Luna disini aja.”

“Lun.. jangan gitu dong, tinggal sama gue ya?”

Luna menatap Hermione dengan tatapan sedih, “Theo benci Luna ya?”

Hermione merasa kasihan kepada Luna, Ia menggenggam tangannya. “Enggak, Theo cuman kaget aja, kalau lo suka sama dia, pelan pelan deketinnya ya? Lo tinggal dirumah gue ya?”

“Tapi Luna gak bisa jauh jauh dari Theo.”

“Iya gak jauh kok, itu cuman kehalang 5 rumah aja.”

Luna berfikir hingga akhirnya menurut kepada Hermione. Hermione senang mendapatkan teman baru, apalagi teman barunya ini secantik Luna! Sangat cantik, bahkan Draco saja terus menatapnya.

Theo sendiri mengakui Luna sangat cantik, dia hanya terlalu kaget dengan kedatangan Luna yang tiba tiba.


Veela akan mendatangkan beribu kebahagiaan bagi seseorang yang dianggap sangat baik olehnya.


© urhufflegurl_

Hari ini, esok dan seterusnya.

***

1 Tahun Kemudian...

Hermione kembali menginjakkan kakinya di rumah ini, dengan lukisan paling cantik di tangannya. Lukisan itu menggambarkan wajah Draco dari sisi, namun penuh dengan hiasan lainnya, seperti isi dunia.

Lukisan itu mengisyaratkan bahwa seisi dunia ini indah karena adanya Draco disana.

Atau, menandakan bahwa Draco adalah dunia bagi Hermione.

Ia duduk didepan gundukan tanah yang sudah tertata rapi dengan bunga segar di atasnya.

Ia mengusap batu nisan secara perlahan, tangisnya kembali pecah.

Hanya butuh 1 hari baginya mencintai Draco, namun untuk melupakannya, Ia butuh waktunya seumur hidup. Bahkan seumur hidup pun tak akan membuat nya melupakan Draco.

Hermione menyimpan mawar putih ke sekian yang Ia bawa, dan juga lukisan indah yang Ia lukis sendiri.

Ia merapalkan doa berharap agar lelaki yang Ia cintai tenang disana, dan bahagia. Sama seperti dirinya.

“Hai, Draco..”

Hermione meneteskan air matanya. Satu demi satu bulir air mata membasahi pipinya.

“Aku udah berhasil mewujudkan list kamu, Draco.”

Hermione menarik nafasnya sejenak.

“Aku udah berdamai dengan Mama, Papa, aku udah damai dengan mereka berdua. Aku juga udah keluar dari penjara atau yang aku maksud itu rumah sakit. Aku udah gak perlu bolak balik rumah sakit lagi untuk periksa keadaan aku, gak perlu, Draco.”

Hermione menunduk, rasanya sangat sakit dan sesak. Disaat Ia telah berhasil sembuh, Ia malah kehilangan Draco. Sakit. Sangat sakit.

Hermione mengadah menatap langit biru, Ia menangis sekeras mungkin, berusaha tanpa mengeluarkan suara.

Ia tersenyum menatap langit, Ia berharap diatas sana Draco dapat melihatnya sambil tersenyum juga.

Tak banyak yang Hermione katakan, karena ternyata setelah 1 tahun pun, rasa sesak ini masih sangat besar. Bahkan hingga membuat Ia sulit bernafas.

Selama 1 jam Hermione hanya memandang nisan bertuliskan Draco Lucius Malfoy itu.

“Terima kasih telah menjadi takdir terindah, Draco. Terima kasih.”

“Aku mencintaimu hari ini, esok dan seterusnya, Draco.”


© urhuflegurl_

Gelap

***

Dengan langkahnya yang membahagiakan, Draco menyusuri satu demi satu ruangan di rumah sakit. Bibirnya melengkungkan senyuman yang tak kunjung hilang. Di tangannya Ia membawa tote bag berisi buku, kanvas, cat, dan bunga untuk Hermione.

Sesampainya disana, senyumnya menghilang. Ruangan Hermione sedikit berantakan, namun sang empedu tidak ada disana.

“Hermione?” Draco mencoba memanggilnya.

Ia mengecek kamar mandi, sekitar ruangannya namun tidak ada. Ia pun segera bertanya kepada salah satu suster disana.

“Sus, pasien disini dimana ya? Hermione, kemana dia?”

Suster itu tampak panik dan khawatir, “Itu dia mas! Hermione kabur entah kemana. Kita lagi cari tapi gak ada.”

Kabar tersebut seperti benturan hebat yang menimpa dada Draco. Rasanya menjadi sesak. Semua harapannya kini hilang.

Ia segera berlari dari sana, melangkahkan kakinya mencari ke tempat yang sama sekali Ia tidak tahu dimana. Khawatir dan cemas. Itu yang Draco rasakan.


“Mama kamu gak ada disini, Hermione. Lebih baik kamu pergi.”

Hermione mengangguk, Ia mengerti mengapa sang Mama tidak ingin bertemu dengannya. Anak tidak berguna seperti dirinya, apa yang bisa diharapkan? Tidak ada.

Hari sudah malam, Hermione memeluk dirinya sendiri karena baju yang Ia kenakan cukup tipis untuk menerjang dinginnya malam.

Merasa sudah tidak lagi harapan, Hermione pergi dari rumah yang selalu Ia rindukan. Ia pergi dengan langkah nya yang sangat lemah. Kepalanya kembali sakit, matanya berkunang kunang.

Dengan sekuat tenaga Hermione terus melangkah. Ia mencoba kuat untuk dirinya sendiri. Ia hanya ingin bertemu dengan sang mama, mengapa sangat susah? Apa sebenci itu sang mama kepada dirinya?

Kepala Hermione sangat berisik di tengah sepinya jalanan. Ia berhenti sejenak, kepalanya benar benar sakit tak terhankan. Dadanya sangat sesak dan berdebar hebat. Ia tidak membawa apa apa, semua perlengkapannya ada di rumah sakit.

Dengan sisa tenaganya, Ia mencoba untuk berdiri. Namun, baru Ia mencoba melangkah, badannya terjatuh dan yang Ia lihat hanya lah kegelapan.


Draco frustasi. Ia tidak tahu lagi harus mencari Hermione kemana. Ia memukul setir mobilnya. Ia sangat marah, entah marah kepada siapa. Kepada dirinya sendiri karena tidak bisa menemukan Hermione, kepada Hermione yang tidak bisa mencoba bertahan dirumah sakit, atau kepada semesta yang sedang mencoba memisahkan mereka?

Yang pasti, Draco sangat ingin menemukan Hermione malam ini. Harus bisa.

Di tengah perjalanannya, Draco melihat sekumpulan orang orang entah sedang apa. Apa ada kecelakaan sekitar sini? Atau ada apa?

Penasaran, Draco melepaskan seat beltnya dan mencoba menghampiri kerumunan.

“Permisi, ada apa ya pak?” Tanya Draco.

“Ada wanita pingsan mas.”

Mendengar itu entah mengapa fikiran Draco tertuju kepada Hermione. Ia pun langsung menerobos kerumunan.

Dan saat itulah dunia serasa berhenti berputar. Benar. Wanita itu Hermione.

“Hermione.” Ia memeluk Hermione dan menepuk nepuk pipinya pelan.

“Tolong bantu saya, saya mau bawa dia ke rumah sakit.” Pinta Draco, yang lainnya mengangguk.

Draco menggendong Hermione menuju mobilnya dan membawanya menuju rumah sakit. Ada satu titik lega dihatinya karena sudah menemukan Hermione. Namun yang Ia rasakan kini penuh dengan ketakutan.

Takut akan keadaan Hermione.

Takut Hermione tidak membuka matanya kembali.


© urhufflegurl_

Kehilangan

***

Hermione koma selama 5 hari setelah operasi itu, Ia memimpikan banyak hal.

Dan semua mimpinya itu tentang Draco. Didalam mimpinya, Ia dan Draco menari bersama, berlari, berjalan, dan tertawa tanpa adanya rasa sakit sedikitpun. Semua berjalan seperti nyata.

Di akhir mimpinya, Ia tak menemukan Draco dimanapun. Ia mencoba mencarinya, namun nihil. Draco menghilang. Tak ada setitik pun tanda bahwa Draco ada disini.

Saat itu, Hermione berteriak sangat keras meneriaki nama Draco.

Dengan sekuat tenaga, Ia membuka matanya.

Dia bangun dari koma nya, dia menangis. Di sekelilingnya tak ada satupun orang yang menemani dan menantinya membuka mata.

Tidak ada sang mama. Tidak ada sang papa. Tidak ada Draco.

Hanya ada dirinya sendiri.

Kemana Draco? Dia sangat ingin bertemu dengannya. Tolong siapapun bawakan Draco kepadanya. Dia ingin bertemu Draco.

Dalam diam dia menangis sendiri. Sesak rasanya, bangun dari koma namun disisinya tak ada siapapun.


Setelah 3 hari tanpa adanya Draco dihidupnya, rasanya semua sangat gelap dan suram.

Kini, Hermione sedang memandang langit melalui jendela kamarnya.

Ia menoleh saat ada seseorang masuk kedalam ruangannya. Ia berharap itu Draco, namun bukan.

“Hermione?”

“Tante siapa?”

Dia menatap mata wanita itu, persis seperti mata Draco. Ia tersenyum hangat, Ia yakin wanita didepannya ini adalah Mama nya Draco.

Dan ternyata benar, Ia adalah Mama nya Draco.

“Gimana kabar kamu?” Tanya Narcissa, Mama Draco.

“Baik, tante.”

Narcissa tersenyum, “Draco pasti senang mendengar itu.”

Hermione tersenyum saat Hermione menyebutkan nama Draco. “Draco, gak ikut tante?”

Narcissa menoleh, Ia menghela nafasnya dan memberikan amplop kepada Hermione yang membuat Hermione bingung.

“Ini dari Draco. Kamu baca ya biar tahu semuanya?”

Dengan ragu, Hermione menerima amplop itu. Ia membuka dan didalamnya ada surat.

Perlahan, Ia membuka dan membaca suratnya.

Matanya terbelalak, mulutnya menganga tak percaya atas apa yang ia baca. Ia menangis, berteriak dan terisak saat membaca surat itu.

Surat yang mendatangkan kabar buruk. Surat yang memberikannya beribu kehancuran. Surat yang membuatnya sangat hancur.

Hermione telah kehilangan, Kehilangan seseorang yang sangat ia harapkan kehadirannya.

Ia telah kehilangan seseorang tanpa ada kesempatan untuk memberikan salam perpisahan.

Ia telah kehilangan.

Selamat merayakan haru kehilangan yang sangat menyakitkan, Hermione.....



© urhufflegurl_

First...

***

Baru saja Draco membuka pintu ruangan Hermione, Hermione sudah berlari ke arahnya dan menubrukan badannya ke pelukan Draco.

Draco terkekeh pelan, mengusap lembut kepala Hermione.

“Seneng banget.” Ucap Draco kepada Hermione.

Hermione mengadah menatap wajah Draco, “Iya seneng banget!”

Hermione meneteskan air matanya saking senangnya. “Dokter tadi ngabarin ada yang mau ngedonorin ginjalnya buat gue. Hari ini gue mau di periksa, apakah ginjalnya cocok atau enggak.”

Draco tersenyum senang mendengar itu, “Gue seneng dengernya.”

Hermione mengangguk. “Lo mau kan temenin gue?”

Draco mencolek hidung Hermione, “Mau dong, tentu.”

Hermione tersenyum senang. “Makasih Draco.”


Proses pemeriksaan telah selesai. Hermione dan Draco sudah bertemu dengan sang pendonor ginjal.

Hermione sangat berterima kasih kepada pihak keluarga karena sudah mengizinkan Hermione menerima donor ginjal, Hermione sangat berterima kasih.

Setelah selesai pemeriksaan, Hermione dan Draco kembali ke ruangan Hermione.

“Gue gak pernah percaya hal ini akan terjadi, Draco.”

Draco menatap Hermione lekat lekat. Ia merapikan sedikit rambut Hermione yang berantakan.

“Keajaiban!” Seru Hermione.

Draco terkekeh pelan, “Ini namanya takdir.”

Hermione mengangguk setuju.

“Kita juga di pertemukan karena takdir, Hermione.”

Hermione kini menatap Draco, rasanya ingin sekali Hermione banyak berterima kasih kepada lelaki di hadapannya ini.

Perasaan hangat yang mereka rasakan awalnya biasa saja, namun kini berubah menjadi suatu gejolak yang tak bisa mereka deskripsikan. Hermione merasakan sesuatu yang nyaman, perutnya seperti dikelilingi kupu kupu, rasanya, hangat.

“Draco.”

“Ya, Hermione?”

“Makasih.. Makasih karena telah menjadi takdir yang gue harapkan.”

Draco tersenyum menatap Hermione, Ia memeluk Hermione dengan sangat erat. Mereka berpelukan seperti sudah mengenal sangat lama, padahal belum genap sebulan mereka mengenal.

Dan ini, pelukan pertama yang membuat Hermione sangat nyaman. Pelukan yang membuatnya tak ingin beranjak walau sedikitpun.


© urhufflegurl_

Tetap tersenyum ya?

***

Suasana taman pagi ini sangat sejuk. Dua insan yang sedang merasakan bahagia itu duduk di bawah pohon besar yang memberikan rasa nyaman.

Hermione menyusun satu persatu cat dan juga kanvas yang Ia siapkan sebelumnya. Tak lupa, Draco juga. Draco berbohong soal Ia bisa melukis, karena pada nyatanya, Ia sama sekali tidak pernah memegang benda itu.

Hermione memulai mencoret satu garisan melengkung di kanvasnya yang putih bersih itu. Ia tenggelam dalam kesukaannya. Ia sangat menikmati waktunya kali ini.

Draco senang melihat Hermione anteng menggambar. Daripada menggambar, ternyata Draco lebih senang melihat Hermione yang menggambar, Ia senang ketika melihat Hermione tersenyum.

“Lo suka banget ngegambar gini?” Tanya Draco.

Hermione masih fokus ke kanvasnya. “Iya. Lo suka banget sama apa?”

“Banyak. Gue suka motor, gue suka kopi, gue suka rokok.”

“Ih gak boleh rokok tau! Gak sehat.”

Draco terkekeh pelan, “Iya udah lama berhenti kok.”

Hermione hanya mengangguk dan memberikan jempol untuk Draco. Setelah itu Ia kembali fokus menggambar.

“Hermione.”

“Ya?”

“Gue boleh nanya sesuatu?”

Hermione merasakan perubahan atmosfir di sekitar mereka. Ia menoleh dan mengangkat halisnya.

“Kenapa?”

“Lo ada masalah apa sama Mama lo sebenernya?”

Tangan Hermione berhenti bergerak. “Kita miskin, Draco. Gue sama Mama, kita gak punya apa apa setelah gue sakit. Gue ngabisin harta mama. Mama sama Papa udah cerai lama, dan sekarang gue berobat pake biaya Papa. Mama marah besar waktu tau itu, jadi Mama musuhin gue karena Mama gak suka gue berhubungan sama Papa.”

“Mama lo kok egois? Kalau lo gak dibiayiain sama Papa lo mungkin lo sekarang—”

“Udah mati?”

Draco terdiam, Ia tidak bermaksud berbicara sampai hal sensitif seperti itu.

“Maksud gue—”

“Justru itu yang Mama gue mau, Draco. Mama mau gue mati karena Mama ngerasa gue adalah beban dia.”

Dada Draco rasanya sakit dan sesak mendengar omongan Hermione. Rasanya Ia ingin meminta maaf karena telah membicarakan hal sensitif seperti ini.

“Udah 3 bulan ini gue berusaha semuanya sendiri. Papa gak diizinin jenguk gue karena istri baru nya Papa itu gak suka Papa berhubungan sama gue. Jadi Papa cuman bisa bantu lewat biaya yang tagihannya sampai ke Papa. Gue sendiri, bener bener sendiri. Gue selama ini tinggal di kontrakan yang Papa sediain, jaraknya cukup deket sama rumah sakit. Tapi, gue lebih seneng tinggal di rumah sakit. Di kontrakan gak enak.”

Tak terasa, air mata Draco menetes. Ia menunduk dan segera menghapus air matanya tak ingin Hermione tahu. Namun usahanya sia sia karena Hermione melihat Ia menangis.

Hermione tersenyum dan mengusap pipi Draco pelan, “Gapapa Draco, jangan nangis. Jangan kasihani gue. Sebentar lagi juga gue pergi kok, gue udah siap. Gue tinggal nunggu waktu.”

Bahkan disaat sedang menceritakan semua kepedihannya, Ia masih bisa tersenyum. Wanita didepannya ini benar benar wanita yang hebat.

“Senyum lo manis, hangat, Hermione.”

Hermione semakin melebarkan senyumnya yang membuat matanya berbentuk bulan sabit.

“Tetap tersenyum ya?”


© urhufflegurl_

Just one day, please.

***

Sudah 1 minggu Hermione kembali berbaring di ranjang ini. Ia tidak sadarkan diri selama 3 hari. Draco terus menjaganya disisinya. Ia tidak ingin meninggalkan Hermione sendirian.

Entah perasaan apa yang Draco rasakan, entah hanya kasihan atau justru Draco mencintainya. Yang pasti, Draco selalu ingin ada di sisinya.

“Draco.”

Draco menoleh, “Ya? Butuh sesuatu?”

Hermione menggelengkan kepalanya. “Gue mau keluar.”

“Maksudnya? Keadaan lo belum baik, Hermione. Gue gak mau ambil resiko.”

“Plis, Draco. Gue mau ngewujudin list gue. Gue mau ngelukis, gue mau ngobrol di taman, gue mau lepas infus, gue mau lepas dari selang. Gue mau Draco. Gue mohon.”

Draco terdiam memikirkan semua resiko jika Ia mengizinkan Hermione keluar. Awalnya Ia sangat tidak ingin memenuhi keinginannya, namun melihat wajah sedih Hermione, Draco menjadi luluh.

“Please...” Lirih Hermione menempelkan kedua tangannya memohon kepada Draco.

Draco menghela nafasnya, “Yaudah.”

Saat itu juga, senyum Hermione mengembang. “Makasih Draco! Yeaay!”

Hari ini akan menjadi hari yang sangat menyenangkan untuk Hermione. Ia akan diam di taman bersama Draco, Ia akan melukis disana. Ia melepas semua selang di tubuhnya, dan juga Ia melepaskan infusan di tangannya.

Hanya satu hari. Namun kebahagiaan yang Hermione rasakan seperti Ia mendapatkan kesempatan hidup 50 tahun lagi.


© urhufflegurl_

Senyum itu.

***

Draco mengecek sekali lagi nama ruangannya, Hemodialisa. Benar, ini ruangannya. Ia pun memutuskan untuk masuk ke dalam.

Saat Ia masuk, bau obat menyeruak menusuk hidungnya, Ia melangkah mencari ruangan Hermione. Dan Ia menemukannya.

Wanita itu sedang memejamkan matanya menahan rasa sakit, Draco tersenyum dan menghampirinya.

“Hai.” Sapa Draco pelan.

Hermione membuka matanya dan tertawa kecil, “Kesini juga.”

Draco duduk disamping Hermione. “Iya dong.”

Dari awal Draco masuk, Ia salah fokus ke darah di mesin itu. Ia bergidik merinding melihat selang yang penuh darah itu.

Sadar bahwa Draco sedikit terganggu, Hermione mencoba mengalihkan perhatiannya.

“Lo kenapa gak pulang?” Tanya Hermione.

“Iya nanti pulang. Tapi setelah mastiin lo baik baik aja.”

“Gak usah, gue pasti baik baik aja kok.”

Draco menggelengkan kepalanya. “Gue mau mastiin pake mata gue sendiri.”

Hermione tersenyum, senyum itu, senyum yang ingin Draco lihat. Walaupun baru 3 hari Draco mengenal Hermione, namun rasanya Draco sudah merasakan kehangatan berada di dekat Hermione.

Hermione menggigit bibir bawahnya, Ia meneteskan sedikit air matanya. Cuci darah kali ini benar benar sakit. Sebelumnya belum pernah sesakit ini. Apa semua ini menandakan bahwa keadaannya semakin memburuk?

“Are you okay?” Tanya Draco menyadari Hermione menahan rasa sakit.

Hermione memaksakan senyumnya. “Okay. Draco sorry tapi gue ngantuk. Lo pulang aja, gue mau tidur. Masih ada 3 jam lagi soalnya cuci darah gue.”

Draco terkejut, “Selama itu?”

Hermione mengangguk, “Pulang aja.”

“Yaudah gue mastiin lo tidur dulu, baru gue pulang.”

“Keras kepala.”

Draco terkekeh pelan, “Draco.”

Hermione tersenyum, Ia memejamkan matanya karena tak kuasa menahan rasa sakit dan kantuknya. Dalam hitungan menit, Hermione sudah terlelap dalam tidurnya.

“Sembuh ya, Hermione.”


© urhufflegurl_

Taman.

***

Ruangan ini sudah seperti rumah kedua untuknya. Tembok putih, sofa, meja, nakas, ranjang, tv, kulkas dan kamar mandi. Lengkap bukan? Ya, sudah seperti rumah keduanya.

Ia berdiri, memakai sandal miliknya dan berjalan perlahan keluar. Terlalu suntuk jika harus berlama lama didalam, karena pemandangan yang Ia lihat begitu begitu saja.

Ia memutuskan untuk main ke taman, taman cukup ramai karena ini adalah siang hari. Ia tersenyum melihat orang orang disekitarnya tersenyum, mengobrol, bahkan tertawa.

Disaat Ia sedang menikmati pemandangan, matanya tiba tiba terfokus pada satu titik. Titik dimana Ia melihat seseorang duduk sendiri dengan selembar kertas di tangannya.

Sama seperti dirinya, dia pun sendiri di taman itu.

Perlahan, Ia memutuskan untuk mendekatinya.

“Hai?”

Orang itu menoleh dan menghapus air matanya. “Kenapa?”

“Ada masalah?”

Lawan bicaranya mengerutkan keningnya. “Gak ada, permisi.”

Ia sangat ingin menghentikannya, namun Ia tak punya tenaga untuk mengejarnya.

Ia meringis ketika melihat orang itu tidak sengaja menabrak salah satu suster disana.

Awalnya Ia ingin tidak peduli dan kembali menikmati taman, namun selembar kertas yang jatuh berhasil menarik perhatiannya. Ia pun jalan dan mengambil kertas itu.

List yang ingin sekali aku penuhi :

1. Mengobrol dari sore hari hingga senja. 2. Meminta maaf dan berdamai dengan Mama. 3. Tertawa di taman. 4. Keluar dari penjara. 5. Melepaskan selang. 6. Menggambar dan Mewarnai. 7. Melepaskan infusan dari tanganku.

Apa aku bisa mewujudkan semua ini? Sepertinya tidak bisa.

Ya, memang tidak bisa, Hermione.

Ia mengerutkan keningnya. “Hermione? Jadi nama wanita itu Hermione?”

Ia merasa penasaran, jadi Ia memutuskan untuk mencari tahu soal Hermione ke salah satu suster disana.

“Draco? Kenapa jalan jalan?” Tanya suster.

“Sus, saya mau tanya. Ada pasien namanya Hermione?”

“Oh, ada. Dia di ruangan kelas 1. Kenapa?”

“Dia sakit apa, suster?”

“Untuk itu, saya gak bisa kasih tau kamu, Draco, maaf.”

Lelaki itu bernama Draco Malfoy. “Tolong sus, please...”

Suster tersenyum, “Dia sakit ginjal, Draco. Kedua ginjalnya sudah tidak berfungsi.”



© urhufflegurl_

Paris and you.

***

Paris begitu cantik. Hermione sangat menyukainya. Meskipun ada banyak sekali culture shock yang Ia temui disini, namun baginya Paris adalah kota yang sangat cantik.

Sama seperti Hermione malam ini. Ia menggunakan dress berwarna hitam dengan jaket dan topi menghiasi kepalanya. Ia senang berada disini, keluarga Draco benar benar menyambut nya dengan sangat hangat.

Malam ini, Draco sudah membooking cafe di salah satu cafe di dekat menara eiffel, Ia sengaja memilih cafe ini karena Ia tahu Hermione pasti akan senang jika pemandangan yang akan dilihatnya adalah menara eiffel yang sangat cantik.

“Cantik banget pacar aku.” Ucap Draco mengusap lembut tangan Hermione.

Hermione tersenyum malu, “Draco, aku beruntung banget kenal dan dicintai sama kamu. Makasih untuk ini semua ya?”

“Sure, anything for you, love.”

Mereka menikmati makan malam mereka dengan penuh canda, tawa dan bahagia.

Setelah perut merasa kenyang, mereka berjalan jalan disekitaran menara.

“Foto disana, sayang. Pasti bagus!” Perintah Draco.

Hermione menurut, Ia berdiri dan tersenyum. Dan Draco memotretnya dengan sangat cantik.

“Cantik.”

“Berdua yuk?”

“Ayok, bentar aku pasang tripod nya.”

Draco memasang tripod untuk merekam mereka berdua, Ia tidak ingin meminta bantuan kepada orang disana.

“Gimana posenya?” Tanya Hermione canggung.

Draco merangkul pinggang Hermione yang membuat pipi Hermione panas.

Mereka awalnya tersenyum, lalu lama lama pose mereka tak terkendalikan. Dimulai dari nyengir, manyun, datar, hingga wajah konyol dan lucu.

“Sekali lagi, sekali lagi.” Ucap Draco merangkul pinggang Hermione dengan kedua tangannya.

“Oke, gimana?”

Suasana menjadi panas sekarang. Pasalnya, Draco menatap mata Hermione dengan hangat dan serius.

“Aku tau aku bukan lelaki yang baik. Tapi aku yakin, aku bisa jadi terbaik buat kamu, Hermione.” Bisik Draco membuat jantung Hermione berdetak tak karuan.

Hermione menatap Draco, dia tersenyum, dia merasa menjadi wanita paling bahagia di dunia ini karena dia dicintai oleh Draco Malfoy.

Perlahan, Draco maju, sementara Hermione malah mundur. Hermione menutup matanya takut Draco akan mencium bibirnya, namun ternyata Draco mencium lehernya dan membuat Hermione geli hingga tertawa.

Moment itu terekam oleh kamera Draco dengan jelas.

Moment dimana malam itu mereka menjadi pasangan bahagia. Dan mungkin akan seterusnya.

Malam itu, Paris begitu indah bagi Draco.

Paris dan Hermione. Rumah yang tak selalu berbentuk bangunan untuk Draco.


© urhufflegurl_