litaaps

Calon menantu?

***

Dari kejadian malam itu, Draco tidak sadarkan diri selama 2 hari. Hermione selalu menemaninya setiap hari, bergantian dengan Blaise, Theo, Daphne dan Pansy.

Sudah 3 hari Draco dirawat, keadaannya sudah membaik dan dia sudah sadarkan diri. Semua sudah baik baik saja.

Astoria masih memiliki trauma atas kejadian malang yang menimpanya itu, Ia membenci kakaknya sendiri karena Daphne lah Astoria mendapatkan kejadian malang itu. Astoria tinggal di kosan Bunda Molly dan jadi dekat dengan keluarga Weasley walaupun dia baru 3 hari tinggal disana.

Hari ini, dirumah sakit hanya ada Draco dan Hermione. Yang lainnya sedang ada jam kuliah, sedangkan Hermione sudah selesai.

“Draco makan yang bener.” Sekali lagi Hermione menghela nafasnya. Dia seperti merawat bayi besar. Draco sangat rewel perihal makanan. Dia tidak suka makanan rumah sakit, katanya tidak enak.

Draco menutup mulutnya. “Gak enak, gak laper juga sayang..”

Hermione memukul tangan Draco, “Nyebelin! Gak boleh panggil gue sayang kalau belum makan!”

Melihat tatapan galak dari Hermione, Draco tertawa karena gemas.

“Yaudah makan aaaa—–”

“DRACO MALFOY!!”

Baik Draco maupun Hermione sama sama terkejut.

“MAMA TELFONIN KAMU GAK DIANGKAT! KENAPA BISA SAKIT GINI?!”

Hermione terkejut, jadi ini Mama nya Draco? Bahkan, dengan Papa nya. Karena malu, Hermione mundur ke belakang dan diam di sudut ruangan.

Sementara itu, Draco menepuk jidatnya melihat kelakuan sang Mama.

“Ma—”

“Kenapa bisa sakit?! Pansy bilang kamu berantem! So jagoan ya! Berantem sama siapa? Berani beraninya dia berantem sama Draco Malfoy!” Marah Narcissa.

Narcissa dan Lucius tidak menyadari keberadaan Hermione disana, jadi mereka leluasa memarahi Draco.

“Ma, dengerin—”

“Mama gak suka kamu berantem berantem kayak gitu. Apalagi sampe dirawat kayak gini!”

“Ma ih!” Sentak Draco membuat Narcissa dan Lucius terdiam.

Narcissa melotot. “Apa?!”

“Itu ih..” keluh Draco melirik Hermione.

“Apa itu itu?!” Tanya Narcissa.

Draco memberikan kode kepada Hermione agar Hermione saja yang berbicara, karena percuma jika Draco berbicara, terus disela oleh Narcissa.

“Permisi, tante, om.”

Suara lembut dari Hermione mengejutkan Narcissa dan Lucius, mereka berbarengan menoleh ke belakang.

“Astaga, ada orang daritadi disini?” Tanya Narcissa berubah menjadi lembut menyapa Hermione.

Hermione tersenyum kaku, Ia maju selangkah agar sejajar dengan Narcissa.

“Siapa ini Drake?” Tanya Narcissa kepada Draco.

“Hermione.”

“YA AMPUN! Calon menantu mama? Gimana sesi nembaknya? Aman?”

Hermione langsung menoleh mendengar itu, sementara Draco melotot dan menunduk menahan malu. Mama nya ini tidak bisa menjaga imej nya didepan mba crush.

“Ne—nembak?” Tanya Hermione bingung.

“Tadinya, sabtu kemarin gue mau ajak lo ke cafe, gue mau nembak lo disana.. Tapi gue malah koma.” Ucap Draco sedikit tertawa.

Hermione merasa sakit hati mendengar itu. Pasti Draco sudah menyiapkan semuanya untuk acara itu. Namun, semuanya gagal total karena kejadian naas yang menimpa Draco.

Narcissa yang merasa canggung, berusaha mencairkan suasana kembali.

“Eh Ini Hermione yang suka kamu ceritain? Ya ampun cantik sekali, Drake. Tumben pinter pilih cewek.” Seru Narcissa

“Mama ih! Jangan gitu lah, aduh..” wajah Draco memerah menahan malu.

Hermione tersenyum kikuk, “Saya Hermione, tante. Temannya Draco.”

“Calon pacar.” Kini Lucius yang berbicara setelah selama ini dia terdiam.

Lucius melirik Draco, Draco mengangguk. “Iya, ntar sore jadian.”

“Gapapa calon pacar. Asal jangan so soan ngomongin mau nikah padahal belum jadi pacar.” Balas Narcissa.

Sekali lagi Draco menahan malu. Semua aibnya Ia bicarakan didepan Hermione. Sementara Hermione hanya tersenyum malu dan salah tingkah.


© urhufflegurl_

Siap?

***

Setelah mengobrol dengan kedua orang tua Draco, Hermione merasa sangat senang. Orang tua Draco sangat hangat dan menyambutnya penuh kebahagiaan. Bahkan Narcissa lebih banyak berbicara dengan Hermione daripada dengan Draco.

Sore ini, Draco ingin berduaan dengan Hermione di taman. Taman rumah sakit milik Malfoy ini sangat indah dengan pemandangan yang tak kunjung indah juga.

Di satu sisi Hermione sangat senang bertemu Narcissa dan Lucius, namun di sisi lain, Hermione masih sangat sedih.

“Hei, kenapa hmm?” Tanya Draco merasakan kesedihan di wajah Hermione.

“Maaf..” lirih Hermione.

“Kenapa? Kenapa minta maaf?” Kini Draco khawatir karena Hermione meneteskan air matanya.

“Maaf karena gue, lo jadi kayak gini.. Lo koma 2 hari, lo kekurangan darah, lo harus dioperasi, maaf Drake..” Hermione mengeluarkan tangisnya didepan Draco.

Draco perlahan memeluk Hermione, “Bukan kesalahan lo. Gue ngelakuin ini semua karena gue sayang banget sama lo, mione. Gue gak mau lo luka sedikit pun, kebayang kalau malem itu lo yang kena balok kayu itu, gue gak akan pernah maafin diri gue sendiri. Dan malam itu, cowok yang mukul lo bakal mati, Hermione. Gue sayang sama lo, gue gak mau lo luka.”

Hermione mengeratkan pelukannya. Ia semakin menangis mendengarkan penjelasan Draco.

Rasa sayang yang Hermione rasakan semakin besar. Ia semakin yakin bahwa memang Draco yang terbaik untuk ya.

Perlahan, Hermione melepaskan pelukannya dan menghapus air matanya.

Draco ikut menghapus air mata Hermione, Ia tersenyum dan Hermione ikut tersenyum.

“Jadi mau nikah?” Tanya Hermione tibatiba.

“Mulai deh, dibilangin jangan dibahas.” Balas Draco malu.

Hermione tertawa kecil. “Lucu juga.”

“Lo?”

“Kita.”

“Kenapa?”

Hermione menghela nafasnya. “Gue juga sering cerita soal lo ke Mama, gimana cara lo deketin gue, gimana cara lo perhatian ke gue, semuanya. Padahal kita bukan siapa siapa.”

Draco menoleh, “Lo—”

“Draco..” Hermione menatap Draco dengan hangat.

“Gue siap.” Ucap Hermione dengan mantap.

Draco terdiam, dia menatap Hermione dengan serius tanpa senyuman. Jawaban yang selalu Ia nantikan akhirnya terucap dari Hermione.

“Sorry, dulu gue ragu karena gue pikir lo masih rasa sama Astoria. Tapi setelah liat semua perjuangan lo buat gue, gue gak ragu lagi.”

Draco tersenyum, ada kehangatan didalam dadanya yang tak bisa Ia deskripsikan dengan kata kata. Baru kali ini Ia merasakan cinta sebegitu dalam, hanya kepada Hermione Ia rela melalukan apapun, bahkan nyawa teruhannya. Sebelumnya, bukan Draco yang mengejar perempuan, justru perempuan yang mengejar Draco.

Namun dengan Hermione, Draco berjuang dan tahu arti cinta sesungguhnya.

“Kita, pacaran?” Tanya Draco memastikan.

Hermione senyum malu malu dan mengangguk.

“Aku kamu dong?”

Hermione tertawa kecil, “Iyaaaa Draco.”

Draco tersenyum lebar, “Yes! Akhirnya! Udah bisa manggil sayang kan?”

Hermione mengangguk, “Iya bisa, sayang.”

“Ah, sayang... Melayang aku..” balas Draco lebay.

Hermione tertawa melihat tingkah Draco. Lelaki didepannya ini benar benar berhasil membuat perutnya penuh kupu-kupu.

Draco memeluk Hermione dan mengecup puncak kepalanya, “I love you.”

“I love you more, Drake..”

“Draco, soal cafe—” Ucap Hermione menggantung.

“Kita dinner setelah aku sembuh ya?” Balas Draco dengan suaranya yang lembut.

Hermione tersenyum dan mengangguk, akhirnya lelaki yang selama ini Ia ragukan menjadi kekasihnya. Dan keputusan ini telah Ia putuskan dengan mantap.


© urhufflegurl_

Please.

***

Tw // mention to fight // blood


Mobil yang Draco kendarai berhenti di sebuah bangunan yang sangat kotor dan kumal. Mereka mengerutkan keningnya, mencari apakah benar ini tempat yang dimaksud google maps?

Ron mengecek maps di handphonenya. Benar, tak salah.

“Bener kok disini. Ayo turun.” Ron turun lebih dulu dibanding yang lainnya.

“Ayo masuk.” Ajak Ron jalan lebih dulu disusul oleh yang lainnya.

Mereka jalan perlahan menyusuri tempat ini. Benar benar tak terawat. Seperti tak pernah dirawat puluhan tahun.

Ditengah keseriusan mereka, tiba tiba Ron mendengar suara perempuan menangis.

“Tori?” Panggil Ron.

“KAK RON!! TOLONG!!”

Itu suara Astoria. Mereka bersiap takutnya ada orang yang menyerang mereka. Ron segera berlari menuju sumber suara.

Astoria duduk tak berdaya disana. Tangan dan kakinya diikat, rambut dan bajunya berantakan. Ron yang melihat keadaan kekasihnya itu benar benar sakit.

Bug!

Pukulan tiba tiba itu menyerang Theo, membuat semua mengalihkan pandangan dan bersiap untuk berkelahi.

Satu lawan satu. Benar benar banyak orang disana yang melawan Harry, Ron, Draco, Theo, Blaise dan Rolf.

“Stop.”

Suara berat itu membuat mereka semua terdiam. Lelaki dengan tinggi 177 cm berdiri di sebelah Astoria. Ia tersenyum seolah olah Ia adalah pemenang.

“Adrian?” Gumam Theo dan Blaise bersamaan.

“Adrian? Kalian kenal?” Tanya Draco kepada sahabat sahabatnya itu.

Theo dan Blaise mengangguk perlahan.

“Theodore, gimana kabarnya? Seneng sama cewek gue? Oh, gue ambil adiknya kesini itu biar ketemu cewek gue, kok dia malah gak ada?”

Semua mata melirik Theo sekarang. Tatapan itu adalah tatapan tanda tanya besar.

“Lo ngelakuin ini karena—”

“Ya, karena gue gak bisa dapetin Daphne.”

Theo mengepalkan tangannya. “Kenapa lo malah nyerangnya Astoria?”

“Daphne kan ada lo sebagai pawangnya, ya apa salahnya gue nyerang Astoria? Dia juga gak kalah cantik ternyata dari Daphne.”

“Anjing.” Umpat Theo.

Dari kejauhan, terdengar suara orang berlarian. Daphne, Hermione dan Ginny datang dan berdiri tepat dibelakang mereka semua membuat mereka kaget sekaligus marah.

“Nah, princess gue dateng.” Ucap Adrian dengan senang.

“Adrian?”

Draco menatap Hermione dengan tatapan tajam, Hermione hanya menunduk, Ia takut menatap Draco lama lama. Lebih baik nanti meminta maaf saja, mudah mudahan Draco mau memaafkan.

Ginny sendiri, sengaja ikut karena Ia ingin mengontrol keadaan Ron. Ia takut kakaknya kenapa napa.

“Adek lo enak, Daph. Gak bisa dapetin itu dari lo, ternyata gue bisa dapetin dari adek lo.” Ucap Adrian.

“Cowok brengsek! Lo emang brengsek! Kenapa harus Astoria?!” Teriak Daphne menangis.

“Ya karena lo gak mau sama gue, lo malah lebih milih Theo daripada gue.” Balas Adrian dengan santai.

Astoria terdiam kaku mendengar ucapan Adrian. Ia sama sekali tidak mengenal Adrian. Jadi karena Daphne Ia harus merasakan semua rasa pahit ini? Karena Adrian mencintai Daphne, namun Daphne mencintai Theo. Apa karena semua itu?

Mengapa? Mengapa Astoria harus menanggung semuanya? Mengapa harus Astoria?

“Gak usah basa basi. Gue gak peduli apapun alasan semua ini, lepasin Astoria.” Tegas Ron.

“Lawan dulu mereka.”

Ada sekitar 10 orang berdiri disana yang siap berkelahi malam ini melawan Harry, Ron, Draco, Theo Blaise, dan Rolf.

Adrian memberikan kode seolah itu adalah kode penyerangan. 10 orang itu mulai menyerang para lelaki satu persatu.

Draco dengan cepat berlari menuju Hermione, Ia memeluk Hermione dan punggungnya menjadi sasaran pukulan lawannya.

“Draco..”

“Stay there.” Tegas Draco menunjuk salah satu sudut di ruangan itu.

Ditengah para lelaki berkelahi, Hermione, Ginny dan Daphne diam di salah satu sudut ruangan mencari cara untuk melepaskan Astoria.

Mereka diam diam mengendap, jalan sambil jongkok untuk sampai ke Astoria.

Harry yang tahu rencana para wanita itu berusaha untuk menutup pergerakan mereka.

Dan ya, akhirnya para wanita pun sampai di Astoria. Mereka segera melepaskan tali yang mengikat tangan dan kaki Astoria.

Setelah berhasil, mereka kembali ke sudut ruangan yang tadi menjadi tempat mereka diam.

Namun, ditengah jalannya mereka, tiba tiba ada orang yang hendak menyerang Hermione.

“Anjing!” Draco yang menyadari itu segera berlari menuju Hermione. Ia memeluk tubuh Hermione, dan membuat sebuah kayu besar mendarat tepat di punggung dan kepalanya.

“Draco!” Teriak Hermione panik.

Mengabaikan rasa sakitnya, Draco mengambil kayu itu dan memukulkannya ke kepala lawan tadi yang menyerang Hermione hingga lelaki itu tak sadarkan diri.

“Jangan cewek gue, bangsat!” Umpat Draco penuh emosi.

“Draco, kepala lo..” lirih Hermione menangis melihat kepala Draco berdarah karenanya.

“Gapapa.. masuk mobil sekarang ya? Ini kunci mobilnya.” Draco memberikan kunci mobil miliknya kepada Hermione. Hermione menurut dan mengajak yang lainnya menuju mobil.

Beralih dari Draco dan Hermione, di sudut lain, Ron melawan Adrian. Ron cukup jago untuk melawan Adrian hingga Adrian tumbang.

11 lawan 6, dan yang berenam lah yang menang. Mereka cukup handal juga dalam berkelahi. Ya meskipun luka yang mereka alamk juga cukup serius.

Tak lama kemudian, polisi pun datang untuk menertibkan mereka. 11 orang itu di bawa dan ditahan oleh polisi, sementara itu, Theo dan Blaise ikut polisi untuk memberikan keterangan.


“Draco, darah lo—” Hermione menangis panik melihat darah mengalir di kepala Draco semakin banyak.

“Gapapa.” Jawab Draco lemas. Dia benar benar sangat lemas sekarang. Bahkan matanya sudah berkunang kunang.

“Gue udah telfon ambulance, kak tahan ya?” Ucap Ginny.

Astoria dan Daphne menatap Draco penuh dengan rasa khawatir. Mereka tidak bisa mengambil resiko untuk membawa Draco dengan mobil biasa, masalahnya yang luka adalah bagian kepala belakang, takutnya semakin parah jika terus dibiarkan.

Jadi mereka memutuskan untuk menunggu ambulance, agar di selama di perjalanan, Draco bisa sambil ditangani oleh tenaga medis.

Draco memejamkan matanya, Ia perlahan kehilangan kesadarannya membuat Hermione semakin histeris menangis.

“Draco, plis jangan gini— Draco..” lirih Hermione memeluk Draco.

“Gin, dimana ambulance nya?” Tanya Hermione panik.

“Dijalan mi.” Balas Ginny ikut panik.

“Draco bangun...” Lirih Hermione semakin keras menangis.

“Draco please, besok sabtu.... Besok kita dinner, inget kan? Draco...” Bisik Hermione dengan suaranya yang tercekat. Terlalu sakit melihat Draco terluka hingga tak sadarkan diri karenanya.

Tak lama kemudian, ambulance pun datang. Mobil Draco dikendarai oleh Rolf, sementara Hermione ikut dengan ambulance bersama Draco.

“Draco, bangun...”

Hermione terus memegang tangan Draco tanpa berniat untuk melepaskannya.

Mata Draco mengerjap ngerjap pelan, bibirnya mengukir senyum tipis. Apa yang dihadapannya ini adalah seorang bidadari baginya.

“Draco...” Bisik Hermione.

“Her— mione.” Lirih Draco dengan suaranya yang hampir tidak terdengar.

“Gue disini, Drake.”

“I love you.” Bisik Draco dengan senyum di bibirnya.

“I love you too, Drake..”


© urhufflegurl_

Hati hati.

***

Draco dikejutkan dengan kedatangan Hermione. Ia langsung berdiri ketika melihat Hermione, Ginny, Rolf dan Luna datang menuju apartemen Daphne.

“Hei, lo ngapain disini?” Tanya Draco kepada Hermione.

“Gue mau ikut drake, mau ikut cari Astoria.” Balas Hermione.

Draco menggeleng dengan cepat. “Ini jebakan. Dia pasti bawa pasukannya, waktu itu aja gue luka karna pisau yang dia bawa. Gue gak mau ambil resiko, lo disini aja ya?”

“Cewek cewek stay disini. Biar cowok cowok aja yang kesana.” Putus Draco.

“Astoria gimana kalau gak ada cewek cewek Drake?” Tanya Daphne.

“Ada gue, Theo, Blaise, kita semua. Ada kita Daph. Gue gak mau ambil resiko. Gue gak mau cewek cewek luka.”

“Gak mau cewek cewek luka atau Hermione?” Tanya Blaise.

“Kalau lo bercanda, kali ini bener bener gak lucu, Blaise.” Ucap Draco dengan tatapannya yang tajam.

“Udah udah, semuanya tenang. Gini aja, kita cari bareng bareng tapi, cewek cewek tunggu dimobil kalau ada apa apa.” Usul Theo.

“Bego! Bisa aja penjahatnya mecahin kaca mobil atau nembak? Pokoknya cewek cewek disini. Gue gak mau ambil resiko, kita aja yang maju.” Putus Draco.

Hermione memegang tangan Draco mencoba menenangkannya. “Yaudah kita disini nenangin kak Daphne ya?”

Draco menatap Hermione dengan lembut. “Gue cuman gak mau lo kenapa napa, gue gak mau kalian kenapa napa.”

Hermione mengangguk paham, “Iya kita disini tapi gue mohon kalau ada apa apa langsung chat kita ya?”

“Pasti.” Draco tersenyum dan mengusap rambut Hermione dengan lembut.

“Dapet! Hp Astoria aktif! Gue lacak ada disini.” Ucap Ron.

“Kita kesana sekarang.” Balas Draco.

Mereka akhirnya menyetujui keputusan Draco. Hanya para lelaki yang datang menyelamatkan Astoria, sedangkan para wanita diam di aparten.

“Hati hati, Draco.” Bisik Hermione kepada Draco.

Draco tersenyum, “Pasti.”

Setelah itu mereka pun pergi dari apartemen.

“Gue diem aja disini? Enggak. Gue harus ikut mereka!” Daphne berdiri dan berlari ke luar. Semua panik dan bingung, mereka ikut menyusul Daphne dan menahannya agar tidak menyusul.

Namun, Daphne bersikeras ingin ikut. Akhirnya hanya beberapa orang saja yang ikut yaitu Ginny dan Hermione. Luna dan Pansy stay di apartemen takutnya ada apa apa.


© urhufflegurl_

Theodore Nott — Prolog.

***

Suara bising motor dan teriakan orang orang benar benar memenuhi jalanan. Malam ini, di salah satu jalan di Jakarta, banyak orang memakai jaket kulit yang keren berkumpul disana.

Mereka saling menyombongkan motor gede yang mereka banggakan. Dan mereka akan mengadu kecepatan, motor siapa yang bagus dan cepat.

Semua geng motor berkumpul disini, termasuk Slytherin. Geng motor yang cukup terkenal yang isinya orang orang tampan, terutama sang ketua dan wakilnya!

“The, ikutan?” Tanya salah satu wanita berambut pendek.

“Ikut dong.”

“Gila aja! Siapa aja yang ikut?”

“Gue, Draco, Lucian. Lawan noh bertiga itu.”

“Oke, good luck!”

Lelaki itu bernama Theodore Nott, tingginya sekitar 180cm, dengan berat badan ideal. Matanya berwarna coklat hangat berpadu dengan senyuman yang manis. Rambutnya berantakan, namun tak mengalahkan citra tampan yang sudah menempel pada dirinya.

Dia adalah wakil ketua dari suatu geng motor terkenal di Jakarta, Slytherin. Dan sang ketua bernama Draco Malfoy.

Theo sudah lama ikut geng motor, ini juga merupakan kesukaan yang tak akan pernah Ia tinggalkan. Baginya, Slytherin adalah rumah disaat keluarganya tak ada disisinya.

Malam ini, Theo berada di arena balapan. Ia akan mengadu kecepatan motornya dengan yang lain. Balapan motor juga salah satu kesukaannya, baginya meluapkan stress ke balapan motor adalah salah satu hal yang sangat menenangkan.

Setelah semuanya berkumpul, akhirnya balapan pun dimulai. Theo berada di posisi ketiga saat balapan dimulai, namun Ia tidak patah semangat, Ia menekan gas dengan sangat kencang sehingga bisa menyusul 2 orang didepannya.

Namun, di tengah perjalanan, Draco berhasil menyusulnya sehingga di akhir balapan, Draco berada di posisi pertama, dan Theo kedua.

“Anjing! Lo mulu yang menang, gue dong Drake!” Ucap Theo melepas helmnya.

Draco tertawa, “Ngelawan gue sih, kalau lawannya yang lain, pasti lo menang.”

Theo melemparkan kertas, dan kertas itu mendarat tepat di wajah Draco.

“Ih! Gak boleh lempar lempar!” Ucap seorang wanita cantik berambut coklat bergelombang disamping Draco.

Draco memasangkan wajah sombong, “Untung ada cewek gue yang selalu membela.”

Theo memasang wajah malas, “Iya deh tau, pasutri mah beda.”

Draco dan wanita disebelahnya, Hermione tertawa.

“Makanya cari cewek!” Ucap Draco kepada Theo.

Theo menghela nafasnya. “Yaaa gimana cari cewek, gue sukanya sama sahabat sendiri, ya susah.”

“Nyatain aja, gampang kan?” Tanya Hermione.

“Males, kalau putus ntar gue ilang pacar dan sahabat gue. Mending sahabatan aja. Dah ah, gue mau balik.” Theo kembali memakai helm nya dan menaiki motornya.

“Hati hati lo!” Ucap Draco memukul Theo pelan.

Theo hanya mengangkat halisnya lalu pergi dari arena balapan.

Hanya ada satu wanita yang Ia cintai semasa hidupnya, sayangnya wanita itu adalah sahabat terdekatnya yang bahkan sudah Ia anggap adik sendiri. Ia tidak ingin wanita itu mengetahui perasaannya, karena Ia tidak ingin persahabatan mereka hancur.

Setelah sampai rumahnya, Theo menelfon seseorang...

“Hallo The?”

“Hallo, dimana Daph?” Tanya Theo.

“Lagi jalan sama Adrian, kenapa?”

Theo tersenyum kecil, “Gapapa, gue cuman bilang gue gak menang balapan.”

“Yaaah! Kalah lagi? Sama Draco ya?”

“Iya. Yaudah lanjut Daph.”

“Ya Draco mah jago balapannya. Yaudah udah dulu ya The, gue mau makan sama Adrian, bye!!!”

“Bye, Daph.”

Theo tersenyum miris sambil menutup telfonnya, Ia merebahkan badannya, otaknya penuh dengan nama sahabatnya, Daphne yang sedang jalan dengan temannya sendiri.

“Gue emang gak bisa sama lo, Daph..”


Theodore Nott

Theo anak geng motor

His eyes

His bestfriend, Daphne Greengrass


© urhufflegurl_

La Lune — Prolog.

***

13 Februari.

Suasana kastil malam ini sungguh indah merayakan anak perempuan yang akan menginjak usia 20 tahun.

Ethereal Place, bangunan kastil sangat megah yang bertempat di salah satu hutan yang cukup jauh dari peradaban manusia. Tempat yang sangat indah, dipenuhi dengan makhluk makhluk sangat cantik yang sempurna.

Malam ini akan menjadi malam yang sangat indah bagi keluarga Lovegood. Luna Lovegood, sang anak akan menginjak usia 20 tahun, dimana yang artinya Ia sudah dewasa dan telah menjadi seseorang yang seutuhnya.

Luna Lovegood sudah tak sadarkan diri dari 2 minggu yang lalu. Dan malam ini, Ia akan terbangun dengan 2 diri didalamnya, yaitu manusia, dan juga Veela.

Tepat pukul 00.00, bulan menerangi Ethereal Place, masuk ke celah celah jendela kamar dimana Luna tertidur. Bulan yang terang itu menerangi tepat pada tubuh Luna.

Tak butuh waktu lama, tubuh Luna mengeluarkan cahaya berwarna biru yang sangat indah. Tubuh nya terangkat keatas dengan kedua tangan terlentang dan rambutnya yang berkibaran berkilau indah.

Ia membuka matanya yang berwarna biru itu, dan merentangkan kedua tangannya menikmati perubahan yang akan terjadi kepadanya.

Dua sayap besar berwarna putih berkilau muncul tepat di punggungnya menjadikan Luna wanita yang sangat cantik dan mempesona.

La Lune menggunakan dress berwarna putih, diatas rambutnya ada mahkota yang menempel dan tak akan pernah lepas. Telinga nya runcing, kukunya putih bersih dan sayapnya sangat besar hingga bisa menutup tubuhnya. Ia tersenyum manis kepada kedua orang tuanya yang telah menyaksikan perubahan anaknya.

La Lune

“La Lune. Akhirnya kau tumbuh juga.”

Luna membungkuk memberi penghormatan kepada sang Ayah dan sang Ibu.

“Terima kasih Ayah, Ibu.. Semua ini yang sangat Luna harapkan.” Ucap Luna. Suaranya sangat lembut, benar benar lembut.

“Ibu senang akhirnya kamu menjadi veela yang sempurna sayang.”

Luna memeluk sang ibu, kedua sayapnya yang indah juga ikut memeluk sang ibu.

“La Lune, ingat.. di usia kamu yang ke 20 tahun ini, artinya kamu telah hidup untuk cinta. Kamu sudah tahu siapa cinta kamu, dan kamu tau dia dimana. Cari dan kejarlah. Ingat, La Lune akan mati jika cinta nya tidak terbalas.” Ucap sang Ayah.

“Wanita cantik seperti ini pasti cinta nya di balas, sayang.” Balas sang Ibu.

Sang Ayah mengangguk, “Suatu saat nanti, jika dia sudah benar benar mencintai kamu, bawalah dia kesini untuk bertemu kami. Maka akan kami suci kan kalian berdua dalam ikatan yang tidak dapat dipisahkan.”

La Lune tersenyum, sangat manis dan cantik.

“Luna akan merindukan Ibu dan Ayah..”

“Kamu tidak akan merindukan kami setelah kamu pergi dari sini. Kamu hanya akan hidup untuk cinta. Kontrol emosi mu yang akan membuat semuanya hancur. Pelajari dirimu sendiri, kamu sudah dewasa. Ibu dan Ayah melepas mu.”

La Lune memeluk sang Ayah, sama seperti saat Ia memeluk sang Ibu, kedua sayapnya pun ikut memeluk sang Ayah. Saking besar sayap yang Ia punya, Ia dan sang Ayah sampai tenggelam dalam sayap itu.

“Luna sayang kalian berdua.”

“Kami selalu sayang kamu, nak.” Ucap sang Ibu dengan lembut

Setelah itu, La Lune terbang dengan kedua sayapnya. Ini diluar kendalinya. Karena Ia hanya memiliki waktu sebentar untuk tinggal di Ethereal setelah usianya menginjak 20 tahun.

Ia akan terbang, Ia akan menemui sang cinta.

Veela adalah makhluk penuh cinta. Veela hidup hanya untuk cinta. Ia hanya bisa hidup bersama takdirnya. Jika cinta nya tidak terbalas, maka Ia akan mati bersama dengan perasaan dan cintanya yang akan mati juga.


Luna Lovegood is a Human

La Lune is a Veela

Her eyes

Her crown

And... Her wings

Hai, ini au fantasi ku!(sedikit sih) Semoga kalian enjoy ya hihii!💚


© urhufflegurl_

Comfort Zone.

***

Setelah mendapatkan pesan itu dari Hermione, Draco segera berlari menuju Fakultas kedokteran. Jarak nya sangat jauh dari jurusannya, tapi tak apa, Ia tempuh sejauh apapun demi sang cinta. (anjay, lebay banget)

Sesampainya di kamar mandi, Ia bingung. Mau masuk salah, karena kamar mandi perempuan, tapi kalau tidak masuk, Ia takut Hermione pingsan didalam.

Tanpa berpikir tiga kali, Ia pun memberanikan diri untuk masuk.

“KURANG AJAR! INI KAN WC CEWEK!!” Teriak perempuan yang ada disana.

“Gue mau ke Hermione, Hermione!!!” Panggil Draco.

“TAPI INI WC CEWEK! IH LO DASAR MESUM!”

Draco ditimpuk dan diteriaki. Mendengar ada keributan, Hermione keluar dari dalam bilik kamar mandi.

“Draco? Ya ampun... Ih, stop stop!” Hermione menghentikan perempuan itu dan menarik Draco keluar.

Sesampainya diluar, Hermione dan Draco tertawa bersama. Bagaimana bisa Draco masuk ke dalam kamar mandi perempuan?

“Random banget kenapa sih? Kenapa gak chat coba?” Tanya Hermione dengan sisa tawanya.

“Gue takut lo pingsan didalem jadi gue masuk aja hehehe.” Balas Draco nyengir.

“Lo sakit? Pucet gitu mukanya, pulang ya? Gue anter.” Ucap Draco.

Hermione mengangguk, “Sakit banget kepalanya.”

“Yaudah kita pulang, oke?”

Hermione mengangguk, Hermione mau pulang karena jam kuliahnya sudah selesai. Berbeda dengan Ginny, Ia ada kelas lab tambahan, sementara Hermione sudah selesai.


Hermione tertidur pulas hingga sampai rumah, Draco yang melihatnya merasa kasihan. Wanita ini terlalu keras dalam belajar, seringkali begadang apalagi mendekati waktu ujian.

“Hei, udah sampe..” bisik Draco melepaskan sabuk pengaman Hermione.

Hermione tidak kunjung bangun, Draco turun dan menggendong Hermione untuk masuk ke dalam rumahnya.

“Loh, Draco?” Sapa Helena.

“Ya ampun, sini tidurin di sofa aja.” Lanjut Helena ketika melihat Hermione tertidur di gendongan Draco.

Sesuai perintah Helena, Draco menidurkan Hermione di sofa.

“Ini kenapa bisa tidur?” Tanya Helena.

“Sakit, tante.”

“Ya ampun. Draco, boleh minta tolong temenin Hermione dirumah? Dia kalau lagi sakit suka rewel, harus ada orang yang nemenin. Tante ada keperluan mendadak. Boleh ya?”

“Oh iya boleh, tante.”

“Tante percaya ke kamu, Draco. Tante pergi dulu ya? Obat Hermione ada di kotak P3K itu sayang ya.”

Draco tersenyum, ada rona merah di pipinya ketika dipanggil sayang oleh Helena. “Siap, tante. Aman.”

Setelah itu, Helena pun pergi dari rumah meninggalkan Hermione dan Draco yang hanya berdua.

Draco mengamati wajah Hermione yang sangat cantik ketika tertidur, Ia senyum sendiri, salah tingkah sendiri dibuatnya. Ia perlahan melepaskan sepatu yang Hermione kenakan, lalu menyelimuti badannya dengan jaket nya.

Draco melangkah menuju dapur, Ia ingin membuatkan sesuatu untuk Hermione. Dan untung saja disana ada bubur instan!

Dengan hati hati Draco membuat bubur instan untuk Hermione. Setelah sudah jadi, Ia segera kembali ke ruang tamu.

“Hermione? Hei.. bangun yuk, makan dulu sayang.” Ucap Draco kelepasan.

“Anjir, sayang!” Draco memukul bibirnya perlahan.

“Draco..” gumam Hermione masih dalam tidurnya.

“Hmm? Gue disini mi, bangun yuk?” Draco menepuk pipi Hermione perlahan.

“Draco gue sayang sama lo.” Ucap Hermione mengigau.

Percayalah, muka Draco semerah tomat sekarang!

“Gue juga mi.” Balas Draco malu malu.

Perlahan, Hermione membuka matanya, Ia terkejut melihat Draco ada dihadapannya.

“Draco?! Ih lo ngapain?!” Teriak Hermione tiba tiba bangun.

Draco sama kagetnya dengan Hermione, Ia termundur kebelakang sampai terjatuh.

“Aw sakit mi.” Keluh Draco.

Hermione tertawa, “Ya ampun sorry sorry, sini..”

Draco perlahan bangun dan duduk disamping Hermione.

“Maaf ya?” Tanya Hermione dengan lucu.

“Iya, dimaafin. Tadi lo tidur di mobil, gak bangun bangun jadi gue gendong kesini. Eh nyokap lo keluar tadi, beliau nitipin lo disini ke gua.”

“Oh ya?”

Draco mengangguk dan membawa mangkuk berisi bubur dimeja. “Makan dulu, lo sakit harus banyak makan.”

“Bubur? Beli?”

“Bikin dong.” Balas Draco percaya diri.

“Emang bisa?”

“Bisa, coba aaaaaa—” Draco melayangkan sendok untuk masuk ke dalam mulut Hermione.

Sebelum Ia melayangkan sendok itu, buburnya sudah ditiup terlebih dahulu, jadi Hermione tidak perlu meniupnya kembali.

Karena kepalanya masih sedikit sakit, Hermione menyenderkan kepalanya di bahu Draco.

“Kan gue lagi nyuapin lo, gak keliatan mulut lo dimana, Mi.”

Hermione kembali mengangkat kepalanya, dan Draco melanjutkan menyuapi Hermione. Setelah itu, Hermione kembali menyenderkan kepalanya di bahu Draco.

Hermione yang manja seperti ini benar benar membuat Draco gemas.

Draco mengusap perlahan kepala Hermione. “Gue suka lo manja kayak gini, Mi.”

Hermione tersenyum, entah mengapa juga Ia menjadi manja kepada Draco seperti ini. Mungkin karena ia sedang sakit?

Entahlah, yang pasti Hermione senang sedekat ini dengan Draco.

Seperti zona nyaman yang tak ingin Ia tinggalkan.


© urhufflegurl_

Terungkap.

***

Tw // harsh word // mention sexual abuse


Draco menghampiri Astoria ke apartemennya. Entah apa yang Ia lakukan, yang pasti Ia hanya ingin menenangkan Astoria. Tidak lebih. Ia hanya tidak ingin Astoria melakukan hal aneh, terlebih Astoria hanya sendiri di apartment nya.

Saat Draco datang pun keadaan Astoria cukup berantakan. Ia menangis tersedu-sedu, kasurnya sangat berantakan, semua benda di sekeliling kamarnya berjatuhan.

“Tori..” gumam Draco saat masuk ke dalam apartemen Astoria.

“Draco...”

Draco sedikit berlari ke arahnya, lelaki itu langsung memeluk Astoria dan menenangkannya.

“Gue takut Draco...” Lirih Astoria dalam tangisnya.

“Gue inget malam itu, gue inget...”

Draco terdiam, Ia terus mengusap punggung Astoria berharap Ia sedikit tenang.

“Draco, gue kotor..”

Draco membeku ditempat. Entah maksudnya apa yang Astoria katakan kotor, namun pikiran Draco tertuju ke suatu hal.

“Lelaki itu ambil kesucian gue Draco, gue inget...”

Astoria semakin menangis, Draco mengeratkan pelukannya.

“Sssttt.. Bukan salah lo, bukan salah lo Tor..” bisik Draco mencoba menenangkan Astoria.

“Bukan salah lo..”

Ada setitik rasa sakit dihati Draco mendengar pengakuan dari Astoria. Siapapun yang mendengarnya pasti akan merasakannya juga.

“Draco? Tori?”

Suara itu mengejutkan mereka. Draco melepaskan pelukannya dan menoleh ke belakang.

“What the hell? Maksudnya apa ini?!”

“Kak Daphne..” lirih Astoria ketakutan.

Draco dan Astoria berdiri. Astoria berdiri tepat di belakang Draco, Ia sangat takut Daphne marah besar kepadanya.

“Lo udah pacaran sama Ron, Tor! Kenapa lo pelukan sama Draco? Dan lo, gue tau lo buaya tapi gue pikir lo tulus sama Hermione?” Ucap Pansy.

Ya, yang datang ke apartemen Astoria itu Daphne, Pansy, Theo dan Blaise. Mereka datang secara tiba tiba.

“Gue bisa jelasin..” ucap Draco.

Daphne maju mendekati Astoria. Merasakan adanya emosi dalam diri Daphne, Draco mencoba untuk menahan Daphne.

“Daph—”

“Dia adik gue. Biar jadi urusan gue. Lo bisa minggir?” Bisik Daphne kepada Draco.

“Daph, tapi—”

“Lo tuli atau gimana sih?! Gue cuman mau denger penjelasan dia! Maksud dia tadi ngomong gitu apa?! Dia udah gak perawan?! Tori, lo udah gak perawan?! Siapa yang berani ngelakuin itu? Siapa?!” Teriak Daphne marah.

Astoria semakin mendekat ke badan Draco seolah minta perlindungan, dia benar benar takut saat ini.

Ditengah ketegangan itu, Ron datang. Ia datang sendiri.

“Tori? Kenapa? Hei.” Ron menghampiri Astoria dan memeluknya.

Setelah Ron datang, baru Draco bisa pergi dari sana dan bergabung dengan Pansy, Theo dan Blaise.

“Jelasin ke kita semua Astoria!” Teriak Daphne.

Astoria mengangguk, Ia berlindung dari pelukan Ron.

“Ini ada apa? Kenapa?” Tanya Ron kebingungan.

“Tanya sama cewek lo.” Balas Daphne.

“Hei, kenapa sayang? Kenapa hmm?” Tanya Ron pelan kepada Astoria.

Astoria hanya menggelengkan kepalanya. Ia benar benar takut sekarang. Badannya gemetar dan tangisnya tak kunjung berhenti.

“Tori, kalau lo gak mau didenger sama kita semua, gapapa kalau lo cuman mau ngobrol sama Daphne dan Ron.” Ucap Draco dengan lembut.

“Lo tau kan? Lo tau semua tentang dia kan Drake?” Tanya Daphne kepada Draco.

“Daph lo tenang dulu, kita semua bisa denger penjelasan Astoria.” Balas Draco.

“TAPI KENAPA LO BISA TAU SEMUA?!” Teriak Daphne.

“Daph, lo—”

“MAKSUD DIA APA TADI DRACO, LO TAU KAN?!”

Teriakan Daphne membuat kepala Astoria sakit. Ia menutup kedua telinganya dan menutup matanya, Ia sangat takut melihat kakaknya sendiri.

“Bisa tenang kalian? Daph, Astoria takut denger lo teriak. Kita ngobrol baik baik bisa kan?” Ucap Ron dengan lembut.

Setelah semuanya sedikit tenang, begitupun Astoria. Mereka semua mengumpul di ruang tamu apartemen Astoria.

Astoria duduk dengan perasaan sangat cemas tak karuan. Untung ada Ron di sampingnya, lelaki itu terus menggenggam tangan Astoria tanpa berniat untuk melepaskannya.

“Dari dulu, gue pengen banget kuliah seni. Cita cita gue kuliah di jurusan seni. Tapi— mama gak ngizinin, mama maunya gue ambil jurusan kedokteran.” Astoria mulai bercerita dengan pelan.

Semua mendengarkan dengan seksama.

“Gue ngelawan mama, gue disiksa, gue ditampar. Akhirnya gue dikirim ke Indonesia buat tinggal sama kak Daphne, dan gue ambil jurusan seni. Gue kira kak Daphne bakal welcome dan bakal jadi rumah gue. Tapi ternyata enggak, dia malah musuhin gue.”

Astoria menunduk, Ia sama sekali tidak berani menatap Daphne.

“Awalnya kak Daphne welcome sama gue, tapi lama lama dia musuhin gue. Gue stres, gue ngerasa sendiri di kota ini, dan akhirnya buat ngelampiasin stress gue, gue main tapi pergaulan gue salah. Gue dibawa ke bar sama temen gue, gue ke bar. Salahnya gue itu.”

Tangis Astoria kembali pecah saat menceritakan hal yang membuatnya trauma.

“Jadi, postingan di base?” Tanya Pansy pelan.

Astoria mengangguk, “Itu gue kak. Itu gue dulu waktu ke bar, gue mabuk, gue ngerokok dan gue dibawa ke kamar sama laki laki yang gue gak tau siapa.”

Semua terkejut mendengar itu, kecuali Draco. Daphne menangis, Ia merasa gagal menjadi kakak. Namun, Ia melakukan semua ini ada alasannya.

“Terus—” Astoria menarik nafas panjang, mencoba tenang.

“Cowok itu perkosa gue kak..”

1 kalimat dari mulut Astoria, sebuah pengakuan besar yang membuat semua terdiam kaku tak bergerak.

“Maaf, maaf gue udah bikin lo kecewa kak, maaf....” Lirih Astoria menangis, tangannya semakin meremas tangan Ron yang sedang menggenggamnya.

“Tor..” lirih Daphne.

“Maaf kak, gue mohon jangan laporin mama papa gue mohon kak, gue takut dikirim ke luar negeri, gue takut...”

Daphne menggelengkan kepalanya, Ia menghampiri Astoria dan memeluknya dengan erat.

“Gue selama ini musuhin lo karena gue sering dimarahin mama gara gara lo, Tor. Lo nakal, lo gak nurut sama mama, tapi yang dimarahinnya gue. Gue sakit hati, gue harus nanggung kesalahan lo yang mama lampiasin ke gue. Gue sakit hati Tor. Gue benci sama lo karena gue gak tau ternyata lo juga pernah dipukul dan disiksa sama Mama. Gue gak tau Tor..”

“Maaf kak, maaf..”

“Lo gak perlu minta maaf. Gue yang salah. Maafin gue, gue gak bisa jadi kakak yang baik buat lo. Gue gak bisa jaga lo, gue malah jauhin dan musuhin lo yang harusnya gue ada disisi lo. Maafin gue..”

Daphne mengeratkan pelukannya. Rasa bersalah kini menghantui dirinya. Adiknya ternyata menyimpan luka yang sangat besar, dan ia tidak tahu sama sekali soal ini.

“Ada cowok yang ngikutin Astoria, Daph. Dia di teror, mungkin cowok itu yang dia temui di bar. Dia pindah ke apartemen lo ya mulai sekarang?” Tanya Draco.

Daphne mengangguk dengan cepat. “Lo gak boleh jauh jauh dari gue mulai sekarang ya? Lo tanggung jawab gue, Tor. Oke?”

Astoria kembali memeluk Daphne. Ia sangat merindukan kakaknya, Ia tidak ingin bermusuhan dengan sang kakak, hal itu membuatnya hilang kendali dan hilang arah.

“Makasih kak, makasih...”


Kini hanya ada Ron dan Astoria. Mereka diberi waktu untuk berdua membicarakan semua ini. Setelah masalah Astoria dan Daphne selesai, kini giliran masalah Ron dan Astoria.

“Kak Ron kalau mau ninggalin aku gapapa..” ucap Astoria pasrah.

“Aku cuman—”

“Sakit hati, Tor.”

Astoria menunduk, Ia menggigit bibir bawahnya menahan rasa sakit di dada. Berhadapan dengan Ron dikeadaan seperti ini cukup menakutkan.

“Maaf kak..”

“Enggak, bukan salah kamu. Tapi cowok itu. Aku mau bunuh cowok itu Tor.”

Astoria menggelengkan kepalanya, “Enggak kak, aku gak mau kamu jadi pembunuh. Aku juga gak tau siapa cowok itu kak, aku gak inget.”

Ron menghela nafasnya berat. Ia menoleh ke arah Astoria yang sedang menunduk dan memainkan jarinya.

Ron perlahan memeluk Astoria. Namun Astoria berusaha melepaskannya.

“Aku kotor kak, aku gak pantes buat kak Ron..”

“Hei, enggak. Aku gak peduli soal itu, Tori. Aku cinta kamu apa adanya diri kamu. Asal kamu mau berubah dan jangan ngelakuin hal itu lagi ya?”

Astoria menatap Ron, mata itu menatap Astoria dengan tatapan yang tulus.

“Kak..”

Ron membali memeluk Astoria, “I love you, Tori.”

Astoria kembali menangis dipelukan Ron. Ia tidak menyangka bahwa lelaki dipelukannya ini adalah lelaki yang tulus, tidak meninggalkannya bahkan dikeadaan seperti ini.


© urhufflegurl_

Ungkapan Rasa.

***

Ini sedikit panjang, semoga kalian enjoy ya bacanya<3


Hari kedua.

Pagi ini, Draco, Blaise, Theo, Pansy dan Daphne sudah mengumpul di taman dekat kolam renang. Mereka sedang seru membicarakan soal mereka sendiri.

“Tapi sumpah, kok bisa kepikiran lo saranin nama Astoria dan Hermione ke Draco?” Tanya Pansy kepada Blaise.

“Ya dia minta cewek, anjing. Gue kasih aja.” Balas Blaise.

“Dari sekian cewek kenapa harus ade gue dan Hermione yang lo saranin?” Tanya Daphne.

“Ya begini ya, kita semua tau ni Draco Malfoy kayak gimana orangnya, dia liat cewek cantik dikit aja melek, seger nya minta ampun. Gue udah tau ni anak satu pasti minta kenalin cewek ke gue atau ke Theo, ya gue udah siapin kandidatnya siapa aja.” Balas Blaise disusul oleh tawa Draco.

“Ya tapi kenapa harus Hermione anjir?” Tanya Pansy.

“Itu gak tau, gue random sebenernya. Cuman gue bilang sama dia nih, ni ada 2 tipe cewek di kampus ini. Ya gue ambil Astoria sama Hermione. Yang gue perhatiin, mereka berdua beda kan. Astoria ya lo tau sendiri dia gimana, modis, stylish, cantik, suka nongkrong juga. Beda sama Hermione sama 24/7 belajar terus. Beda kan?”

Mereka tertawa mendengar jawaban Blaise. Mereka benar benar tidak menyangka Blaise akan menyarankan Astoria dan Hermione, yang bahkan lebih banyak wanita cantik di kampus.

“Sumpah random banget anjir lo.” Ucap Pansy.

Draco tersenyum dan menggelengkan kepalanya. Ia mengisap rokoknya dan membuang asapnya. Di pikirannya kini hanya ada satu nama, yaitu Hermione. Tidak ada yang lain.

Tanpa mereka tahu, ada seseorang yang mendengarkan mereka daritadi. Hermione berdiri didalam villa dengan dua cangkir kopi ditangannya.

Ia perlahan mendekati Draco. Kedatangan Hermione membuat semua gaduh dan bubar. Katanya mereka tidak ingin menjadi nyamuk.

“Draco, buat lo.”

“Makasih cantik.”

Hermione duduk di sebelah Draco, Ia memikirkan obrolan Draco dan teman temannya tadi. Jadi, Draco awalnya ingin mendekati dirinya dan Astoria? Bukan pure benar benar dirinya sendiri.

Oh iya, saat Hermione datang tadi, Draco langsung mematikan rokoknya, karena Ia tidak ingin mengganggu Hermione.

“Ngobrol nya seru banget tadi, ketawa ketawa.” Ucap Hermione.

“Iya, lagi nostalgia masa lalu. Gue baru tau ada tempat seindah ini.”

“Bandung lebih indah tau!”

“Oh ya?”

Hermione mengangguk, “Lo bakal jatuh cinta dan rindu sama Bandung!”

“Waah jadi pengen ke Bandung. Sama lo ya?”

Hermione mengangkat halisnya. “Iya nanti.”

Draco tersenyum, “Pacaran yuk.”

Ajakan tiba tiba dari Draco itu berhasil membuat Hermione melotot.

“Maksudnya?”

“Gue suka sama lo, Hermione. Sorry kalau kesannya gak romantis. But, I love you.” Bisik Draco yang masih terdengar oleh Hermione.

“Draco tapi—”

Hermione terdiam, Ia menggantungkan kalimatnya.

“Kenapa?” Tanya Draco.

“Sorry gue belum siap..” bisik Hermione.

Draco tersenyum, “Gue tau lo bakal jawab itu.”

Merasa bersalah, Hermione melirik Draco dengan wajahnya yang sedih.

“Draco, maaf..”

“Gapapa, nanti kalau udah siap bilang ya? Gue siapin yang romantis buat lo!”

“Bukan masalah romantisnya. Cuman, kenapa lo sukanya sama gue? Sorry tapi gue tadi denger obrolan lo sama yang lain, lo deketin Astoria juga ya?”

Draco mengangguk.

“Kenapa pilih gue?”

“Lo suka es krim gak?”

Hermione mengerutkan keningnya, kenapa jadi ke es krim?

“Suka.” Balas Hermione.

“Paling suka rasa apa?”

“Strawberry.”

“Lo pernah gak, malam hari, hujan, lo pengen banget makan es krim strawberry kesukaan lo. Dan lo terobos hujan dimalam hari demi es krim yang lo mau?”

Hermione terdiam, Ia tidak mengerti arah obrolan Draco kemana. Namun yang pasti Ia tahu, Draco sedang berbicara serius.

“Pernah sih..”

Draco tersenyum, “Kalau misalnya ada es krim rasa coklat, itu rasa coklat terenak di dunia ini. Lo bakal berpaling ke es krim rasa coklat itu gak?”

“Enggak lah, gue tetep sukanya strawberry!” Ucap Hermione dengan percaya diri.

Draco menatap Hermione lekat lekat, “Sama kayak gue. Ibaratkan Astoria es krim coklat terenak itu, dan lo es krim rasa strawberry. Seenak apapun es krim coklat itu, kalau gue sukanya rasanya strawberry, gue bisa apa? Dan ibaratkan lo es krim strawberry yang akan gue dapatkan dengan perjuangan. Gak peduli apapun itu, gue cuman mau sampai di tujuan yang gue tuju. Yaitu hati lo.”

Hermione terdiam mendengar itu. Ada rasa bersalah dan tak enak didalam dirinya, namun juga ada rasa lega karena Ia tahu bahwa Draco tulus kepadanya.

“Mungkin awalnya perasaan gue ini seperti kapal yang berlayar tak tahu arah, gue gak bisa menentukan mau berlabuh dimana. Hati gue yang mengontrol itu semua. Awalnya mungkin gue mau berlabuh di hati Astoria dan lo. Tapi akhirnya, nahkoda membawa gue untuk berlabuh di salah satu pelabuhan. Yaitu lo. Perasaan gak bisa di tebak dimana dan siapa orangnya. Begitu juga perasaan gue, Hermione.”

“Lo yang berhasil membuat gue percaya bahwa cinta itu memang ada. Mungkin lo sering denger di luar sana kalau gue buaya, playboy, itu bener. Gue dulu sering mainin cewek, 1 bulan bisa 6 sampe 7 kali gue ganti cewek. Tapi sama lo, jangankan 1 bulan, bahkan seumur hidup gue gak bisa ganti selain lo.”

Entah hanya gombal semata atau memang tulus, yang pasti Hermione merasakan dadanya hangat. Draco berhasil memporak porandakan hatinya.

“Sorry gue bicara panjang lebar, I just wanna say that.. I just love you, Hermione. I love you and I always do.”

Hermione tersenyum, Ia menunduk menahan rasa panas di pipinya.

Memang semua love language di borong oleh seorang Draco Malfoy.

“Maaf, gue—”

“That's okay. Lo gak usah ngerasa bersalah ya? Anggap aja gue gak nembak lo tadi. Oke? Anggap aja, ini hanya sekedar ungkapan rasa gue ke lo.”

Hermione tersenyum dan mengangguk, “Thanks Draco.”

“Anything for you.”


Siang ini sebelum pulang, semua berkumpul di taman untuk hanya sekedar mengobrol ria saja sambil menikmati cemilan ditangan mereka masing masing.

Di tengah obrolan mereka, Ron berdiri dan membawa bunga didalam kamarnya.

Semua terdiam ketika melihat Ron kembali ke taman dengan bucket bunga ditangannya.

“Astoria.”

Astoria melebarkan matanya. Ia menyimpan cemilannya.

“Gue tau mungkin gue gak sempurna, gue disini mau ngungkapin apa yang gue pendem selama ini. Sebelumnya, gue mau izin ke Daphne selaku kakaknya Astoria, gue suka sama Astoria, Daph. Gue boleh gak bahagiain Astoria dan jadi pacarnya?”

Semua bersorak ria, sementara Astoria tersenyum malu.

Hermione diam diam menoleh ke arah Draco, Draco juga menoleh ke arahnya namun Hermione langsung membuang wajahnya.

“Bentar, lo suka sama adek gue?” Tanya Daphne.

Ron mengangguk.

“Ya silakan tanya anaknya mau gak jadi cewek lo. Kalau gue ya izinin lo sama dia.”

“Thanks Daph!” Seru Ron senang membuat semua tertawa karna gemas.

“Astoria, gue suka sama lo dari pertama kita ngobrol di cafe. Mungkin gue jauh, bahkan sangat jauh dari kata sempurna, tapi gue akan berusaha untuk bikin lo bahagia selalu. Will you be my girlfriend?”

Astoria berdiri, Ia meneteskan air matanya. ditembak dengan cara romantis seperti ini oleh lelaki yang Ia cintai adalah impian semua wanita, terutama Astoria.

Astoria mengambil bunga ditangan Ron dan mengangguk. “Iya, gue mau kak.”

“Yes!” Seru Ron. Ia memeluk Astoria yang hari ini sudah resmi menjadi kekasihnya.

Bukan hanya pasangan baru saja yang bahagia, yang lain juga ikut bahagia.


© urhufflegurl_

Puncak dan rasa bahagia.

***

Suasana puncak cukup dingin pagi ini, mereka sengaja berangkat lebih awal karena tidak ingin terjebak macet. Lagipula lebih enak juga kan berlama lama di villa, lebih indah dengan pemandangan yang memanjakan mata.

Villa yang di sewa oleh Draco adalah villa yang mahal. Dia tidak ingin menerima bayaran patungan dari yang lainnya, ya anggap saja ini hadiah karena Ia menambah teman.

“Oke jadi karena disini kamarnya cuman ada 4 atas bawah, 1 kamar bisa diisi 3 orang ya.” Ucap Draco.

“Oke drake!” Sahut Pansy.

Setelah itu, mereka masing masing membereskan barang bawaan dan bersiap untuk menyiapkan makan siang.

Pansy, Daphne dan Hermione kebagian di dapur. Sementara Astoria, Ginny dan Luna kebagian untuk menyiapkan cemilan.

Sembari cewek cewek menyiapkan makanan, para lelaki justru nongkrong di balkon sambil mengobrol dan tertawa. Tidak ada rasa canggung di antara mereka, justru yang ada rasa akrab saja.

Tak butuh lama untuk menyiapkan masakan, akhirnya makanan pun jadi. Belum yang berat berat dulu, mereka hanya menyiapkan mie, sosis, kentang, nugget.

Setelah makanan siap, mereka semua kumpul diruang tengah.

“Di Paris kagak bisa gini kan drake?” Tanya Blaise kepada Draco.

Draco tertawa. “Iya, di Paris gue introvert.”

“Bisa emang introvert lo?” Tanya Theo meledek.

“Bisa lah, gue emang introvert, cuman karna gaulnya sama kalian aja jadinya extrovert.”

Hermione memperhatikan Draco daritadi. Merasa ada yang memperhatikan, Draco melirik Hermione dan tersenyum kepadanya.

“Renang yuk? Enak deh kayaknya.” Ajak Pansy.

“Ayo kak! Gue udah lama gak renang.” Seru Ginny.

“Siaap Gin!”

Benar benar tak asa rasa canggung diantara mereka. Bahkan hari ini, Daphne tidak canggung dan tidak memusuhi Astoria.


Sesuai ajakan Pansy, semua berenang. Cuaca puncak sudah tidak terlalu dingin, jadi cocok untuk berenang.

Yang baru menyebur hanya para lelaki, Pansy, Ginny dan Daphne. Astoria tidak ingin berenang karena sedang berhalangan, sementara Luna dan Hermione belum nyebur. Luna masih mau menikmati suasana puncak.

Hermione menghampiri kolam renang dan berdiri di pinggir.

“Draco.” Panggil Hermione.

Draco berenang menuju pinggir kolam, “Ya cantik?”

“Dingin gak?”

“Kalau udah nyebur enggak kok, sini.” Ucap Draco mengulurkan tangannya.

“Tapi gue gak bisa renang.”

“That's okay, ada gue.”

Perlahan Hermione duduk dan memasukkan kakinya ke dalam air. Ia bergidik dingin namun nyaman. Ketika sudah didalam air, seperti ada rasa hangat yang terasa.

“Pelan pelan aja, sini.” Draco mengulurkan kedua tangannya untuk membantu Hermione turun.

Mereka asik berdua, sementara yang lain main air.

Perlahan tubuh Hermione masuk ke dalam air, Ia tertawa ketika badannya nyemplung dan menyipratkan air ke mukanya.

“Dingin gak?” Tanya Draco.

“Sedikit.” Balas Hermione.

Draco mengusap rambut Hermione. “Ayo ke tengah. Gak dalem kok.”

Walaupun tidak bisa berenang, namun Hermione suka berenang. Ya walaupun dengan gaya seadanya, yang penting maju dan gak berenang di tempat.


“OKEEE! JADI KITA MAIN BOLA AIR YA?” Teriak Pansy.

“OKEEE!!” Sahut Ginny dan Daphne.

“Jadiii ini kayak main voli. Yang main siapa aja nih?”

“Gue!” Seru Harry.

“Gue gue!” Seru Ron.

“Cowok main semua aja.” Ucap Hermione.

“Oke cowok main semua ya. Mione, Luna ikutan gak?” Tanya Pansy.

“Luna enggak kayaknya. Luna mau dipinggir aja.” Balas Luna.

“Oke. Jadi yang main 5 orang aja ya satu tim?” Tanya Pansy.

“IYAAAA!” Teriak Harry.

“GAK USAH TERIAK GUE BISA DENGER!” Balas Pansy teriak.

“Jangan berantem disini, bahaya.” Celetuk Draco yang membuat Pansy melotot ke arahnya. Sedangkan Draco hanya nyengir saja.

Permainan pun di mulai, tim 1 yaitu Harry, Pansy, Rolf, Daphne dan Theo. Sementara tim dua ada Draco, Ron, Hermione, Ginny dan Blaise. Mereka bermain dengan bahagia. Hanya canda dan tawa yang menyelimuti mereka.

Tak ada satupun yang merasa sepi atau sedih disana.

Di tengah dinginnya puncak, mereka tetap hangat dengan canda tawa yang mereka ciptakan.


© urhufflegurl_