Terungkap.
***
Tw // harsh word // mention sexual abuse
Draco menghampiri Astoria ke apartemennya. Entah apa yang Ia lakukan, yang pasti Ia hanya ingin menenangkan Astoria. Tidak lebih. Ia hanya tidak ingin Astoria melakukan hal aneh, terlebih Astoria hanya sendiri di apartment nya.
Saat Draco datang pun keadaan Astoria cukup berantakan. Ia menangis tersedu-sedu, kasurnya sangat berantakan, semua benda di sekeliling kamarnya berjatuhan.
“Tori..” gumam Draco saat masuk ke dalam apartemen Astoria.
“Draco...”
Draco sedikit berlari ke arahnya, lelaki itu langsung memeluk Astoria dan menenangkannya.
“Gue takut Draco...” Lirih Astoria dalam tangisnya.
“Gue inget malam itu, gue inget...”
Draco terdiam, Ia terus mengusap punggung Astoria berharap Ia sedikit tenang.
“Draco, gue kotor..”
Draco membeku ditempat. Entah maksudnya apa yang Astoria katakan kotor, namun pikiran Draco tertuju ke suatu hal.
“Lelaki itu ambil kesucian gue Draco, gue inget...”
Astoria semakin menangis, Draco mengeratkan pelukannya.
“Sssttt.. Bukan salah lo, bukan salah lo Tor..” bisik Draco mencoba menenangkan Astoria.
“Bukan salah lo..”
Ada setitik rasa sakit dihati Draco mendengar pengakuan dari Astoria. Siapapun yang mendengarnya pasti akan merasakannya juga.
“Draco? Tori?”
Suara itu mengejutkan mereka. Draco melepaskan pelukannya dan menoleh ke belakang.
“What the hell? Maksudnya apa ini?!”
“Kak Daphne..” lirih Astoria ketakutan.
Draco dan Astoria berdiri. Astoria berdiri tepat di belakang Draco, Ia sangat takut Daphne marah besar kepadanya.
“Lo udah pacaran sama Ron, Tor! Kenapa lo pelukan sama Draco? Dan lo, gue tau lo buaya tapi gue pikir lo tulus sama Hermione?” Ucap Pansy.
Ya, yang datang ke apartemen Astoria itu Daphne, Pansy, Theo dan Blaise. Mereka datang secara tiba tiba.
“Gue bisa jelasin..” ucap Draco.
Daphne maju mendekati Astoria. Merasakan adanya emosi dalam diri Daphne, Draco mencoba untuk menahan Daphne.
“Daph—”
“Dia adik gue. Biar jadi urusan gue. Lo bisa minggir?” Bisik Daphne kepada Draco.
“Daph, tapi—”
“Lo tuli atau gimana sih?! Gue cuman mau denger penjelasan dia! Maksud dia tadi ngomong gitu apa?! Dia udah gak perawan?! Tori, lo udah gak perawan?! Siapa yang berani ngelakuin itu? Siapa?!” Teriak Daphne marah.
Astoria semakin mendekat ke badan Draco seolah minta perlindungan, dia benar benar takut saat ini.
Ditengah ketegangan itu, Ron datang. Ia datang sendiri.
“Tori? Kenapa? Hei.” Ron menghampiri Astoria dan memeluknya.
Setelah Ron datang, baru Draco bisa pergi dari sana dan bergabung dengan Pansy, Theo dan Blaise.
“Jelasin ke kita semua Astoria!” Teriak Daphne.
Astoria mengangguk, Ia berlindung dari pelukan Ron.
“Ini ada apa? Kenapa?” Tanya Ron kebingungan.
“Tanya sama cewek lo.” Balas Daphne.
“Hei, kenapa sayang? Kenapa hmm?” Tanya Ron pelan kepada Astoria.
Astoria hanya menggelengkan kepalanya. Ia benar benar takut sekarang. Badannya gemetar dan tangisnya tak kunjung berhenti.
“Tori, kalau lo gak mau didenger sama kita semua, gapapa kalau lo cuman mau ngobrol sama Daphne dan Ron.” Ucap Draco dengan lembut.
“Lo tau kan? Lo tau semua tentang dia kan Drake?” Tanya Daphne kepada Draco.
“Daph lo tenang dulu, kita semua bisa denger penjelasan Astoria.” Balas Draco.
“TAPI KENAPA LO BISA TAU SEMUA?!” Teriak Daphne.
“Daph, lo—”
“MAKSUD DIA APA TADI DRACO, LO TAU KAN?!”
Teriakan Daphne membuat kepala Astoria sakit. Ia menutup kedua telinganya dan menutup matanya, Ia sangat takut melihat kakaknya sendiri.
“Bisa tenang kalian? Daph, Astoria takut denger lo teriak. Kita ngobrol baik baik bisa kan?” Ucap Ron dengan lembut.
Setelah semuanya sedikit tenang, begitupun Astoria. Mereka semua mengumpul di ruang tamu apartemen Astoria.
Astoria duduk dengan perasaan sangat cemas tak karuan. Untung ada Ron di sampingnya, lelaki itu terus menggenggam tangan Astoria tanpa berniat untuk melepaskannya.
“Dari dulu, gue pengen banget kuliah seni. Cita cita gue kuliah di jurusan seni. Tapi— mama gak ngizinin, mama maunya gue ambil jurusan kedokteran.” Astoria mulai bercerita dengan pelan.
Semua mendengarkan dengan seksama.
“Gue ngelawan mama, gue disiksa, gue ditampar. Akhirnya gue dikirim ke Indonesia buat tinggal sama kak Daphne, dan gue ambil jurusan seni. Gue kira kak Daphne bakal welcome dan bakal jadi rumah gue. Tapi ternyata enggak, dia malah musuhin gue.”
Astoria menunduk, Ia sama sekali tidak berani menatap Daphne.
“Awalnya kak Daphne welcome sama gue, tapi lama lama dia musuhin gue. Gue stres, gue ngerasa sendiri di kota ini, dan akhirnya buat ngelampiasin stress gue, gue main tapi pergaulan gue salah. Gue dibawa ke bar sama temen gue, gue ke bar. Salahnya gue itu.”
Tangis Astoria kembali pecah saat menceritakan hal yang membuatnya trauma.
“Jadi, postingan di base?” Tanya Pansy pelan.
Astoria mengangguk, “Itu gue kak. Itu gue dulu waktu ke bar, gue mabuk, gue ngerokok dan gue dibawa ke kamar sama laki laki yang gue gak tau siapa.”
Semua terkejut mendengar itu, kecuali Draco. Daphne menangis, Ia merasa gagal menjadi kakak. Namun, Ia melakukan semua ini ada alasannya.
“Terus—” Astoria menarik nafas panjang, mencoba tenang.
“Cowok itu perkosa gue kak..”
1 kalimat dari mulut Astoria, sebuah pengakuan besar yang membuat semua terdiam kaku tak bergerak.
“Maaf, maaf gue udah bikin lo kecewa kak, maaf....” Lirih Astoria menangis, tangannya semakin meremas tangan Ron yang sedang menggenggamnya.
“Tor..” lirih Daphne.
“Maaf kak, gue mohon jangan laporin mama papa gue mohon kak, gue takut dikirim ke luar negeri, gue takut...”
Daphne menggelengkan kepalanya, Ia menghampiri Astoria dan memeluknya dengan erat.
“Gue selama ini musuhin lo karena gue sering dimarahin mama gara gara lo, Tor. Lo nakal, lo gak nurut sama mama, tapi yang dimarahinnya gue. Gue sakit hati, gue harus nanggung kesalahan lo yang mama lampiasin ke gue. Gue sakit hati Tor. Gue benci sama lo karena gue gak tau ternyata lo juga pernah dipukul dan disiksa sama Mama. Gue gak tau Tor..”
“Maaf kak, maaf..”
“Lo gak perlu minta maaf. Gue yang salah. Maafin gue, gue gak bisa jadi kakak yang baik buat lo. Gue gak bisa jaga lo, gue malah jauhin dan musuhin lo yang harusnya gue ada disisi lo. Maafin gue..”
Daphne mengeratkan pelukannya. Rasa bersalah kini menghantui dirinya. Adiknya ternyata menyimpan luka yang sangat besar, dan ia tidak tahu sama sekali soal ini.
“Ada cowok yang ngikutin Astoria, Daph. Dia di teror, mungkin cowok itu yang dia temui di bar. Dia pindah ke apartemen lo ya mulai sekarang?” Tanya Draco.
Daphne mengangguk dengan cepat. “Lo gak boleh jauh jauh dari gue mulai sekarang ya? Lo tanggung jawab gue, Tor. Oke?”
Astoria kembali memeluk Daphne. Ia sangat merindukan kakaknya, Ia tidak ingin bermusuhan dengan sang kakak, hal itu membuatnya hilang kendali dan hilang arah.
“Makasih kak, makasih...”
Kini hanya ada Ron dan Astoria. Mereka diberi waktu untuk berdua membicarakan semua ini. Setelah masalah Astoria dan Daphne selesai, kini giliran masalah Ron dan Astoria.
“Kak Ron kalau mau ninggalin aku gapapa..” ucap Astoria pasrah.
“Aku cuman—”
“Sakit hati, Tor.”
Astoria menunduk, Ia menggigit bibir bawahnya menahan rasa sakit di dada. Berhadapan dengan Ron dikeadaan seperti ini cukup menakutkan.
“Maaf kak..”
“Enggak, bukan salah kamu. Tapi cowok itu. Aku mau bunuh cowok itu Tor.”
Astoria menggelengkan kepalanya, “Enggak kak, aku gak mau kamu jadi pembunuh. Aku juga gak tau siapa cowok itu kak, aku gak inget.”
Ron menghela nafasnya berat. Ia menoleh ke arah Astoria yang sedang menunduk dan memainkan jarinya.
Ron perlahan memeluk Astoria. Namun Astoria berusaha melepaskannya.
“Aku kotor kak, aku gak pantes buat kak Ron..”
“Hei, enggak. Aku gak peduli soal itu, Tori. Aku cinta kamu apa adanya diri kamu. Asal kamu mau berubah dan jangan ngelakuin hal itu lagi ya?”
Astoria menatap Ron, mata itu menatap Astoria dengan tatapan yang tulus.
“Kak..”
Ron membali memeluk Astoria, “I love you, Tori.”
Astoria kembali menangis dipelukan Ron. Ia tidak menyangka bahwa lelaki dipelukannya ini adalah lelaki yang tulus, tidak meninggalkannya bahkan dikeadaan seperti ini.
© urhufflegurl_