litaaps

Penjelasan dan rasa cemburu.

***

Sore ini, Draco dan Hermione pergi ke cafe sesuai dengan ajakan Draco. Ia ingin sesekali nongkrong di cafe hanya berdua dengan Hermione, bukan dengan teman temannya terus.

Sesampainya disana, Hermione terkejut ketika melihat Ron bersama seorang perempuan.

“Ron!” Panggil Hermione.

“Eh disini juga?” Tanya Ron berdiri menyambut kedatangan Draco dan Hermione.

Hermione mengangguk dan menoleh ke arah wanita yang bersama yang juga berdiri menyambut kedatangan mereka. Wajah Hermione yang asalnya senang berubah menjadi sedih karena Ia ingat wanita didepannya ini adalah wanita yang pernah berpelukan dengan Draco di parkiran.

“Drake, gimana tangannya? Udah baikan?” Tanya Astoria kepada Draco.

Hermione menoleh, Ia mengerutkan keningnya. Maksudnya apa? Apa wanita ini tau Draco terluka?

“Udah dong, diobatin sama calon dokter cantik.” Balas Draco menyenggol Hermione sedikit. Hermione hanya tersenyum kecil, moodnya sekarang turun drastis.

“Oh iya, Hermione ya? Kenalin gue Astoria.” Ucap Astoria.

“Hermione.” Balas Hermione.

“Yaudah, kita mau gabung atau misah?” Tanya Draco kepada Hermione.

“Misah aja.”

“Yaudah, kita disana ya Ron, Tori.” Draco berpamitan kepada Ron dan Astoria. Ia pergi menuju meja mereka disusul oleh Hermione.

Melihat perubahan wajah Hermione, Draco merasakan kalau wanita itu sedang bt.

“Kenapa hmm? Kok bt gitu mukanya?” Tanya Draco dengan lembut.

“Gapapa.”

“Kalau ada pertanyaan, tanyain aja. Jangan di pendem sendiri, gak baik.”

Hermione melirik Draco, dadanya merasa hangat, jarang sekali ada orang yang perhatian dengan detail sekecil itu.

“Hmm.” Gumam Hermione.

Draco mengangkat halisnya menunggu Hermione berbicara.

“Lo kenal Astoria?” Tanya Hermione.

Draco mengangguk, “Kenal, Astoria adiknya Daphne.”

“Oh— Kak Daphne punya adik?”

Draco mengangguk, “Ada lagi?”

“Terus kenapa bisa kenal sama Ron?”

“Tadi pagi, remaja yang gue tolong itu Astoria. Dan kebetulan ada Ron, jadi gue kenal dia. Dia yang kenal gue duluan ternyata, katanya sih dia kenal gue dari base twitter, selain itu dia juga kenal gue karna gue posting foto lo di twitter.”

Hermione mengangguk mengerti, selanjutnya 1 pertanyaan yang ada di kepalanya. Soal pelukan.

“Ada lagi?” Tanya Draco.

“Gak ada.”

“Bohong, pasti ada lagi kan?”

“Draco, kenapa lo bisa sepeka ini?”

“Itu— lo deket banget sama Astoria?”

“Deket banget sih enggak, kalau deket aja iya.”

Hermione ber-oh ria, “Gue kira deket banget, soalnya gue pernah liat lo pelukan sama dia.”

Draco mengerutkan keningnya mendengar itu. “Kapan?”

“Udah lama sih, di kampus.”

Draco mencoba mengingat moment itu. “Ah, gue inget!”

Hermione menatap Draco penuh harapan. Ia sangat berharap Draco bisa menjelaskannya serinci mungkin agar rasa cemburunya ini meredup dan hilang.

“Cemburu ya?” Goda Draco.

Hermione yang asalnya menatap Draco penuh harapan, kini membuang mukanya. “Enggak.”

“Cieee cemburu nih.”

“Enggak ish! Apa sih, gak jelas.” Balas Hermione jutek.

“Yaudah gue jelasin, tapi kita pesen dulu ya?”

Hermione mengangguk setuju, Ia memesan segelas matcha dan tiramisu mille crepes. Sedangkan Draco memesan segelas americano.

Setelah pesanan mereka sampai, Draco menjelaskan semuanya. Mulai dari Astoria yang dikejar oleh seseorang, bagaimana Draco menolong Astoria pada malam itu, dan mengapa Draco memeluk Astoria dipagi harinya.

Draco juga tidak lupa menjelaskan kronologi tadi pagi dimana tangannya menjadi korban dari penjahat itu. Dan tentu saja, Draco juga menjelaskan bagaimana hubungan Daphne dan Astoria yang tidak akur.

Hermione mengangguk mengerti, ia jadi merasa kasihan kepada Astoria dan berharap Ron bisa mencintai dan melindunginya dengan baik.


© urhufflegurl_

Khawatir ya?

***

Hermione menghampiri Draco yang sedang duduk di bangku taman jurusan kedokteran.

“Hai. Eh ya ampun, tangannya kenapa kok pake perban gini? Aduh, mana asal lagi ngeperbaninnya?” Tanya Hermione panik.

Draco tersenyum senang melihat kekhawatiran di wajah Hermione. Itu artinya, Hermione sudah ada rasa walaupun sedikit.

“Draco? Jawab ih bukan malah senyum!” Ucap Hermione cemberut.

“Kena pisau tadi. Gapapa kok.” Balas Draco santai.

“Astaga, itu gak bisa dibiarin. Bentar, gue masuk dulu, gue obatin ya?”

Draco hanya mengangguk dan tersenyum, tadi hanya lemas yang Ia rasa, sekarang malah berkunang kunang juga.

“Gue kekurangan darah atau laper belum sarapan ya anjing pusing.” Gumam Draco memukul kepalanya sendiri.

Tak butuh waktu lama, akhirnya Hermione kembali membawa kotak p3k miliknya.

“Duh liat, darahnya masih keluar Drake. Gue izin ganti perbannya ya?” Tanya Hermione

“Iya boleh, cantik.” Balas Draco tersenyum.

Hermione dengan hati hati membuka perban yang melilit asal di tangan Draco, Ia bergidik merinding melihat luka Draco yang cukup panjang.

“Duh, ini kok bisa gini?” Tanya Hermione fokus mengobati tangan Draco.

“Tadi nolongin orang dari penjahat, eh penjahat nya malah bawa pisau.”

Mendengar itu, Hermione langsung menatap Draco. “Untung bukan nusuk perut lo, loh? Itu bahaya Draco.”

“Gue kan gak tau dia bawa pisau. Tiba tiba aja gitu.”

“Kok bisa? Yang lo tolongin itu ibu ibu?”

“Bukan, remaja.”

“Cowok cewek?”

“Cewek.”

Jawaban itu membuat Hermione berhenti sebentar, lalu melanjutkannya lagi.

“Kenapa hmm? Gak cemburu kan?” Tanya Draco iseng.

“Enggak, cuman kenapa harus luka coba. Kan sakit jadinya, kasian lo nya.”

Draco mengusap lembut rambut Hermione. “Gue gapapa gue kuat. Buktinya gue bisa nyetir sampe sini kan?”

Hermione menghela nafasnya, Ia sudah selesai mengobati luka Draco dengan lilitan perban yang lebih rapi.

“Udah selesai.” Ucap Hermione.

“Terima kasih cantik.”

“Sama sama. Lain kali hati hati.”

“Siap pasti!” Ucap Draco menegakkan tubuhnya dan memberi hormat kepada Hermione.

Hermione tertawa, lelaki didepannya ini memang ada aja tingkah tak terduganya.

“Udah sarapan?” Tanya Draco.

“Udah sih, cuman sejam yang lalu. Kenapa?”

“Mau nemenin gue sarapan gak?”

“Boleh.”

“Bubur ayam gimana?”

“Ide bagus!”

“Letsgo!”


© urhufflegurl_

Jujur ya?

***

Tw // harsh word // Mention fight // sharp object mention // blood


“Fuck! Kenapa gak diangkat sih Tori.” Gumam Draco memasukkan handphonenya ke dalam jaketnya dan berlari menuju kamar Astoria.

Sesampainya disana, kamarnya terkunci, sudah Ia gedor gedor sampai diliat tetangga pun tetap terkunci.

Tanpa berfikir lama, Draco segera berlari turun menggunakan tangga darurat. Ia benar benar tak karuan sekarang, tak tau Astoria dimana dan tak tau harus mencarinya kemana.

“Anjing. Gue kan bisa ngelacak Astoria. Bego!” Ucap Draco menepuk jidatnya sendiri. Ia membuka maps untuk melacak Astoria.

Draco sengaja menempelkan akun Astoria di handphonenya, agar Draco bisa melacaknya dalam keadaan darurat seperti ini.

Dan yap! Draco menemukannya. Ia segera berlari menuju lantai paling bawah atau basement, karena petunjuk nya mengarah kesana.

“TOLONG!!!”

“DRACO!!”

Bugh!

Sesampainya di basement, Draco langsung melihat Astoria diikat oleh lelaki itu. Keadaan Astoria sangat kacau. Rambut dan bajunya berantakan.

“Bajingan! Lo beraninya sama cewek, anjing!” Teriak Draco memukul lelaki itu lagi.

Tak terima dengan pukulan Draco, lelaki itu membalas pukulan Draco sangat kencang sampai Draco jatuh.

“Bangsat.” Gumam Draco.

Mereka kembali bertengkar. Astoria tidak bisa memisahkan karena tangannya terikat, Ia terus berteriak meminta tolong. Basement ini sangat sepi, tak ada satupun orang disana.

“Draco awas!!”

Lelaki itu mengeluarkan sebuah pisau ditangannya dan menggoreskannya tepat di tangan Draco.

“Akhh!! Bangsat!”

“Draco!!”

Setelah melihat Draco terjatuh dan kalah, lelaki itu segera pergi dan lari dari sana.

Mengabaikan rasa sakitnya, Draco berjalan menuju Astoria dan melepaskan tali yang mengikat tangannya.

“Draco, tangan lo.” Ucap Astoria panik.

“Bangsat! Urat nadi gue Tor!” Teriak Draco kesakitan.

“Iya iya, gue obatin ya?”

Wajah Draco sangat pucat. Ia menahan rasa sakit di tangannya sekuat tenaga agar tidak pingsan karena sekarang Ia benar benar lemas.

Astoria mengeluarkan lap di tasnya, dan perlahan mengobati luka Draco.

“Dia gak ngapa ngapain lo kan?” Tanya Draco hati hati.

Astoria menggelengkan kepalanya, “Enggak.”

Draco menghela nafasnya lega mendengar jawaban itu. Melihat kondisi Astoria tadi, sebagai lelaki jujur Ia berfikir kesana kesini.

“Masih sakit gak? Ke rumah sakit aja ya?” Tanya Astoria.

“Sedikit, gapapa kok yang penting udah gak ngalir darahnya. Kalau ngalir terus, gue mati tor.”

Astoria memukul Draco. “Ngomong tuh ya! Dijaga omongannya.”

“Hehehe maaf, abis urat nadi gue anjir bangsat tuh cowok bawa bawa pisau segala.”

“Sorry....” Gumam Astoria merasa bersalah.

“Gapapa, yang penting lo gapapa sekarang. Benerin rambut lo, gak badai lagi tuh.” Ucap Draco sambil nyengir.

Astoria cemberut dan tersenyum, “Nyebelin!”

Draco sedikit tertawa melihat respon Astoria. “Yuk keluar? Engap juga ni basement.”

Astoria mengangguk. “Ayok. Gue tuntun ya? Soalnya pasti lemes kan?”

Draco mengangguk, jujur memang Ia sangat lemas karena darahnya cukup banyak keluar.


“Duduk sini, minum dulu nih drake.” Astoria menyodorkan air mineral kepada Draco.

Mereka berada di luar apartment, tepatnya di taman yang sejuk. Luka di tangan Draco pun sudah diobati dan ditutupi oleh perban.

“Astoria? Draco?”

“Kak Ron?” Astoria berdiri karena terkejut melihat Ron datang menghampiri mereka.

“Draco? Lo kenal gue?” Tanya Draco mengerutkan keningnya.

“Kenal, siapa yang gak kenal lo yang tiap hari masuk base? Lo juga yang akhir akhir ini sering tweet foto temen gue kan, Hermione?” Ucap Ron membuat wajah Draco cerah seketika mendengar nama Hermione.

“Bener bro! Oh jadi lo Ron? Sahabatnya Hermione?”

“Iya, kenapa ini? Tangan lo kenapa Drake kok di perban? Astoria? Kenapa?” Tanya Ron.

“Ini tadi Astoria ada—”

“Draco tadi jatoh! Nyelamatin gue kak hehehe.” Sela Astoria memotong omongan Draco.

“Tor?” Ucap Draco menatap Astoria.

Astoria yang mengerti tatapan Draco perlahan menggelengkan kepalanya yang artinya Ia tidak ingin Ron tahu masalah ini.

“Lo boleh bohong ke Daphne, tapi jangan ke Ron.” Ucap Draco.

Draco mendekatkan mulutnya ke telinga Astoria. “Gue tau lo suka sama dia, Tor.”

Astoria melotot mendengar itu. Tau darimana? Pasti Daphne. Wanita itu emang tidak bisa menjaga rahasia.

Draco berdiri dan menepuk pundak Ron. “Dia mau jujur sama lo. Tolong dengerin apapun penjelasan dia. Kalau bisa, lo harus jaga dia kapanpun dan dimanapun.”

“Gue tau lo deketin dia karena lo suka sama dia.” Bisik Draco kepada Ron.

Kemudian, Draco tersenyum kepada Astoria dan Ron. “Duluan ya!”

“Draco, makasih ya.” Ucap Astoria.

“Sama sama.”

“Thank you drake.” Ucap Ron.

Draco hanya tersenyum kemudian masuk ke dalam mobilnya dan pergi darisana.


© urhufflegurl_

Hug.

***

Keadaan Draco benar benar kacau saat Ia sampai di Jakarta. Mereka bertiga di jemput oleh Blaise dan juga Hermione yang tentu kaget melihat Draco sekacau itu.

“Kenapa? Kok bisa gini?” Tanya Hermione khawatir. Ia merangkul Draco, sementara lelaki itu meletakkan kepalanya di pundak Hermione.

“Gapapa, cuman capek aja.” Bisik Draco.

“Capek gimana? Kamu demam tinggi! Aku udah bilang kamu jangan terlalu keras bekerja. Kita ke rumah sakit ya?”

Draco menggelengkan kepalanya. “Mau dirumah aja.”

“Drake—”

“Hermione sorry, 4 hari kemarin Draco drop, dia sempet di rawat di rumah sakit, sebenernya dia belum boleh pulang tapi dia maksain. Marahin aja.” Ucap Pansy mengadu.

“Nakal banget sih? Kita ke rumah sakit ya? Aku gak mau kamu kenapa napa.”

Draco tetap menggelengkan kepalanya. “Dirawat dirumah aja ya? Suruh dokter pribadi ke rumah. Plis?”

Walaupun kesal, Hermione mengiyakan permintaan Draco.


Sesampainya dirumah, Hermione segera menuntun Draco untuk menuju kamarnya. Ini pertama kalinya Hermione masuk ke dalam kamar Draco.

Kamarnya sangat mewah, bernuansa coklat dan hitam, rapi dan semua tertata sesuai dengan tempatnya. Tak sedikit foto keluarga Malfoy dipajang disana, termasuk foto kedua orang tua nya.

“Tidur disini ya? Kamu demam banget Drake. Aku kompres ya?”

Draco tidak menjawab, Ia menutup matanya karena terlalu sakit.

Sambil mengompres Draco, Hermione memijit perlahan kepala Draco membuat Draco sangat nyaman.

“Hermione.”

“Ya Drake?”

Draco membuka matanya perlahan. “I need you.”

Mata Hermione berkaca-kaca. Mereka saling membutuhkan satu sama lain. Draco memang pribadi yang dingin, dan terkadang tak peduli akan lingkungan sekitar bahkan dirinya sendiri. Namun tetap saja Draco membutuhkan sosok wanita seperti Hermione didalam hidupnya.

“I need you more, Drake. I think I love you.” Bisik Hermione membuat Draco tersenyum.

Draco perlahan bangun dari tidurnya, Ia menggenggam tangan Hermione dan memeluknya.

Hermione meneteskan air matanya. Apa ini saatnya mereka untuk saling jatuh cinta?

“Jangan sakit Drake, cepet sembuh ya?”

Draco tidak menjawab, Ia mencium kepala Hermione cukup lama.


© urhufflegurl_

I can see it in ur eyes.

***

Bugh!

Sekali lagi, Draco memukul Cedric dengan keras sampai lelaki itu tersungkur.

“DRACO!” Teriak Theo mencoba memisahkan Draco dan Cedric.

“Cukup anjir! Diliatin orang orang malu.” Ucap Blaise kepada Draco.

Draco menatap Cedric dengan tatapan penuh amarah. Dia benar benar marah karena Cedric berani menyakiti Hermione walaupun tidak sengaja.

“Gue udah peringatin ke lo, jangan pernah lo sentuh dia! Tapi lo sentuh dia, bajingan!” Teriak Draco yang hendak memukul Cedric lagi namun ditahan oleh Theo dan Blaise.

Perhatian mereka yang serius teralihkan kepada Hermione yang berlari terengah engah menghampiri Draco.

“Draco.”

Draco menghampiri Hermione dan melihat wajah wanita itu, sudut bibirnya merah karena tamparan Cedric.

Draco menarik Hermione untuk menjauh dari sana. Sudah cukup memukul Cedricnya, kini ia ingin menenangkan dirinya sendiri. Dan hanya Hermione yang bisa.

“Masih sakit?” Tanya Draco.

Hermione menggelengkan kepalanya. “Kenapa harus berantem sih? Gue gapapa Drake. Kak Cedric gak sengaja.”

“Sengaja, gak sengaja itu sama aja. Dia udah nyakitin lo.” Balas Draco masih fokus ke sudut bibir Hermione.

“Gue gapapa, jangan diliatin gitu terus.”

Draco tersenyum, “Lo khawatir ya sama gue?”

“Ih, enggak. Ge er banget! Gue cuman gak mau ada keributan aja.”

Lagi lagi Draco tersenyum, “Sakit juga pukulan Cedric.”

Ck, makanya jangan berantem! Obatin ya? Lukanya lumayan nih.” Ucap Hermione cemas melihat luka di wajah Draco.

Draco nyengir, “Tuh kan bener khawatir.”

“Ih nyebelin.”

Melihat Hermione yang lucu membuat Draco mengusap lembut kepalanya.

“Gue bisa liat itu dari mata lo Hermione, lo khawatir sama gue.”

Hermione kalah. Draco memang sangat peka.

“Gue gapapa kok, udah biasa berantem kayak gini. Kalau ada apa apa, kasih tau gue ya? Gue emang bukan siapa siapa, tapi gue gak mau lo terluka lagi, Hermione. Gue serius.”


© urhufflegurl_

Don't touch her.

***

Hari ini Hermione pulang malam karena Ia harus mengerjakan tugas lebih dulu bersama teman temannya yang lain.

Masih pukul 7, tapi rasanya badannya sudah benar benar lelah.

“Baru pulang?” Tanya seseorang tiba tiba muncul di samping Hermione.

“Kak Cedric? Ngapain disini?”

“Ayo bareng gue.” Ucap Cedric menawarkan.

“Enggak kak, makasih.” Hermione ingat kata kata Cho yang menyuruhnya untuk menjauhi Cedric. Bukannya takut, Hermione hanya malas saja berurusan dengan hal tidak penting seperti itu.

“Ayo bareng.” Kini Cedric menarik tangan Hermione. Rasa tanggung jawab yang Cedric tanggung menjadikan Ia sosok kakak yang senantiasa harus melindungi Hermione.

“Gue udah pesen taksi online kak, bentar lagi juga sampe.” Hermione berusaha melepaskan genggaman Cedric, namun Cedric malah semakin menggenggamnya dan membuat Hermione kesakitan.

“Kak apaan sih?! Lepas!” Pekik Hermione.

“Bareng gue Mi. Lo harus inget lo masih tanggung jawab gue.”

“Gaada kak. Papa nitip pesan cuman sekedar nitip pesan karena kak Cedric kenal Papa. Bukan lebih!”

“Jangan ngelawan, bareng gue aja.”

“Kak apaan sih! Lepas ih!”

“Cowok macam apaan berani kasar sama cewek?”

Hermione dan Cedric menoleh, Draco berdiri disana sambil membuang sisa rokok dan menginjaknya.

Draco menghampiri mereka dan melepaskan paksa tangan Hermione dari genggaman Cedric.

“Lo siapa? Gak usah ikut campur.” Tegas Cedric.

“Gue bukan siapa siapa. Gue cuman mau ingetin, lo itu cowok, gak cocok kasar dan maksa cewek kayak gitu. Terlebih lo juga bukan siapa siapa, dan lo punya cewek yang harusnya lo lebih jaga dia.” Balas Draco memberikan tatapan tajam kepada Cedric.

“Gak ada urusan apa apa kan? Yaudah sana pergi.” Lanjut Draco.

“Lo siapa? Gue gak kenal lo.” Tanya Cedric.

“Gue anak baru, Draco Malfoy angkatan 2021, mahasiswa pindahan jurusan Bisnis. Lo Cedric Diggory, jurusan sastra angkatan 2020 kan? Kakak tingkat yang seharusnya memberikan contoh baik. Bukan kasar sama cewek.”

Balasan Draco membuat Hermione dan Cedric terdiam. Draco mode serius memang menyeramkan.

“Satu lagi, gue emang bukan siapa siapa Hermione, tapi gue akan jaga Hermione dari cowok modelan lo. Sekali lagi lo sentuh atau kasarin dia, lo berurusan sama gue.” Balas Draco.

“Don't touch her.” Bisik Draco sangat pelan tepat di telinga Cedric.

Setelah itu, Draco menarik Hermione dan Hermione mengikutinya.


“Lo ngehindar ya dari gue?” Tanya Draco.

“Enggak.”

“Lo ngehindar dari gue. Gue ada salah? Sorry kalau gue ada salah Mi.”

Hermione menunduk. Ia bingung, Ia ingin sebuah jawaban namun Ia bingung cara menyampaikan pertanyaannya bagaimana.

“Mi?”

“Soal chat yang lo ajak ke pameran buku, lo gak bales chat gue.” Akhirnya Hermione mengeluarkan kalimatnya. Mudah mudahan Draco mengerti.

“Malam itu, Astoria adik Daphne minta tolong sama gue, ada cowok yang ngikutin dia dan diem di depan pintu apartmennya. Makanya gue langsung kesana, dan chat lo masuk ketika gue udah berangkat, jadi gue gak sempet bales chat lo. Maaf ya?”

“Lo emang hobi jadi pahlawan ya buat cewek cewek?”

Draco tersenyum, “Gue sebenernya mau jadi pahlawan lo doang. Kalau Astoria kan dia minta tolong sama gue, kalau lo, gue senantiasa bisa nolong lo tanpa lo minta. Beda, kan?”

Hermione terdiam mendengar jawaban Draco. Apa benar lelaki ini mencintai dan bertujuan untuk mengejarnya?

Hati Hermione jadi luluh lagi.

“Gue anter pulang ya? Gue tau lo belum pesen taksi online.” Ucap Draco disusul senyum hangatnya.

Hermione perlahan mengangguk.

“Yeaay, ayo tuan puteri kita pulang bareng!” Seru Draco senang.

Entah mengapa malam itu, rasanya jiwa Hermione kembali. Ia merasa seperti Hermione seutuhnya yang bahagia.


© urhufflegurl_

Siapa yang salah?

***

“Masih bengong aja? Udah dong.” Ucap Draco dengan lembut.

Semalam, Astoria tidak jadi ke apartment Daphne. Dia terlalu lelah menangis, dan akhirnya Draco diam agak lama di apartmen Astoria sampai wanita itu tertidur lelap.

“Masih takut ya?” Tanya Draco.

Mereka sekarang berada di parkiran. Draco sengaja menjemput Astoria untuk menuju kampus agar wanita itu aman.

“Ada gue Tor. Jangan takut.”

“Takut Drake.”

“Ssstt hei, sini.” Draco memeluk Astoria dan mengusap lembut kepala Astoria.

“Lo boleh minta tolong apapun ke gue. Jangan ngerasa gue asing ya? Gue ini sahabat kakak lo, Daphne. Sama kayak Blaise, Theo, Pansy. Lo berhak minta tolong apapun ke kita semua. Oke?” Ucap Draco berusaha menenangkan Astoria.

Astoria melepaskan pelukan Draco dan kembali menangis.

“Kenapa cowok itu ngikutin gue terus. Gue takut.” Tangis Astoria.

Draco kembali menarik Astoria ke dalam pelukannya. “Ada gue. Lo gak sendiri Tor.”

Tanpa mereka sadari, jauh disebrang sana ada perempuan yang daritadi melihat mereka berpelukan.

Hermione tersenyum dan menghapus air matanya yang menetes.

“Harusnya gue gak terbawa perasaan. Sekarang giliran sakit hati, siapa yang salah?” Bisik Hermione kepada dirinya sendiri.


© urhufflegurl_

Makan malam.

***

Sudah pukul 8 malam, namun sang Mama belum juga kunjung pulang. Hal itu membuat Hermione khawatir dan tak tenang diam. Jarang jarang Helena pulang semalam ini, paling malam juga paling pukul 7.

Hermione tidak ingin Mama nya kerja terlalu keras untuk dirinya.

Richard, Papa Hermione telah meninggal saat Hermione berusia 12 tahun. Tepat 3 hari setelah Hermione ulang tahun. Maka dari itu, Ia harus bisa dan terbiasa tanpa seorang Ayah lagi. Hanya berdua bersama sang Mama.

Kekhawatiran Hermione akhirnya hilang setelah mendengar suara mobil dari luar sana. Namun, bukan mobil sang Mama yang parkir.

“Draco?” Hermione terkejut ketika melihat sang Mama bersama Draco.

“Ma? Kok bisa bareng?” Tanya Hermione.

“Tadi ban mobil Mama tiba tiba pecah gitu, dan Draco dateng deh tolongin Mama. Bawain mobil mama ke bengkel dan anter Mama pulang, sayang.” Ucap Helena dengan lembut.

“Nak Draco makasih ya? Ayo masuk dulu. Kebetulan Hermione masak nih.” Tawar Helena.

“Ah tidak perlu tante. Terima kasih.” Tolak Draco.

Hermione mengerutkan keningnya. Kok nolak? Kan harusnya senang?

Namun percayalah, jauh didalam lubuk hati Draco, dia sangat senang dan berharap Ia ditawari lagi. Biasalah, jual mahal.

“Thanks ya udah nolongin mama. Ayo masuk dulu.” Sekarang Hermione yang menawarkan.

“Iya nak Draco ayo masuk dulu. Saya berterima kasih sekali atas pertolongan kamu.” Ucap Helena tersenyum.

“Saya hanya kebetulan lewat tante. Jadi memang kewajiban saya sebagai manusia menolong sesama.” Balas Draco.

Ini kalau ada Theo, sudah pasti dia tertawa ngakak.

“Baik sekali nak Draco ini, ayo masuk dulu.” Sekali lagi, Helena menawarkan.

“Baik, tante. Terima kasih.”

Akhirnya Draco mengiyakan tawaran Helena dan Hermione.


“Masak apa Mi?” Tanya Helena.

“Spageti Ma, sama bikin dimsum tadi. Kesukaan mama.” Balas Hermione.

“Wah enak pasti nih spagetinya. Hermione ini pintar masak. Selalu dia yang masakin untuk saya.” Ucap Helena kepada Draco.

“Keren, tante sukses membesarkan Hermione.” Balas Draco.

“Bisa aja kamu. Ayo makan, Hermione tolong siapkan untuk Draco juga, sayang.” Ucap Helena. Hermione segera mengambilkan spageti di atas piring Draco.

“Udah kayak suami istri gue. Nama anak yang cocok apa ya? Yang bagus gitu. Cihuy.” Kata Draco dalam hati.

“Thanks.”

Hermione tersenyum. “Selamat makan.”

“Ayo makan, Draco.”

“Iya, tante. Makasih.”


“Thanks ya udah tolongin mama. Gue gak tau soalnya mama gaada chat.”

Hermione dan Draco berada di depan rumah karena Draco pamit ingin pulang.

“Sama sama, lo gak perlu makasih sebenernya. Gue emang wajib ngelakuin ini.” Balas Draco.

Hermione mengangguk. “Hati hati.”

“Iya, makasih.”

“Draco.”

“Ya?”

“Emm— tadi gue gak liat lo di kantin?”

“Ah.. tadi gue telat, jadi berangkat deket jam masuk.”

Hermione hanya mengangguk. Ingin sekali Ia bertanya siapa wanita yang memberinya lukisan tadi, tapi siapa Hermione? Dia tidak berhak.

“Yaudah gue balik ya?”

“Iya, hati hati.”

Draco hanya tersenyum dan mengedipkan matanya sebelah setelah itu ia masuk ke dalam mobilnya dan pergi dari rumah Hermione.

Setelah Draco tak terlihat, Hermione tersenyum senang.

“Ih Hermione apaan sih! Kenapa jadi mikirin dia terus!” Ucapnya sambil menepuk kepalanya sendiri.


© urhufflegurl_

Kehebohan Kantin.

***

“Luna mau apa? Biar gue yang antri.” Ucap Rolf, lelaki berambut coklat dan sedikit keriting.

Wanita yang menjadi lawan bicara ini Luna, perempuan berambut pirang panjang dengan wajah yang lugu dan manis.

“Duh tapi penuh banget deh Rolf, nanti aja deh.” Ucap Luna.

“Iya sih, kayaknya karna gratis.” Rolf kembali duduk di bangku nya.

Tak lama kemudian, Hermione dan Ginny gabung bersama Rolf dan Luna.

“Rame banget, gue laper.” Keluh Ginny.

“Iya nih, Luna juga mau makan tapi belum soalnya antrinya panjang panjang.”

“Mau makan diluar?” Tanya Rolf.

“Tapi disini gratis, sayang juga.” Ucap Ginny sambul nyengir.

Hermione mengedarkan pandangannya ke seluruh kampus. Lalu Ia mengecek jam tangannya. 10.50. harusnya Draco sudah ada di kampus. Tapi yang Ia lihat hanya ada teman temannya tanpa Draco.

Kemana dia? Apa tidak masuk? Atau tidak kekantin?

Kenapa juga Hermione harus gelisah?

“HEH! KALAU JALAN LIAT LIAT BAJU GUE JADI KOTOR ANJIR!”

Teriakan maut itu berhasil mengundang perhatian seluruh penjuru kantin.

Pansy berdiri dengan perasaan marah. Namun sahabat sahabatnya malah tertawa.

“Pans, baju lo jadi ada motif bunganya!” Tawa Daphne.

“Anjing motif bunga.” Susul Theo.

“Diem lo semua! Lo gimana sih?! Kalau jalan hati hati dong, liat baju gue kena kuah lo. Sakit tau, panas!” Pekik Pansy marah.

“Sorry sorry, gue gak sengaja.” Lelaki itu mengeluarkan lap tangan dan memberikannya kepada Pansy.

“Sorry gak sengaja, lap ya? Atau ke wc?” Tanya Lelaki itu.

“Ish yang bener dong makanya!” Pansy menerima lap tangan itu dengan marah.

“Sorry ya Pans, sahabat gue ini gak sengaja. Maklum, matanya minus.” Ucap lelaki berambut merah disampingnya.

“Ish, kemarin nabrak gue di cafe sekarang di kantin.” Gumam Pansy.

“Iya sorry, gue tanggung jawab deh. Mau apa?”

“Udah gak usah, sana lo pergi. Kesel.”

“Sorry ya?”

“Gak.”

“Maafin dong.”

“Es krim.”

“Iya, es krim satu nanti ya?”

“Hmm.”

Sekali lagi, tawa Daphne dan Theo menggelegar menertawakan Pansy.

Yang nabrak Pansy tadi Harry, sedangkan lelaki berambut merah itu Ron.


“Draco!”

Hermione menoleh ketika ada wanita yang meneriaki nama Draco.

“Hai Tor, gimana? Lukisan apa nih?” Balas Draco senang.

Setelah itu, Hermione melihat Draco dan Astoria asik membicarakan lukisan di taman.

“Kenapa gue bt ya? Duh Hermione apaan sih! Draco kan playboy! Ceweknya banyak. Udah yuk Mione jangan baper.” Ucapnya menarik nafas kemudian pergi menuju fakultasnya.


© urhufflegurl_

Kenapa harus bohong?

***

Walaupun sudah ditolak, namun Draco tetap menyiapkan diri untuk berangkat menuju rumah Hermione.

“Ganteng banget gue. Hermione pasti kaget gue kesana tiba tiba menghentikkan taksi online yang udah dia pesen.” Ucap Draco sambil melihat pantulan dirinya di cermin.

“Hermione tunggu gue ya.” Ucapnya menghayati.

Setelah itu, Draco membawa jaketnya dan juga kunci mobil untuk menjemput sang pujaan hati.


Sesampainya di rumah Hermione, Draco menghentikkan mobilnya cukup jauh dari rumah Hermione. Dia melihat ada motor yang parkir di halaman rumah Hermione.

Draco tidak turun, Ia melihat dari kejauhan dengan kaca mobil yang tetap Ia tutup.

Taksi online? Maksudnya ojek? Tapi kok hanya ada motornya? Orang nya tidak ada.

Pertanyaan itu terus ada di kepala Draco. Dia mengamati dengan seksama sekeliling rumah Hermione, takutnya memang ada supir taksi online yang sedang keluar sebentar.

Namun, semua dugaannya salah.

Hermione bukan diantar taksi online, tapi bersama seseorang yang Ia tahu namun tidak Ia kenal. Yaitu Cedric.

Draco mengepalkan tangannya dan tersenyum miris.

“Kenapa harus bohong? Jujur aja bareng Cedric.” Gumamnya.

“Kenapa juga gue harus marah? Gue kan bukan siapa siapa.”

Setelah memastikan Hermione pergi bersama Cedric, Draco kembali ke apartmennya dengan rasa sakit yang Ia telan.


© urhufflegurl_