litaaps

Drop.

***

“Mr. Malfoy harus di rawat disini beberapa hari. Badannya benar benar drop. Dia kehilangan banyak cairan dan juga kelelahan.”

((Plis ini harusnya b inggris tp aku gajago inggris jadi gapapa ya hehehe love u ok lanjut))

Pansy dan Theo menghela nafas mereka bersamaan. Pansy kesal kepada Draco karena terlalu keras kepada dirinya sendiri. Begitu juga dengan Theo, dia sudah malas berbicara memberitahu ini itu kepada Draco tentang kesehatannya.

“Bisa dijenguk dok?” Tanya Pansy.

“Boleh, silakan. Saya permisi.”

“Terima kasih dok.

Pansy dan Theo masuk ke dalam ruangan. Draco belum sadar, wajahnya benar benar pucat.

“Bentar lagi kita harus meeting Pans.” Bisik Theo.

“Gue tau The, tapi gimana sama Draco? Kita gak mungkin ninggalin dia sendiri disini. Lo gak mau kan, dia nekat pergi dari sini dan nyusul kita ke kantor?”

“Terus gimana..”

Pansy menggeleng pasrah. “Lo aja yang meeting gimana? Gue disini.”

“Gila aja, gue belum nguasain materinya Pans.”

“The, kita gak tau bakal kayak gini. Plis lo aja ya?”

Theo menggaruk kepalanya yang tak gatal. Selama 3 tahun bekerja sama dengan Draco, Pansy dan Blaise, baru kali ini Theo akan menghadapi klien sendiri.

“The?”

Theo menghela nafasnya pasrah. “Yaudah tapi doain gue ya?”

Pansy mengangguk. “Pasti. Semangat ya, apapun hasilnya gue gak akan salahin lo.”

Theo tersenyum. “Yaudah, gue permisi ya.”

“Hati hati.”

Setelah itu, Theo pergi dari rumah sakit menuju kantor. Jantungnya berdebar tak karuan. Benar benar kacau. Ia belum menguasai materi, namun Ia disuruh meeting yang waktunya hanya 1 jam lagi.

Semangat The!!


Selama 1 jam Pansy gelisah menunggu Draco yang tak kunjung sadar, akhirnya Draco tersadar.

“Pans? Gue dimana?”

“Rs.” Balas Pansy jutek.

“Kok? Kenapa gue dibawa kesini? Meetingnya gimana?” Tanya Draco panik.

“Lo bisa gak sih dengerin gue kali kali? Dengerin Theo, dengerin Blaise. Kita disini semua kerja sama Drake. Gue bener bener capek sama lo. Sebenernya apa yang lo kejar? Kenapa lo begitu keras ke diri lo sendiri? Drake, umur lo masih 25 tahun. Lo udah punya semua. Perusahaan dimana mana, mobil, rumah mewah, bahkan sekarang lo punya istri. Lo bisa gak, fokus ke satu hal yang gak ngebebanin diri lo sendiri? Capek ngasih tau lo. Lo batu!”

Draco terdiam mendengar celotehan dari Pansy. Ia menunduk dan merebahkan kembali badannya karena memang yang Ia rasakan kini badannya sakit dan kepalanya pusing.

“Lo denger gak?!” Teriak Pansy kesal.

“Denger.”

“Theo yang meeting sendiri. Gue sengaja diem disini karena gue tau kalau gue dan Theo tinggalin lo disini, lo bakal nekat cabut infusan lo dan lari ke kantor. Orang gila.”

“Jangan omelin gue Pans. Gue kayak gini juga kan demi Papa.”

“Gue tau, tapi—”

“Pans. Plis? Udah ya?”

Pansy menghela nafasnya berharap semua emosinya tidak keluar. Walaupun sebenarnya Ia ingin mengeluarkan semua emosinya.

“Hermione, gak tau kan?” Tanya Draco.

“Gue gak kabarin Hermione.”

“Thanks.”

“Lo harus dirawat disini sampe keadaan lo bener bener pulih.”

“Hah? Pans, kita gak bisa, gue gak— Pans, besok kita survey ke beberapa tempat. Mana mungkin gue gak dateng?”

“Mulai, mulai lo batu.”

“Pans, tapi—”

“Nurut. Biar waktunya gue dan Theo yang jalanin ini semua. Lo fokus ke kesehatan lo, gue mohon Drake. Gue mohon, percaya sama gue dan Theo.”

Draco terdiam, Ia merasa gagal. Setiap Ia tidak bisa menjalankan pekerjaannya dengan baik, Ia selalu merasa gagal.

Padahal Ia telah melakukan yang terbaik dengan keras.

“Gue nurut, gue disini. Gue percaya sama lo dan Theo, Pans.”

Pansy tersenyum, akhirnya Draco mendengarkannya. Memang harus di bentak dulu baru mengerti.

“Thanks, Drake.”


© urhufflegurl_

Jangan terlalu lelah.

***

Draco membuka kacamatanya dan menaruhnya diatas meja. Ia menghela nafasnya berat. Pekejaannya hari ini benar benar berat. Beberapa perusahaan yang bekerja sama dengannya tiba tiba bermasalah. Dan Ia harus menyelesaikan semuanya sendiri.

Ia menoleh ke arah kanannya, disana ada foto dirinya bersama Narcissa dan Lucius. Ia tersenyum kecil, lalu menyenderkan punggungnya dikursi.

Draco meneteskan air matanya, namun segera Ia hapus.

“Kangen Ma, Pa. Berat banget ternyata tanpa kalian.” Gumam Draco disela tangisnya.

Kantor begitu sepi dan gelap. Hanya ruangan Draco yang masih terang. Selama ini, Ia melakukan semuanya sendiri. Berusaha agar semua perusahaan yang telah Lucius dirikan tetap berdiri kokoh tanpa ada hambatan apapun.

Draco sosok pekerja yang keras. Ia rela menghabiskan uang, tenaga, waktu bahkan pikirannya demi perusahaan sang Papa tetap berdiri.

Tok tok tok

“Masuk.” Ucap Draco.

“Permisi Tuan, mobil sudah siap.”

Draco hanya mengangguk kecil. Kemudian Ia membereskan semua berkas yang akan Ia kerjakan dirumah dan keluar dari ruangannya.

Namun baru beberapa langkah saja, Draco merasakan kepalanya sangat sakit. Ia tepis semua rasa sakit itu dan melanjutkan jalannya.


Sesampainya dirumah, Ia disambut hangat oleh Hermione.

“Selamat malam! Kopi nya udah siap.” Ucap Hermione membawa tas dan juga melepaskan jas yang dipakai oleh Draco.

Draco mengangguk dan duduk di sofa. Ia menghirup aroma kopi yang Hermione buat dan meneguknya perlahan.

“Capek banget ya?” Tanya Hermione.

Draco diam.

“Aku udah siapin air hangat. Mau mandi?” Tanya Hermione.

Draco merebahkan badannya dan menutup matanya.

Merasa ada yang tak beres, Hermione memegang dahi Draco dengan pelan. “Kamu demam ya?”

“Enggak.”

“Kamu demam! Mau aku bantu kerjaannya? Aku kan pernah kerja di kantor sebagai sekretaris. Atau kamu mau aku jadi sekretaris kamu?”

“Gak usah, nanti kacau.”

“Enak aja! Aku pinter tau. Gini gini aku ngerti tentang properti.”

“Enggak.”

“Batu banget!”

Draco tidak menjawab. Ia tetap menutup matanya.

“Jangan terlalu lelah, Draco. Kan ada Pansy, Blaise dan Theo. Kamu gak seharusnya ngerjain semuanya sendiri.”

Perkataan Hermione kini membuat Draco membuka matanya.

“Beberapa perusahaan yang kerjasama bermasalah. Yang paham soal ini cuman saya.”

“Aku pernah nanganin kasus kayak gitu. Mau aku bantu? Aku coba liat masalahnya.”

Draco menoleh, Ia menatap Hermione sebentar lalu kembali memalingkan wajahnya.

“Coba aja.”

“Yes! Oke!” Seru Hermione senang.


Sudah pukul 1 malam, Hermione dan Draco masih di dalam ruang kerja Draco. Dan benar saja, Hermione bisa mengerjakan semuanya.

“Sudah malam, tidur.” Ucap Draco kepada Hermione.

“Hoaam. Kangen juga kerja. Udah 2 minggu gak kerja.” Ucap Hermione.

“Tidur.”

Hermione mengangguk. “Kamu juga ya?”

“Saya lanjut sebentar.”

“Tidur aja, lanjut besok.”

“Tidur, Hermione.”

Ck, oke deh.”

Hermione keluar dari ruangan kerja Draco. Setelah itu, Draco melihat hasil pekerjaan Hermione. Ia tersenyum, ternyata Hermione wanita yang sangat cerdas.

“Draco!”

Teriakan Hermione membuat Draco langsung menghilangkan senyumnya.

“Jangan terlalu lelah ya!”


© urhufflegurl_

Pizza.

***

“Nih pizza nya.” Ucap Draco ketus menaruh pizza didepan kamar Hermione.

Hermione mengerutkan keningnya. Draco ini memang tsundere atau bagaimana?

“Kamu ini, sebenernya perhatian tapi cuek, kasar, dingin. Aneh.” Cibir Hermione mengundang tatapan dari Draco.

“Saya gak suka orang gak yang gak penurut. Sekali lagi kamu keluar tanpa izin saya, saya akan hukum lebih dari sekedar kurungan.”

Hermione menghela nafasnya. “Kan cuman belanja?”

“Apapun.”

“Sampe kapan aku dikurung?”

Draco tidak menjawab, Ia malah mendorong Hermione untuk kembali masuk kekamarnya dan mengunci kamar nya.

“DRACO NYEBELIN! SEENGGAKNYA JAWAB! NYEBELIN!” Teriak Hermione dari dalam kamar.

Draco terdiam sejenak, setelah itu pergi meninggalkan Hermione yang terkurung didalam kamarnya sendiri.


© urhufflegurl_

Kehangatan Theodore.

***

Bukan hanya Theo, namun juga ada Pansy dan Blaise disana. Mereka ikut sedih dengan meninggalnya orang tua Hermione.

“Beneran kecelakaan tunggal?” Tanya Pansy.

Draco hanya mengangguk.

“Ada sabotase gak?” Tanya Theo.

“Enggak, polisi udah cek sendiri mobilnya.” Balas Draco.

Mereka hanya mengangguk. Mau nuntut seseorang pun tak tahu harus menuntut siapa, karena memang kecelakaan yang dialami orang tua Hermione murni kecelakaan tunggal.

Suasana hening seketika, hingga terdengar suara racauan tak jelas dari Hermione.

“Ma, Pa..” lirih Hermione perlahan membuka matanya.

“Udah sadar?” Tanya Theo.

Hermione membuka matanya dan cukup kaget melihat orang di hadapannya.

“Siapa? Draco? Aku dimana?” Tanya Hermione kepada Draco seperti orang linglung.

“Rs.” Balas Draco singkat.

“Ah...”

“Akhirnya lo sadar. Demam lo tinggi banget tadi.” Ucap Pansy merasa kasihan kepada Hermione.

“Siapa yang bawa gue kesini?”

“Gue. Hebat kan? Feeling gue tuh kuat banget. Kayak ada sesuatu di manor, gue langsung dateng deh.” Ucap Theo mengundang senyum manis dari Hermione.

“Thanks.” Balas Hermione tersenyum.

Hermione menoleh ke arah Draco, lelaki itu duduk santai di sofa menatap ke arah lain, bukan ke arahnya atau ke teman temannya.

“Draco— marah?” Tanya Hermione dengan pelan dan hati hati.

“Disuruh makan gak makan, ya sakit.” Balas Draco menusuk hati Hermione.

“Dibilang gak nafsu.”

Draco berdiri dan melangkah menuju pintu.

“Mau kemana?”

Draco tidak menjawab, Ia langsung keluar dari ruangan Hermione meninggalkan Hermione bersama teman temannya.

“Temen lu!” Ucap Theo kepada Blaise.

“Gak kenal gue, temen si Pansy nih.” Balas Blaise.

“Temen gue gak gitu deh perasaan.” Balas Pansy.

“Kayak kutub utara ya, dingin.” Timpa Theo.

Hermione tertawa kecil mendengar ocehan sahabat sahabatnya Draco.

“Lo tenang aja. Ada kita, kalau lo butuh apa apa kasih tau kita ya?” Ucap Theo kepada Hermione. Lelaki itu tersenyum hangat kepadanya seolah benar benar menyambut kedatangan Hermione.

“Makasih, Theo. Lo kayak matahari ya.”

“Waah ngegombal nih! Woy gue mau digombalin sama cewek bro!!” Heboh Theo mengundak gelak tawa dari Hermione.

“Kenapa kayak matahari Hermione?” Balas Theo.

Hermione tersenyum. “Hangat.”

Theo bertingkah heboh seolah olah seumur hidupnya Ia tidak pernah mendapatkan gombalan seperti itu. Hermione ikut tertawa melihat Theo yang heboh, sedangkan Pansy dan Blaise memutarkan kedua bola matanya.


© urhufflegurl_

Duka.

***

“Hermione Granger!” Teriak Draco menghentikkan langkah Hermione.

“Apa? Mama Papa aku kecelakaan Drake! Aku gak bisa diem aja disini. Aku mau liat mereka!” Teriak Hermione menangis kencang.

Firasat buruk Hermione menjadi kenyataan. Kedua orang tua Hermione mengalami kecelakaan yang sangat tragis hingga menewaskan mereka di tempat.

“Saya tau. Bareng saya. Sudah malam, kamu gak bisa berkeliaran sendiri malam malam. Ayo, naik mobil saya.”

Draco membukakan pintu mobilnya untuk Hermione dan Hermione menurut.

Sebuah perhatian kecil yang harusnya Hermione nikmati dengan salah tingkah kini menjadi tak terlihat. Bagi Hermione kini semuanya gelap, kedua orang tuanya dinyatakan meninggal dunia. Bagaimana bisa Ia hidup tanpa orang tua nya?

Selama di perjalanan, tak ada yang berbicara. Hanya tangisan Hermione yang menghiasi keheningan.

“Mama.. Papa.. Kenapa bisa gini...” Racau Hermione.

“Aku harus gimana tanpa Mama, Papa..”

“Gimana..”

Draco melirik sebentar, kemudian kembali fokus menyetir. Ada setitik air mata yang keluar dari matanya namun segera Ia hapus dan hilangkan.


Sesampainya di tempat kejadian, Hermione segera menerobos kerumunan orang orang. Ia berlari dan berteriak histeris ketika melihat begitu banyak darah dijalanan.

“Mama! Papa!” Teriak Hermione menutup mulutnya.

Kaki Hermione seketika lemas, Ia tidak sanggup berdiri ketika melihat 2 jenazah orang tuanya. Sangat hancur. Hidup Hermione sekarang benar benar hancur.

Melihat Hermione yang sudah sangat kacau membuat Draco bergerak. Ia memeluk Hermione dan mengusap punggungnya, berharap sang istri sedikit tenang.

“Mama... Papa..” racau Hermione didalam pelukan Draco.

“Sstt.. tenang ya?” Bisik Draco sangat pelan.

“Ada aku..” lanjutnya namun tidak terdengar.


Pemakaman kedua orang tua Hermione berlangsung. Ginny, Harry dan Ron sebagai sahabat Hermione tentu datang menemani Hermione dan berharap sahabatnya ini agar tenang.

“Gue harus gimana Gin...” Racau Hermione menatap kosong makam kedua orang tuanya.

“Lo kuat mi. Lo harus kuat. Lo bisa ya?”

Hermione menggelengkan kepalanya. “Gue gak bisa Gin, gue gak bisa.”

Ginny menoleh ke arah Harry dan Ron yang berdiri di sisinya. Mereka semua menangis.

“Mi, ada kita.. Lo gak sendiri.” Ucap Ron memeluk Hermione.

“Mama, Ron..”

“Iya, mereka udah tenang di surga.”

Draco hanya berdiri menatap ke empat sahabat yang sedang berpelukan itu. Lalu menatap makam kedua orang tua Hermione cukup lama.

Wajahnya datar, Ia tidak menangis bahkan hanya untuk menangisi istrinya yang sedang kehilangan.

Benar benar datar.


© urhufflegurl_

Bye Ma, Pa.

***

“Mama sehat sehat dirumah ya sama Papa? Saling jaga pokoknya. Hermione sayang banget sama Mama, Papa.”

Hermione memeluk sang Mama sekali lagi. Mereka masih berada didalam mall, sedang menikmati makan malam kesukaan Hermione.

“Kamu yang sehat sehat disana sayang. Gimana? Makanan disana enak enak kan?” Tanya Helena.

Hermione mengangguk. Soal makanan Ia tidak bisa berbohong. Semua masakan ART keluarga Malfoy enak enak dan mewah tentu saja.

“Ada makanan kesukaan kamu disana?” Tanya Richard.

“Seafood nya enak banget Pa, gede gede juga. Tapi tetep aja, seenak apapun makanan di manor tetep lebih enak masakan mama. Dan senyaman apapun kasur disana, lebih nyaman kasur dikamar ku sendiri.”

Helena tersenyum, jauh didalam hatinya Ia juga merindukan sang putri. Anak satu satunya yang selalu baik dan nurut kepadanya.

Hermione dan Helena bagaikan adik kakak, kemana mana selalu berdua. Mereka selalu hangout bersama, melakukan aktivitas yang menyenangkan bagaikan sahabat.

“Sayang, Mama jadi kangen kamu.” Ucap Helena mengusap lembut kepala Hermione.

“Aku juga kangen Mama.. maaf ya Hermione belum bisa nginep dirumah.”

“Gapapa sayang, betah betah di manor ya?”

Hermione mengangguk. Betah? Ya, akan Hermione usahakan betah tinggal disana. Karena biar bagaimanapun, Ia sudah menjadi seorang istri yang harus nurut kepada seorang suami.


“Makasih ya Ma, Pa udah anterin aku. Mama sama Papa mau masuk dulu?”

Mereka sekarang berada di halaman manor. Richard dan Helena sengaja mengantarkan Hermione ke sini.

“Enggak sayang. Mama sama Papa langsung pulang ya?” Tanya Richard.

“Ah.. yaudah deh, Mama Papa hati hati ya?”

“Iya sayang.” Balas Helena mencium Hermione.

“Bye Ma, Pa..” Hermione melambaikan tangannya kepada kedua orang tuanya.

Hermione menatap cemas kedua orang tuanya. Mengapa hatinya sangat tak tenang? Merasa seperti ada yang mengganjal dan Ia ingin mencegah kedua orang tuanya untuk pulang.

“Hermione akan berusaha bahagia disini Ma, Pa..”


© urhufflegurl_

Aturan.

***

Pukul 11 malam, Draco baru sampai rumah. Ketika Ia masuk, Ia terkejut karena melihat Hermione ketiduran di sofa, entah ketiduran karena apa.

“Draco?”

Draco menoleh, segampang ini wanita itu terbangun? Hanya karna suara pintu?

“Udah pulang? Kok malem banget? Lembur ya?” Tanya Hermione berdiri dan mengikat rambutnya.

“Mau makan? Aku udah siapin air hangat juga buat kamu, kamu mau mandi?”

Draco terdiam. Ia melepaskan jas, dasi dan sepatunya lalu Ia lempar begitu saja.

“Drake, aku nanya kamu jawab dong.”

Bukannya menjawab, Draco malah jalan menuju kamarnya tanpa sedikitpun menoleh ke Hermione.

“Drake?” Hermione menyusul Draco.

“Draco kenapa sih? Beda banget sikap kamu sebelum nikah sama sesudah? Aku tau kita dijodohin. Tapi kan semua ini karna pesan papa kamu. Harusnya kamu ngelakuinnya dengan baik dong bukan gini?!” Ucap Hermione geram.

Draco menghentikkan langkahnya. Ia mengganggam tangan Hermione dengan keras.

“Akh, sakit! Apaan sih?!” Pekik Hermione.

“Ini rumah saya. Saya punya aturan. Kita memang menikah, tapi karena dijodohin. Kamu harus tau, ini bukan hanya sekedar pesan dari Papa saya, tapi perjanjian antara Papa kamu dan papa saya. Ngerti?”

Hermione menelan salivanya dengan kasar. Ia memalingkan wajahnya tak berani menatap Draco. Namun aksinya tersebut justru membuat Draco marah. Lelaki itu mencengkram rahang Hermione dengan kuat.

“Ngerti gak?” Tanya Draco dengan nada rendah namun menusuk.

Kini giliran Hermione yang diam. Dan Draco melepaskan genggaman dan cengkramannya.

“Kita disini hanya orang asing yang tinggal dalam satu atap. Kamu tinggal dirumah saya, saya punya aturan. Kamu tidak boleh kemana mana kalau gak ada izin dari saya. Kalau kamu melanggar, saya akan kasih hukuman.”

Hermione mengerutkan keningnya. “Maksudnya?”

“Kamu harus diam dirumah. Satu lagi, kita gak akan pernah satu kamar sampai kapanpun.”

Dengan sekuat tenaga, Hermione menahan rasa sesak didada dan air mata yang siap untuk membasahi pipinya.

“Lusa saya ke Italia. Saya akan pantau kamu dari jauh. Kalau kamu pergi tanpa seizin saya, saya akan pastikan kamu akan menderita.” Bisik Draco sebelum akhirnya dia pergi menuju kamarnya.

Pertahanan Hermione akhirnya runtuh. Ia menangis. Dadanya begitu sesak. Bagaimana bisa Ia tinggal di rumah yang justru akan menjadi neraka baginya?


© urhufflegurl_

The day.

***

Hari ini hari pernikahan yang sangat mewah digelar dibelakang halaman Manor. Semua kerabat dan keluarga berbahagia. Termasuk kedua pengantin yang daritadi tak berhenti tersenyum.

“Draco sayang.”

“Bibik.”

Draco memeluk wanita yang Ia panggil Bibik itu. Lalu mencium pipi kanan dan kirinya.

“Selamat ya sayang. Akhirnya kamu gak sendiri sayang. Bibik seneng akhirnya kamu memutuskan untuk menikah dengan wanita yang tentu terbaik untuk kamu. Selamat ya sayang.”

Draco tersenyum. “Makasih bik, Draco nanti sering sering main kesana ya?”

“Iya sayang. Nikmati acara kamu ya.”

Draco hanya tersenyum dan mengusap lembut pundak wanita itu.

“Siapa?” Tanya Hermione ketika wanita itu sudah pergi.

“Kakak Mama. Bibik Andromeda namanya.”

“Oh...”

“DRACO MATE! HAHAHAHA AKHIRNYA LO NIKAH!” Teriakan itu membuat Hermione terkejut.

“Orang gila! Bikin kaget aja lo.” Balas Draco yang membuatnya menoleh ke arahnya.

Lo? Apa dia teman dekat Draco?

“Gimana acaranya? Seru kan?” Tanya Draco.

Lelaki itu tertawa. “Seru! Gokil! Ini pernikahan paling mewah yang pernah gue datengin.”

“Pernikahan lo nanti lebih mewah daripada ini. Gue percaya.”

“Hahaha gak ada yang bisa mengalahkan Tuan Malfoy.”

“Yaudah, selamat menikmati acaranya.”

“Siap drake!”

Satu hal yang Hermione sedihkan. Draco tidak memperkenalkan semua kenalan, sahabat, termasuk keluarganya kepada dirinya. Mereka berinisiatif berkenalan sendiri sambil bersalaman.

“Draco.”

Draco menoleh.

“Nanti, setelah nikah kita tinggal disini?”

Draco mengangguk.

“Oke deh hehehe. Eh gue—”

“Aku kamu, bukan gue lo.”

“Hah?”

“Aku kamu. Jangan gue lo. Gak cocok sepasang suami istri gue lo kayak gitu.”

“Ah... Oke.” Hermione tersipu malu dibuatnya.

Percayalah, pesona Draco Malfoy mengalahkan semuanya. Termasuk kesedihan yang ada dihati Hermione.

Draco memandang Hermione dengan lekat. Senyum tipis melengkung menghiasi bibirnya.

Merasa diperhatikan, Hermione menoleh dan tersenyum juga. Ia dapat melihat tatapan itu. Tatapan yang entah ada apa didalamnya.

Tatapan yang dingin, namun mungkin akan membuatnya hangat dengan sikapnya kelak.


© urhufflegurl_

Gaun.

***

Siang ini, Draco menjemput Hermione untuk mencoba baju pengantin mereka. Gaun untuk Hermione harus indah, elegan, dan tentu saja mewah.

Draco tidak suka kesederhanaan. Semua Ia rangkai begitu mewah dan istimewa.

Soal pernikahan ini, semua biaya nya full dari Draco. Katanya sih atas permintaan mendiang Lucius Malfoy.

“Ini mewah banget?” Tanya Hermione.

Draco tidak menjawab. Lelaki itu berjalan lebih dulu meninggalkan Hermione di belakangnya.

“Selamat siang Tuan Malfoy, baju pengantin milik anda dan Nona Granger sudah ada di dalam.”

Draco hanya mengangguk tanpa tersenyum sedikitpun. Ia lantas masuk dan melihat lihat tuxedo yang akan Ia kenakan nanti.

“Wah cantik banget!” Ucap Hermione dengan matanya yang berbinar ketika melihat gaun dihadapannya.

“Coba.”

Hermione mengangkat halisnya sebelah. “Yang mana dulu? Kok ada 3?”

“Pernikahan kita dilaksanakan seharian full. Pagi acara formal, kita pake yang putih. Siang, acara resepsi, saya pake hitam, kamu putih yang ini. Dan malam, acara party, disini acaranya bebas. Jadi saya pilih gaun untuk kamu yang biasa, selutut dan gak ribet.”

Baru kali ini Draco berbicara panjang dan mau menjelaskan tentang gaun Hermione mengapa ada 3. Baru kali ini Hermione mendengar suara Draco panjang lebar dan sedikit lama.

Hermione tersenyum senang.

“Kenapa?” Tanya Draco.

“Enggak, seneng aja akhirnya lo gak dingin gitu.”

Draco menghela nafasnya. “Ayo coba. Saya sibuk, jam 1 harus ke kantor.”

“Ish. Baru juga dipuji.”

Hermione mengambil semua gaun dihadapannya dan pergi menuju fitting room. Ia tersenyum dan berterima kasih kepada gaun ini. Karena mereka, Draco berbicara banyak kepadanya.


© urhufflegurl_

He's cold.

***

Tepat pukul 7 malam, sebuah mobil mewah berwarna hitam parkir didepan halaman kediaman keluarga Granger.

Hermione yang tahu bahwa itu Draco benar benar menyiapkan dirinya. Ia sudah memakai gaun berwarna hitam selutut, dan juga rambut yang sengaja Ia gerai tanpa aksesoris apapun. Tak lupa sandal heels 5 cm yang akan mempercantik penampilannya.

Saat Hermione keluar, Draco sedang mengobrol dengan kedua orang tuanya. Mereka sangat akrab, itu artinya memang benar keluarga Malfoy cukup dekat dengan keluarga Granger.

“Hermione? Udah siap sayang? Nak Draco udah nunggu.” Ucap Helena menghampiri Hermione.

Hermione tersenyum, sungguh Ia sangat terpesona dengan seorang Draco Malfoy.

Rambut putih mengkilapnya yang sedikit berantakan, kulit putih nya, hidung nya yang mancung, dagu nya yang runcing, dan bentuk muka yang sangat sempurna bak dewa Yunani! Sangat tampan.

“I—iya Ma.” Balas Hermione gugup.

Setelah itu, mereka berpamitan kepada Helena dan Richard. Dan mereka pergi ke suatu tempat yang telah disiapkan oleh Draco.


Sebuah cafe yang sangat elegan dan mahal. Sebelumnya, Hermione belum pernah menginjakkan kaki di tempat ini. Melihat penampilan cafe nya dari luar saja membuatnya merinding.

“Jadi, lo kerja jadi sekretaris?” Tanya Draco ditengah heningnya diantara mereka.

Hermione mengangguk, “Lo?”

“Gue punya perusahaan. Milik bokap, gue terusin.”

“Ah..”

Satu hal yang pasti. Dari tadi, Draco Malfoy tidak menatapnya sama sekali. Bahkan wajah itu sangat dingin. Senyum tidak, cemberut juga tidak. Benar benar datar.

“Lo, S2?” Tanya Hermione.

Draco mengangguk, “Lo?”

“S1. Rencana sih mau S2, cuman keburu dijodohin.”

Draco tidak menjawab, lelaki itu mengeluarkan ponselnya dan asik dengan dunia nya sendiri membuat Hermione bingung dan semakin canggung.

“Kita— beneran mau nikah?” Tanya Hermione.

“Iya. Ikutin aja ya? Demi bokap gue, gue mohon.”

Hermione mengangguk. Sungguh, tak ada reaksi lain selain mengangguk.

Lelaki didepannya ini sangat dingin. Namun entah mengapa justru hal itu yang menjadi daya tarik seorang Draco Malfoy dan membuat Hermione jatuh ke dalam pesonanya.


© urhufflegurl_