litaaps

Prolog — Awal.

**

“Ma? Pa? Kenapa? Ada yang mau kalian omongin sama Hermione?”

Helena dan Richard saling bertukar pandang. Suasana rumah di pagi hari ini tampak cukup dingin dan sepi.

Meja makan yang biasanya hangat, hilang begitu saja dalam sekejap.

“Sayang..” Helena memulai pembicaraan.

“Usia kamu kan sudah cukup untuk menikah, kamu gak ada pikiran sampe sana nak?” Lanjut Richard.

Hermione menghela nafasnya. Umurnya 24 tahun. Cukup menikah apanya? Masih muda kan? Bahkan Ia ingin melanjutkan S2.

“Papa kok tiba tiba nanya gitu? Mama Papa sebelumnya gak ada omongan soal nikah?” Tanya Hermione hati-hati. Ia sangat menyayangi kedua orang tuanya. Dan kedua orang tuanya berhasil mendidiknya menjadi wanita baik.

“Begini sayang.. dulu, Mama dan Papa punya sahabat. Namanya, Lucius dan Narcissa Malfoy. Namun, 4 tahun lalu, mereka meninggal dunia karena kecelakaan. Dan pesan dari Lucius yang terakhir itu, beliau ingin menikahkan anaknya dengan kamu agar kami dan mereka besanan.” Ucap Richard yang membuat jantung Hermione berdetak lebih cepat.

“Sebentar, maksudnya? Mama dan Papa?”

Helena mengangguk, “Betul sayang. Mama dan Papa ingin menjodohkan kamu dengan putra tunggal mereka, Draco Malfoy.”

“Ma? Bahkan aku aja gak tau Mama, Papa punya sahabat keluarga Malfoy itu?” Protes Hermione.

“Kami memang tidak pernah cerita, karena memang kami rasa tidak perlu untuk diceritakan, nak.” Ucap Richard memegang tangan Hermione.

“Papa mohon nurut ya nak? Mama dan Papa sengaja menunggu waktu kamu lulus dan bekerja. Kamu sudah cukup membahagiakan kami, jadi tolong kini giliran bahagiakan dirimu sendiri ya? Menikahlah dengan Draco, dia anak yatim piatu. Kedua orang tuanya menitipkan dia kepada Mama dan Papa. Mama dan Papa tidak bisa ingkar terhadap janji itu nak.”

Hermione meneteskan air matanya. Dijodohkan menjadi mimpi buruk untuknya. Terlebih dengan lelaki yang sama sekali Ia tidak kenal. Bahkan wajahnya saja Ia tidak tahu bagaimana.

“Ma, Pa...” Lirih Hermione dengan suara bergetar.

“Mama dan Papa mohon sayang.. menikah dengan Draco ya?”

Hermione menunduk, walaupun susah untuk Ia lalukan, namun secara perlahan Ia menganggukan kepalanya.


© urhufflegurl_

Gak sengaja katanya.

***

“Thanks ya udah peduli dan jemput gue pulang.”

Draco tersenyum manis, “Sama sama. Lain kali jangan kayak gini lagi, Daphne khawatir sama lo.”

“Masa? Kak Daphne bahkan gak pernah peduli dan nanya gue ada dimana?”

“Itu didepan lo, dibelakang beda. Yaudah gue balik dulu ya?”

Astoria mengangguk. “Hati hati ya, Draco.”

Draco tersenyum lagi, “Iya sama sama. Bye tori. Selamat istirahat.”

Astoria mengangguk. “Byee hati hati.”

Setelah itu, Draco pun melanjutkan perjalanannya. Ditengah jalan, Ia tidak sengaja melihat tukang martabak yang cukup ramai. Seperti nya martabaknya enak.

Melihat martabak, Ia jadi ingat niatnya yang ingin membawakan martabak untuk Mama nya Hermione.

Ingat saat Draco mengikuti Hermione dan Cedric? Ya, disana Draco liat Mama Hermione. Jadi Draco udah tau rumah dan mama nya Hermione.

Draco menghentikkan mobilnya. Ia memutuskan untuk membeli martabak. Tidak satu, tapi 3 kotak. Satu untuk Hermione, 2 untuk teman temannya yang sudah ada di apartmen miliknya.


Tok tok tok

“Permisi.”

Tak butuh waktu lama, keluar seorang wanita cantik.

“Iya, cari siapa?”

“Selamat malam tante. Saya temannya Hermione.” Ucap Draco dengan senyumnya yang tampan.

“Hermione? Tapi udah malem. Saya gak terima tamu.”

“Oh iya, saya kesini bukan untuk bertamu. Saya gak sengaja liat yang jual martabak dan rame. Kayaknya sih enak, jadi saya beliin juga buat tante dan Hermione.” Draco menyodorkan martabak yang ada ditangannya.

Dengan ragu, Helena (Mama Hermione) menerima nya. “Kok bisa?”

“Iya tante, gak sengaja aja hehehe. Di makan ya tante, sama Hermione juga. Selamat malam.”

Helena mengangguk. “Terima kasih.”

Setelah itu, Draco pergi begitu saja dari rumah Hermione. Tanpa Ia sadari, daritadi Hermione melihatnya.

“Mi? Temen kamu?” Tanya Helena.

“Hah? Iya mungkin ma.”

“Atau fans?” Tanya Helena senyum sendiri.

“Ih Mama! Enggak ada fans fans.”

Hermione senyum sendiri, ternyata Draco ini benar tau dimana rumah dia.

“Mama siapin dulu martabaknya, kita makan sama sama ya?”

Hermione hanya mengangguk dan kembali fokus dengan bukunya. Namun sesaat kemudian, Ia menerima pesan.

“Dimakan ya. Gue sengaja beliin rasa tiramisu kesukaan lo.”


© urhufflegurl_

Enchanted.

**

Sore ini, Draco sengaja diam di kantin jurusan fakultas kedokteran. Entahlah apa yang Ia maksud, tapi Ia benar benar penasaran kepada sosok yang menghantui fikirannya selama ini. Ya, siapa lagi kalau bukan Hermione?

Walaupun Ia mendekati 2 wanita sekaligus, namun rasa penasarannya kepada Astoria hilang begitu saja. Ia lebih penasaran kepada Hermione. Bahkan, setelah Ia melupakan Astoria kemarin, Ia tidak lagi memberi pesan kepada wanita itu, begitupun Astoria.

Mereka telah ada jalan mereka masing masing.

Setelah 1 jam menunggu, akhirnya yang di tiba pun ada di depan matanya. Hermione berdiri di sana dengan rambut nya yang terurai dan kedua tangannya dipenuhi oleh buku yang super tebal.

Draco sontak berdiri dan terpesona dengan wanita itu.

Pantas saja Blaise bilang kalau Hermione ini susah ditaklukan, ya memang Hermione ini wanita mahal.

Setelah tau Hermione ada disana, Draco pun memulai aksinya. Ia pura pura jalan di belakang nya, dan menabraknya.

Semua terlihat sangat natural.

“Aww!”

“Eh sorry. Sorry sorry, gue gak sengaja. Sini gue bantuin.” Dengan cepat Draco membereskan buku milik Hermione.

Hermione menyipitkan matanya. Ia seperti mengenal Draco, tapi Ia tidak yakin. Ia juga seperti pernah melihat Draco, tapi Ia tidak tahu dimana.

“Bukan anak FK ya?”

Suara lembut nya membuat Draco merinding seketika. Ternyata, di chat dan di asli nya gini beda banget!

“Iya, lagi liat liat jurusan FK aja. Buku anak FK emang tebel tebel ya?” Tanya Draco masih memegang 3 buku milik Hermione.

Hermione sedikit tertawa. “Iya nih, lumayan. Kayaknya gue pernah liat lo tapi dimana ya?”

“Masa?”

Hermione mengangguk. “OH GUE INGET! Lo kan— yang chat gue?”

Mendengar itu, Draco sontak melotot. “Hah?”

“Astaga! Hahaha. Masih cari tukang risol?”

Muka Draco yang asalnya putih mendadak merah. Ternyata selama ini Hermione tidak mengabaikannya. Hermione melihat profil Draco dan mengenal wajahnya.

Draco Malfoy siang itu salah tingkah. Catat ya. Karena Hermione.

“Kirain lo abaikan chat nya.”

Hermione kini tertawa. “Enggak, cuman aneh aja. Apa di kampus ini gue punya kembaran sampe sampe ada yang salah chat?”

Draco ikut tertawa. Ternyata Hermione ini orangnya asik. Mengapa tidak dari awal saja Ia mendekatinya secara langsung?

“Eh sorry buku gue?”

Draco memberikan bukunya. “Sorry gue udah nabrak lo.”

“It's okey, gak sakit juga kok. Oh iya, gue gak jualan risol. Yang jualan risol itu anak teknik. Kalau lo cari risol, kesana aja. Biasanya event mereka selalu ada aja tiap bulannya, dan selalu danusan juga.”

Draco mengangguk, Ia tidak peduli akan hal itu. Yang Ia pedulikan sekarang ya Hermione.

“Gue udah gak cari risol kok, aman.”

“Yaudah kalau gitu, gue permisi ya?”

Draco mengangguk. Dan baru saja selangkah Hermione pergi, Ia sudah menahannya.

“Hermione, tunggu!”

“Kok tau nama gue?”

“Rumah lo juga gue tau kok. Oh iya, gue beliin kuota ya ke nomer lo?”

“Buat apa? Gue ada kuota kok, dirumah gue juga ada wifi.”

“Ah, gapapa sih. Chat gue gak dibales soalnya, gue kira lo gak ada kuota?”


© urhufflegurl_

Another way.

***

“Kak, apaan sih! Lepas!”

“Balik bareng gue!”

“Gak mau kak! Rese banget sih. Maksa maksa segala! Lepas ih!”

“Makanya balik bareng gue!”

“Gue udah janji!”

“Enggak! Lo harus balik bareng gue!”

Tangan lelaki itu mencengkram kuat tangan Astoria hingga tangannya memerah. Karena tidak tahan, Astoria menggigit tangan sang lelaki dan kabur dari sana.

“EH AWAS!”

“AAAAAAAA!”

Brak!

Karena tidak hati hati, Astoria tidak sengaja tertabrak oleh motor yang melintas.

“Astaga, lo gapapa? Sorry sorry gue gak tau lo tiba tiba muncul gitu aja.”

Tangan Astoria lecet sedikit, hanya luka kecil. Namun dia sangat panik. Bukan panik karena luka nya, tapi karena lelaki yang mengikutinya.

“Gapapa kok kak.”

“Sini gue obatin ya bentar.” Lelaki itu mengeluarkan kotak P3K di dalam tasnya.

“Serius? Kok ke kampus bawa kotak P3K? Anak PMR?”

Lelaki itu sedikit tertawa dengan pertanyaan Astoria. “Gue jurusan teknik sipil. Pernah luka sampe dijait 6 jaitan gara gara cedera waktu praktikum. Makanya, nyokap gue parnoan semenjak itu. Dan ya, tas gue selalu di cek dan selalu di bawain kotak P3K ini. Lagipula, ada untungnya juga kan ada kotak P3K ini? Gue jadi bisa ngobatin lo.”

Astoria tersenyum. Ia merasa terpesona dengan lelaki yang ada dihadapannya. Tatapannya begitu lembut dan tulus. Setiap gerakan tangannya sangat lembut dan hati hati.

“Udah. Sorry ya?”

“Iya gapapa kak.”

Astoria dan lelaki itu berdiri bersamaan.

“Mau pulang?” Tanya lelaki itu.

“Emm enggak sih, mau ada sesuatu.”

“Lo anak desain ya? Angkatan 22?”

Astoria mengangguk. “Kok tau?”

“Gapapa, gue nebak aja. Mukanya muka muka anak desain.”

Sontak, Astoria tertawa. Maksudnya apa muka dia muka anak desain.

“Oh iya, gue Astoria kak.”

“Ah lupa belum kenalan. Gue Ron, teknik sipil angkatan 21”


© urhufflegurl_

Hermione?

***

Draco menyimpan ponselnya dan menyalakan motornya untuk menyusul Astoria menuju gedung desain. Sebenarnya Draco berbohong tentang Ia melihat Astoria. Draco sama sekali tidak melihat wanita itu. Biasa, hanya modus.

Setelah motornya nyala, Draco menaikinya dan baru saja ketika Ia mau jalan, Ia terdiam sejenak.

Ia melihat Hermione ada disana.

“Hermione? Iya anjir! Mirip sama kayak foto yang di kasih si Blaise!” Gumam Draco berbicara sendiri.

Di kejauhan, Ia melihat Hermione menaiki motor dan dibonceng oleh lelaki berkulit putih dan tampan. Sepertinya lelaki itu kakak tingkat, soalnya mukanya muka dewasa.

“Sama kating tuh? Tua banget muka katingnya.”

Tak lama kemudian, Hermione pergi menjauh dari pandangannya.

Karena penasaran, Draco mengikutinya. Menjauh dari parkiran dan meninggalkan Astoria yang sudah menunggu nya disana.


© urhufflegurl_

Prolog

***

“Emang kamu gak bisa ngabulin satu haaal aja apa yang aku pengen?” Mungkin ini pertanyaan Hermione yang ke-100.

Hubungannya dengan seorang pria bernama Draco sudah berjalan hampir 6 tahun akan tetapi beberapa bulan terakhir sikapnya sudah seperti permen karet yang telah dikunyah begitu lama. Hambar.

Draco Malfoy, pekerja keras dan ambisius. Hidupnya sangatlah dikelilingi harta dan orang tua yang begitu memanjakannya. Saat ini kesibukannya sebagai CEO di salah satu perusahaan yang diberikan oleh ayahnya.

Hermione dan Draco merupakan dua insan yang bertemu dengan sangat kebetulan mereka duduk dibangku perkuliahan. Kemudian keduanya lebih sering berinteraksi dan tumbuh sebuah asmara-asmara.

Awalnya Draco adalah orang yang sangat manis, perhatian dan penuh kasih sayang pada Hermione.

“Bahkan sesekali kalo aku butuh waktu kamu, kamu gak bisa ngasih kan?” Tanya Hermione kembali.

“Kalau nyatanya gue emang gak bisa gimana? Gak mungkin lah gue harus nunda sesuatu yang penting demi yang gak guna?” jawab tegas seorang Draco.

Hermione tertawa sarkas. “Gak guna?”

“Apa sih yang kamu cari drake? Kamu udah punya semuanya! Harta, tahta, perusahaan, jabatan, semua! Semua udah kamu punya. Apa yang kamu cari sekarang?” Teriak Hermione. Emosinya memuncak menyebabkan pertahanannya runtuh seketika.

Draco hanya terdiam. Selalu seperti itu, diam dan diam. Selama ini hanya Hermione yang banyak bicara.

Hermione sudah biasa menerima lemparan kalimat pedas dari orang yang selama ini ia sayang. Dan ucapan itu membuat Hermione tau bahwa dirinya tidak pernah berarti bagi Draco.


© hufflefriend_ & urhuffelgurl_

Prolog

***

“Emang kamu gak bisa ngabulin satu haaal aja apa yang aku pengen?” Mungkin ini pertanyaan Hermione yang ke-100.

Hubungannya dengan seorang pria bernama Draco sudah berjalan hampir 5 tahun akan tetapi beberapa bulan terakhir sikapnya sudah seperti permen karet yang telah dikunyah begitu lama. Hambar.

Draco Malfoy, pekerja keras dan ambisius. Hidupnya sangatlah dikelilingi harta dan orang tua yang begitu memanjakannya. Saat ini kesibukannya sebagai CEO di salah satu perusahaan yang diberikan oleh ayahnya.

Hermione dan Draco merupakan dua insan yang bertemu dengan sangat kebetulan mereka duduk dibangku perkuliahan. Kemudian keduanya lebih sering berinteraksi dan tumbuh sebuah asmara-asmara.

Awalnya Draco adalah orang yang sangat manis, perhatian dan penuh kasih sayang pada Hermione.

“Bahkan sesekali kalo aku butuh waktu kamu, kamu gak bisa ngasih kan?” Tanya Hermione kembali.

“Kalau nyatanya gue emang gak bisa gimana? Gak mungkin lah gue harus nunda sesuatu yang penting demi yang gak guna?” jawab tegas seorang Draco.

Hermione tertawa sarkas. “Gak guna?”

“Apa sih yang kamu cari drake? Kamu udah punya semuanya! Harta, tahta, perusahaan, jabatan, semua! Semua udah kamu punya. Apa yang kamu cari sekarang?” Teriak Hermione. Emosinya memuncak menyebabkan pertahanannya runtuh seketika.

Draco hanya terdiam. Selalu seperti itu, diam dan diam. Selama ini hanya Hermione yang banyak bicara.

Hermione sudah biasa menerima lemparan kalimat pedas dari orang yang selama ini ia sayang. Dan ucapan itu membuat Hermione tau bahwa dirinya tidak pernah berarti bagi Draco.


© hufflefriend_ & urhuffelgurl_

Sorai.

***

(((Sambil denger lagu nya deh hehehe)))


Sore ini, Hermione memakamkan kucing kesayangannya bersama Ron, Ginny dan Harry. Ia lagi dan lagi harus merasakan kehilangan, entah kesekian kali nya.

Sangat hampa rasanya. Benar benar kosong. Kucing yang selalu ada di sisi nya, menemani air mata dan bahagianya kini sudah pergi. Kosannya kini kembali kosong, hanya ada diri nya.

“Hermione.”

Hermione menoleh, Draco berdiri di sana. Ia juga menangis melihat makam mpus, kucing kesayangannya yang Ia kasih ke Hermione.

“Gue mau ngomong sama lo, boleh? Berdua.”

Hermione mengangguk. Ia mengikuti langkah Draco dan duduk di salah satu bangku di sana.

“Sorry gue gak bisa rawat mpus.” Lirih Hermione menunduk.

“It's okey. Dia udah bahagia di surga sana.” Balas Draco.

“Makasih udah hadir ke dunia gue mi. Gue seneng banget bisa kenal sama lo, walaupun akhirnya kita hanya bertemu, bukan bersatu.”

Hermione terdiam, Ia mendengarkan Draco dengan seksama.

“Gue hadir sebagai obat, dan pada kenyataannya gue juga sebagai luka buat lo.”

Hermione menunduk, menghapus air matanya.

“Soal lo yang gak ada di hati gue, itu salah. Lo ada di hati gue Mi. Namun, sebagai sesuatu yang cukup di kenang, bukan dimiliki.”

“Maaf, maaf gue gak bisa sama lo.”

Hermione meneteskan air matanya lagi.

Draco mengeluarkan sesuatu di dalam jas hitam miliknya.

“Dateng ya.”

Hermione melirik, selembar kertas bertuliskan,

“You are invited to our wedding!

Draco Lucius Malfoy and Astoria Greengrass.”

Hermione tersenyum, dalam satu hari, Ia harus menelan kenyataan bahwa Ia benar benar kehilangan semuanya.

Kucing kesayangannya,

Dan orang yang sangat Ia sayang.

“Di Amerika. Tapi, gue akan tanggung semua akomodasi. Pesawat, hotel, makan. Lo tenang aja, lo tinggal dateng dan chat gue lo dateng sama berapa orang. Nanti gue siapin semuanya.”

Enteng sekali Draco menyuruh Hermione datang, apa Ia tidak memikirkan perasaannya?

“Gue harus flight hari ini kesana. Gue sangat mengharapkan kehadiran lo Mi.”

Hermione dari tadi tidak bicara. Sangat sesak, bahkan hanya untuk sekedar membuka mulutnya.

“Terima kasih atas semua kenangan yang lo kasih. Gue seneng bisa deket sama lo, gue seneng bisa kenal sama lo. Gue seneng memiliki perasaan ini. Namun, cukup hanya di kenang ya? Cukup hanya dijadikan pembelajaran. Terima kasih, Hermione.”

Tak ada jawaban dari Hermione, wanita itu terus menangis dan menunduk.

Draco berdiri di hadapannya, Ia memeluk Hermione.

“Selamat Drake. Selamat.” Lirih Hermione di dalam pelukannya.

“Gue tau hal ini akan terjadi. Pada akhirnya, kita gak akan bersatu. Tapi gapapa, seenggaknya kita pernah ketemu. Kita harus seneng akan hal itu. Gak semua pertemuan akan menjadi sesuatu yang tetap. Namun semua pertemuan akan ada perpisahan. Lo harus bahagia Drake. Lo harus bahagia sama pilihan lo.”

Draco mengeratkan pelukannya. Ia meneteskan air matanya, air mata perpisahan dan air mata kepedihan.

“Ya, setidaknya kita pernah bertemu dan saling membahagiakan. Urusan bersatu atau tidak, biarlah semesta yang menjawab.”


© urhufflegurl_

Kita ini apa?

***

Pukul 6 pagi Hermione terbangun karena tiba tiba Ia mendengar suara gaduh di kosannya. Dan ternyata itu kucingnya, yang entah mengapa tiba tiba tak ingin diam.

“Mpus?”

Hermione mengikat rambutnya asal. Ia menggendong mpus, namun kucing itu terus menunjuk ke arah pintu.

“Kenapa? Mau jalan jalan pagi?”

Kucing itu terus mengeong sambil menunjuk pintu. Tak lama, mpus lompat dan berlari menuju pintu. Mpus menatap Hermione seolah olah ingin pintu itu dibuka.

“Oke oke, ini aku buka ya.”

Hermione membuka kunci dan membuka pintu kosannya.

“Udah tuh—”

“Hai, pagi.”

Hermione terdiam seketika. Berbeda dengan mpus yang menyambut kedatangan seseorang, Hermione justru terdiam.

“Hai mpus! Kangen ya? Sama nih kangen juga.”

“Ngapain kesini?” Tanya Hermione dingin.

“Sepedahan yuk. Kebetulan gue ada 2 sepeda nih.”

“Drake—”

“Ayo, cuci muka sana. Gue tunggu sini ya, kita bawa mpus juga.”

Lidahnya sangat ingin mengatakan tidak dan mengusir Draco. Namun nyatanya, Ia malah menuruti apa yang diperintah oleh Draco. Ia masuk kembali ke dalam dan mencuci mukanya. Hermione mandi, hanya sebentar. Tidak enak rasanya bertemu orang yang Ia sayang, dan tidak mandi.

Setelah Ia siap, Ia kembali keluar untuk menemui Draco.

“Siap?”

Hermione hanya mengangguk.


“Ayo susul gue dong! Masa kalah?” Teriak Draco yang sudah jauh didepan Hermione.

“Lo kenapa ngebut sih?!” Teriak Hermione menekuk wajahnya kesal.

Draco diam, Ia menunggu Hermione untuk menyusulnya. Setelah Hermione ada disampingnya, Draco tiba tiba mengacak ngacak rambut Hermione.

“Ayo barengan.” Ucap Draco.

Masih pagi. Jangan baper. Masih pagi. Inget Astoria.

Mereka bersepeda saling bersebelahan. Mpus di simpan di keranjang depan sepeda Hermione. Dan kucing itu anteng saja diam menikmati angin pagi yang menyejukkan.

Tak sekali dua kali Draco curi curi pandang ke Hermione. Hermione juga tau akan hal itu, namun Ia berusaha bodo amat dan fokus ke depan, bukan ke kiri nya.


“Gue balik ya. Thanks udah mau di ajak sepedaan.” Draco tersenyum, namun Hermione tidak balik tersenyum kepadanya.

“Gue mau nanya.”

Draco mengangkat halisnya. “Kenapa?”

“Kita ini apa sih Drake?”

Draco terdiam menatap Hermione, begitupun Hermione.

“Gue tau, lo pernah bilang kalau diantara kita itu jangan melibatkan perasaan. Tapi kenapa setiap tindakan dan sikap lo seolah olah membuka peluang ke gue untuk melibatkan perasaan Drake?”

“Lo bisa bilang dan minta tolong ke gue, jangan melibatkan perasaan yang bahkan dari awal pertama kita ketemu pun, disaat lo nolong gue, gue udah melibatkan perasaan Drake. Gue sayang sama lo, gue cinta sama lo! Lo bego! Sekejam apa masa lalu lo sampe sampe lo mengabaikan semua kenyataan ini Drake? Sekejam apa?”

Pertahanan Hermione runtuh seketika. Ia tidak ingin menangis, namun disaat Ia melihat Draco di depan pintunya saja, Ia sudah menangis.

“Kenapa Drake? Tolong. Seenggaknya lo bilang sama gue tentang perasaan lo, tentang kita, tentang siapa yang ada di hati lo, tentang siapa sebenernya yang berhasil merebut hati lo, tolong Drake. Gue butuh kepastian akan semua ini. Gue gak bisa ngejalanin hal yang bahkan gue aja gak tau ujungnya dimana dan kemana. Gue gak bisa.”

Dada Hermione rasanya sangat sesak. Ia tenggelam akan kesedihan dan rasa sakit yang Ia buat sendiri.

Hermione menunduk mengizinkan air matanya untuk keluar lebih deras.

“Gue gak ngerti sama semua ini, Drake. Gue mohon, tolong kasih tau gue, gue harus gimana. Apakah gue harus melanjutkan perasaan ini, atau—”

”— atau udahan Drake. Gue mohon seenggaknya lo kasih tau tentang itu.”

“Gue cuman gak mau berharap akan hal kosong. Hal yang gue tunggu sampe kapanpun, gue gak akan dapetin itu. Gue cuma akan ambil sesuatu berharga dalam diri lo. Yaitu waktu lo. Tapi bukan hati lo.”

“Gue harus gimana Drake..”

“Jangan.” Akhirnya Draco berbicara.

Hermione menatap Draco dengan wajahnya yang sudah merah akibat menangis. “Jangan apa Drake?”

“Jangan berhenti.”

“Jangan lanjut.”

Hermione menggigit bibir bawahnya menahan rasa sesak di dadanya.

“Jangan. Bukan lo yang ada di hati gue, Mi.”

Hermione tersenyum pedih. Benar. Tepat sekali. Memang bukan Hermione yang ada di hati Draco.

Tak tahu apa yang harus Ia lakukan, Hermione rasanya lagi dan lagi kehilangan arah kebahagiaan nya akan cinta.

Setelah ini, apakah Ia harus kembali percaya akan cinta?

“Thanks. Cuman itu yang gue butuh, Drake.” Lirih Hermione dengan suaranya yang serak.

“Gue nyaman deket sama lo, Mi. Gue seneng deket sama lo. Tapi maaf— maaf karena nyatanya bukan lo yang ada di hati gue. Maaf.”

Hermione tersenyum, Ia mengangguk mengerti apa yang Draco rasakan.

Sebagaimana keras pun Ia berusaha membuat Draco cinta padanya, jika memang bukan dirinya, harus bagaimana?

Cinta tidak bisa di paksakan.

“Gapapa. Seenggaknya gue tau harus bawa kemana perasaan gue ini. Dan memang jawabannya, bukan lo Drake. Karena jawaban lo pun bukan gue.”

“Gue gak akan berubah. Gue cuman butuh kejelasan, gue gak mau menerka nerka. Gue tau, dari awal emang ini semua salah gue. Gue salah karena gue jatuh cinta sama lo, gue salah karena gue sayang sama lo. Gue salah akan semua hal yang membuat gue terlena akan keindahan dan kesempurnaan yang lo punya. Gue yang salah.”

Draco sangat ingin memeluk Hermione, namun sangat berat. Badannya seolah kaku dan membeku.

“Gue masuk, lo hati hati di jalan.”

Hermione tersenyum dan menggendong mpus. Ia menutup pintu kosannya dan meninggalkan Draco disana.

Pintu itu tertutup dan tak akan kembali terbuka.

Bukan hanya untuk Draco, namun untuk yang lain pun. Entah berapa lama.

“Maaf Hermione. Gue juga sayang sama lo.”


© urhufflegurl_

Morning talk.

***

Pagi ini, Hermione terbangun dan terkejut melihat Draco disampingnya. Ia mencoba mengingat kejadian semalam, dan Ia baru ingat kalau Ia tidur di apartment Draco.

Hermione memegang kening Draco. Hangatnya sudah mereda, mungkin lelaki ini sudah sembuh.

Saat Hermione hendak bangun ingin menyiapkan sarapan untuknya dan untuk Draco, Draco menahannya. Lelaki itu memeluk badan Hermione dengan erat seolah olah tidak mengizinkan Hermione untuk pergi.

“Drake—”

“Gimana mpus?” Tanya Draco masih didalam tidurnya.

“Mpus baik, kemarin gue bawa ke klinik hewan, dan hasil lab nya emang ada penyakit gitu. Kuman, tapi udah dikasih vitamin kok. Mpus udah sehat, baru sembuh kemarin.”

Draco tersenyum. “Makasih.”

“Lo gak usah khawatir soal mpus. Dia baik baik aja kok.”

“Baguslah. Sorry kemarin gue ilang.”

Hermione terdiam. Ia sangat ingin bertanya mengapa Draco menghilang, namun Ia rasa itu bukan haknya. Lagipula siapa Hermione dimata Draco?

“Iya gapapa.” Diantara banyak pertanyaan di otaknya, Hermione lebih memilih menjawab itu.

“Lo mau kemana tadi?” Tanya Draco.

“Mau masak.”

“Masak apa?”

“Entah, di kulkas lo ada apa?”

Draco sedikit bergerak, bukan menjauh Ia malah semakin memeluk Hermione. “Gak tau, lupa.”

Hermione sedikit tersenyum. Jujur, Ia nyaman tidak nyaman ada di posisi ini.

“Y—yaudah gue liat dulu.”

“Emang lo bisa masak?”

“Ish kebiasaan ngeledek! Bisa dong.”

“Mie instan enak gak sih buat sarapan?”

“Jangan Drake, lo semalem demam. Jangan makan yang aneh aneh dulu.” Balas Hermione.

“Yah padahal kayaknya enak mie instan pake telor setengah mateng, pake cabai, pake sayuran dan juga tambahan jeruk nipis.”

Membayangkannya saja Hermione sudah ngiler.

“Drake! Jangan bikin gue ngiler ya.”

Draco tertawa. “Mau juga kan lo?”

“Ish! Enggak, pokoknya enggak! Gue mau bikin yang lain aja. Tapi apa ya?” Tanya Hermione berpikir.

“Ada bubur instan kok dilemari atas kompor. Kalau lo mau bikin itu, bikin aja.”

“Yaudah, gue masak dulu ya.”

Akhirnya, Draco melepaskan pelukannya dan membiarkan Hermione keluar dari kamar.

Tak butuh waktu lama Hermione memasak, akhirnya 2 bubur dan juga 2 teh hangat sudah siap untuk di santap.

Draco masih di kamar, lelaki itu masih menikmati pagi harinya dengan tertidur.

“Drake—”

“Astoria— I miss you.”

Langkah Hermione terhenti ketika mendengar Draco mengigau.

Astoria? Siapa dia? Apa dia wanita yang sangat berharga bagi Draco itu?


© urhufflegurl_