Kita ini apa?
***
Pukul 6 pagi Hermione terbangun karena tiba tiba Ia mendengar suara gaduh di kosannya. Dan ternyata itu kucingnya, yang entah mengapa tiba tiba tak ingin diam.
“Mpus?”
Hermione mengikat rambutnya asal. Ia menggendong mpus, namun kucing itu terus menunjuk ke arah pintu.
“Kenapa? Mau jalan jalan pagi?”
Kucing itu terus mengeong sambil menunjuk pintu. Tak lama, mpus lompat dan berlari menuju pintu. Mpus menatap Hermione seolah olah ingin pintu itu dibuka.
“Oke oke, ini aku buka ya.”
Hermione membuka kunci dan membuka pintu kosannya.
“Udah tuh—”
“Hai, pagi.”
Hermione terdiam seketika. Berbeda dengan mpus yang menyambut kedatangan seseorang, Hermione justru terdiam.
“Hai mpus! Kangen ya? Sama nih kangen juga.”
“Ngapain kesini?” Tanya Hermione dingin.
“Sepedahan yuk. Kebetulan gue ada 2 sepeda nih.”
“Drake—”
“Ayo, cuci muka sana. Gue tunggu sini ya, kita bawa mpus juga.”
Lidahnya sangat ingin mengatakan tidak dan mengusir Draco. Namun nyatanya, Ia malah menuruti apa yang diperintah oleh Draco. Ia masuk kembali ke dalam dan mencuci mukanya. Hermione mandi, hanya sebentar. Tidak enak rasanya bertemu orang yang Ia sayang, dan tidak mandi.
Setelah Ia siap, Ia kembali keluar untuk menemui Draco.
“Siap?”
Hermione hanya mengangguk.
“Ayo susul gue dong! Masa kalah?” Teriak Draco yang sudah jauh didepan Hermione.
“Lo kenapa ngebut sih?!” Teriak Hermione menekuk wajahnya kesal.
Draco diam, Ia menunggu Hermione untuk menyusulnya. Setelah Hermione ada disampingnya, Draco tiba tiba mengacak ngacak rambut Hermione.
“Ayo barengan.” Ucap Draco.
Masih pagi. Jangan baper. Masih pagi. Inget Astoria.
Mereka bersepeda saling bersebelahan. Mpus di simpan di keranjang depan sepeda Hermione. Dan kucing itu anteng saja diam menikmati angin pagi yang menyejukkan.
Tak sekali dua kali Draco curi curi pandang ke Hermione. Hermione juga tau akan hal itu, namun Ia berusaha bodo amat dan fokus ke depan, bukan ke kiri nya.
“Gue balik ya. Thanks udah mau di ajak sepedaan.” Draco tersenyum, namun Hermione tidak balik tersenyum kepadanya.
“Gue mau nanya.”
Draco mengangkat halisnya. “Kenapa?”
“Kita ini apa sih Drake?”
Draco terdiam menatap Hermione, begitupun Hermione.
“Gue tau, lo pernah bilang kalau diantara kita itu jangan melibatkan perasaan. Tapi kenapa setiap tindakan dan sikap lo seolah olah membuka peluang ke gue untuk melibatkan perasaan Drake?”
“Lo bisa bilang dan minta tolong ke gue, jangan melibatkan perasaan yang bahkan dari awal pertama kita ketemu pun, disaat lo nolong gue, gue udah melibatkan perasaan Drake. Gue sayang sama lo, gue cinta sama lo! Lo bego! Sekejam apa masa lalu lo sampe sampe lo mengabaikan semua kenyataan ini Drake? Sekejam apa?”
Pertahanan Hermione runtuh seketika. Ia tidak ingin menangis, namun disaat Ia melihat Draco di depan pintunya saja, Ia sudah menangis.
“Kenapa Drake? Tolong. Seenggaknya lo bilang sama gue tentang perasaan lo, tentang kita, tentang siapa yang ada di hati lo, tentang siapa sebenernya yang berhasil merebut hati lo, tolong Drake. Gue butuh kepastian akan semua ini. Gue gak bisa ngejalanin hal yang bahkan gue aja gak tau ujungnya dimana dan kemana. Gue gak bisa.”
Dada Hermione rasanya sangat sesak. Ia tenggelam akan kesedihan dan rasa sakit yang Ia buat sendiri.
Hermione menunduk mengizinkan air matanya untuk keluar lebih deras.
“Gue gak ngerti sama semua ini, Drake. Gue mohon, tolong kasih tau gue, gue harus gimana. Apakah gue harus melanjutkan perasaan ini, atau—”
”— atau udahan Drake. Gue mohon seenggaknya lo kasih tau tentang itu.”
“Gue cuman gak mau berharap akan hal kosong. Hal yang gue tunggu sampe kapanpun, gue gak akan dapetin itu. Gue cuma akan ambil sesuatu berharga dalam diri lo. Yaitu waktu lo. Tapi bukan hati lo.”
“Gue harus gimana Drake..”
“Jangan.” Akhirnya Draco berbicara.
Hermione menatap Draco dengan wajahnya yang sudah merah akibat menangis. “Jangan apa Drake?”
“Jangan berhenti.”
“Jangan lanjut.”
Hermione menggigit bibir bawahnya menahan rasa sesak di dadanya.
“Jangan. Bukan lo yang ada di hati gue, Mi.”
Hermione tersenyum pedih. Benar. Tepat sekali. Memang bukan Hermione yang ada di hati Draco.
Tak tahu apa yang harus Ia lakukan, Hermione rasanya lagi dan lagi kehilangan arah kebahagiaan nya akan cinta.
Setelah ini, apakah Ia harus kembali percaya akan cinta?
“Thanks. Cuman itu yang gue butuh, Drake.” Lirih Hermione dengan suaranya yang serak.
“Gue nyaman deket sama lo, Mi. Gue seneng deket sama lo. Tapi maaf— maaf karena nyatanya bukan lo yang ada di hati gue. Maaf.”
Hermione tersenyum, Ia mengangguk mengerti apa yang Draco rasakan.
Sebagaimana keras pun Ia berusaha membuat Draco cinta padanya, jika memang bukan dirinya, harus bagaimana?
Cinta tidak bisa di paksakan.
“Gapapa. Seenggaknya gue tau harus bawa kemana perasaan gue ini. Dan memang jawabannya, bukan lo Drake. Karena jawaban lo pun bukan gue.”
“Gue gak akan berubah. Gue cuman butuh kejelasan, gue gak mau menerka nerka. Gue tau, dari awal emang ini semua salah gue. Gue salah karena gue jatuh cinta sama lo, gue salah karena gue sayang sama lo. Gue salah akan semua hal yang membuat gue terlena akan keindahan dan kesempurnaan yang lo punya. Gue yang salah.”
Draco sangat ingin memeluk Hermione, namun sangat berat. Badannya seolah kaku dan membeku.
“Gue masuk, lo hati hati di jalan.”
Hermione tersenyum dan menggendong mpus. Ia menutup pintu kosannya dan meninggalkan Draco disana.
Pintu itu tertutup dan tak akan kembali terbuka.
Bukan hanya untuk Draco, namun untuk yang lain pun. Entah berapa lama.
“Maaf Hermione. Gue juga sayang sama lo.”
© urhufflegurl_