litaaps

Day four.

Tw // muntah.

***

Hermione terbangun di pagi harinya, dan dia merasakan kepalanya sangat sakit.

Dia merasa ada yang aneh dengan perutnya. Seolah—

“Huek!!”

Draco terkejut, dia segera lari dari dapur dan menghampiri Hermione ke kamar.

“Astaga, Hermione..”

Draco memegang rambut Hermione, dan menyingkirkannya ke belakang. Dia memijit leher Hermione perlahan, sehingga Hermione mengeluarkan semua yang ada di dalam perutnya.

“Draco..” Hermione menangis, sementara Draco tersenyum melihat wajahnya.

“Ke wc ya? Sini gue bantu.” Draco membantu Hermione berjalan, meskipun perempuan itu sempoyongan.

Sesampainya di kamar mandi, Draco membiarkan Hermione membersihkan dirinya, sementara lelaki itu membersihkan bekas muntahan Hermione di kamar.

Hermione melihat Draco dari arah kamar mandi, dia memperhatikan Draco yang tidak jijik membersihkan itu semua, bahkan Draco melakukannya dengan baik. Tidak ada sedikit pun sisa, sangat bersih, bahkan kembali wangi.

Setelah itu, Hermione berjalan kembali menuju kasur dan duduk.

“Enak mabuk?” Tanya Draco, memberikan air hangat untuk Hermione.

“Tenggorokan gue gak enak banget.”

“Ya pasti. Ini minum. Habis itu sarapan, dan minum air lemon, udah gue buatin.”

Hermione menatap wajah Draco, dia kembali meneteskan air matanya.

“Kenapa gak lo biarin aja gue disana? Kenapa lo harus samperin? Lo gak peduli kan sama gue?”

“Jangan mulai—”

“Mulai apanya sih Drake? Jelas jelas lo sendiri yang bilang ke gue, gue itu bukan siapa-siapa!” Hermione berteriak. Wanita itu mengeluarkan rasa sakitnya.

“Kita ini pasangan suami istri, bukan pacaran! Meskipun melalui perjodohan, tapi gue cinta sama lo Draco! Gue sayang sama lo!”

“Herm—”

“Bisa gak sih? Bisa gak sih Drake, bisa gak lo jelasin kenapa? Kenapa lo tinggalin gue, kenapa lo ilang, dan kenapa lo jadi Draco yang sekarang? Bisa gak?” Hermione berbicara dengan suaranya yang serak.

“Nanti juga lo tau, Mi.”

“Lo gak tau gimana rasanya kangen sama lo! Lo gak tau gimana rasanya kesiksa sama perasaan sendiri, lo gak tau! Lo cuman ninggalin gue, lo ilang gitu aja. Dan lo muncul sebagai sosok Draco yang cuek, dan gak peduli sama gue seolah-olah kenangan 6 tahun kita itu hilang gitu aja.”

“Hermione, gue—”

“Gue benci sama lo Draco.” Hermione berbisik dan pergi dari kamar.

“Her—” Draco menahan ucapannya disana. Dia menutup wajahnya dengan kedua tangannya.

“Maaf Mi, maaf..”


© urhufflegurl_

Day three.

***

Draco menggendong Hermione dan membawanya menuju mobil.

Hari ini, Hermione menangis seharian di taman, lalu dia pergi ke bar untuk meminum alkohol. Sebenarnya, belum pernah Hermione menyentuh minuman itu, dan pergi ke bar, dia belum pernah sama sekali.

Namun, demi mencari perhatian Draco dan membuktikan bahwa lelaki itu peduli kepadanya, Hermione nekat melakukan itu semua. Dia nekat membeli satu gelas alkohol, dan meminumnya.

Alhasil, dia gila sendiri, orang mabuk, kehilangan arah, dan menggoda lelaki sana-sini.

Untung Theodore, lelaki berambut coklat, sahabat Draco sekaligus teman Hermione itu biasa diam di bar itu, tempat Hermione mabuk. Jadi, Theo segera menariknya dan mengabari Draco.

“Ngapain sih mabuk mabukan segala?! Ngapain gue tanya hah?!” Draco marah ketika mereka sudah berada di dalam mobil.

Hermione tertawa, dia memukul lengan Draco. “Lo cinta kan sama gue? Kenapa gak jujur aja sih Drake kalau lo cinta sama gue? Kenapa harus ninggalin gue? Kenapa harus hilang selama 3 tahun, dan kenapa harus beda, seolah gak peduli sama gue? Kenapa?”

Wajah Draco memerah karena kesal dan khawatir. Seharian ini, dia memikirkan Hermione. Kemana dia pergi, bagaimana keadaannya, dan bagaimana keselamatannya. Namun dia tidak bisa memberikan semua perhatiannya kepada Hermione.

Draco takut. Dia terlalu takut Hermione akan merasakan sakit yang luar biasa ketika dia harus pergi meninggalkannya.

Tanpa menjawab pertanyaan Hermione, Draco bergegas menyalakan mobilnya dan pergi dari sana.

Sesampainya di apartemen, Draco segera menggendong Hermione ke dalam kamar.

“Draco..” Lirih Hermione, dia menangis dan memeluk Draco.

“Jangan jadi Draco yang gak peduli sama gue. Gue mohon..”

Draco terdiam, dia merasa bersalah, namun dia harus melakukan semua ini.

“Drake, gue cinta sama lo.. Cinta banget..”

Draco mengusap lembut rambut Hermione dan menciumnya. “Tidur ya? Lo mabuk berat, Hermione.”

Namun Hermione tidak ingin melepaskan pelukannya. Wanita itu menjatuhkan badannya ke badan Draco.

Akhirnya, Draco pun ikut tertidur di sampingnya.

Mereka berdua berpelukan malam itu, Draco memeluknya dengan erat, begitupun Hermione. Menyalurkan rasa rindu yang selama ini tertahan dan tak tersampaikan.


© urhufflegurl_

Day two.

***

“Makanya kalau sakit tuh diem! Ngapain sih sok sok-an cari angin? Emang di dalem apart gak ada angin?!”

Hermione marah karena dia melihat Draco jongkok dengan kedua tangannya memegang kepalanya tadi. Dia khawatir saat melihat wajah Draco pucat.

“Iya maaf.”

“Maaf maaf mulu.”

Draco tersenyum kecil, dia memperhatikan Hermione memasak bubur untuknya.

Draco merasa, makin kesini badannya semakin tak sehat. Dia semakin sakit. Kepalanya selalu sakit, bahkan setelah meminum obat. Rasa sesaknya juga semakin terasa. Bagaimana jika ia meninggalkan Hermione nanti? Bagaimana dengan wanita itu? Hermione pasti bisa kan tanpanya?

Setelah selesai membuatkan bubur, Hermione duduk di atas sofa, di samping Draco.

“Abisin ya? Jangan cuman empat suap kayak waktu itu.”

Draco mengangguk.

Perlahan, Hermione meniup bubur itu dan menyuapkannya kepada Draco.

“Lo tuh sebenernya sakit apa sih Drake?”

“Migrain doang.”

“Lo ngapain pagi-pagi buta keluar?”

“Olahraga.”

“Olahraga tapi ujungnya sakit.”

“Iya maaf.”

Hermione menghela napasnya, dan kembali menyuapi Draco.

“Mi..” Draco menggenggam tangan Hermione, hingga Hermione menghentikan pergerakannya.

“Kenapa?”

“Mulai malam ini, kita tidur di kasur ya? Gapapa?”

“Gue mah gak apa-apa. Lo gapapa gak?”

“Gapapa.”

“Yaudah, lanjut makan.”

Bubur itu, adalah makanan pertama yang dihabiskan oleh Draco, setelah tiga tahun Draco sakit dan pola makannya berubah drastis.

Setelah makan, Draco meminum obatnya, tentu dengan sembunyi-sembunyi dari Hermione. Lalu, dia pun tidur karena tak kuasa menahan rasa sakit di kepalanya.

Hermione duduk di sebelah Draco, menggenggam tangannya, dan menempelkannya ke pipinya.

“Gue kangen banget, Drake. Kangen banget sama lo.”

Hermione tertidur diatas dada Draco, memeluknya, dan ikut menutup matanya.


© urhufflegurl_

Day one.

***

Hermione menghela napasnya lega ketika dia duduk di atas sofa. Dia melepaskan semua perhiasan yang dia gunakan, dan menghapus make up nya.

“Pegel banget kaki gue.” Hermione memijit kakinya yang terasa seperti ingin copot itu.

Draco, lelaki itu juga melepaskan semua pakaiannya dan menggantinya dengan kaos biasa, lalu duduk di atas sofa, sofa lain selain sofa yang diduduki oleh Hermione.

Hermione menoleh kearahnya, lalu menghela napasnya lagi.

“Personal branding lo bagus banget ya? Depan mereka lo keliatan happy banget, seolah-olah you are the happiest one. Ternyata sebaliknya, di hati lo, lo gak bahagia kan?”

Draco terdiam, dia tidak menjawab.

“Gak usah pura-pura. Gue tau lo gak seneng nikah sama gue.”

“Gue seneng Mi, gue seneng banget.”

Hermione berdiri, dan berjalan menuju kamar mandi. “Jangan mindahin gue lagi ke kasur, gue mau tidur di sofa aja.”

Draco hanya terdiam, matanya mengikuti kemanapun Hermione pergi.

Lalu dia beranjak menuju dapur dan membuat air hangat.

Setelah Hermione kembali dari kamar mandi, dia kembali duduk di sofa. Dan betapa terkejutnya dia, ketika Draco berlutut di hadapannya, dengan air yang hangat yang sudah ia siapkan. Draco memindahkan kaki Hermione ke dalam wadah berisi air itu, merendamnya.

“Draco lo ngapain?!” Pekik Hermione terkejut.

“Katanya pegel kan?”

“Tapi— maksud lo apa sih? Kemarin lo inget gak lo kasar banget sama gue? Lo bilang, gue ini bukan siapa-siapa. Lo bilang, jangan karna gue pacaran sama lo selama 6 tahun, jadi gue gak berhak ikut campur semua urusan lo. Lo bilang—”

“Kakinya masih pegel gak? Mau gue pijit?”

Hermione terdiam seketika. Dia memalingkan wajahnya, menahan rasa kesal yang sedang ia rasakan.

Namun Draco, memijit kakinya tanpa menunggu jawaban dari Hermione.

Mereka terdiam, sama-sama diam. Hermione sibuk dengan rasa kesalnya, dan Draco sibuk dengan kegiatan memijitnya yang membuat Hermione semakin nyaman dan ingin menangis karena dia sangat merindukan Draco Malfoy, kekasihnya, mantannya, dan kini menjadi suaminya.

Setelah selesai, Draco berdiri dan membuang air itu, dan duduk di samping Hermione.

“Thanks ya lo udah mau nikah sama gue.” Ucap Draco.

“Karena perjodohan kan. Mau berapa lama kita kayak gini? Setahun? Dua tahun?”

Draco tersenyum kecil, lalu dia menyenderkan badannya di sofa. “Gak sampe selama itu.”

“Terus? Mau sebulan? Dua bulan? Enam bulan? Lo gila ya?! Kalau orang orang curiga gimana? Masa baru nikah enam bulan udah cerai?”

Draco memejamkan matanya. Daritadi, dia merasa kepalanya sakit namun ia tahan.

“Lo tidur di kasur. Biar gue yang di sofa.” Ucap Draco.

Hermione tidak banyak bicara lagi. Karena ia lelah, ia pun beranjak menuju kasur, menurut. Dan dia tertidur disana.

Sementara Draco, dia menatap Hermione dengan waktu yang lama.

Jika hari ini adalah hari terakhirnya hidup, Draco sangat senang. Setidaknya, disaat terakhirnya, Hermione lah yang ada disisinya.


© urhufflegurl_

Dia.

***

“Kata gue lo harus kasih tau Hermione.”

“Mana bisa, gila aja lo.”

“Lo gak denger apa kata dokter tadi? Lo—”

“Kan gue udah bilang Pans, umur gue gak akan lama lagi, lo sendiri yang nyuruh gue percaya sams keajaiban.”

Perempuan berambut pendek bernama Pansy itu memutarkan bola matanya malas.

Pagi ini, Draco pergi ke rumah sakit karena tidak tahan akan rasa sakit yang ia rasakan. Dan dia langsung ambruk ketika sampai di sana. Setelah sadar, dia segera memberitahu Pansy.

Ya, hanya Pansy yang mengetahui tentang keadaannya sekarang. Bahkan dari 3 tahun lalu. Itupun secara tidak sengaja, Pansy bertemu dengan Draco dirumah sakit. Dan akhirnya, Draco menceritakan semuanya kepada Pansy.

“Atau seenggaknya, lo kasih tau orang tua lo deh Drake.”

“Apalagi itu, gak bisa Pans.”

“Lo tuh keras kepala banget sih dibilangin? Kalau lo terus terusan nyembunyiin semua ini dari mereka, yang ada mereka bakal ngerasa bersalah banget sama lo Drake.”

“Ngerasa bersalah karena apa? Oh kalau mereka tau, mereka ada waktu buat nerima kepergian gue ya?”

Plak!

“Aw! Sakit Pans!”

“Nyebelin!”

Draco mengusap lengannya kesakitan dipukul oleh Pansy.

“Thanks ya Pans. Selama ini, lo selalu ada di sisi gue, nemenin gue kayak gini walaupun gue selalu nyebelin buat lo. Gue gak tau kalau gak ada lo gimana Pans, makasih.”

“Gue akan selalu ada disisi lo, asalkan, lo jujur sama mereka, Drake. Jujur soal penyakit lo, jujur soal semuanya. Jangan sampe mereka nyesel, jangan sampe.”

Draco hanya mengangguk, dan tersenyum kecil.


© urhufflegurl_

Pertemuan.

***

Hermione Jean Granger, perempuan bar bar, galak, dan tomboy ini harus memakai dress selutut, berwarna merah, dan dengan ukuran yang sangat pas dengan badannya. Huft. Tidak, bukan Hermione tidak menyukainya, tapi dia jarang sekali memakai dress seperti ini. Kapan terakhir kali memakai dress ya? Mungkin di acara perpisahan saat kuliah? Atau di acara formal kantornya? Entahlah.

Malam ini, Helena, sang Mama menyuruhnya memakai dress yang sudah ia beli. Dan, Helena menyuruh Hermione untuk menghias wajahnya.

“Mau kemana sih emangnya Ma?”

“Ada. Pokoknya, Mama yakin kamu bakalan seneng banget!”

Hermione jadi sangat penasaran, apa yang akan membuatnya sangat senang? Ia sendiri tidak tau jawabannya apa, kecuali—

“Mau ketemu siapa emangnya?” Tanya Hermione.

“Ada deh.” Helena berkata sembari pergi meninggalkan Hermione dengan pikirannya yang kemana-mana.

Akhirnya, Hermione, Helena dan Richard pun sampai di restoran yang sangat mewah ini. Restoran mahal pasti, dan seperti ini adalah acara resmi dan formal. Tapi, acara apa?

Hermione hanya mengikuti saja hingga akhirnya—

“Hai, Helena, Richard.”

“Tante Cissy? Tante ngapain disin— loh, om Lucius?” Hermione membuka kan matanya lebar-lebar ketika melihat dua orang yang sangat ia kenal ini berdiri di hadapannya, dengan baju yang formal juga.

Ada apa ini?

“Jangan kaget, Hermione. Kita udah janjian kok. Ayok duduk. Gimana perjalanan? Macet gak?”

Hermione duduk, dan tidak fokus mendengarkan obrolan antara Helena dan Narcissa. Semua obrolan itu hanya sebatas bayang-bayang yang ia tidak dengarkan dengan serius karena ia mencari seseorang.

Maksudnya, mereka tidak mungkin datang hanya berdua kan? Mereka pasti akan datang bersama—

“Draco bentar lagi sampai. Anak itu harus ke kantor soalnya ada meeting ngedadak katanya. Maaf ya nunggu sebentar.”

Draco. Draco Malfoy. Lelaki tampan, kaya raya, jangkung dan berkarisma. Ya, Hermione mencari dia.

Tak lama, Draco pun datang. Bahkan dari jauh pun, Hermione masih sangat mengenal wanginya.

“Selamat malam Om, Tante—” Draco menyapa dengan ramah, lalu merubah ekspresi nya saat ia menatap Hermione, “Hermione.”

Hermione tersenyum, namun dengan tatapan bingung. “Hai Drake, sibuk banget ya?”

Draco hanya mengangguk singkat, tanpa senyuman, dan duduk di bangku yang sudah disediakan di sana.

Acara pun dimulai. Mereka memulai acara malam ini dengan makan makanan yang sudah dihidangkan, bersama obrolan santai yang diciptakan oleh Narcissa dan Helena.

Lucius dan Richard, sang bapak-bapak hanya mendengar saja. Sama sepeti Hermione dan Draco, yang hanya tersenyum senyum saja.

Setelah selesai makan, akhirnya waktu yang dinanti pun tiba.

Yaitu, mereka akan mengetahui mengapa kedua keluarga ini bertemu di malam hari yang cerah ini.

“Jadi begini, seperti yang kita tau Draco, kalau keluarga Malfoy itu sudah harus menikah. Nenek kamu, sudah meminta kita untuk kamu menikah. Kamu itu sudah 26 tahun Drake, sudah usianya—”

“Baru 26 tahun, Ma.” Draco menyelak.

“Tapi menurut Nenek kamu, itu sudah 26 tahun. Sudah umurnya, sudah usianya, sudah waktunya kamu membangun rumah tangga.”

“Ma, Draco pikir obrolan ini bisa kita bicarain dirumah, private?” Bisik Draco tidak enak kepada keluarga Granger.

Narcissa tersenyum. “Justru karena itu, kita disini mempertemukan kalian berdua ada tujuannya.”

“Apa itu?” Tanya Draco.

“Jadi, karena ada tuntutan yang mengharuskan kamu segera menikah, Mama mau menjodohkan kamu dengan Hermione.”

“HAH??!”

“What?! Ma?!”

Hermione menutup mulutnya, dan menoleh kepada Draco dengan gerakan cepat. “Jodoh gak ada yang tau, Drake.”

Sementara Draco, menggelengkan kepalanya dengn cepat. “Ma, Draco belum mau menikah. Draco mau fokus—”

“Kamu sudah S2. Kamu sudah memegang perusahaan milik Papa. Apa yang kurang? Apa yang belum? Mau S3? Kamu bisa mengambil S3 sambil menikah. Lagipula, kamu dan Hermione sudah mengenal sangat baik kan? Jadi, apa salahnya kamu menikah dengan Hermione? Ya kan Helena, Richard?”

Helena dan Richard mengangguk dengan senyuman manis milik mereka.

“Eh ini serius tante?” Tanya Hermione masih tidak percaya.

Narcissa menggenggam tangan Hermione. “Tante percaya sama kamu, Hermione.”

“Ma, tapi—”

“Udah terima aja. Lagipula kan, kita udah saling kenal. Iya kan?”

Draco memutarkan kedua bola matanya malas. “Lo gila ya? Ini nikah, bukan pacaran.”

“Ya kemarin pacaran lo mutusin gue tanpa sebab. Siapa tau kalau nikah mah enggak. Ya kan?”

“Her—” Draco menghela napasnya kasar tak sanggup melanjutkan kalimatnya, ketika melihat wajah Hermione dengan senyumnya.

Ya, Draco dan Hermione pernah berpacaran. 6 tahun dari SMA hingga kuliah. Namun, mereka putus karena Draco yang mengakhiri hubungan dan hingga sekarang, Hermione tidak tau mengapa.

Selama 3 tahun Hermione putus dengan Draco, dia belum bisa move on sama sekali. Jadi dia sangat senang akan adanya perjodohan ini.

Sementara Draco? Entahlah.

Hermione sudah sangat mengenal baik keluarga Malfoy, dan Draco pun sama, dia sudah mengenal baik keluarga Granger. Hubungan 6 tahun itu bukan hubungan yang sebentar. Bahkan banyak sekali yang mengira bahwa hubungan mereka akan berakhir di pelaminan.

Namun, Draco yang secara mendadak mengakhiri semuanya, membuat Hermione sangat patah hati, dan mencari jawabannya hingga sekarang.

Dan, ini lah jalan mereka. Hermione menamai semua ini dengan yang namanya Takdir yang sangat indah. Hermione memang ditakdirkan untuk Draco, dan lelaki itu ditakdirkan untuk Hermione.

Mereka akan mengakhiri hubungan melalui pelaminan, akhirnya. Walaupun dengan perjodohan.


© urhufflegurl_

Dia.

***

“Kata gue lo harus kasih tau Hermione.”

“Mana bisa, gila aja lo.”

“Lo gak denger apa kata dokter tadi? Lo—”

“Kan gue udah bilang Pans, umur gue gak akan lama lagi, lo sendiri yang nyuruh gue percaya sams keajaiban.”

Perempuan berambut pendek bernama Pansy itu memutarkan bola matanya malas.

Pagi ini, Draco pergi ke rumah sakit karena tidak tahan akan rasa sakit yang ia rasakan. Dan dia langsung ambruk ketika sampai di sana. Setelah sadar, dia segera memberitahu Pansy.

Ya, hanya Pansy yang mengetahui tentang keadaannya sekarang. Bahkan dari 3 tahun lalu. Itupun secara tidak sengaja, Pansy bertemu dengan Draco dirumah sakit. Dan akhirnya, Draco menceritakan semuanya kepada Pansy.

“Atau seenggaknya, lo kasih tau orang tua lo deh Drake.”

“Apalagi itu, gak bisa Pans.”

“Lo tuh keras kepala banget sih dibilangin? Kalau lo terus terusan nyembunyiin semua ini dari mereka, yang ada mereka bakal ngerasa bersalah banget sama lo Drake.”

“Ngerasa bersalah karena apa? Oh kalau mereka tau, mereka ada waktu buat nerima kepergian gue ya?”

Plak!

“Aw! Sakit Pans!”

“Nyebelin!”

Draco mengusap lengannya kesakitan dipukul oleh Pansy.

“Thanks ya Pans. Selama ini, lo selalu ada di sisi gue, nemenin gue kayak gini walaupun gue selalu nyebelin buat lo. Gue gak tau kalau gak ada lo gimana Pans, makasih.”

“Gue akan selalu ada disisi lo, asalkan, lo jujur sama mereka, Drake. Jujur soal penyakit lo, jujur soal semuanya. Jangan sampe mereka nyesel, jangan sampe.”

Draco hanya mengangguk, dan tersenyum kecil.


© urhufflegurl_

Malam itu.

***

Setelah 30 menit Draco menunggu, akhirnya Hermione muncul juga. Dia sendirian, tidak bersama Richard sang ayah. Dari kejauhan, Hermione berlari kecil menghampiri Draco dengan senyumnya yang lebar membuat Draco tersenyum kecil melihatnya.

Dia jadi ingat saat-saat pacaran dulu, Hermione yang galak dan bar bar itu berubah menjadi perempuan yang centil dan ramah ketika bersama Draco. Begitupun sekarang.

“Hai! Astaga, muka lo pucet banget. Lo sakit?”

Draco terkejut Hermione bisa menyadari hal itu.

“Enggak, yaudah sini mana makanannya.”

Hermione masih belum percaya. Dia memegang dahi Draco, tidak panas, tidak dingin, namun hangat.

“Gak panas kok.”

Draco memutarkan kedua bola matanya malas. “Ya emang gak panas, orang gak sakit. Sini mana makanannya.”

“Lo ngusir gue? Gak mau ngizinin gue buat masuk apart lo bentar gitu?” Hermione cemberut.

“Udah malem, lebih baik lo langsung pulang.”

“Enggak! Gue mau liat lo makan. Lo itu kebiasaan, kalau lagi fokus itu susah banget makan! Bahkan gue masih inget ya waktu lo ngerjain skripsi, dan gue bawain makan, itu makanan sampe besoknya gak lo sentuh sama sekali. Gue gak mau lo kayak gitu lagi.”

Diam-diam Draco tersenyum, namun segera ia hilangkan senyumnya.

“Yaudah kalau gitu—”

“Draco astaga!”

Saat Draco berusaha berdiri tegak, dia oleng, untung Hermione siap untuk menahannya. Daritadi, Draco menyenderkan badannya ke tembok karena ia merasa badannya benar-benar sakit, dan kepalanya pun sakit.

“Tuh kan lo sakit! Sini, gue anter ke kamar lo.”

Tidak bisa berbohong, karena Draco tidak bisa menyembunyikannya. Badan Draco berasa ambruk karena seharian dengan aktivitas nya yang padat.

Hermione berusaha untuk menuntun Draco menuju kamarnya.

Sesampainya dikamar, Hermione segera menidurkan Draco di atas kasur.

“Minum dulu Drake..”

Draco berusaha membuka matanya, dan menerima gelas yang di berikan Hermione.

“Lo kenapa? Sakit apa? Kepalanya sakit ya? Lo capek ya? Duh maaf ya, gara gara kita harus fitting, jadi lo harus—”

“Gue gapapa.” Ucap Draco memotong ucapan Hermione.

“Gapapa gimana sih? Dari dulu lo gak pernah berubah, selalu bodo amat sama kondisi badan lo! Jelas jelas lo itu sakit, Draco. Sini, gue suapin. Lo belum makan kan?”

Draco hanya menatap Hermione dan tersenyum kecil.

Draco pasrah saja ketika satu persatu sendok itu masuk ke dalam mulutnya, walaupun dia sangat ingin memuntahkan semuanya, namun dia tahan.

“Stop, Mi.” Di suapan ke lima, Draco menahan tangan Hermione.

“Kenapa? Habisin Drake, lo baru makan empat suap.”

Draco menggelengkan kepalanya, “Gue gak kuat.”

“Yaudah, minum dulu minum.”

Akhirnya, setelah melewatkan masa mualnya yang benar-benar menyiksa, Draco kini bisa menetralkan tubuhnya.

“Mau gue temenin? Lo gak bisa gue tinggal ini, lo sakit.”

“Enggak, kesempatan banget buat lo.”

Hermione memukul lengan Draco karena kesal. “Kesempatan kesempatan. Lo sakit. Lagian kenapa bisa sakit gini sih? Gak tidur dari semalam ya?”

Draco hanya terdiam.

“Jawab Draco!”

“Mi..”

“Apa?”

“Pernikahan kita kan minggu depan. Lo yakin mau nikah sama gue?”

Hermione mengangguk dengan cepat. “Gak ada alasan buat gue nolak perjodohan ini, Drake. Lo tau gue masih cinta sama lo.”

“Setelah 3 tahun gue pergi gitu aja dari lo?”

Hermione kembali mengangguk. Dia memasang wajah sedih, karena betul, dia sangat sedih saat mengingat bagaimana Draco mengakhiri semuanya 3 tahun lalu, dan menghilang begitu saja.

“Gue harap lo gak nyesel, Mi.”

“Kenapa nyesel? Gue kenal sama lo, dan gue yakin, seberubah apapun lo sekarang, lo gak mungkin nyakitin gue. Iya kan?”

Draco terdiam, perlahan tangannya memainkan rambut Hermione dan menyelipkannya ke belakang telinga, membuat wajah Hermione memerah seketika.

“Udah malem, kalau lo mau tidur disini, gue bisa tidur di sofa.”

Hermione menghentikan pergerakan Draco, “Gue aja tidur di sofa. Lo tidur di kasur.”

Draco tidak melawan, dia hanya terdiam dan kembali tertidur di atas kasur.

Draco pura-pura memejamkan matanya, dan dia mendengar semua aktivitas yang sedang Hermione lakukan.

Perempuan itu mencari kaos milik Draco yang bisa ia gunakan untuk tidur. Dan dia mengganti pakaiannya dengan kaos itu. Lalu, dia ke kamar mandi untuk membersihkan badannya, dan duduk di sofa untuk meregangkan badannya, dan tertidur karena memang dia juga sudah mengantuk dan lelah.

Setelah memastikan Hermione tertidur, Draco bangun, dia menahan rasa sakit di kepalanya untuk menggendong Hermione dan memindahkannya ke atas kasur.

Draco menatap wajah Hermione, dan mengusapnya perlahan.

“Gue sakit, Mi. Harapan hidup gue udah gak ada. Kalaupun kita nikah, gue yakin, pernikahan kita cuman sebentar. Mungkin gak lebih dari 30 hari, mungkin kurang. Gue mau nikah sama lo, gue cinta sama lo. Tapi gimana kalau gue pergi dan lo semakin sakit?”

Draco meneteskan air matanya dan menggenggam tangan Hermione, lalu menciumnya dalam waktu yang lama.

Setelah itu, dia kembali ke sofa dan tidur disana.


© urhufflegurl_

Tetap cantik.

***

“Yang ini bagus sih, tapi.... Bagian dadanya agak terbuka gitu.”

“Mba lebih suka yang tertutup?”

Hermione mengangguk, “Gak enak aja kalau pakai yang terbuka, apalagi di bagian dada.”

“Baik, sebentar ya Mba. Ada beberapa koleksi yang bisa Mba lihat dan coba. Tapi, ada beberapa rekomendasi yang sudah di pilih oleh Ibu Narcissa.”

Hermione tersenyum, “Saya mau coba pilihan tante Cissy aja Mba.”

“Baik jika seperti itu, saya ambilkan dan siapkan.”

Hermione hanya tersenyum. Dia menoleh ke Draco yang daritadi diam melamun, entah melamunkan apa.

Hermione pun berjalan menuju arahnya, masih dengan gaun yang ia kenakan.

“Bagus gak?”

Draco menoleh, tentu dia menyembunyikan rasa terkejutnya melihat Hermione dengan dress yang cantik ini.

“Bagus.” Draco kembali melihat hal lain, bukan melihat Hermione.

Hermione cemberut kesal. Draco benar-benar bukan Draco yang dulu. Dia benar-benar berubah. Draco dulu sangat hangat dan selalu mencintainya, selalu ada di sisinya. Tapi sekarang? Dia seolah sangat asing dengannya. Ada apa sebenarnya?

Karena kesal, Hermione pun menjauh dari Draco. Namun karena langkahnya yang tidak hati-hati, dia tidak sengaja menginjak gaun yang sedang ia gunakan dan terjatuh, namun—

“Hermione!” Draco dengan segera bangun dari duduknya dan menangkap tubuh itu.

Jarak antara wajah Hermione dan Draco kini sangat dekat, hampir 1 cm membuat Hermione tersenyum karena akhirnya, setelah 3 tahun, dia bisa kembali melihat wajah yang sangat ia rindukan ini.

“Hati-hati. Nanti kalau lo jatoh kan sakit.” Ketus Draco, melepaskan genggamannya dengan perlahan sehingga Hermione bisa kembali berdiri.

“Cieee. Tuh kan! Lo masih cinta sama gue. Iya kan?”

Draco menghela napasnya, dan kembali duduk.

“Dulu yang ngejar gue itu lo, sekarang malah lo yang anggap gue gak ada.” Ucap Hermione membuat Draco menoleh ke arahnya.

Hermione kembali melihat pantulan dirinya melalui cermin, lalu dia berputar-putar seperti Putri yang sedang memakai gaun cantiknya.

Tanpa Hermione sadari, Draco melihatnya dengan tatapan yang hangat, penuh rindu, dan perasaan yang tak pernah tersampaikan.

“Cantik. Lo selalu cantik, Hermione.”


© urhufflegurl_

Pertemuan.

***

Hermione Jean Granger, perempuan bar bar, galak, dan tomboy ini harus memakai dress selutut, berwarna merah, dan dengan ukuran yang sangat pas dengan badannya. Huft. Tidak, bukan Hermione tidak menyukainya, tapi dia jarang sekali memakai dress seperti ini. Kapan terakhir kali memakai dress ya? Mungkin di acara perpisahan saat kuliah? Atau di acara formal kantornya? Entahlah.

Malam ini, Helena, sang Ibu menyuruhnya memakai dress yang sudah ia beli. Dan, Helena menyuruh Hermione untuk menghias wajahnya.

“Mau kemana sih emangnya Bu?”

“Ada. Pokoknya, Ibu yakin kamu bakalan seneng banget!”

Hermione jadi sangat penasaran, apa yang akan membuatnya sangat senang? Ia sendiri tidak tau jawabannya apa, kecuali—

“Mau ketemu siapa emangnya?” Tanya Hermione.

“Ada deh.” Helena berkata sembari pergi meninggalkan Hermione dengan pikirannya yang kemana-mana.

Akhirnya, Hermione, Helena dan Richard pun sampai di restoran yang sangat mewah ini. Restoran mahal pasti, dan seperti ini adalah acara resmi dan formal. Tapi, acara apa?

Hermione hanya mengikuti saja hingga akhirnya—

“Hai, Helena, Richard.”

“Tante Cissy? Tante ngapain disin— loh, om Lucius?” Hermione membuka kan matanya lebar-lebar ketika melihat dua orang yang sangat ia kenal ini berdiri di hadapannya, dengan baju yang formal juga.

Ada apa ini?

“Jangan kaget, Hermione. Kita udah janjian kok. Ayok duduk. Gimana perjalanan? Macet gak?”

Hermione duduk, dan tidak fokus mendengarkan obrolan antara Helena dan Narcissa. Semua obrolan itu hanya sebatas bayang-bayang yang ia tidak dengarkan dengan serius karena ia mencari seseorang.

Maksudnya, mereka tidak mungkin datang hanya berdua kan? Mereka pasti akan datang bersama—

“Draco bentar lagi sampai. Anak itu harus ke kantor soalnya ada meeting ngedadak katanya. Maaf ya nunggu sebentar.”

Draco. Draco Malfoy. Lelaki tampan, kaya raya, jangkung dan berkarisma. Ya, Hermione mencari dia.

Tak lama, Draco pun datang. Bahkan dari jauh pun, Hermione masih sangat mengenal wanginya.

“Selamat malam Om, Tante—” Draco menyapa dengan ramah, lalu merubah ekspresi nya saat ia menatap Hermione, “Hermione.”

Hermione tersenyum, namun dengan tatapan bingung. “Hai Drake, sibuk banget ya?”

Draco hanya mengangguk singkat, tanpa senyuman, dan duduk di bangku yang sudah disediakan di sana.

Acara pun dimulai. Mereka memulai acara malam ini dengan makan makanan yang sudah dihidangkan, bersama obrolan santai yang diciptakan oleh Narcissa dan Helena.

Lucius dan Richard, sang bapak-bapak hanya mendengar saja. Sama sepeti Hermione dan Draco, yang hanya tersenyum senyum saja.

Setelah selesai makan, akhirnya waktu yang dinanti pun tiba.

Yaitu, mereka akan mengetahui mengapa kedua keluarga ini bertemu di malam hari yang cerah ini.

“Jadi begini, seperti yang kita tau Draco, kalau keluarga Malfoy itu sudah harus menikah. Nenek kamu, sudah meminta kita untuk kamu menikah. Kamu itu sudah 26 tahun Drake, sudah usianya—”

“Baru 26 tahun, Ma.” Draco menyelak.

“Tapi menurut Nenek kamu, itu sudah 26 tahun. Sudah umurnya, sudah usianya, sudah waktunya kamu membangun rumah tangga.”

“Ma, Draco pikir obrolan ini bisa kita bicarain dirumah, private?” Bisik Draco tidak enak kepada keluarga Granger.

Narcissa tersenyum. “Justru karena itu, kita disini mempertemukan kalian berdua ada tujuannya.”

“Apa itu?” Tanya Draco.

“Jadi, karena ada tuntutan yang mengharuskan kamu segera menikah, Mama mau menjodohkan kamu dengan Hermione.”

“HAH??!”

“What?! Ma?!”

Hermione menutup mulutnya, dan menoleh kepada Draco dengan gerakan cepat. “Jodoh gak ada yang tau, Drake.”

Sementara Draco, menggelengkan kepalanya dengn cepat. “Ma, Draco belum mau menikah. Draco mau fokus—”

“Kamu sudah S2. Kamu sudah memegang perusahaan milik Papa. Apa yang kurang? Apa yang belum? Mau S3? Kamu bisa mengambil S3 sambil menikah. Lagipula, kamu dan Hermione sudah mengenal sangat baik kan? Jadi, apa salahnya kamu menikah dengan Hermione? Ya kan Helena, Richard?”

Helena dan Richard mengangguk dengan senyuman manis milik mereka.

“Eh ini serius tante?” Tanya Hermione masih tidak percaya.

Narcissa menggenggam tangan Hermione. “Tante percaya sama kamu, Hermione.”

“Ma, tapi—”

“Udah terima aja. Lagipula kan, kita udah saling kenal. Iya kan?”

Draco memutarkan kedua bola matanya malas. “Lo gila ya? Ini nikah, bukan pacaran.”

“Ya kemarin pacaran lo mutusin gue tanpa sebab. Siapa tau kalau nikah mah enggak. Ya kan?”

“Her—” Draco menghela napasnya kasar ketika melihat wajah Hermione dengan senyumnya.

Ya, Draco dan Hermione pernah berpacaran. 6 tahun dari SMA hingga akhir kuliah. Namun, mereka putus karena Draco yang mengakhiri hubungan dan hingga sekarang, Hermione tidak tau mengapa.

Selama 3 tahun Hermione putus dengan Draco, dia belum bisa move on sama sekali. Jadi dia sangat senang akan adanya perjodohan ini.

Sementara Draco? Entahlah.

Hermione sudah sangat mengenal baik keluarga Malfoy, dan Draco pun sama, dia sudah mengenal baik keluarga Granger. Hubungan 6 tahun itu bukan hubungan yang lama. Bahkan banyak sekali yang mengira bahwa hubungan mereka akan berakhir di pelaminan.

Namun, Draco yang secara mendadak mengakhiri semuanya, membuat Hermione sangat patah hati, dan mencari jawabannya hingga sekarang.

Dan, ini lah jalannya. Hermione menamai semua ini dengan yang namanya Takdir. Hermione memang ditakdirkan untuk Draco, dan lelaki itu ditakdirkan untuk Hermione.

Mereka akan mengakhiri hubungan melalui pelaminan, akhirnya. Walaupun dengan perjodohan.


© urhufflegurl_