Hujan.
***
8 Tahun kemudian..
` Pansy kembali ke tempat ini, ke tempat dimana dia merasa pulang. Selama 8 tahun, rasanya masih sama. Dia masih sangat menyayangi dan mencintai Theo, selayaknya dia ada.
Theo ada, lelaki itu tak pernah pergi. Hanya raganya saja yang telah menghilang. Iya kan?
Theo ada. Di dalam hatinya.
Pansy meletakkan setangkai mawar merah yang entah ke berapa, dia berdoa, merapalkan banyak doa untuk ketenangan sang kekasih..
“Tenang disana ya? Gue udah kerja The, gue udah sukses. Mama, Papa, Bunda, Ayah bangga sama gue. Bunda sama Ayah masih tinggal di rumah tau. Mereka adopsi anak. Gapapa kan The? Gapapa ya? Anak itu, manggil gue Mami. Cewek anaknya, namanya Aileen. Lucu bangett, dia dari panti asuhan. Sengaja, Bunda sama Ayah adopsi, mereka kesepian karena gak ada lo—”
”—Bukan mau ganti lo, atau ngelupain lo The, mereka cuman gak mau kesepian. Gapapa ya?”
Setelah itu, Pansy berdiri dan pergi dari sana. Seperti biasa, dengan langkah kaki nya yang berat.
Hari ini mendung, dan hujan.
Pansy diam di pinggir jalan, melamun melihat rintikkan hujan yang bertabrakan dengan aspal.
Bagaimana rasanya bermain hujan? Mengapa Theo sangat menyukainya?
Pansy tersenyum sendiri mengingat hal itu.
Mengingat semua hal yang membuatnya bahagia dan senang.
“Gak pulang?”
Di tengah lamunannya, Pansy menoleh ketika melihat ada seseorang berdiri di sampingnya.
“Hujan.” Balas Pansy singkat.
“Mau tau alasan Theo suka hujan gak?”
Pansy terdiam.
“Main hujan yuk Pans.”
“Enggak, lo aja.”
“Lo tau gue benci sama hujan. Hujan yang udah buat Theo pergi.” Lanjut Pansy.
Lelaki itu tersenyum, “Bukan hujan yang bawa Theo pergi, tapi takdir. Takdir yang udah membuatnya pergi Pans. Sejatinya, Theo itu bukan milik lo sepenuhnya. Dia bukan milik kedua orang tuanya, dia milik Tuhan. Tuhan bisa kapan aja ambil dia.”
“Gue tau. Udah 8 tahun dari kejadian itu. Gue udah gede.”
Lelaki itu terkekeh pelan, “Gede apa tua?”
Pansy hanya menatapnya tajam.
“Bercanda. Udah ayo main ujan.”
“Gak, Blaise.”
Lelaki itu Blaise. Lelaki yang selama 8 tahun ini menemaninya, dan selalu berusaha ada di sisinya. Lelaki yang rela tidak menikah, lelaki yang rela tidak mencintai siapapun, dan memfokuskan dirinya kepada wanita yang ada di sampingnya, wanita yang sahabatnya titipkan kepadanya.
Wanita yang berhasil membuatnya jatuh cinta.
“Ayo, sini. Biar lo bisa tau kenapa Theo suka hujan. Anggap aja hujan ini Theo. Theo lagi meluk lo. Ayo Pans.”
Blaise sudah berdiri di bawah derasnya air hujan.
Sementara Pansy, wanita ragu untuk bergabung dengannya.
“Ayo Pans!”
Akhirnya, Pansy pun bergabung dengan Blaise, menikmati tiap rintikkan hujan yang menyentuh seluruh badannya hingga basah tak tersisa.
Theo sedang memeluknya. Bayangkan, setiap turun hujan, Theo sedang memeluknya.
Mengapa selama 8 tahun ini, Pansy tidak pernah memikirkan hal itu?
Mengapa dia hanya larut dalam kesedihan dan rasa sakit yang mendalam?
Mulai hari ini, dengan lelaki yang ada di hadapannya, Pansy menyukai hujan.
Hujan, dan Theo, dua hal yang membuat Pansy bahagia.
Hingga kapanpun, tak akan tergantikan.
© urhufflegurl_