litaaps

Sayang Theo.

**

Akhirnya, setelah menunggu kurang lebih 15 menit, Theo muncul juga. Dan Luna sangat senang akan hal itu.

“Ini pembalutnya, sama obatnya ada didalem. Muka kamu pucet banget sayang, udah makan?” Tanya Theo.

Luna menggeleng. “Belum, yaudah Luna pake dulu ya. Makasih banyak Theo.”

“Iya yaudah, aku tunggu disini ya.”

Luna mengangguk dan segera masuk kembali ke dalam karena tidak bisa berdiam diri diluar. Malu, hehe.

Setelah memastikan semuanya aman, Luna pun keluar dari kamar mandi dan Theo mengajaknya ke kantin.

“Mau makan apa?”

“Theo gak makan?”

“Oh iya, aku dibeliin makanan ini sama Pansy. Enak banget tau, mau coba?” Tanya Theo heboh, mengeluarkan paper bag miliknya.

Mendengar kata Pansy, Luna jadi ingat tweet Pansy tadi.

“Enggak deh, itu kan buat Theo. Theo makan aja, Luna mau beli yamin aja. Lagi mau itu soalnya, hehe.” Balas Luna berbohong.

Entah mengapa, hati Luna tidak enak saat ini. Seperti ada sesuatu yang membuatnya takut dan cemas, tapi dia juga tidak tahu apa.

“Yaudah aku pesenin dulu yamin nya ya?” Theo berdiri dan mengelus lembut kepala Luna.

Setelah memesankan yamin untuk Luna, Theo kembali ke bangkunya.

“Perutnya sakit gak? Biasanya hari pertama haid kan suka sakit.”

Luna menggeleng. “Emm Theo, Luna mau tanya boleh?”

“Sure, kenapa?”

“Tadi, Theo ke supermarket sama siapa?”

“Sendiri.”

“Kok bisa ketemu Pansy?”

“Ah, itu. Tadi itu waktu aku di supermarket, Pansy lagi makan disana sendirian. Dan dia beli makanan kelebihan katanya, dia tawarin aku ya aku samperin. Gitu sayang.. kenapa sih, kok nanya gitu?”

Luna mengangguk mengerti. “Ah, enggak kok gapapa. Cuman mau tau aja.”

Theo tersenyum jahil. “Cemburu ya?”

“Ih enggak, siapa yang cemburu.”

“Bohong, muka nya gak bisa bohong itu.”

“Enggak, Theo..” ucap Luna dengan suaranya yang lembut.

Theo menggenggam tangan Luna. “Kamu tenang aja ya, Pansy itu sahabat aku. Inget itu.”

Luna mengangguk. “Iya, Theo! Sayang Theo deh.”

“Ih, tiba tiba banget? Gemes banget.” Balas Theo tertawa kecil.

“Gapapa, mau aja.” Luna tersenyum manis membuat Theo seakan meleleh dibuatnya.

“Sayang Theo.”

“Sayang Luna!”

Mereka sama sama tertawa menertawakan betapa bucinnya mereka.


© urhufflegurl_

Naughty.

**

Theo menghentikkan mobilnya ketika sampai dirumah Pansy.

Ia melirik ke arah sahabatnya itu, namun Pansy sedang tertidur dengan nyenyak.

“Pans, bangun. Udah sampe.”

Hendak membangunkan Pansy dengan menggoyangkan tubuhnya, Theo malah terperangkap karena Pansy kini memeluk lengannya.

“Pans..” bisik Theo.

“Ngantuk banget, capek.” Bisik Pansy dalam tidurnya.

“Yaudah gue gendong sampe ke dalam ya?”

Pansy tidak menjawab, perempuan itu larut dalam tidurnya.

Theo melepaskan sabuk pengamannya dan juga punya Pansy. Lalu Ia menggendong Pansy menuju kamarnya.

Rumah Pansy kosong, kedua orang tuanya sama sama kerja di luar negeri dan jarang pulang. Hal ini membuat Pansy terkadang merasa kesepian.

Theo menaruh Pansy di atas kasurnya, lalu Ia melepaskan sepatunya.

Disaat Theo ingin melepaskan jaket Pansy, secara tiba tiba tangan Pansy mendorong tangan Theo sehingga Theo jatuh. Dan posisi jatuh nya itu adalah, Theo menindih badan Pansy.

“Pans— sorry tapi—”

“Sama gue aja. Plis, temenin gue. Malam ini aja.”

“Pans, gue harus balik. Gue—”

“Gue mohon Theo, malam ini aja, gue butuh lo.”

“Gak bisa Pans. Lepas.”

Genggaman Pansy sangat kuat dilengan Theo sehingga lelaki itu sulit melepaskannya.

“Pans—”

Tak ada jawaban dari wanita itu, dan genggamannya semakin melemah mendandakan Ia kembali kedalam tidurnya.

Theo menjauhkan badannya dari badan Pansy. Ia menghela nafasnya kasar.

“Untung aja. Gila lo Pans.”

Theo menyelimuti Pansy sampai ke dada, dan pergi kembali ke rumahnya.


© urhufflegurl_

Gejolak.

**

Theo menyimpan ponselnya dan turun dari mobilnya. Ia memasuki rumah Pansy yang malam itu sedang kosong.

“Pans?” Teriak Theo.

“Masuk aja! Dikamar!” Teriak Pansy.

Tanpa menjawab lagi, Theo masuk ke dalam kamar Pansy.

“Theo, untung ada lo. Ini, sleting gue susah banget duh macet mana udah ditengah lagi.” Ucap Pansy membelakangi Theo, meminta tolong lelaki itu untuk membantunya.

“Sini sini.” Theo memegang bahu Pansy. Secara pelan pelan Ia menarik sleting itu.

Selain sleting, ada satu hal yang membuat Theo salah fokus. Yaitu kulit Pansy yang begitu bagus dan sangat wangi.

“Udah The?”

“Hah? Bentar.” Theo menggelengkan kepalanya menepis jauh jauh fikiran buruknya.

“Dikit lagi, kudu hati hati yang begini mah Pans.”

“Iya, gue emosian orangnya.”

Theo tertawa. “Dasar cewek. Gak sabaran. Selesai!”

“Beres? Yeaay, thanks The. Emang lo sahabat yang bisa diandelin.”

Theo tersenyum sombong. “Iya dong. Yaudah yuk, udah mau jam 8.”

“Ayo, bentar deh The, gue bagusan dikuncir atau di gerai?” Tanya Pansy sambil mengaca.

“Terserah, ayo ah udah mau telat.”

Pansy berdecak kesal. “Iya iya, ayo deh.”

Theo hanya mengangguk dan berjalan keluar dan disusul oleh Pansy di belakangnya.


© urhufflegurl_

Sayang Luna.

**

Mata Luna berbinar ketika melihat Theo ada didepan matanya.

“Theooo!” Luna menggelayut manja di lengan Theo.

Theo yang melihat itu hanya terkekeh pelan karena gemas dan mengusap lembut rambutnya. “Pacar Theo gemesin banget sih.”

“Capeeek. Kalkulus bikin stres.”

“Buciin!” Ketus Hermione yang keluar bersama Ginny.

“Eh, ada masalah apa sih sama Draco? Doi ngamuk mulu tuh.” Ucap Theo.

“Biasa lah, masa semalem gue cerita panjang lebar sama dia, tapi dia malah gak fokus, gak dengerin gue. Nyebelin.” Keluh Hermione.

“Ya ampun Mi, inget kata Luna. Draco itu salah fokus karena kecantikan kamu. Kan kamu yang bilang gitu.” Balas Luna.

“Alasan aja itu, sebenernya di fikiran Draco ada yang lain, cuman dia alesan aja kayak gitu biar Hermione gak marah.” Ucap Ginny memperkeruh suasana.

“Nah yang begini nih, yang begini bikin gue overthinking.”

Luna, Ginny dan Theo tertawa.

“Udah ah, apapun itu, percaya sama gue, Draco bucinnya kebangetan sama lo. Jangan lama lama marahnya. Nanti dia mabok lagi.” Ucap Theo kepada Hermione.

Hermione menghela nafasnya berat. “Iya deh.”

“Yaudah Luna duluan ya, dadaaah!” Luna menarik tangan Theo untuk pergi dari sana.


Tak ada kebahagiaan lain selain menjadi kekasih Luna. Begitulah kata Theo.

Mereka sudah menjalin hubungan selama 2 tahun semenjak SMA. Dan mereka kini kuliah semester 2. Semakin hari, Theo rasanya semakin sayang kepada Luna.

“Keringetan banget, gerah ya?” Tanya Theo mengambil tisu dan mengelap keringat Luna.

“Haus banget, mau minuman seger deh. Apa ya?”

“Lemon tea?”

Luna menggeleng.

“Loh, itu kan minuman kesukaan kamu?”

“Lagi gak mau. Apa dong The, yang seger banget gitu. Banyak es nya.”

“Jangan kebanyakan makan es. Aku gak suka.”

“Ish iya iya. Yaudah mau ini aja, emm— ah!”

“Apa tuh?”

“Lemon tea.”

Bukannya kesal, Theo malah tertawa dengan sikap abstrak Luna. Ia mengacak ngacak rambutnya gemas.

“Ih Theooo!”

“Gemes. Sayang Luna deh.”

Blush

Pipi Luna memerah seketika.

“Udah sana pesenin lemon tea. Es nya banyakin ya? Dikiiit aja.”

Theo tersenyum. “Apa sih yang enggak buat Luna?”

Luna hanya tertawa dan mencubit lengan Theo.

“Theoo!”

“Hahaha ampun, sayang Luna!”

“Sayang Theo juga.”


© urhufflegurl_

Fear.

**

Gelap.

Hanya itu yang menggambarkan keadaan ruangan ini. Tidak ada cahaya lampu, yang ada hanya cahaya dari bulan yang terang menghiasi langit.

Ia duduk di kursi dengan tangan dan kaki yang diikat serta mulut ditutup lakban hitam.

Air matanya mengalir deras. Asma yang diderita olehnya kambuh, sehingga Ia benar benar tidak bisa bernafas dengan benar.

Ceklek

Matanya menoleh ke arah suara. Irisnya menyipit karena cahaya dari luar begitu terang.

Ia melihat bayangan 1 orang mendekatinya.

“Gimana tempat ini? Suka?”

Hermione hanya bisa menangis. Dadanya benar benar sesak.

“Lo harusnya tau siapa gue, Granger.” Bisiknya.

Mata Hermione membulat sempurna. Mata itu menyorotkan ketakutan yang begitu besar.

“Ya, gue Daphne. Mantan pacar dari Tuan lo.”

Hermione menatap mata Daphne yang terlihat dengan kurang jelas.

“Gimana? Udah liat kan foto itu? Foto jenazah kedua orang tua lo. Ya, betul sekali. Kedua orang tua lo itu dibunuh sama Draco. Dan lo mau tau cara dia ngebunuh mereka?”

Daphne mendekatkan dirinya kepada Hermione yang membuat Hermione semakin takut.

“Dia nembak orang tua lo. Gak sekali, tapi berkali kali. Sampe kepala mereka pecah.”

Hermione semakin menangis dan sesak.

“Bahkan, dia buang kedua orang tua lo ke jurang.”

Hermione berteriak saat itu juga. Tentu teriaknya tenggelam oleh lakban yang menghalangi mulutnya.

Dia meronta ronta, kaki dan tangannya bergerak tak karuan.

Semantara itu, Daphne tersenyum penuh kemenangan.

“See? Draco Malfoy akan melakukan hal yang sama kayak yang dia lakukan ke orang tua lo. Percaya sama gue.”

Hermione memejamkan matanya, Ia sangat hancur. Rasanya semua yang ada didunia berubah menjadi menakutkan.

Untuk apa Ia hidup didunia jika kedua orang tuanya telah tiada? Untuk apa?

“Ma, Pa.. Maafin Hermione, Hermione malah hampir jatuh cinta kepada dia. Maaf Ma, Pa..”


© urhufflegurl_

Cantik.

**

Hermione merasa Draco Malfoy berubah 180°. Benar benar berbeda dengan Draco Malfoy yang dulu pertama kali Ia temui.

Ia memandang dress didepannya ini. Sangat cantik. Memang benar dress ini sangat sederhana, namun kesan cantik dan elegannya tidak hilang. Apalagi setelah dipakai oleh Hermione.

Bagaikan dewi Aphrodite, Hermione benar benar cantik.

Ia menggerai rambutnya, sedikit menyatoknya dibagian ujung agar bergelombang. Setelah itu, Ia memoleskan make up sedikit. Dan Ia pun siap untuk pergi ikut meeting dengan Draco.

Ia keluar dari kamar dan menghela nafasnya, Ia benar benar gugup. Ia berjalan perlahan menuju ruang tamu Malfoy Manor. Dan betapa terkejut nya Ia ketika ternyata disana sudah ada Theo, Blaise dan Pansy. Ia fikir Ia akan pergi hanya berdua dengan Draco.

“Wiiih, cantik bangeeet.” Puji Theo dengan matanya yang berbinar. Lelaki itu tidak bisa menyembunyikan rasa kagumnya kepada Hermione.

Hermione tersipu malu. “Theo, bisa aja.”

“Bener loh, cantik banget! Cocok dressnya di badan lo!”

Tidak hanya Theo, Blaise dan Pansy juga mengakui kecantikan Hermione.

Tidak hanya mereka, ada sepasang mata yang daritadi tatapannya tak lepas dari sosok Hermione semenjak Hermione datang.

“Ayo Drake, pergi.” Ucap Pansy membuyarkan lamunan Draco.

Draco hanya mengangguk. “Kalian duluan, gue nyusul sama Hermione.”

“Oke deh.” Seru Pansy, Ia jalan lebih dulu disusul oleh Blaise dan Theo.

“Ekhem.” Draco mendeham.

Saat itu juga, Hermione gugup. “M—maaf, dressnya—”

“Cantik.”

Mata Hermione membulat sempurna.

“Dressnya, bukan kamu. Jangan ge er.”

“Ah.. Iya, dressnya emang cantik.”

Draco tersenyum tipis. “Yaudah, yuk.”

Hermione mengangguk.

Draco jalan lebih dulu dan Hermione berdiri dibelakangnya.

“Granger.”

Hermione menghentikan langkahnya.

“Disana jangan jauh jauh dari saya. Jangan dekat dekat dengan Theo.”

Hermione mengerutkan keningnya. “Kenapa?”

“Nurut aja.”

Tanpa sengaja, Draco menggenggam tangan kanan Hermione yang membuat Hermione semakin gugup dan tangan kirinya meremas dress miliknya.

“Cantik.” Bisik Draco yang membuat Hermione benar benar tak bergerak.


© urhufflegurl_

Happy?

**

Sudah 2 jam penuh Draco, Blaise, Pansy dan Theo meeting. Hermione duduk disebelah Draco tanpa berbicara sedikitpun. Bahkan Ia tidak tahu apa yang mereka semua bicarakan.

Intinya, yang Hermione tangkap, mereka akan membangun hotel dan restoran di pantai ini. Selebihnya, Ia tidak mengerti.

Selama 2 jam ini, Hermione benar benar salah fokus. Pasalnya, tempat duduknya kali ini pemandangannya langsung mengarah ke pantai. Ia daritadi tidak bisa menyembunyikan rasa bahagianya melihat ombak.

“Baik kalau begitu Mr. Malfoy, Mr. Zabini, Mr. Nott dan Ms. Parkinson, terima kasih banyak atas kerjasamanya. Mudah mudahan semuanya diberi kelancaran kedepannya.”

Lamunan Hermione buyar, Ia ikut berdiri ketika semua yang ada di meja ini berdiri.

Hermione melirik ke arah Draco, moment nya pas dengan Draco sedang tersenyum. Ah, lelaki itu benar benar tampan.

“Terima kasih kembali, Albert. Kami sangat senang bekerja sama dengan anda kali ini.” Draco menjabat tangan lelaki bernama Albert itu.

Percakapan mereka menjadi tanda berakhirnya meeting kali ini.

“Yeaay!! Bener kan kata gue. Bisnis disini emang menjanjikan Drake.” Seru Pansy.

Draco tertawa bahagia. “Selanjutnya target kita pantai di Bali.”

“Kapan meetingnya?”

“Bulan depan?” Tanya Blaise.

“Betul. Kita jangan gegabah gara gara yang ini berhasil. Nafas dulu bentar buat ngurus yang disini.” Ucap Theo melirik Hermione dan membuat Hermione tersenyum lalu menggelengkan kepalanya.

Draco yang melihat moment itu hanya memutarkan kedua bola matanya malas.

“Yaudah, gue mau keluar dulu deh. Ayo, Mione.”

“Hah?”

“Maksud gue, Granger. Ayo keluar. Daritadi gue liat lo salfok sama ombak. Mau main ombak kan?”

Hermione tersenyum dan mengangguk.

“Ayo.”

Hermione mengangguk semangat. Ia mengikuti langkah Draco menuju keluar.

“Lo yakin dia gak jatuh cinta sama Hermione?” Tanya Theo.

“Enggak.” Balas Pansy dan Blaise bersamaan.


“Waah! Hahaha! Mr. Malfoy sini. Lepas sepatunya! Ayo ngejar ombak!” Seru Hermione. Wajahnya benar benar memancarkan kebahagiaan.

Tak mau melewatkan moment ini, Draco menurut. Lelaki itu melepaskan sepatunya dan mendekati Hermione.

“Eh, awas!” Draco menarik tangan Hermione untuk menjauh dari ombak yang cukup besar.

Byur!

Baik Draco maupun Hermione sama sama terdiam ketika melihat dirinya basah karena ombak.

“Hahaha, ya ampun. Ombaknya gede banget!” Seru Hermione.

Draco tersenyum melihat Hermione se-bahagia itu.

“Happy?”

Hermione menoleh. “Hah?”

“Are you happy?”

Hermione menunduk menyembunyikan rona merah di pipi nya.

“Dulu waktu kecil juga gue sering main di pantai sama kedua orang tua gue. Dulu tapi— eh sorry, saya malah jadi gue lo.”

Hermione terkekeh pelan. “Gapapa Mr. Malfoy.”

“Sorry—”

“For what?”

“For anything what I made.”

“Emang Mr. Malfoy melakukan apa?”

Draco menggeleng. Sebaiknya Ia tidak usah beritahu Hermione.

“Enggak, ya pengen aja saya minta maaf.”

“Kirain kenapa.”

“Yaudah lanjut mainnya.”

Hermione mengangguk. Wanita itu kembali memainkan ombak, dia tidak takut basah. Bahkan gaunnya kini sudah basah selutut.

“Hermioneee! Ikut main dong!” Seru Theo berlari mendekati Hermione.

“Yeaay! Sini Theo!!”

“Hahaha oke oke!”

Awalnya Draco kesal, namun melihat Hermione tertawa lebar membuatnya ikut senang.

“Lo gak bisa bohong, mate.” Ucap Blaise yang tiba tiba berdiri disampingnya.

“Bohong apa?”

“You love her, right?”

Draco hanya tersenyum tanpa menjawab pertanyaan Blaise.


© urhufflegurl_

Darkness.

**

Hati Hermione sangat sakit. Semuanya sesak, Ia tidak bisa bernafas dengan benar.

Foto kedua orang tuanya sangat jelas. Mereka sudah tiada, bahkan mungkin mereka dibunuh secara tragis.

Hermione teringat satu permohonannya kepada Draco. Lelaki itu boleh memperlakukan Hermione sebagaimana rupa, namun jangan pernah menyentuh kedua orang tuanya.

Dan Draco mengiyakan.

Namun, lelaki itu ingkar. Lelaki itu berbohong, pada kenyataannya, semua ketakutan Hermione selama ini benar.

Kedua orang tuanya telah tiada, dan Draco lah yang membunuhnya.

Hermione berlari sekuat tenaga, keluar dari Malfoy Manor.

Kebetulan gerbang belakang rumah itu sedang terbuka, jadi dia bisa kabur melalui gerbang itu.

Namun, ada beberapa orang yang melihatnya dan mengejarnya. Hermione yang tahu akan hal itu, mempercepat larinya. Ia berlari sekuat tenaga untuk terus menghindar. Ia tidak ingin ditahan lagi oleh lelaki jahat seperti Draco.

Ia tidak ingin.

Hermione bersembunyi dibalik pohon besar melucuti orang orang yang mengejarnya. Dia terduduk lemah di balik pohon itu, menekan dadanya yang semakin sesak.

“Ma, Pa... Kenapa kalian pergi? Kenapa?”

Satu persatu kenangan tentangnya dimasa kecil yang penuh kebahagiaan berputar di otak Hermione.

“Hermione mau buku, Ma.”

“Tentu, sayang. Kamu boleh ambil buku itu.”

“Anak Papa cantik! Gak ada tandingannya. Cantik banget!”

Sesak. Sangat sesak. Ditengah gelapnya malam, Hermione memeluk dirinya sendiri. Ia tidak punya siapapun didunia ini. Untuk apa Ia hidup?

Mata Hermione tertuju kepada pecahan kaca didekat pohon. Ia mengambilnya.

“Ma, Pa.. Hermione kesana ya? Draco jahat! Dia jahat, Ma, Pa. Dia jahat. Hermione benci banget sama dia. Dia jahat.”

Perlahan, Hermione mendekatkan pecahan kaca itu.

Namun, sebelum Ia menggoreskannya, tiba tiba Ia merasakan pukulan hebat dibelakang kepalanya yang membuat dia kehilangan kesadarannya.


© urhufflegurl_

Butterflies.

**

Draco melempar ponselnya setelah di ejek seperti itu oleh teman temannya, terlebih oleh seorang bernama Theodore Nott.

Ia kesal, marah. Namun entah kesal dan marahnya ini ditujukan kepada siapa. Entah kepada Theo yang mengoloknya atau kepada Hermione yang cerita kepada Theo?

Draco menghela nafasnya dan beranjak dari tempat duduknnya.

“Mana Hermione Granger?!” Teriak Draco.

“Ms. Granger ada di belakang, Tuan.”

Draco tidak menjawab, aura Draco kini benar benar menyeramkan. Seperti orang marah. Dan orang yang melihatnya kini pasti mengira bahwa Hermione telah melakukan kesalahan besar.

“HERMIONE GRANGER!!”

Hermione yang sedang membersihkan taman terkejut bukan main.

Draco menghampirinya dan menarik tangannya dengan paksa.

“Ikut saya.”

“Aww, sakit! Mr. Malfoy, lepasin. Saya bisa jalan sendiri.” Lirih Hermione kesakitan.

Tanpa memperdulikan omongan Hermione, Draco terus menarik tangannya.

“Kamu!” Draco menunjuk Hermione dengan galak yang membuat Hermione menunduk dan ketakutan.

“Siapa bilang kamu boleh curhat ke orang lain?” Tanya Draco galak.

“Curhat? S—siapa yang curhat?”

“Kamu!”

“A—ah, Theo ya?”

“Jangan sebut nama itu. Nama teman saya tidak pantas disebut sama kamu.”

Hermione melirik Draco sebentar, lalu kembali menunduk lagi karena takut.

“Duh Theo kenapa ngadu sih?”

“Jawab.” Kini nada bicara Draco lebih rendah namun tetap menakutkan bagi Hermione.

“M—maaf, Mr. Malfoy. Saya gak tahu harus cerita ke siapa selain ke—”

“Jangan sebut namanya.”

“Iya ke itu.”

Draco menghela nafasnya. “Jangan pernah cerita ke dia lagi.”

“Ini perintah?”

“Iya. Ini perintah.”

“Terus saya harus cerita ke siapa? Kalau ke orang tua, saya gak bisa.”

Mendengar kata orang tua membuat Draco terdiam seketika.

“Y—ya ke buku kek, kemana.”

“Hmm, iya Mr. Malfoy.”

“Atau ke saya.”

“Hah?”

“M—maksud saya— ah gak tau. Pokoknya jangan cerita lagi ke Theo.”

“Iya, Mr. Malfoy. Maaf..”

Hermione menunduk sedih mengingat kedua orang tuanya. Dia sangat merindukan mereka. Kapan Ia akan bertemu dengannya?

Melihat Hermione menunduk, Draco menjadi ikut sedih dan kasian.

“Granger.”

Hermione mendongkak, menatap wajah Draco. “I—iya Mr. Malfoy?”

“Kamu—” sebelum menyelesaikan ucapannya. Mata Draco lebih dulu melotot ketika melihat batu terlempar dan akan mengenai kepala Hermione. Dia pun segera menarik tangan gadis itu dan memeluknya, menjauhkan Hermione dari lemparan tersebut.

Hermione yang terkejut akan hal itu hanya terdiam. Ia merasakan sesuatu tidak enak, seperti jantungnya berdetak 2 kali lipat sekarang.

“Siapa sih yang main batu?” Tanya Draco kesal. Lelaki itu masih belum sadar dia sedang memeluk Hermione.

“M—maaf, Mr. Malfoy.”

Bukannya melepaskan, Draco malah mempererat pelukannya.

“Jangan sedih lagi. Saya akan menemani kamu disini.”

Sial. Hermione merasakan kupu kupu berterbangan didalam perutnya.


© urhufflegurl_

Manis.

**

Setelah membuatkan kopi, Hermione kini berjalan menuju perpustakaan. Ia sudah tahu letak perpustakaan Malfoy dimana, namun Ia belum tahu isi nya bagaimana. Perpustakaan itu selalu tertutup seolah olah menyembunyikan sesuatu yang sangat berharga.

Hermione mengetuk pintu perpustakaan, dan Ia terkejut ketika pintu itu terbuka dengan sendirinya dan memperlihatkan sosok Draco yang sedang berdiri menghadap jendela.

“Waaw.” Mata Hermione berbinar ketika melihat deretan buku berjajar sangat rapi dan banyak.

“P—permisi, Tuan.” Ucap Hermione gugup.

“Masuk.” Suara Draco sangat dingin.

Hermione masuk dengan perasaannya yang gugup. Baru Ia masuk 2 langkah, pintu perpustakaan langsung tertutup begitu saja.

“I—ini kopinya.” Hermione menaruh kopi di atas meja.

Draco membalikkan badannya. Ia mengambil secangkir kopi itu dan meminumnya.

“Kenapa masih manis?”

“Hah? Masa? Gak dipakein gula kok.”

Draco mengangkat halisnya sebelah. “Masih manis.”

Lelaki itu menaruh gelasnya kembali diatas meja. Sementara Hermione kebingungan, pasalnya Ia benar benar tidai memasukkan gula ke dalam kopi itu.

“Masa sih Tuan?”

“Jadi menurut kamu, saya berbohong?”

“Hah? Ah— enggak, gak gitu. Tapi—”

“Coba aja sendiri. Minum kopinya.”

Mata Hermione membulat sempurna. “Emang boleh?”

Draco menoleh dan mengangguk, “Minum saja.”

Dengan keberanian yang dimiliki olehnya, Hermione mengambil gelas itu dan meminumnya. Baru satu teguk, Hermione sudah terbatuk batuk karena kopi itu sangat pahit. Reaksi Hermione mengundang senyum dari Draco.

“Ih pait! Pait banget.” Hermione menaruh gelas itu.

“Mau saja saya bohongi.” Ucap Draco sedikit tertawa.

“Tuan ih!”

“Iya pahit. Yang manis bukan kopinya, tapi kamu.”

“Eh?”

Baik Hermione maupun Draco sama sama terdiam saat itu.


© urhufflegurl_