litaaps

Kenapa sakit?

**

Didalam ruangan Hermione kini ramai, tidak lagi sepi yang hanya ada Bik Nia didalam.

Kini, ada Harry, Ron, Luna dan Ginny yang menemani Hermione didalam.

“Gue khawatir banget waktu lo sakit. Mau kerumah lo, tapi rumah lo sepi banget gak ada siapa siapa.” Ucap Ginny yang membuat Draco menoleh ke arahnya. Jadi mereka tau rumah Hermione? Lantas, mengapa tidak tahu keadaan penghuninya?

“Sorry ya, gue bener bener gak mau pegang hp kemarin.” Jawab Hermione lemas. Ia melirik ke arah Draco yang juga sedang menatapnya.

“Yang penting kamu udah sehatan sekarang. Udah gak demam lagi kan?” Tanya Ron.

Hermione mengangguk dan tersenyum. Ron bertingkah seolah olah tidak apa-apa. Seolah olah semua hal yang sudah Ia katakan terlupakan begitu saja.

“Aku bawa minuman kesukaan kamu.” Ron mengeluarkan kantung kresek berisikan minuman.

Hermione tersenyum senang. “Waah, makasih Ron!”

Ron mengusap lembut puncak kepala Hermione. “Sama sama. Minum dong, mumpung masih dingin.”

Hermione mengangguk dan meminum minuman itu. Rasanya sangat segar. Minuman strawberry kesukaannya.

“Hermione—”

“Ya?”

Tiba tiba Ron memeluk Hermione dengan erat. “Jangan sakit. Aku sakit kalau liat kamu sakit.”

Draco mengepalkan tangannya. Ia berusaha senetral mungkin meskipun emosi nya memuncak.

Dan yang mengejutkan, Ron mencium kening Hermione dan mengusap lembut pipinya. “Aku sayang kamu.”

Hermione hanya tersenyum.

“Bik, saya ke luar sebentar ya urus administrasi.” Bisik Draco kepada Bik Nia. Dia langsung pergi tanpa berbicara apapapun lagi.

Ia merasa hawa didalam ruangan ini menjadi sesak dan panas. Jadi sebelum meledak, Ia langsung pergi keluar.

Dibilang sakit sih tidak, namun Draco tidak suka melihat Ron memeluk dan mencium Hermione seperti itu.

Dibalik semua itu, ada seseorang yang tersenyum penuh kemenangan.


© urhufflegurl_

I feel safe with u.

**

“Udah tenang? Temen temen lo nunggu dibawah.” Draco berbisik.

Hermione mengangguk. “Sakit banget. Sesak.”

“Gue tau, gue paham keadaan lo. Tapi udah ya? Selama 2 tahun ini lo selalu kuat kan didepan kita semua?”

Hermione manatap mata lelaki itu. Air matanya terus mengalir, Ia menggigit bibir bawahnya menahan rasa sakit.

Tangan Hermione bergetar hebat, hatinya tak kunjung tenang. Tangisnya malah semakin pecah.

Mereka sedang berada di rooftop tadi. Saat Draco menerima pesan itu, Ia langsung pergi ke rumah sakit dan menghampiri Hermione yang kata Bik Nia sedang di rooftop.

Dengan penuh keberanian, Draco menggenggam tangan Hermione.

“Izin peluk, boleh?”

Hermione menunduk. Ia sangat merindukan Cedric. Biasanya, disaat Ia sedang hancur, Cedric lah yang ada di sisinya. Namun sekarang, semua berubah. Cedric sudah tidak ada.

Draco memeluk Hermione dan mengusap punggungnya berharap gadis itu tenang.

“I feel safe with you, Drake. And I hate the fact about that.” Bisik Hermione.

“No matter what you hate, I want to make you feel safe with me, Hermione.”


© urhufflegurl_

Dia.

**

“Lemes banget! Kan gue yang cuci darah. Kenapa lo yang lemes?”

Hermione menghela nafasnya. “Kangen Draco.”

“Astaga, udah gue bilangin lo tenang aja. Draco pasti gapapa.”

“Tetep aja gue kefikiran Gin. Dia lagi apa coba? Udah makan belum, lagi dimana, gimana keadaan dia. Kan gue gak tau.”

“Iya iya gue ngerti. Tapi gak usah berlebihan juga. Kenapa sih? Suka ya sama Draco?”

Hermione sedikit tersenyum. “Diem deh.”

Ginny tertawa.

Semenjak Draco pergi waktu itu, Ginny langsung menjemput Hermione ke bandung untuk kembali ke Jakarta. Ia tidak ingin sahabatnya itu melakukan hal aneh di kota orang.

Dan untung saja Hermione mau, walaupun dengan banyak paksaan.

“Gin.”

Ginny menoleh. “Kenapa?”

“Gue ke kantin ya. Laper. Lo mau apa?”

“Apa deh, yang enak Mi.”

Hermione tersenyum dan berdiri. “Oke. Bye Gin!”


Hermione jalan menuju kantin. Langkahnya terhenti ketika Ia melihat sosok yang Ia kenal.

“Draco?”

Ya, itu Draco. Dia sangat yakin lelaki itu adalah Draco.

Hermione sedikit berlari menghampiri lelaki itu.

“Draco?”

Lelaki itu menoleh. “Hermione?”

Hermione menangis saat itu juga. “Draco, akhirnya— sorry, sorry gue udah bikin lo sakit. Maaf Drake, gue— gue seneng akhirnya bisa liat lo disini.”

“Hermione, maaf soal—”

Hermione menggeleng dengan cepat. “Lo gak perlu minta maaf. Lo gak salah, gue yang salah disini. Gue minta maaf karna udah bikin lo sakit. Gue seneng liat lo disini. Gimana keadaan lo? Yang bawa lo bener orang tua lo kan? Gue takut, gue takut lo dibawa sama orang aneh. Gue takut keadaan lo gak baik baik aja, seminggu ini gue gak bisa tidur nyenyak mikirin lo. Gue chat lo terus tapi— tapi gak ada satupun jawaban. Maaf— maaf.”

Hermione menunduk menangis menyesali semua kesalahannya yang tentu itu bukan kesalahan dia.

Perlahan dan tanpa permisi, Draco memeluk Hermione.

“Jangan nangis— maaf— maaf gue udah bikin lo khawatir.”

Hermione membalas pelukan Draco. “Maaf— maaf gue udah bikin lo sakit.”

“Ssstt.. Enggak, lo gak bikin gue sakit. Gue minta maaf karna udah bikin lo khawatir.”

Hermione melepas pelukannya, Ia menatap wajah lelaki yang ada dihadapannya ini. Masih pucat, namun tidak sepucat saat terakhir Ia lihat.

“Lo udah sembuh?”

Draco mengangguk. “Udah, aman kok.”

“Lo disini, ngapain?”

“Kontrol. Gue sakit biasa, tipes. Jadi harus kontrol untuk minum obat.”

Hermione mengangguk. “Jangan sakit lagi.”

Draco tersenyum, “Iya enggak. Mau ke bandung lagi?”

“Mau, tapi gak mau main sama Draco lagi.”

“Loh, kenapa?”

“Gak mau Draco nya capek lagi. Mau Draco nya istirahat aja.”

Karena gemas, Draco mengacak ngacak rambut Hermione. “Gemes. Gue juga gak akan ke bandung lagi. Mama gak ngizinin, skripsi gue gue kerjain secara online.”

“Bagus kalau gitu. Draco..”

Draco mengangkat halisnya.

“I miss you.”


© urhufflegurl_

Lost.

**

Hermione benar benar tidak tenang sekarang. Ia tidak bisa makan dengan tenang. Jadi Ia memutuskan untuk membungkus makanannya dan kembali ke ruangan Draco.

Hermione kembali ke ruangan Draco dengan lemas. Ia sangat sedih melihat Draco terbaring di rumah sakit tak berdaya. Dan semua itu karna dirinya. Dia yang membuat Draco kelelahan hingga seperti ini.

Dengan berat, Hermione membuka pintu ruangan Draco. Namun, Ia terdiam saat melihat ruangannya kosong.

“Loh? Draco?”

Hermione menyimpan makanannya dan mencari Draco kemana mana, tapi tak ada.

“Permisi mba.”

Seorang suster menghampirinya.

“Sus, ini kemana ya? Teman saya kemana? Kok gak ada?”

“Jadi begini mba, tadi ada orang tua pasien datang dan membawa pasien.”

“Ke—kemana? Kemana mba?”

“Ke rumah sakit lain mba. Ini ada surat untuk mba. Terima kasih sebelumnya.”

Hermione tak bisa menahan air matanya. Ia membuka surat itu dan membacanya.

Untuk siapapun kamu yang sudah membawa anak saya ke rumah sakit ini. Terima kasih banyak, karna kamu sudah membawa anak saya ke sini. Kamu tenang saja, anak saya aman bersama saya. Saya akan membawanya ke tempat yang lebih aman. Tolong jangan mencari anak saya. Tolong jangan menunggu anak saya kembali. Intinya, siapapun kamu. Terima kasih banyak. Saya berhutang banyak atas itu. Terima kasih. Narcissa, Ibu dari Draco Malfoy.

Tangis Hermione semakin pecah ketika membaca surat itu. Bagaimana keadaan Draco? Dimana dia sekarang?

“Rumahnya. Iya. Rumahnya.”

Tanpa berfikir jernih, Hermione langsung pergi menuju rumah Draco.

Namun sayang, rumahnya benar benar kosong. Draco tidak ada disana.

Lantas, apa yang harus Hermione lakukan?

Bagaimana sekarang?


© urhufflegurl_

He's not okay.

**

Sial.

Semalam Hermione ketiduran disini. Ia ketiduran diatas kasur Draco.

Sekarang pukul 7 pagi. Dan Draco belum bangun. Apa yang harus Ia lakukan? Apa Ia keluar tanpa membangunkan Draco? Atau bagaimana?

“Drake—” Hermione mencoba membangunkan Draco.

“Draco sorry, gue ketiduran disini. Sorry..”

Tak ada jawaban, bahkan badan Draco tidak bergerak sama sekali.

“Drake?”

Merasa ada yang aneh, Hermione segera membangunkan Draco dengan menggoyang goyankan badannya.

“Draco bangun! Draco!”

“Draco, kenapa badan lo dingin banget? Draco bangun..”

Hermione benar benar panik sekarang. Ia segera meraih ponselnya dan menelfon ambulance. Jika Ia harus mengendong Draco menuju mobil, rasanya Ia tidak sanggup.

“Gue udah telfon ambulance. Lo tahan ya? Draco, lo denger suara gue kan?”

Satu persatu bulir air mata Hermione turun. Ia sangat khawatir dengan Draco yang tak kunjung sadar.

Wajahnya benar benar pucat, dan badannya sangat dingin. Hermione tak tahu apa yang harus Ia lakukan sekarang.

Tak lama kemudian, suara ambulance pun terdengar. Ia segera keluar dan memberitahu bahwa Draco ada didalam.

“Tolong bawa teman saya. Tolong.”

Petugas rumah sakit segera membawa Draco untuk masuk ke mobil, dan Hermione ikut membawa Draco ke rumah sakit.

“Draco gue mohon bangun.. Maaf, maaf gue bikin lo capek. Maaf..”


© urhufflegurl_

You okay?

**

Bandung memang selalu punya cerita indah dibalik setiap sisi sudutnya. Tak pernah sekalipun Hermione kecewa dengan setiap apapun yang ada disini. Bahagia. Hanya itu lah yang Ia rasakan. Tanpa ada yang kurang, tanpa kesedihan apapun.

Malam ini, Hermione dan Draco sedang menikmati sejuknya kota Bandung diatas rooftop. Sore tadi, mereka jalan jalan ke museum dan Hermione sangat menyukainya. Wanita itu selalu kagum dengan apapun berbau seni.

“Seneng?” Tanya Draco menoleh ke arah Hermione.

“Banget lah. Makasih ya drake, gue bener bener seneng bangetttt hari ini. Enggak deng, dari kemarin juga gue seneng bangeett.”

Draco tersenyum, “Gue seneng kalau lo seneng, Hermione.”

Hermione tidak menanggapinya. Ia terlalu lemah jika harus berhadapan dengan Draco yang selalu membuatnya merasakan kupu-kupu.

Rasanya Hermione sudah jatuh cinta sekarang. Secepat itu kah? Ya, merasakan cinta memang cukup cepat. Apalagi kepada lelaki modelan Draco.

Berbeda dengan Hermione yang sedang merasakan kebahagiaan, Draco justru kebalikan.

Ia merasakan sakit di kepalanya. Hari ini cukup berat untuknya. Semalam Ia tidak bisa tidur karna terus memikirkan perasaannya terhadap Hermione.

Walaupun kata Ginny jalani saja, namun tetap berat untuknya.

Draco memejamkan matanya, tangannya mencengkram dengan kuat pembatas yang ada didepannya.

Hermione menoleh, Ia merasa ada yang tidak beres dengan Draco.

“Drake, lo gapapa?”

Draco mengangguk. “Pusing dikit.”

Mendengar itu, Hermione panik. “Serius? Lo sakit? Astaga, muka lo pucet banget. Pulang yuk? Gue yang nyetir. Gue bisa kok nyetir mobil.”

Draco tersenyum, Ia mencoba membuka matanya walau sakit. “Gapapa kok, gak usah.”

“Gak usah gimana! Ini muka lo pucet. Dan— astaga! Idung lo berdarah Drake. Lo mimisan. Sini sini.”

Draco tak kalah terkejutnya dengan Hermione, Ia segera menghilangkan darah itu dengan jaketnya.

“Ih jorok! Sini, gue bawa tisu.” Hermione menuntun Draco untuk duduk.

Hermione membersihkan darah yang terus mengalir dari hidung Draco.

Draco terdiam, wanita yang ada didepannya benar benar cantik.

Rasanya sangat sakit. Semakin Ia merasakan bahwa Ia jatuh cinta, semakin sakit yang Ia rasakan.

“Kalau lo sakit, jangan maksain. Sekarang pulang ya? Gue anterin lo.”

Draco menggelengkan kepalanya. Baru Ia akan berbicara, Hermione kembali bicara duluan.

“Udah diem. Lo nurut aja sama gue, oke?”

Draco terdiam. Ia tidak punya tenaga untuk melawan Hermione.

Akhirnya, Hermione yang mengantarkan Draco pulang. Dan rencananya, Ia kembali ke hotel nya menaiki taksi.

“Hermione.”

Hermione menoleh. Mereka masih didalam mobil, namun sudah sampai didepan rumah Draco.

“Ya?”

“Draco— lo pucet banget. Badan lo juga anget banget. Ke rumah sakit ya?” Ucap Hermione panik.

Draco menggelengkan kepalanya. “Gue bisa kok.”

“Enggak, pokoknya ke rumah sakit. Oke?”

“Gak perlu.”

“Ih lo keras kepala banget sih!”

Draco tersenyum. “Gak usah, anter gue sampe kamar aja. Boleh?”

Hermione mengangguk. Ia melepaskan seat belt Draco lalu membantunya untuk masuk kekamarnya.

Jujur, ini baru pertama kali Hermione ke rumah Draco. Dan rumahnya benar benar mewah. Selama 4 tahun apakah Draco tinggal disini sendiri?

Sesampainya dikamar, Hermione menidurkan Draco diatas kasurnya. Ia melepaskan sepatu, kaus kaki, dan menyelimuti Draco.

Hermione khawatir karna wajah Draco benar benar pucat. Badannya sangat panas.

“Lo yakin gak mau ke rumah sakit?”

Perlahan Draco mengangguk.

“Gak mau ke rumah sakit?”

Draco menggelengkan kepalanya.

“Sakit.” Bisik Draco.

“Iya makanya ke rumah sakit ya?”

Draco lagi lagi menggelengkan kepalanya.

“Draco ih..” lirih Hermione sedih.

Setelah itu, tak ada tanggapan dari Draco, lelaki itu memejamkan matanya dan menikmati rasa sakitnya.

“Jangan sakit, Draco. Cepet sembuh.” Bisik Hermione mengusap kepala Draco.


© urhufflegurl_

Hujan.

**

Setelah menikmati pemandangan yang sangat indah, kini Draco membawa Hermione untuk makan mie rebus. Di suasana dingin seperti ini memang sangat cocok untuk memakan mie rebus, apalagi dengan cabai.

“Gue seneng banget!” Seru Hermione.

“Syukurlah kalau lo seneng. Gak sia sia kan, lo liburan disini?”

Hermione mengangguk semangat. “Mendung. Kayaknya mau hujan deh bentar lagi.”

Melihat Hermione memperhatikan langit, Draco pun ikut memperhatikan langit.

“Oh iya, yaudah di dalem yuk. Duduk disana makannya.”

“Ayo.”

Mereka masuk ke dalam warung itu dan duduk di tempat lesehan yang telah disediakan. View nya langsung menuju pemandangan yang sangat indah.

Tak lama kemudian, hujan pun turun. Membuat Hermione mempererat jaketnya.

“Dingin juga.”

Draco tersenyum. “Coba gesek gesek tangannya, pasti gak dingin.”

Hermione mencoba cara itu. Ia jarang kedinginan, karena terlalu lama tinggal di Jakarta. Suasana bandung, dan hujan benar benar membuatnya sangat kedinginan.

Hermione mempererat lagi jaketnya dan menggosok gosokan badannya dengan kedua tangannya.

“Dingin banget.”

Draco sedikit tertawa. “Sini.”

Hermione terdiam sejenak. “Apanya?”

Tanpa menjawab, Draco langsung mengambil tangan Hermione.

“Sorry ya..”

Draco menggenggam tangan Hermione lalu meniupnya perlahan.

Cuaca yang asalnya dingin kini menjadi hangat dan— nyaman.

“Masih dingin?”

Hermione mengangguk.

Draco lanjut meniup tangan Hermione. “Biasanya kalau dingin gini, tangan yang harus dibikin hangat. Sekarang masih dingin?”

Hermione menggelengkan kepalanya. Matanya masih memandang Draco terpesona.

“Yaudah, mie nya udah dateng, ayo makan.”

“Ah.. Iya..”

“Draco, gue udah suka sama lo. Gimana kalau gue jatuh cinta sama lo?”


© urhufflegurl_

Lebih Dekat.

**

Hermione tersenyum tanpa henti. Senyumnya benar benar merekah malam ini. Rasa lapar yang Ia rasakan rasanya hilang begitu saja.

“Duh kenapa gue deg degan ya? Padahal kan gue baru pertama ketemu Draco. Tapi kenapa gue deg degan?” gumam Hermione berbicara sendiri.

Pertama kali. Tapi rasanya Hermione sudah bertemu dengan Draco beratus kali. Rasanya bahagia.

Tak butuh waktu lama bagi Hermione menunggu Draco, ketika lelaki itu memberinya pesan sudah di depan hotel, Hermione segera turun.

“Hai.” sapa Hermione.

“Hai, yuk?”

Hermione mengangguk dan menerima helm di tangan Draco.

“Kita kemana tadi?” teriak Hermione.

“Lengkong kecil. Kulineran, street food gitu. Enak enak pokoknya. Lo pasti suka.”

Hermione tersenyum senang dan tak sabar.

Sesampainya di tempat, Draco segera mencari tempat parkir. Tempat ini cukup ramai dipenuhi oleh orang yang jalan kaki dan menaiki motor. Stand jajanan disini benar benar penuh dari ujung hingga ujung.

“Wah, gila! Bandung ada yang kayak gini juga?” tanya Hermione kagum.

Draco tersenyum, “Ada lah. Emang di Jakarta aja?”

Hermione hanya tertawa. “Kirain.”

“Mau makan apa?”

Hermione berfikir. “Jalan aja dulu gimana?”

“Boleh, yuk. Pegangan ke jaket gue biar gak misah.”

Tau rasanya bagaimana jantung ketika menaiki roller coaster? Ya seperti itulah kondisi jantung Hermione saat ini.

Hermione berpegangan ke jaket Draco, dan mereka mulai jalan menelusuri stand jajanan yang berjajar rapi ini.

Mereka menikmati malam yang indah ini, mendatangi satu demi satu stand jajanan dan makanan berat sampai rasanya perut mereka tak mampu menampung makanan lagi.

“Aduh kenyang! Mau banget deh tinggal di Bandung. Nyaman banget rasanya.” ucap Hermione merentangkan tangannya.

“Tinggal aja, cari kerja di sini, beli rumah disini.” balas Draco.

“Gampang banget ya ngomong.”

Draco tertawa, “namanya impian, emang gampang terucap.”

Hermione memgamgguk, “Emm Drake, emang impian lo ya kuliah disini?”

“Sebenernya enggak. Cuman, gue cari alibi biar bokap gak nyuruh gue kuliah di Amerika.”

“Oh ya? Sempet mau kuliah disana?”

“Gue anak tunggal yang wajib nerusin cita cita orang tuanya. Bokap gue punya perusahaan dan gue wajib nerusin, jadi untuk bekal memegang perusahaan itu, gue disuruh kuliah di Amerika. Gue gak mau, kejauhan. Jadi gue cari aja tuh alibi lain, gue iseng daftar ITB, sama UI dengan jurusan yang bukan jurusan bisnis. Eh keterima, ya bokap gue gak bisa nolak, akhirnya gue masuk ITB deh.”

“Lo bilang iseng? Gila, iseng aja keterima. Apalagi niat.”

“Yaaa sebenernya iseng nya iseng sambil belajar full sih buat sbm, soalnya snm gue ditolak.”

“Lo pinter juga.. Gue mau tanya sesuatu boleh? Sorry kalau gue gak sopan, cuman gue takut aja kalau gak nanya ini..”

“Nanya apa?”

“Lo— sendiri kan?”

Draco terdiam sejenak, namun tak lama Ia mengangguk.

“Pernah pacaran?”

“Pernah cuman putus karena gue gak nyaman. Mantan gue dulu posesif. Lo sendiri, gimana?”

Hermione tersenyum, “Iyaa gue juga sendiri. Gue takut aja deket sama lo gini malah ada cewek yang labrak kan gak lucu ya.”

Draco tertawa mendengar ucapan Hermione. “Mantan gue masih ngejar ngejar gue, siap siap aja di labrak.”

“Ih Draco! Jangan dong!”

“Hahaha canda. Enggak kok, tenang aja. Selama itu lo gak salah, gue bakal ngelindungin lo.”

Hermione tersipu malu, pipinya bersemu dan jantungnya berdetak tak karuan.

“Gue mau lebih deket sama lo drake..”

“Hermione, apa ini permainan semesta? Semesta sengaja mengirimkan kamu untuk melengkapi hidupku.. Baru hari pertama bertemu, rasanya aku semakin ingin dekat denganmu..”


© urhufflegurl_

Prolog.

**

Ia menghembuskan nafasnya dengan berat, memejamkan matanya menikmati sentuhan angin yang menerpa wajahnya.

Kekasihnya telah tiada.

Seseorang yang selalu Ia dambakan kini telah jauh dengannya, tidak bisa digapai walaupun hanya satu detik.

Kekuatannya menghilang seolah-olah terbawa semua bersama dengan perginya sang kekasih.

Apa yang bisa Ia perbuat tanpanya? Apa yang bisa Ia perbuat tanpa dia ada di sisinya?

Semua tampak berat.

Semua tampak semu, gelap, dan tak beraturan.

Kehidupan yang awalnya sangat bahagia untuknya, kini hancur dalam sekejap.

Bersamaan dengan perginya dia.

“Ikhlasin..”

“Semua salah gue.”

“Enggak, bukan salah lo.”

Ia menggeleng. “Enggak, semua salah gue. Ini semua salah gue.”

“Gak ada yang bisa disalahin.”

“Gue mau dia balik, gue mohon.. Gue mau dia balik walaupun hanya dalam ilusi gue. Gue mohon.”

Dalam sekejap, semuanya menjadi gelap. Ia kehilangan kesadarannya dan semua membawanya ke tempat yang seharusnya.


© urhufflegurl_

Prolog — Dari Hermione.

Saat aku bertemu dengannya.

**

“Gin! Liat! Gue di bandung!”

Ginny tertawa, “Iya deh iya sana lo nikmatin kota Bandung. Duh iri banget, mau juga kesana.”

“Nanti deh kalau lo udah sembuh dan sehatan, kita kesini bareng ya?”

“Bener ya? Janji?”

“Janji Gin. Eh udah dulu ya, kayaknya bis gue udah dateng!”

Hermione melambaikan tangannya. “Bay Gin, jangan lupa diminum obatnya!”

“Iyaaa. Bye Mi!”

Sambungan telfon pun terputus. Ia menaruh ponselnya didalam tasnya dan naik ke dalam bis yang Ia tumpangi.

“Pak, ini ke arah dago kan?”

Muhun, Neng.” (Betul, Neng.)

Hermione mengangguk, gitu gitu dia mengerti bahasa Sunda. Ya walaupun dikit.

Selama diperjalanan, Hermione tidak bisa tidak melihat pemandangan. Bis ini jalan menuju kota, tapi kota Bandung benar benar beda! Kota ini memberikan sensasi yang sangat enak dilihat saat pagi, sore apalagi malam.

Setelah 30 menit perjalanan, akhirnya Hermione turun di terminal bis di Dago. Dan Ia memasuki sebuah cafe disana karena Ia merasa lapar.

“Mba pesen Ice Cappucino satu, nasi katsu nya satu sama pisang goreng nya satu ya.”

“Baik Mba, silakan duduk didalam, bayarnya di akhir ya.”

“Makasih Mba.”

Hermione masuk ke dalam cafe itu, cafe nya sangat ramai dengan mahasiswa kota Bandung yang membawa laptop dan mengerjakan tugas. Tak sedikit pula para pekerja yang meeting disana.

Ia jadi bingung mau duduk dimana.

Ditengah matanya mencari tempat duduk yang kosong, Ia menemukan satu kursi kosong namun disana ada 1 orang yang sedang berkutat dengan laptopnya.

“Disana aja kali ya? Cobain deh, kayaknya dia juga bukan orang Bandung sih.” gumamnya.

Hermione memberanikan diri untuk mendekati lelaki itu.

“Emm— maaf mas, saya boleh duduk disini gak ya? Soalnya semua bangku penuh.”

“Oh boleh, duduk aja.”

Hermione tersenyum senang, ternyata lelaki ini sangat ramah— dan tampan.

Hermione mengeluarkan ponselnya dan memotret beberapa sudut di cafe ini. Namun, Ia salah fokus dengan lelaki di sampingnya.

“Orang bandung mas?”

Lelaki itu menoleh, “Bukan, teh.” (teteh atau kakak atau mba)

“Oohh kirain. Kuliah disini?”

Lelaki itu mengangguk.

“ITB ya?”

“Kok tau?”

“Aura nya aura aura ITB. Pasti anak teknik.”

Lelaki itu tertawa, “Kok tau lagi?”

“Gak tau juga sih, aura anak teknik ITB tuh beda aja.”

Lelaki itu mengangguk. “Kamu, orang Bandung juga?”

“Ah bukan, saya orang jakarta. Tapi lagi liburan disini.”

“Kuliah juga?”

“Iya, tapi lagi libur semester.”

“Berapa lama di Bandung?”

“Hmm belum tau juga sih. Rencananya 3 hari tapi—”

“Bandung terlalu indah kalau diekspor cuman 3 hari. Satu minggu aja kayaknya gak cukup deh.”

Hermione terdiam.

“Anw, gue juga orang Jakarta, cuman kuliah di Bandung.”

Hermione ber-ah ria dan mengangguk. “Tapi kalau gue disini seminggu, terus penginapannya gimana? Kan gak mungkin di hotel seminggu.”

“Iya juga sih.”

“Iya kan, makanya tiga hari aja deh.”

Draco hanya mengangguk, “Kalau lo mau ya mungkin cari kost kost-an yang murah. Tapi terserah sih.”

“Nah, gue tuh gak tau info kost kost-an gitu. Lo tau? Lo pasti nge kost kan disini?”

“Enggak, gue ada rumah disini. Tapi deket rumah gue ada kost kost-an gitu, bisa disewa perminggu dan gak terlalu mahal tapi aesthetic juga. Cocok buat cewek.”

“Eh, serius?”

“Kalau lo mau.”

“Gue mau.. Waktu libur kuliah gue masih ada 1 bulan lagi soalnya. Jadi ya ngapain juga dirumah.”

“Ya, fikir fikir aja dulu.”

Namanya Draco Malfoy, lelaki yang aku temui di kota Bandung. Lelaki yang membuatku percaya akan pernyataan bahwa tidak semua orang itu jahat. Salah satunya Draco, dia sangat baik.

Dan ini ceritaku bersamanya.


© urhufflegurl_