litaaps

Thank you.

**

Sesampainya dirumah, Draco langsung berlari masuk.

“Hermione!”

Hermione tersenyum senang melihat Draco disana. Wajah lelaki itu merah akibat tangisannya.

Draco memeluk Hermione dengan erat. “Makasih, makasih sayang..”

“Aku hamil..”

“Iya, makasih sayang. Aku janji, setelah ini, aku akan selalu jaga kamu, gak akan pernah aku biarin kamu lepas dari genggaman aku. Makasih, makasih Hermione.”

Hermione ikut menangis, Ia sangat senang.

“Kamu siap ngabulin semua permintaan ngidam aku?”

“Apapun itu, aku akan selalu siap untuk kamu, sayang. Apapun. Makasih.”

Draco mengecup kening Hermione lama, sangat lama. Ia merapalkan rasa syukurnya kepada Tuhan karena telah menjadikan wanita yang Ia cintai selama 8 tahun ini menjadi pasangannya.

Draco dan Hermione satu SMA dan satu kampus hanya beda jurusan. Draco bisnis, sedangkan Hermione kedokteran.

Draco menaruh rasa suka kepada Hermione dari awal SMA. Namun, Ia tidak berniat mendekati nya dan berpacaran dengannya.

Perasaannya terus berkembang dan tumbuh hingga akhirnya mereka lulus wisuda.

Orang tua mereka sahabat dekat, dan Ayah Hermione meminta Lucius untuk menjodohkan Draco dan Hermione. Tentu Draco tidak menolak akan hal itu.

Sengaja Draco tidak mendekatinya, Ia ingin menjadi lelaki yang baik, langsung menikahinya tanpa berpacaran.

Jika harus pacaran, Ia sangat takut akan melukai hati Hermione.

Dan percayalah, selama 8 tahun, Draco tidak pernah sekalipun berpacaran. Ia fokus kepada Hermione.

Dan kini, Draco telah bersamanya. Wanita yang Ia cintai sejak lama. Bahkan kini Ia memiliki anak bersama nya.

Rasanya sudah cukup. Dunia sudah sangat menjadi surga baginya.

“Draco, makasih.. Makasih atas semua rasa cinta dan sayang yang kamu kasih.. Makasih..”

“Aku yang harusnya makasih sayang, makasih karena telah hadir dan membuat hidup aku semakin berwarna. Makasih..”

Mereka berpelukan, menikmati waktu yang ada dan tidak mau menyia-nyiakannya walaupun sedetik.

“Hermione, makasih karena telah menjadi alasan aku tetap hidup di dunia ini. Aku sayang kamu.”


© urhufflegurl_

Theo dan rasa irinya.

**

“Akhhh!! Sakitt!! Pelanggaran. Masa dokter ngobatinnya gini?”

Hermione mendelik kesal. “Ya abisnya, pasiennya nakal gak mau dengerin istrinya. Gak peka kalau istrinya gak ngebolehin tuh.”

“Maaf sayang, kan aku gapapa kan?” Tanya Draco dengan tampangnya yang polos.

“Gapapa apanya? Liat luka semua badan kamu!”

“Luka lecet aja, sayang..”

“Udah diem, dokter lagi ngobatin pasien nakalnya!”

Theo tertawa melihat pemandangan ini. “Hadeeuh drake drake.. Makanya momotoran tuh jangan meleng. Lo liat cewek dikit dilirik sih.”

“HEH! APA?! OOO JADI GITU—” Hermione menekan kapas ditangannya ke luka Draco yang membuat Draco teriak.

“Aakhhh sakitt! Hermione, sakiit.”

“Genit! Obatin sendiri!”

“Hei hei, enggak gitu ih. Yo anjing lo ya.” Draco menunjuk Theo, sementara Theo terus tertawa.

“Gak ada sayang, aku gak liatin cewek. Theo mah cuman iri sama aku, gak bisa gini sama ceweknya soalnya dia gak punya cewek hehehe.”

Hermione memasang wajah kesal. “Bener? Kamu punya cewek lain diluar?”

“Enggak, kenapa sih? Sensitif banget perasaan. Cemburu ya?”

“KAMU YA!”

“Eh iya iya enggak, maaf.. Beneran, aku gak lirik lirik cewek lain, sumpah demi Tuhan!” Draco mengacungkan 2 jarinya.

Hermione menghela nafasnya. Ia menangis dan Draco terkejut.

“Ih kenapa nangis cantik? Maaf— tapi beneran aku gak lirik cewek lain. Kamu aja udah cukup, sangat cukup untuk aku.”

Hermione menggelengkan kepalanya dan memeluk Draco.

“Jangan luka lagi aku mohon, aku gak bisa liat kamu sakit.”

Draco mengerti sekarang, rasa khawatir Hermione yang membuatnya menangis.

Draco membalas pelukan Hermione dan mengusap punggungnya.

“Cuman kecelakaan sedikit sayang. Maaf ya, aku gak dengerin apa kata kamu?”

“Aku takutt— gimana kalau tadi kamu gak bisa ngehindar? Gimana kalau kamu— kamu—”

“Hei hei, jangan overthinking soal itu ya? Aku gapapa sayang. Buktinya masih bisa meluk kamu nih.”

Tangis Hermione semakin pecah dan membuat Theo, Blaise ikut takut.

“Aku gak mau kehilangan kamu, Drake. Aku gak mau.”

Draco tersenyum, Hermione sudah mencintainya. Draco bahagia, sangat bahagia.

“Kamu gak akan kehilangan aku, sayang. Gak akan.”

Melihat pemandangan itu, Theo mengusap wajahnya kasar.

“Ini kita ditepok mati dah kayak nyamuk. Keluar yuk?” ajaknya kepada Blaise.

“Ayok.” Blaise menarik kerah baju Theo dan menyeretnya keluar.


© urhufflegurl_

Night kiss.

**

Tw // 18+


Hermione dan Draco sudah berada dirumah sekarang, dengan 2 box ice cream yang mereka pesan untuk dibawa keluar.

Hermione kalau moodnya tidak bagus, memang selalu melampiaskannya ke ice cream, atau makanan pedas. Dengan cara itu, mood itu akan naik.

“Es krim kamu rasa apa tadi?” Tanya Hermione kepada Draco. Ia merasa es krim milik Draco lebih wangi dan enak.

“Lotus. Mau?”

Hermione mengangguk. “Mau nyobain.”

Saat Hermione mau menyendok es krim milik Draco, Draco malah menjauhkan es krim nya.

“Ih mau nyobain, gimana rasanya.”

Dalam hitungan detik, bibir Draco mencium bibir Hermione.

“Draco ih!” Teriak Hermione terkejut.

“Katanya mau tau gimana rasanya, itu rasanya.”

“IH CIUMAN PERTAMA AKU!!”

Draco tertawa, “Gapapa, sama suami ini.”

Hermione cemberut, namun Ia diam diam tersenyum senang.

Dan satu hal. Es krim yang ada dimulut Draco tadi benar benar enak.

es krim nya atau mulutnya, eh hehe.

“Kenapa? Mau lagi?” Tanya Draco.

“Gila aja.” Balas Hermione malu.

Draco yang peka akan situasi itu, menyimpan es krimnya di meja.

“Mau cobain es krim punya kamu.”

“Eh?”

“Mau di bibir atau es krimnya langsung?”

“Drake, apaan sih..”

“Bibir aja deh.”

“Dracoo ih..”

Draco tertawa, Ia perlahan mengecup bibir manis Hermione kembali.

Malam hari ini kebetulan hujan, sehingga membawa sensasi dingin diantara mereka.

Draco melakukan french kiss dan Hermione menikmatinya.

Karena terbawa suasana, Draco menjatuhkan badan Hermione diatas sofa. Posisinya, Draco diatas dan Hermione berada di bawahnya.

Perlahan, Draco melepaskan baju Hermione sehingga yang dilihat hanya belahan dadanya.

“Drake—mpph.”

“Sstt, just kiss me.” bisik Draco semakin dalam melakukan ciumannya.

“Hei.” bisik Draco.

Hermione mendesah.

“I love you. Pindah kekamar yuk?”

Hermione hanya mengangguk dan tersenyum.

Draco menggendong Hermione menuju kamarnya. Mereka sudah satu kamar semenjak Hermione sakit demam.

Malam itu, mereka melakukan hal yang semestinya dilakukan oleh sepasang suami istri.


© urhufflegurl_

Hug.

**

Dengan kecepatan tinggi, Draco melaju terus menuju rumah sakit. Hermione pasti sedang menangis sekarang. Ia mengerti bagaimana takut dan cemas nya Hermione, apalagi ini pertama kalinya Ia menghadapi kondisi seperti ini.

Seorang dokter pasti akan kecewa jika Ia gagal menyelamatkan pasiennya.

Dan Draco yakin Hermione juga seperti itu.

Sesampainya dirumah sakit, Draco segera berlari menuju taman belakang. Entah, nalurinya mengatakan bahwa Hermione ada disana.

Dan benar saja, Hermione ada disana. Wanita itu menangis, punggungnya bergetar.

“Hei..”

Hermione memeluk Draco, dan menangis kencang dipelukannya.

“Aku— aku gagal. Aku gagal Drake. Gimana? Aku takut.. Pasien aku meninggal, semuanya nangis, histeris. Aku takut Drake. Aku gagal.”

Draco memeluk erat Hermione, mengusap punggunya berharap Ia memberikan ketenangan walaupun sedikit.

“Aku selalu takut ngadepin situasi ini. Apalagi, pasiennya meninggal sama kayak Ayah meninggal dulu. Dia sakit, dan aku gagal nyembuhin dia. Aku selalu gagal Drake. Aku gagal.”

Tangis Hermione sangat pecah sehingga jas yang dikenakan Draco ikut basah.

Sementara Draco hanya diam mendengarkan Hermione meracau, mengatakan bahwa Ia telah gagal.

Setelah Hermione terdiam, dan hanya tangisannya yang terdengar, kini waktunya Draco untuk berbicara.

Draco melepaskan pelukan Hermione, Ia menghapus air matanya yang membasahi wajahnya.

“Sampe basah gini wajahnya. Sakit pasti ya?”

Hermione mengangguk. “Banget.”

“Gapapa, nangis sampe kamu puas ya? Abis itu dengerin aku, mau?”

Hermione mengangguk. Ia menghabiskan sisa air matanya dipelukan Draco.

Setelah dirasa cukup tenang, dan tinggal hanya sesegukan saja, Draco kembali melepaskan pelukannya.

“Denger aku ya?”

Hermione mengangguk.

“Di dunia ini, kita cuman bisa ngalamin 2 hal. Sukses atau gagal. Keduanya jalan beriringan. Pernah denger kan kalau gagal itu sukses yang tertunda? Kamu inget, ranah kamu sekarang itu masih koas, sayang. Belum jadi dokter. Sebentar lagi akan resmi jadi dokter. Kamu gak boleh mengatakan hal ini gagal, karena ini bukan kesalahan kamu.”

Hermione menyimak perkataan Draco, rasanya sangat tenang.

“Jodoh, umur itu gak ada yang tahu. Itu semua takdir Tuhan. Kita gak bisa menyalahkan diri kita atas kedua hal itu. Apa yang sudah ditakdirkan pasti akan terjadi. Termasuk meninggalnya pasien kamu tadi, itu sudah menjadi takdirnya untuk sembuh. Dia udah gak sakit lagi, Hermione. Dia pasti sudah bahagia di atas sana. Dia meninggal dalam keadaan bersih, karena semasa hidupnya dia diberi rasa sakit sama Tuhan sebagai penggugur dosanya. Jadi kamu jangan sedih dan kecewa atas itu ya?”

Hermione menarik nafasnya. “Susah.”

“Aku tau, pasti susah. Tapi seperti yang aku bilang waktu itu. Ingat, kamu seorang dokter. Kamu akan menghadapi hal seperti ini mungkin setiap hari, sayang. Mental kamu harus kuat. Kamu harus bisa menghadapinya hanya dengan menarik nafas dan tersenyum. Dunia itu keras. Pundak kita harus kuat.”

“Tapi aku gak sanggup ngadepin semuanya sendiri, Drake.”

“No, hei.. Kata siapa kamu akan menghadapi semuanya sendiri? Enggak, sama sekali enggak, sayang. Ada aku disini. Aku bisa bantu kamu, aku akan selalu ada untuk kamu. Dunia keras, tapi ingat akan ada aku yang selalu siap menjadi sandaran kamu.”

Draco memeluk Hermione dengan erat. Tangis Hermione sudah benar benar reda sekarang.

Ia tersenyum senang karena ada Draco di sisinya. Ia tidak menyangka, lelaki tengil dan nyebelin ini akan menjadi lelaki lembut dan penyayang seperti sekarang.

“Draco..”

“Yes, love?”

“Mau es krim.”

Draco tertawa, Ia mencium kening Hermione. “Ayo!”


© urhufflegurl_

Butterflies.

**

Setelah selesai belanja, Draco menuju kasir untuk membayar semua belanjaannya.

“Totalnya jadi 432.00 pak.”

Entahlah dia belanja apa sebanyak itu.

Ia mengeluarkan 5 lembar pecahan uang 100.000

“Kembaliannya buat mba aja. Doain, istri saya lagi sakit, semoga cepet sembuh.”

“Terima kasih banyak pak. Saya doakan sehat selalu untuk istri nya.”

Draco tersenyum, “Terima kasih mba.”

Draco kembali ke mobilnya dengan perasaan senang. Hermione memeluknya. Hermione manja kepadanya. Hermione memberinya kata hati hati.

Semua itu sangat membuatnya senang.

Entahlah, rasanya Ia sedang dimabuk Hermione.

Sesampainya dirumah, Ia dikejutkan dengan motor yang parkir didepan rumahnya.

“Si anjing lagi.” umpat Draco.

Ia turun dari mobil dan masuk ke dalam rumahnya.

Diluar rumah, Ia melihat Ron sedang merangkul Hermione.

“Bagus, berduaan sama istri orang dirumahnya. Berani juga lo.”

Suara berat dari Draco membuat mereka terdiam seketika.

“Drake, gue bisa jelasin.” Ucap Hermione.

“Enggak, gue gak ngomong sama lo. Gue ngomong sama dia!” Ucap Draco menunjuk Ron.

“Tau kan Hermione istri gue?”

“Tau.”

“Terus kenapa lo dateng kesini disaat gue gak ada? Mau diliat tetangga dan jadi fitnah?”

“Sorry, tapi gue khawatir sama kondisi Hermione.”

“Bisa izin dulu kan?”

“Sorry, gue bener bener khawatir dan gue langsung kesini.”

Draco terdiam, Ia mengontrol emosinya, Ia tidak ingin meledak didepan Hermione.

“Yaudah, lanjutinnya didalem jangan diluar. Biar gue aja yang keluar. Ini strawberry pesanan lo.”

Draco menaruh kresek putih diatas meja. Dan Ia melangkah pergi keluar.

Hermione menahannya.

“Jangan pergi, plis.. Ron, lo bisa pulang sekarang kan?”

Ron mengangguk, Ia pamit kepada Draco dan Hermione lalu pergi.

“Masuk, lo masih sakit.”

Draco merangkul Hermione dan menuntun nya masuk ke dalam rumah.

“Lo marah?”

Draco menggeleng.

“Terus kenapa diem aja?”

Draco diam.

“Atau— lo cemburu ya?”

“Gue boleh minta sesuatu sama lo?”

Mendengar pertanyaan itu, Hermione diam.

“Status gue adalah suami lo. Gue tau lo cinta sama Ron. Tapi gue mohon, jangan pernah ketemu dia sebelum adanya izin dari gue. Jangan terima tamu lelaki manapun kalau lo lagi sendirian dirumah tanpa adanya izin dari gue. Gue tau pernikahan kita dari perjodohan, tapi gue mau lo hargai gue sebagai seorang suami. Dan bertingkah selayaknya lo adalah seorang istri.”

Perkataan Draco selesai bersamaan dengan aktivitasnya yang sedang mencuci strawberry.

“Nih, strawberry nya. Manis, udah gue cobain.”

Hermione diam.

“Kenapa? Kok diem?”

“Maaf— selama ini, gue— kurang ajar sama lo.”

Draco tersenyum hangat, “Lo gak kurang ajar sama gue. Gue cuman minta hal itu sama lo, biar lo menghargai gue sebagai seorang suami. Lo tau? Liat lo dirangkul barusan sama Ron rasanya harga diri gue diinjak injak. Rasanya sakit. Sesak. Tapi gue gak bisa nyalahin lo, karena lo nikah sama gue juga terpaksa.”

“Maaf— maaf, Draco.”

“Gapapa, Hermione. Ak— maksudnya, gue udah maafin.”

Mendengar Draco yang hampir keceplosan menyebut Aku-Kamu, Hermione tersenyum.

“Belajar Aku-Kamu yuk?” pinta Hermione.

Draco senang mendengar itu. “Mau?”

Hermione mengangguk. “Aku Hermione, istri Draco.”

“Geli, Mi...”

Hermione tertawa. “Gapapa ih, daripada gue lo. Kayak kurang aja. Aku kamu. Aku Hermione istri kamu.”

Lagi-lagi Draco tertawa, Ia memeluk Hermione erat dan mencium puncak kepalanya.

“Aku mau mencintai kamu, Draco. Kamu lelaki baik, sangat baik.”

Hati Draco rasanya melayang saat itu juga.


© urhufflegurl_

Demam.

**

Hermione haus. Ia sangat ingin minum namun kepalanya sangat sakit. Ia memaksakan untuk turun ke bawah mengambil minum.

“Udah bangun?” Tanya Draco yang sedang menonton televisi.

Hermione tidak menjawab. “Drake—”

Mendengar ada yang beda dari suara Hermione, Draco langsung menoleh. Ia terkejut ketika melihat wajah Hermione sangat pucat.

“Hei? Are you okay?”

Draco menghampiri Hermione dan memegang keningnya.

“Astaga, lo demam! Sini sini, butuh apa? Gue gendong ya?”

Hermione mengangguk. “Sakit kepalanya.”

Mata Hermione berkaca-kaca yang membuat Draco semakin tak tega.

“Iya iya, tiduran di sofa ya? Gue bawain minum sama gue bikinin bubur. Sorry tapi— gue izin gendong lo, boleh?”

Hermione mengangguk. Bahkan untuk menggendong nya saja, dia harus izin. Padahal posisi Hermione adalah istrinya.

Draco menggendong Hermione dan menidurkannya di sofa.

Sementara Hermione tertidur, Draco sibuk didapur membuat bubur.

Jangan salah, Draco pintar loh membuat bubur.

Bubur kemasan yang langsung direbus maksudnya. Sama seperti mie.

Setelah siap, Draco duduk disamping Hermione.

“Hei, bangun ya? Bubur udah siap.”

Hermione membuka matanya, Ia duduk dan minum air putih yang ada didepannya.

“Gue suapin ya?”

Hermione menurut.

Satu suapan, dua suapan, tiga suapan, Hermione bisa memakannya.

Namun ketika suapan keempat, Ia merasa tidak enak.

“Udah, pait.”

“Namanya sakit, lidahnya pait. Makanya sehat.”

Hermione menghela nafasnya. “Drake—”

“Makan dulu, abis itu kita ngobrol.”

“Mau peluk, boleh?”

Seketika Draco terdiam, rasanya Ia ingin melompat saat itu juga.

Draco menaruh piring yang ada di tangannya di atas meja. Lalu, Hermione memeluk badannya.

“Badan lo pelukable juga.”

Draco tersenyum. Ia memeluk Hermione kembali.

“Jangan berubah, gue mohon..”

“Gue gak bisa sama Draco yang pendiem, gue gak bisa..”

“Tetep jadi Draco yang nyebelin dan apa adanya, gue mohon..”

Draco mengusap rambut Hermione dengan lembut.

“Gue cuman mau selalu ada di sisi lo, Hermione.”


© urhufflegurl_

Mohon, jangan berubah.

**

Selama diperjalanan, suasana sangat sepi. Draco sibuk dengan mobil yang Ia kendarai. Sementara Hermione sibuk dengan fikirannya yang sedang bergelut.

“Mama nyariin gue gak?” Tanya Draco.

Hermione menggelengkan kepalanya.

Draco hanya mengangguk. Lagi-lagi suasana menjadi sepi.

“Draco.”

“Hmm?”

Draco menengokkan kepalanya, namun matanya tetap fokus ke jalanan.

“Lo— liat gue di rumah sakit, sama Ron?”

“Liat.”

Sakit. Rasanya sangat sakit hingga Hermione merasa mati rasa sekarang.

“Ss—sorry.”

“Kenapa gak bilang lo punya perasaan sama Ron? Kalian pacaran?”

“Dulu, sekarang udah enggak.”

“Ah.. Kenapa? Karena kita nikah ya?”

Hermione terdiam. Dan diamnya Hermione mengartikan jawaban 'iya' bagi Draco.

“Gue percepat aja proses cerai nya. 1 tahun. Gimana?”

Hermione menoleh, “Maksud lo?”

“Kita kan nikah baru mau masuk bulan ke dua. Nah perjanjian di awal itu 2 tahun, sampe warisan jatuh ke tangan gue. Tapi, percepat aja jadi setaun. Gimana? Sesuai sama keinginan lo kan?”

Hermione menggigit bibir bawahnya menahan rasa sesak didada.

Tanpa Ia sadari, air mata menetes di pipinya.

Hermione hanya diam, Ia tidak menjawab apa apa.

Dan Draco menganggap diamnya Hermione adalah sebuah jawaban bahwa Hermione setuju apa yang Ia katakan.

Sesampainya dirumah, Draco ke dapur, Ia meminum air dingin dari kulkas meneguknya hingga habis.

“Tidur. Udah malem.” Ucap Draco.

“Draco..”

Draco menoleh.

“Jangan berubah, gue mohon.”

Saat itu Draco terdiam. Ia meneteskan air matanya namun segera Ia usap.

Draco tidak menjawab, Ia lantas pergi melewati Hermione, naik ke atas menuju kamarnya.

Hermione kembali menangis, Ia merasa sangat bersalah kepada Draco. Lelaki itu sangat baik. Jauh sangat baik.

Selama 1 bulan ini, Draco tidak pernah menyentuhnya. Draco menurut apapun yang Hermione katakan. Draco tidak pernah cuek kepadanya, selalu ada topik obrolan walaupun ujung ujungnya mereka bertengkar, namun Draco selalu mengalah.

Draco selalu memuji dirinya cantik saat berangkat bekerja.

Draco tidak pernah kasar kepadanya.

Draco tidak pernah melontarkan kata kata yang menyakiti hatinya.

Draco baik. Hanya Hermione nya saja yang jahat sehingga semuanya berubah.


© urhufflegurl_

Don't touch her.

**

Sekali lagi, Hermione menghela nafasnya. Pesannya tak kunjung dibaca oleh Draco. Dan hari ini adalah tepat 5 hari Draco tidak pulang.

Hermione kerja lembur lagi malam ini. Sudah pukul 11 malam, dan Hermione masih menunggu bis terakhir datang.

Ia sengaja tidak memesan taksi online, Ia ingin sekali menaiki bis karena sudah lama Ia tidak naik kendaraan umum itu. Ia juga tidak membawa mobil karena ban mobil nya kempes.

Ah, andai semuanya ada Draco. Mungkin akan teratasi.

Berbicara soal Draco, selama 5 hari ini Hermione terus menangis merasa bersalah akan kesalahannya. Ia menyesal telah melakukan itu. Ia menyesal telah menyakiti Draco.

Ia merasa ada yang hampa. Seperti, ada sesuatu yang hilang.

Sudah 23.15 namun bis belum juga sampai.

“Ada cewek cantik nih.”

Hermione berdiri ketakutan.

“Sendiri aja cantik?”

“Siapa lo? Jangan macem macem!”

“Bukan siapa siapa, cuman mau nyapa neng cantik.”

Hermione berdiri dihadapan 3 lelaki sangar dengan perasaan takut.

“Jangan macem macem!”

3 lelaki itu tertawa. Yang satu memberi isyarat melalui matanya, lalu 2 orang lainnya menarik tangan Hermione.

“Lepas! Jangan kurang ajar! Gue udah punya suami!”

Namun, bukannya melepaskan, kedua lelaki itu malah semakin menarik tangannya.

“Lepas.”

Suara berat itu berhasil membuat mereka terdiam.

“Lepas gue bilang, jangan pernah lo berani sentuh istri gue.”

Hermione menangis ketika melihat Draco ada dihadapannya.

“Lo siapa? Emangnya gue takut sama lo?”

Draco melayangkan satu pukulan keras di pipi lelaki itu yang membuat Hermione teriak histeris.

“Anjing! Ngelawan ya lo!” Teriak salah satu lelaki.

“Draco awas!”

Bug!

Karena telat menghindar, Draco kena pukulan. Sudut bibirnya berdarah dan kepalanya sedikit pening.

Namun, Draco melawan. Ia menghabiskan satu persatu lelaki itu dengan sangat emosi.

“Pergi lo! Cari jauh jauh korban lo. Jangan disini!” Teriak Draco menendang mereka, dan mereka pergi berlari ketakutan.

“Hei, gapapa? Lo gak luka kan? Atau kenapa?”

Hermione menggelengkan kepalanya. Air matanya semakin deras, Ia memeluk Draco dengan erat.

“Maaf, maaf gue udah nyakitin lo. Jangan pergi lagi. Gue mohon.”

Draco terdiam, Ia bingung harus membalas pelukan Hermione atau tidak.

Ia memilih untuk melepaskannya.

“Minta maaf apa? Sorry gue gak bilang, kemarin itu tepat 10 tahun nenek gue meninggal. Jadi gue menetap di bandung berhari hari. Gue sedih, jadi gue gak sempet kebarin lo. Dan gue fikir, gapapa juga gak ngabarin lo. Iya kan?”

Hati Hermione semakin perih mendengar ucapan Draco. Entahlah, rasanya sangat sesak.

“Maaf..”

“Minta maaf apa? Emang lo ngelakuin kesalahan?”

Jujur, sebenarnya Draco sangat ingin memeluk dan menenangkan Hermione. Namun Ia terlalu takut, takut wanita dihadapannya ini malah membencinya dan menjauh darinya.

Jadi, Draco harus jaga jarak.

“Udah malem, pulang ya?” Draco menepuk pundak Hermione.

Ia berjalan lebih dulu dan Hermione mengikutinya dari belakang.


© urhufflegurl_

Sakit.

**

“Ron!”

Hermione melambaikan tangannya dan menghampiri Ron dengan wajah yang sangat senang.

“Waaaah kecium sampe ruangan gue loh ini.”

Ron mengacak ngacak rambut Hermione. “Bisa aja.”

“Eh ayo makan bareng dikantin.”

“Ayo.”

Dari kejauhan, Draco melihat itu semua. Ia turun dari mobil, menggunakan masker dan mempererat hoodinya, Ia mengikuti Ron dan Hermione.

Sesampainya di kantin, Ron dan Hermione duduk disalah satu bangku.

Sedangkan Draco, Ia duduk di sebrang mereka.

“Waah! Masakan bunda Molly ya?” tanya Hermione heboh.

“Iya, buat calon dokter yang cantik katanya.”

Hermione tersenyum senang. Bahkan sampai matanya hilang.

“Gue belum bisa bikin lo seneng kayak gini ya Mi?”

Hermione menikmati satu suapan demi suapan, Ia menghabiskan makanan yang diberi oleh Ron.

“Enak bangetttt!! Mau lagii..” ucap Hermione manja.

Ron tertawa gemas melihat itu, “Iya nanti dibikinin. Eh Mi, gimana nikah sama Draco?”

“Bisa gak bahas itu gak? Gue tuh kangen sama lo. Gak mau bahas yang lain.”

“Ya tetep aja gue mau tau. Dia nyakitin lo gak?”

Draco terdiam menunggu jawaban Hermione.

“Enggak sih, cuman ya gitu— Namanya Malfoy, pasti nyebelin.”

“Dia kasar sama lo?”

“Enggak.”

“Kalian— udah—”

“Belum lah, gue gak sekamar sama dia. Ogah juga sih sekamar sama dia.”

Ron tersenyum. “Awas jatuh cinta.”

“Males, hati gue udah di portal. Dilarangan masuk kecuali Ronald Weasley.”

Ron tertawa mendengar itu. “Dasar!”

Mereka tertawa bersama. Namun, dibalik tawa mereka ada satu hati yang sangat terluka.

Draco pergi dari tempat itu dengan rasa marah dan kecewanya.

Ia pergi dan melajukan mobilnya dengan kencang.


© urhufflegurl_

Good Night.

**

Dengan langkahnya yang kesal, Hermione turun dari kamarnya.

Oh iya, Hermione dan Draco pisah kamar, namun kamar mereka berada di lantai yang sama. Mereka akan satu kamar hanya jika ada orang tua mereka di sana.

Hermione menghela nafasnya dan duduk di sofa.

“Nonton apa?” tanya Hermione.

“Film action. Aktor nya kesayangan gue ini. Tom Felton. Mirip gue ya?”

“Jauh. Gantengan dia.”

“Ih ngomong tuh ya dijaga. Gantengan gue lah kemana mana.”

“Terserah, gantengan dia.”

Hermione merebahkan kepalanya diatas sofa. Rasanya kepalanya cukup pening. Hari ini cukup melelahkan untuknya.

Hermione bekerja di salah satu rumah sakit. Iya, dia seorang dokter. Tapi belum jadi dokter. Lebih tepatnya, Ia masih koas.

“Kenapa? Sakit kepalanya?” tanya Draco peka akan keadaan Hermione.

“Sumpah ya, hari ini tuh gila banget. Ugd penuh, apalagi ada kecelakaan beruntun, 3 orang meninggal. Gue sedih banget. Bahkan nih ya, ada anak umur 5 tahun demam tinggi banget. Gue panik, gue tremor parah gak bisa nanganin, alhasil gue dimarahin dokter. Untung aja anak itu selamat, kalau enggak—”

”— gue bisa dipecat jadi koas. Dan gak bisa jadi dokter.”

Mendengar Hermione bercerita, Draco spontan mengecilkan volume televisinya.

“Berat banget pasti. Tapi lo pernah mikir gak sih, kalau kondisi tadi akan lo hadapi seterusnya?”

Hermione menoleh, “Maksud lo? UGD rame terus?”

“Bukan.. Lo kan dokter. Mungkin setelah kondisi tadi, satu atau dua tahun kedepan akan lebih parah. Lo akan menemukan banyak sekali kejadian yang bikin lo merinding, tremor bahkan bercucuran keringat.”

Hermione menghela nafasnya. “Berat.”

“Namanya hidup, gak ada yang ringan. Makanya Tuhan memberikan pundak ke setiap hambanya biar mereka bisa menopang semua beban berat itu.”

Hermione menoleh, Ia mengerutkan keningnya bertanya-tanya apakah benar yang sedang ada dihadapannya ini seorang Draco Malfoy?

Namun yang Ia lakukan hanya menggelengkan kepalanya dan memejamkan matanya.

Suasana menjadi sepi seketika. Draco tau Hermione sedang menikmati rasa kantuknya, jadi Ia mematikan televisi dan sebisa mungkin Ia tidak mengeluarkan suara yang bisa membuat Hermione terbangun.

Setelah memastikan Hermione benar benar tertidur, Draco menggendongnya ke dalam kamarnya.

“Good night, Hermione. Apapun yang terjadi, tetep cerita kayak tadi ya? Gue butuh semua cerita lo.” Bisik Draco mengecup kening Hermione.

Draco tersenyum hangat melihat wajah cantik Hermione disaat tidur. Wajah yang selalu Ia ingin lihat setiap pagi nya. Wajah yang selalu Ia ingin lihat sebelum Ia tidur.

Namun belum bisa, hubungan pernikahan mereka baru 1 bulan. Dan Hermione tidak mau sekamar dengan Draco.

Draco harus bersabar untuk itu.


© urhufflegurl_