litaaps

Manor dan siksaan.

**

“Draco Malfoy. Orang yang sangat aku andalkan dalam misi ku ini. Bagaimana tugasmu?”

“Maaf—”

“Mengapa minta maaf nak?”

“Aku gagal memberikan kalung itu.”

Draco merasakan nafas Voldemort memburu. Dadanya naik turun cukup keras.

“Gagal lagi. Gagal lagi. Tidak ayah, tidak anak, tidak berguna! Gak bisa diandalkan!”

Draco hanya menunduk dan nafasnya memburu karena kesal. Ia mengepalkan tangannya cukup keras dan menahan diri untuk tidak mengamuk.

“Lakukan tugasmu atau kalian, satu keluarga, aku bunuh!”

“Jangan—”

“Apa maksudmu jangan?!”

“Jangan kau sentuh Ibu ku. Kalau mau bunuh, bunuh saja aku.”

“Menantang, eh?”

Draco terdiam.

“Baiklah.”

Voldemort mengacukan tongkatnya dan mengayunkannya.

“Crucio!”

Aku memang mempunyai pilihan. Namun pilihan itu bukan menurut atau melawan. Tapi antara menurut atau mati, Hermione.


© urhufflegurl_

Saat itu.

**

Flashback

“Kamu mau kemana Draco?”

Draco menghentikan langkahnya. “Mau ke dunia muggle, Ma. Aku kangen Hermione.”

“Gak bisa. Posisi kita lagi gawat. Sabar sebentar lagi ya?”

“Gak bisa Ma. Disini juga aku kesiksa. Mama juga kan? Ini rumah kita, tapi aku rasa bukan rumah. Tapi penjara.”

Draco meneteskan air matanya.

“Badan aku gak kuat Ma kalau disiksa terus.” Lirihnya.

“Dray..”

“Lebih baik disiksa sama Papa, daripada sama—”

“Sayang.. Mama paham, Mama ngerti ini berat untuk kamu. Kita gak punya pilihan lain, nak.”

“Kita punya Ma. Kita punya.”

Narcissa menggelengkan kepalanya. “Kita punya tapi pilihan itu adalah mati, sayang.”

Draco menangis kencang di pelukan Narcissa. Setelah mendapatkan dark mark ditangannya, Ia jadi tidak sudi melihat tangannya lagi. Selalu Ia tutup. Entah itu oleh kaos yang panjang atau perban.

“Draco benci Ma. Draco benci jadi death eater. Mending dipihak Potter aja daripada kayak gini. Drake— ah, Ma.”

Belum selesai Ia menyelesaikan kata katanya, tangannya sangat perih serasa dibakar.

“Drake.” Narcissa panik setengah mati melihat tangan sang anak memerah.

“Sakit! Argh!”

Tubuh Draco terjatuh dan menggeliat kesakitan. Hanya dengan mengucapkannya saja Ia sudah mendapatkan kutukan cruciatus, bagaimana jika membelok?

Mati. Hanya itu yang akan Ia dapatkan.


© urhufflegurl_

Katie Bell.

**

“Bengong mulu! Kesambet setan tau rasa.”

Hermione mengerjap terkejut. “Ngagetin mulu. Gue jantungan, tau rasa.”

Harry sedikit tertawa, Ia menaruh minuman pesanan Hermione di atas meja.

“Thanks.”

“Lo jadi sama siapa ke pesta Prof Slughron?” Tanya Harry.

Hermione menghela nafasnya. “Ada.”

“Udah dapet?” Tanya Ron.

Hermione mengangguk. “Udah.”

“Siapa?”

“Kepo banget.”

Hermione berdiri dan keluar, Ia mengeratkan jaketnya. Hujan hari ini membuat badannya kedinginan.

Ah dia rindu Draco.

Tapi dia masih marah kepadanya.

“Ayo ah ke asrama.” Ajak Hermione merangkul Harry dan Ron.

Mereka jalan bertiga, Hermione ditengah. Hermione merangkul Harry dan Ron, membuat wanita diluar sana merasa iri karena posisinya yang diapit oleh dua lelaki tampan sekaligus.

Ditengah perjalanan mereka menuju asrama, mereka dikagetkan oleh Katie yang tiba tiba datang, lalu terjatuh.

“Eh awas jatoh!” Reflek Ron.

“Udah jatoh anjir! Ayo tolongin.”

Belum sempat Hermione menolong Katie, tiba tiba tubuh Katie terlempar ke atas. Hal itu membuat Harry, Hermione dan Ron terdiam mematung ditempatnya.

Dalam satu kedipan mata, Katie terhempas ke tanah dengan cukup keras.

“Katie!” Teriak Hermione khawatir.

“Mi bentar, ini—”

“Jangan dipegang! Jangan dipegang. Itu kalung pasti udah dikasih mantra.” Cegah Hagrid.

Hermione, Harry dan Ron hanya terdiam dengan jantung berdebar tak karuan.

Menyaksikan teman satu asrama mereka terhempas begitu saja dan kepalanya berdarah membuat mereka terkejut bukan main.

“Ini pasti Malfoy.”

Hermione menoleh dengan cepat. “Maksud lo?”

“Kalung itu pasti tadinya buat Prof. Dumbledore, dia kan dapet tugas ngebunuh Prof. Dumbledore.”

“Jangan ngarang! Gila lo ya. Gue tau lo benci sama Malfoy, tapi gak gini juga.” Ketus Hermione.

“Kok lo sewot? Emang bener, siapa lagi kalau bukan dia? Dia kan emang biang kerok disini.”

Hermione yang kesal, langsung jalan lebih dulu meninggalkan Harry dan Ron.

“Lo yakin dia udah putus sama Malfoy?” Tanya Ron.

Harry hanya menggelengkan kepalanya.


© urhufflegurl_

Cemburu.

**

Draco menaruh ponselnya setelah mengirim pesan ke Blaise.

Ia menghela nafasnya memikirkan mengapa nasibnya dengan Hermione jadi sepahit ini? Baru kemarin Ia merasakan pacaran depan publik, sekarang Ia harus merasakan pahitnya merahasiakan hubungan.

Dan ini semua karena ulahnya.

“Kak Draco. Sini.”

Draco menoleh, Astoria berdiri dengan firebolt ditangannya.

“Mau ngapain megang itu?”

“Latihan yuk, buat Quiddicth. Kemarin lo udah janji mau ajarin gue loh.”

Draco mengerutkan halisnya. “Masa?”

Astoria sedikit tertawa. “Iya ih! Masa lupa?”

“Lupa, yaudah mau latihan sekarang?”

Astoria mengangguk semangat. “Ayo.”

Draco tersenyum dan jalan lebih dulu menuju lapangan Quidditch, disusul oleh Astoria.

Asalnya, Draco dan Astoria saling menyusul satu sama lain, namun kini Astoria menyeimbangkan langkahnya dan berjalan di sisi Draco.

Sesampainya di lapangan, Draco segera menjelaskan semua yang Ia pahami dalam dunia Quidditch.

“Kak Draco kok lo betah jadi seeker? Dari dulu kan?”

Draco tersenyum, “Gapapa sih, enak aja jadi pembutu snitch.”

Astoria tersenyum, ah lelaki didepannya ini benar benar tampan.

“Yaudah coba naik dan kejar gue ya.”

Astoria mengangguk semangat. Ia kagum dengan kelincahan Draco dalam bermain Quidditch. Setelah Draco terbang, kini giliran Astoria yang terbang.

Astoria mengejar Draco seolah olah mereka betulan sedang bermain Quidditch.

Ditengah keseruan mereka, tiba-tiba firebolt milik Astoria kehilangan kendali dan pergerakan Astoria terganggu sehingga Ia kehilangan keseimbangannya dan terjatuh.

“Tori!” Teriak Draco dengan cepat menangkap tubuh Astoria.

Untung Draco cekatan, Ia berhasil menangkap Astoria dan Astoria duduk didepan Draco kali ini.

“Makasih ya kak, sorry gue tadi oleng gatau kenapa, tiba tiba kehilangan keseimbangan fireboltnya.” Lirih Astoria masih ketakutan.

“Gapapa, kita turun dulu ya.”

Astoria mengangguk, tanpa sadar Ia memeluk Draco karena cara Draco menurukan firebolt miliknya itu cukup menyeramkan.

Mereka pun selesai berlatih dan kembali ke asrama Slytherin.


“DORR!!”

“Astaga! Cormac, kirain siapa.”

“Ngeliatin apa sih? Ada siapa emang di lapangan Quidditch? Serius banget ngeliatinnya.”

“Ada parasit. Biasa, orang yang suka ganggu kehidupan orang.” Ketus Hermione.

“Maksud lo?”

“Enggak.”

“Daripada bt, mending lo terima ajakan gue.”

Hermione mengerutkan keningnya. “Ajakan yang mana?”

“Lo diundang ke acara Prof Slughron kan? Sama, gue juga. Gimana kalau kita dateng bareng?”


© urhufflegurl_

Obrolan di Kereta.

**

-Tahun ke enam-

“Gue rasa death eater bener bener gencar sekarang. Dan gue rasa salah satu diantara mereka itu ada di Hogwarts.”

Obrolan kali ini sangat serius. Aku menopang daguku, memandang pemandangan diluar jendela kereta disana. Hatiku sangat gelisah.

Bagaimana dengan kabarnya?

Bagaimana dengan dirinya?

Aku merindukannya.

Aku tau, kami satu tempat sekarang. Bahkan kami sama sama mau ke Hogwarts. Tapi tetap saja, hatiku gelisah karena aku tidak bisa memberikan teks kepadanya.

Aku merindukannya.

“Menurut lo gimana Mi?” Tanya Harry.

Aku menoleh, tidak terlalu mendengarkan apa yang Ia bicarakan, namun aku menangkap apa maksudnya.

“Gak yakin sih. Prof Dumbledore pasti ngejaga banget Hogwarts kan? Dia gak mungkin ngebiarin death eater itu masuk gitu aja.”

“Tapi gue curiga apa yang dikatakan Harry itu bener.” Ucap Ron yang membuat ku spontan menoleh ke arahnya.

“Kenapa bisa curiga? Siapa yang lo curigain?” Tanya Harry.

Aku benci posisi ini. Posisi dimana obrolan mereka sangat sensitif dan aku mengerti kemana arahnya.

“Malfoy.”

Aku mengerutkan keningku. “Jangan ngarang.”

“Tapi emang bener. Siapa lagi kalau bukan Malfoy? Ayahnya kemarin baru masuk azkaban karena dia gagal ngejalanin misi yang you know who kasih. Dia mecahin bola ramalam itu, dan masuk azkaban. Bisa aja Malfoy yang jadi taruhannya. Malfoy yang jadi death eater karna kegagalan Ayahnya.”

Sial.

Mengapa Ron bisa menebaknya?

Benar, kekasihku menjadi salah satu diantara mereka sekarang. Tidak, bahkan jauh sebelum hari ini.

Itulah yang membuatku gelisah.

Mengapa kami berada di dua kubu yang berbeda? Bukan hanya berbeda, bahkan sangat bertentangan.

Jika Harry menang, Draco pasti masuk azkaban nantinya karena Ia salah satu death eater.

Jika Voldemort yang menang, Harry pasti mati. Begitupun dengan aku.

Bagaimana ini?

“Hermione.”

Aku menoleh terkejut dengan tepukan tiba-tiba yang diberikan oleh Ron.

“Lo bener udah putuskan sama Malfoy? Jangan sampe lo masih pacaran sama dia.”

Aku mengangguk samar.

Kami memutuskan untuk merahasikan hubungan kami setelah kejadian itu.

Kejadian dimana dia diutus untuk menjalankan misi olehnya.

Draco, mengapa ini terjadi? Apa yang harus aku lakukan?


© urhufflegurl_

Daisy dan pengungkapan rasa.

**

Tepat pukul 8 pagi. Ternyata, Draco sudah berdiri disana. Hermione tersenyum senang, akhirnya bukan Ia yang menunggu.

“Malfoy.” Sapa Hermione.

“Hai, pagi.”

“Pagi.”

“Yuk.”

“Beneran ke hutan?”

Draco mengangguk. “Yuk.”

Draco jalan lebih dulu, di susul oleh Hermione di belakangnya.

Draco mengulurkan tangannya untuk Hermione genggam. Siapa sangka. Ternyata Hermione menerima genggamannya.

Mereka terus menyusuri hutan hingga akhirnya mereka sampai di tempat yang mereka tuju.

“Apa ini?” Tanya Hermione.

“Gue pernah diajarin mantra ini sama nyokap gue.”

Hermione terdiam menunggu mantra apa yang di maksud Draco.

Draco mengayunkan tongkatnya dan dalam sekejap, rerumputan hijau itu berubah menjadi rerumputan bunga yang indah. Penuh dengan bunga daisy yang indah.

“Bagus gak?”

“Bagus banget! Kok bisa?! Prof. Mc Gonagall perasaan belum pernah ngajarin?”

“Ya emang gak akan di ajarin sama dia. Gue belajar dari nyokap gue, diem diem.”

Hermione hanya mengangguk dan matanya terus tertuju kepada bunga yang sangat indah itu.

“Duduk di tengah tengah bunga itu, mau?” Tawar Draco.

Hermione mengangguk. “Mau.”

Draco jalan lebih dulu dan duduk. Hermione duduk di sampingnya.

“Soal kemarin amortentia, itu bener?” tanya Draco memulai pembicaraan.

“Bener. Maaf..”

“Kenapa minta maaf?”

“Maaf gue udah lancang, kalau gue—”

“Lo suka sama gue?”

Hermione terdiam, tak berani menatap Draco.

Hermione mencintai Draco. Bahkan jauh sebelum kejadian Yule Ball. Namun, Draco yang menyebalkan dan selalu mengejeknya membuat Hermione selalu menghalau perasaan itu.

Sampai akhirnya, Draco datang membuat rasa itu tumbuh semakin membesar.

“Karena lo udah ngaku, gue mau ngaku juga deh.”

Hermione menunggu jawaban Draco.

“Gue suka sama lo juga, Hermione.”

Pertama kalinya Draco memanggil nama nya. Bukan nama belakangnya. Hal itu membuat hatinya berdegup kencang.

“Gue suka sama lo jauh sebelum semua ini terjadi. Lo inget gak pertama kali gue ketemu lo, waktu lo cari kataknya si Neville?”

“Inget..”

“Gue jatuh hati pertama kalinya sama lo disitu.”

“Malfoy tapi, kita masih kecil.”

Draco tertawa. “Itu dia. Gue mikir, gue masih bocil, kenapa juga cinta cintaan. Taunya, makin sini, makin gue tau lo punya sahabat cowok, gue semakin cemburu. Gue benci sama Potter dan Weasley semata mata bukan karena mereka hebat atau apa, tapi karena mereka jadi sahabat lo. Gue cemburu sama mereka karena mereka selalu ada di sisi lo. Mereka selalu ada buat lo. Mereka selalu di samping lo. Mereka bisa ketawa sama lo, mereka bisa nangis bareng lo. Kalian biasa ngelakuin semua hal bareng. Gue cemburu. Gue selalu berusaha ngejek lo, menghalau rasa sayang gue ke lo, tapi—”

”—tapi gak bisa. Gue makin jatuh hati dan malah jatuh cinta sama lo. Apalagi waktu gue liat lo dansa sama Krum, dan lo ketawa puas disitu, lepas banget. Disitu, gue bener bener cemburu.”

“Dan lo tau? Waktu lo cerita ke gue, lo nangis karena Weasley dan Potter, rasanya gue pengen banget nonjok mereka. Tapi, gue siapa.. Nanti makin keliatan kalau gue sayang sama lo.”

Suasana menjadi hening seketika. Pengakuan rasa dari Draco berhasil membuat Hermione terdiam seribu bahasa. Ia meneteskan air matanya karena Ia senang, ternyata perasaannya tidak bertepuk sebelah tangan.

“Tapi— gue rasa cukup sampe sini perasaan gue, Granger.”

“Kenapa?”

“Kita beda. Lo bisa jaga rahasia gue?”

Hermione mengangguk. Perasaannya tak enak.

Perlahan, Draco membuka baju panjangnya dan memperlihatkan lambang ular di tangannya.

“Draco..”

Draco menangis saat itu juga. “Gue payah. Gue gak bisa ngehindar. Gue kotor, Hermione. Gue kotor.”

Hermione menggelengkan kepalanya dan memeluk Draco. “Enggak, lo gak boleh bilang kayak gitu. Lo pasti bisa lewatin semuanya.”

“Gue makin jauh sama lo. Gue makin beda sama l. Gue cinta sama lo, Hermione. Tapi gue gak bisa. Gue gak bisa. Gue udah kotor.”

“Draco..”

“Maaf— maaf karena udah lancang suka sama lo, jatuh cinta sama lo, maaf, Hermione.”

“Gue juga cinta sama lo, Draco. Gue cinta sama lo. Gak peduli lo siapa, gue cinta sama lo. Lo alasan kenapa gue selalu senyum setiap hari, lo selalu bikin gue salah tingkah dan lo yang menciptakan kupu kupu di perut gue. Gue bahagia sama lo.”

Draco menatap mata Hermione dalam hangat.

“Gue gak peduli lo siapa. Gue cinta sama lo.”

“Hermione.. Tapi gue pelahap maut sekarang.”

“I dont care about that. Gue gak peduli.”

Draco memeluk Hermione dengan erat. “Jangan tinggalin aku, Draco.”

“I love you.” bisik Draco.


© urhufflegurl_

Amortentia.

**

Hermione menahan rasa malu nya setengah mati ketika Draco dengan sengaja menyeringai ke arahnya.

Ah, lelaki itu selalu bisa menebar pesonanya.

Hari ini pelajaran ramuan pun dimulai. Prof. Slughron masuk ke dalam ruangan.

“Selamat siang anak anak. Gimana nih kabarnya?”

“Baik Prof..”

“Syukurlah kalau baik. Oke, jadi pelajaran hari ini adalah kita akan belajar membuat amortentia potion. Ada yang tau apa itu amortentia potion?”

Hermione mengacungkan tangannya dengan cepat.

Selalu Hermione.

“Silakan, Ms. Granger.”

“Amortentia potion, ramuan cinta. Bisa membuat seseorang jatuh cinta kepada orang yang memberikannya. Dan biasanya ketika orang sedang jatuh cinta lalu mencium aroma amortentia potion, baunya itu akan sama seperti aroma seseorang yang Ia cintai.”

“20 poin untuk Gryffindor! Coba cium, bau apa yang kamu cium, Ms. Granger?”

Hermione mencoba untuk memberanikan diri mencium ramuan itu.

Pipinya memerah seketika.

“Bau apa, Ms. Granger?”

Semua terdiam menunggu jawaban Hermione. Sementara yang ditunggu, gugupnya tak karuan.

“Quidditch..” Balas Hermione.

“Oh jadi Ms. Granger ini sedang jatuh cinta ya?” Goda Prof. Slughron yang membuat semua sedikit tertawa.

Berbeda dengan Draco, Ia melayangkan tatapan tajam kepada Hermione seperti sedang mengawasinya.

“Lanjutkan, ada lagi yang kamu cium?” Tanya Prof. Slughron.

“Banyak tapi yang mencolok disini itu—”

“Apa?”

“Bau green aple.”

Saat itu, Draco mendadak lemas. Ia berusaha mati matian untuk menyembunyikan rona merah di pipi nya.

Aroma apel hijau sangat identik dengannya.

Semua warga Hogwarts tau siapa pemilik aroma itu.

Tidak lain tidak bukan, hanya Draco Malfoy seorang.


© urhufflegurl_

Prolog — Pencari katak.

**

  • Tahun pertama. Kereta. -

“Liat katak gak disini? Namanya trevor, punya Neville sih bukan punya aku. Kalian liat?”

Pertama kali aku menatap matanya, seketika aku merasakan hal yang berbeda di sana. Seakan akan, aku tertarik akan dunianya, seakan akan aku tertarik akan pesona nya yang dalam.

“Tidak.”

Aku hanya menjawab ketus. Ya, aku harus menjaga image ku sebagai lelaki pureblood sejati yang sedang bergabung dengan teman temanku yang lain di kereta ini.


  • Tahun pertama. Great Hall. -

“Gryffindor!”

“Kamu tau? Dia seorang mudblood. Pantas saja masuk gryffindor.”

Hati ku rasanya sakit. Dia ternyata keturunan muggleborn. Aku kira dia pureblood.

Dan yang lebih aku benci, dia masuk gryffindor. Asrama yang menjadi musuh sejati asramaku, Slytherin.


  • Tahun ke dua. Lapangan Quidditch. -

“Ya seenggaknya, Gryffindor gak nyogok kayak kalian ya. Gryffindor main quidditch itu bener bener karena hasil, usaha nya sendiri.”

“Gue gak ngomong sama lo, mudblood.”

Itu kali pertama aku membuatnya menangis. Aku kesal. Kesal bukan karena dia membela asramanya, tapi aku kesal kepada diriku.

Kenapa dikepala ku, Ia selalu berkeliaran?

Damn you, Granger.


  • Tahun ke empat. Saat Yule Ball berlangsung. -

Pasangan dansa ku yaitu teman ku sendiri. Oh iya, kemarin aku baru saja mengejek si jelek Granger itu. Aku mengejeknya karena aku yakin kalau dia pergi sendiri ke acara dansa ini.

Tapi ternyata aku salah.

Ia datang bergandengan dengan si botak jelek itu. Krum sialan.

Granger, mengapa kau begitu menawan?

Sial. Mana mungkin aku berfikir seperti itu?

Tidak, Granger tetap jelek. Dan akan selalu jelek.

Setelah selesai berdansa, aku melihatnya berseteru dengan kedua sahabat idiotnya itu. Potter dan Weasley.

Dan aku melihatnya menangis di tangga, lalu Ia pergi ke luar, tepatnya saat aku ikuti, Ia menuju astronomi tower.

“Nangis karena laki laki jelek ya, Granger?” tanyaku tiba tiba.

Ia menghentikkan tangisnya dan menghapus air matanya dengan segera. Aku dapat melihatnya secara jelas.

“Ngapain sih kesini?” Tanya nya.

“Gue biasa nongkrong disini sih tiap malem.”

Ia menghela nafasnya.

“Kenapa? Berantem apa sama Weasley, Potter?”

“Sejak kapan lo peduli sama gue?”

Aku tertawa mendengar pertanyaannya. Iya ya, sejak kapan aku peduli kepadanya?

“Ketawa lagi.” Ucap nya.

“Nanya doang, masa gak boleh?”

“Gapapa.”

“Gapapa apa?”

“Ya gapapa, gue nangis karna gapapa.”

“Mana ada nangis karna gapapa.”

Aku berdiri di sebelahnya. Ia kembali meneteskan air matanya.

“Gue gak pantes ya dansa sama Krum? Gue se jelek itu kah buat dansa sama dia atau punya pasangan? Apa salahnya sih berpasangan sama dia? Toh, disini kita nambah temen. Acara ini kan juga buat nambah relasi, nambah temen. Bukan nambah musuh.”

Aku paham sekarang dimana permasalahannya.

Bodoh. Bodoh Draco.

Mengapa aku ingin memeluknya?

Fuck.

“Siapa yang bilang kayak gitu?”

“R—ron.”

“Cemburu kali. Dia suka sama lo.”

“Mana ada! Ngaco!”

Aku tertawa. “Lo sadar gak sih, ini kali pertama kita ngobrol?”

Ia menatapku dan mengangguk.

“Meskipun gue buruk di fikiran lo. Lo harus inget ini, lo gak sejelek dan seburuk apa yang lo fikirin sekarang. Lo— lo cantik dengan cara lo sendiri.”

Sial. Aku akan menghukum diriku karena aku telah berbicara seperti itu kepadanya.

Karena malu. Aku pergi meninggalkannya sendiri.

Aku segera berlari dengan sekuat tenaga menjauhinya.

Granger, ini memalukan. Tapi aku mencintaimu.

Bahkan saat pertama kali aku bertemu denganmu, sang pencari katak.


© urhufflegurl_

Finally.

**

Hermione menoleh ke arah suara. Itu Draco, bukan Kak Cedric. Lagi lagi dia mimpi, mimpi yang sangat dia damba dambakan menjadi kenyataan.

“Lo udah sadar? Akhirnya.. Bentar gue panggilin Dokter dulu” ucap Draco segera menekan tombol dipinggir kasur Hermione.

“Lo gapapa? Ada yang sakit? Mau gue beliin apa?” Tanya Draco khawatir.

Hermione masih tak mengerti apa yang terjadi kepada dirinya. Dia terbangun, tapi dia tidak bisa mengenali dimana dia sebenarnya. Mimpi barusan seperti sangat nyata baginya.

“Hermione?”

Hermione menoleh ke arah Draco, dia menerka nerka wajah lelaki itu. Matanya sembab, dan wajahnya sedikit pucat. Apa dia sedang sakit? Tunggu, dia tau darimana kalau Hermione sakit?

“Dra—co” lirih Hermione mengeluarkan suaranya dibalik bantuan oksigen yang menempel pada hidung dan mulutnya.

“Gapapa gapapa, gue disini. Lo aman sekarang, ada yang sakit?” Tanya Draco memegang tangan Hermione.

“Gue dimana?” tanya Hermione mengerutkan keningnya. Dia sekarang mengenali tempat ini, dia dirumah sakit.

“Lo dirumah sakit sekarang”

Hermione memgangguk lemah, dia kembali terdiam mencoba mengingat ngingat apa yang terjadi kepadanya. Tapi otaknya sama sekali tidak bisa bekerja, kepalanya sangat sakit dan matanya terus berusaha untuk tetap bangun.

Tak lama kemudian, datang Dokter bersama suster. Dokter itu segera meriksa keadaan Hermione

“Alhamdulillah, sudah lebih baik dari kemarin. Dirawat selama 3 hari dulu ya sampe bener bener sembuh?” tanya Dokter kepada Hermione.

Hermione berfikir keras. Kemarin? Sudah berapa lama dia tertidur?

“Iya dokter, bahkan seminggu juga gapapa asal dia bener bener sembuh” balas Draco dengan cepat.

“Baik, saya cek dulu ya” ucap Dokter itu memeriksa keadaan Hermione.

“Kalau kamu merasa dada kamu sesak. Langsung kasih tau saya atau orang terdekat kamu ya?”

Hermione menoleh ke arah Draco, lalu mengangguk. Dia kemudian mencoba tersenyum.

“Makasih Dokter” balas Hermione yang masih lemah.

“Baiklah, kalau begitu saya permisi dulu”

Setelah Dokter itu pergi, Hermione kembali berfikir.

Dan kali ini dia ingat. Malam itu, dia dihukum oleh ayahnya, dan dia mengalami sesak yang benar benar menyiksa hingga dia kehilangan kesadarannya.

Syukurlah dia segera dibawa kerumah sakit, kalau tidak, mungkin dia sudah bersama Cedric sekarang.

“Lo mau makan?” tanya Draco yang membuyarkan lamunan Hermione.

“Lo ngapain disini? Lo bener bener nguntit gue ya?” tanya Hermione dengan segera. Jiwa bar bar nya sudah keluar.

Draco melebarkan senyumnya ketika menyadari Hermione nya telah kembali.

“Gitu dong. Nih ya, lebih baik lo marah marah daripada harus tidur lama kayak gitu. Bikin dada gue sesek tau gak”

Hermione mengangkat halisnya sebelah, “Lo khawatir ya sama gue? Aduh udah gak bisa ngelak ini mah! Fix, lo yang bakal suka sama gue duluan!”

“Serah lo dah. Udah pokonya lo sekarang makan, ada roti isi coklat keju sama susu beruang kesukaan lo nih” ucap Draco seraya mengambil keresek didalam lemari.

“Gue serius nanya sama lo.. Lo kenapa bisa tau gue disini? Siapa yang bawa gue kesini? Gimana bisa?”

Draco terdiam ditengah aktifitasnya yang sedang membuka roti untuk Hermione

“Bi Nana yang bawa lo kesini. Theo nemuin lo pagi itu, dan dia chat gue nyuruh gue nyusul kesini. Katanya lo parah dan kritis pada saat itu, jadi gue susul kesini”

Hermione menghela nafasnya. Apa Draco tau tentang kehidupannya sekarang? Tidak. Tidak boleh ada yang tau tentang kehidupannya sebenarnya.

“Bi Nana gak cerita apa apa kan?” tanya Hermione berhati hati.

“Lo disiksa sama Papa lo dan dikurung di kamar mandi semaleman” ucap Draco yang membuat hati Hermione sakit.

Shit. Draco tau semuanya. Runtuh sudah pertahanan yang telah susah payah dia bangun selama ini.

“Lo tau apalagi tentang gue?” tanya Hermione dengan segera.

Tanpa sadar, Draco melirik pergelangan tangan Hermione. Hermione yang menyadari hal itu pun langsung segera menutup pergelangan tangannya.

“Malfoy”

“Emang gak sakit ya ngelukain diri sendiri kayak gitu?” tanya Draco sambil membuka susu beruang ditangannya.

“Malfoy”

“Gue gak tau banyak tentang kehidupan lo, tapi mulai sekarang gue janji sama lo gue gak akan lagi jadi Draco yang nyebelin buat lo”

Draco menjulurkan tangannya yang terisi susu beruang.

“Minum, lo butuh energi buat marah marah sama gue”

Hermione terdiam, dia ingin sekali menghilangkan semua ingatan dikepala lelaki itu. Sudah 2 tahun dia sembunyikan dari Ron dan Harry. Namun kini dengan mudahnya Draco tau semuanya dalam sekejap.

“Malfoy”

“Minum, terus makan roti lo”

Hermione menunduk dan memandang susu beruang yang ada ditangannya

Draco duduk diranjang milik Hermione dan membantu menaikkan posisi bed agar Hermione bisa duduk dengan nyaman.

“Angkat kepala lo” ucap Draco membantu membangunkan tubuh Hermione.

“Udah nyaman?” Tanya Draco ketika selesai membantu Hermione tidur setengah duduk.

Hermione mengangguk dan kini matanya menatap hangat mata milik Draco.

“Jangan kasih tau siapapun, gue mohon”

Draco meneguk saliva nya dengan susah payah. Dia benar benar tak menyangka kehidupan Hermione akan seperih ini.

“Weasley dan Potter, tau?”

Hermione menggelengkan kepalanya, “Cuma lo yang tau. Ya, mungkin dengan Theo.. Gue mohon sama lo, jangan kasih tau siapapun tentang ini, bilang gue sakit karna demam, gue mohon”

Draco tersenyum dan mengangguk, “Udah gak usah lo fikirin. Minum terus makan buruan”

“Lo janji dulu gak?” ucap Hermione mengacungkan jari kelingkingnya.

Draco menautkan jari kelingkingnya dengan jari kelingking Hermione.

“Lo udah janji, lo gak akan ngasih tau siapapun tentang keadaan gue”


© urhufflegurl_

A dream.

**

“Kak Cedric?”

Isakkan tangis Hermione menggema diruangan putih dan dingin ini. Dia mengedarkan seluruh pandannya ke seluruh penjuru ruangan. Dia bersumpah tadi dia melihat kakak kesayangannya. Dia melihat Cedric!

“Kak.. Mione takut”

Hermione terduduk di salah satu sudut ruangan, dia memeluk lututnya. Gaun putih yang dipakainya tampak sangat bagus dan bercahaya.

Lalu dia tak sengaja melihat pergelangan tangannya. Benar benar bersih tak ada bekas luka apapun disana. Dimana dia sebenarnya? Mengapa tempat ini sangat asing, dingin dan mencekam? Mengapa dia sendirian? Dimana semua orang? Dimana Papa? Dimana Mama?

“Pa.. Ma..”

Hermione terus menangis ketika menyadari dia benar benar sendirian. Tak lama kemudian, dia melihat sosok lelaki berdiri menghadap dirinya

“Kak Cedric?”

Lelaki itu tersenyum dan mengangguk, “Jangan lemah. Lo pasti bisa lewatin semua ini. Lo harus hidup. Lo terusin impian lo, kejar semua impian lo. Buktiin kalau lo bisa lebih sukses dari Gue. Buktiin kalau lo bisa membuat Mama dan Papa bahagia dan bangga sama lo”

“Mione capek kak..” Lirih Hermione menangis.

“Gue tau pasti capek. Lo bangun sekarang ya? Buka mata lo, buktiin ke seluruh dunia lo layak sukses. Sembunyiin semua luka lo, jangan bunuh diri lagi, gue capek nasehatin lo lewat mimpi kayak gini”

Hermione berlari menuju Cedric hendak memeluknya, namun sayang saat dia sampai, bayangan Cedric menghilang dan akhirnya dia terjatuh.

“Kak.. Gue mau ikut sama lo kak..”

“KAAKK!!”

Cahaya lampu yang terang membuat mata Hermione sedikit sakit. Dia berdeham dan merasakan kepalanya cukup sakit.

“Hermione?”


© urhufflegurl_