litaaps

Polaroid.

**

Dengan adanya izin Draco, Hermione masuk ke dalam apartment Draco dan mencari buku miliknya.

Untung saja bukunya ada di atas meja di samping kasurnya, jadi Hermione tidak perlu mencari cari buku itu lebih dalam.

Setelah mendapatkan buku itu, mata Hermione tiba tiba salah fokus ke buku berwarna hitam di atas nakas.

Merasa tertarik, Hermione perlahan membawa buku yang bertuliskan “My Happiness” itu.

Ia perlahan membuka buku itu satu lembar demi satu lembar. Tidak ada yang aneh, namun di pertengahan halaman, tiba tiba tangannya seolah kaku berhenti bergerak.

Didalam buku hitam itu ada foto Hermione yang dicetak dalam polaroid. Bukan hanya satu, melainkan 9 foto dengan kata kata dan tanggal yang berbeda beda di setiap foto.

“Draco?”

Hermione menutup mulutnya tak menyangka. Jadi selama ini sebenarnya Ia telah bertemu dengan Draco, akan tetapi Ia tidak menyadarinya? Jadi selama ini, tanpa Ia sadari, Draco selalu berada di sampingnya sebelum akhirnya mereka bertemu di balkon rumah sakit.

Hermione meneteskan air matanya dan tersenyum.

“Jadi ini alesan lo bawa gue kesini, Drake?”


© urhufflegurl_

Cantik?

**

Sesampainya di rumah Draco, Blaise, Pansy dan Theo langsung masuk ke ruangan Draco seakan rumah itu adalah rumah miliknya.

“Jadi gimana? Langkah lo selanjutnya apa? Lo mau ngelakuin apa?” tanya Pansy.

“Sebenernya simple, dia ada disini, dia ada dirumah ini. Dia udah jadi milik lo, lo tinggal shoot boom, mati deh. Gampang kan?” tanya Blaise.

Draco hanya menghela nafasnya dan melonggarkan ikatan dasi di kerah baju nya.

“Gimana ya..”

“Ragu apa sih Drake?” tanya Pansy.

“Kenapa harus buru buru buru sih? Yang penting kan orang tuanya udah gak ada. Itu udah cukup.” balas Draco.

“Terus, lo gak mau bunuh dia?”

Sebelum pertanyaan itu dijawab, ada suara pintu yang terketuk, dan Draco langsung membiarkan Hermione masuk.

“Permisi, Tuan. Ini minuman dan makanan nya.” ucap Hermione menata minuman dan makanan itu di atas meja.

“Wah, ini Drake?” tanya Theo terkagum akan kecantikan Hermione.

Draco hanya memutarkan bola matanya malas.

“Hai, kenalin, gue Theo. Theodore Nott, orang terkeren sepanjang masa. Lo Hermione Granger kan?” tanya Theo mengangkat tangannya hendak ingin berjabatan tangan dengan Hermione.

Hermione menjabat tangan Theo. “Hermione Granger, Tuan.”

“Gak usah Tuan Tuan, Theo aja.”

“Baik, Theo..”

“Ekhem, lama bener salaman.” ucap Pansy yang membuat Theo langsung melepaskan tangannya.

Btw, makasih Hermione makanan—”

“Kembali ke dapur.” perintah Draco dengan suara yang berat, memotong omongan Theo.

Hermione bersiap dan mengangguk. “Baik, Tuan, permisi.”

“Ya elah galak amat sih Drake, biasa aja dong, jangan galak galak begitu.” ucap Theo.

Draco menatap tajam Hermione yang masih berdiri dihadapannya. “Ngapain kamu maih berdiri disitu? Kembali ke dapur!”

“Baik, Tuan.” Ucap Hermione segera pergi dari ruangan Draco.

Setelah Hermione pergi, Theo langsung menyeruput kopi buatan Hermione.

“Gila! Enak banget ini kopi? Waah, kayaknya gue harus kesini tiap hari Drake, biar—”

“Gak ada. Gue gak nerima tamu tiap hari.” Sela Draco.

Theo sedikit tertawa. “Gapapa dong, biar rame rumah lo. Eh btw, Hermione cantik banget Drake buseet dah kayak putri kayangan. Rambutnya bagus, badannya bagus, lo liat tadi mukanya? Emm bersih. Kalau keluarganya gak ada masalah sama temen gue, kayaknya udah gue jadiin bini tu cewek.”

“Kayak mau aja dia sama lo, Yo.” Ucap Pansy.

“Ya gue perjuangin. Karna dia tipe cewek yang pantas untuk diperjuangkan.”

“Lagak lo bener bener.”

Draco terdiam memikirkan omongan Theo barusan, Ia jadi ingat saat Ia pertama kali melihat Hermione. Jauh dari lubuk hatinya yang terdalam Ia mengakui, memang Hermione cantik, bahkan sangat cantik.


© urhufflegurl_

Kopi atau Susu?

**

Tok tok tok.

Hermione mengetuk pintu ruangan Draco dengan gugup, dan pelan.

“Masuk!”

Baru saja Hermione akan membuka pintu, pintu itu terlebih dahulu terbuka sendiri yang membuat Hermione terkejut.

“Membuat kopi saja 15 menit. Lama banget.” ketus Draco.

“Maaf Tuan, rumahnya terlalu besar, jadi saya lama di jalan.”

Jawaban itu membuat Draco sedikit menyunggingkan senyumnya. “Yasudah, mana kopinya?”

“Ini, Tuan.”

Hermione menaruh kopi diatas meja Draco.

“Tunggu disitu, saya mau coba kopi yang kamu bikin.”

“Baik, Tuan.”

Draco mengangkat gelas itu dengan gaya bangsawan. Ia meniupnya perlahan, dan menikmatinya dengan nikmat.

“Kamu saya suruh kopi, bukan susu.”

“Hah? It— itu kopi, kok.”

“Ini susu. Manis banget. Kamu tambahin gula berapa sendok?”

“Sesuai dengan apa yang pegawai tahu, Tuan. Katanya kopi untuk Tuan Malfoy takarannya seperti itu, ya saya ikuti.”

“Terlalu manis. Ulangi. Kembali lagi kesini dalam 10 menit.”

“Hah?!”

“Apa? Gak mau? Mau saya tembak sekarang?”

“Hah? Jangan jangan.. I—iya Tuan, baik, akan saya buatkan kembali, permisi.” Hermione segera pergi keluar dari ruangan Draco dan berlari menuju dapur.

Diam diam, Draco tersenyum dan kembali meminum kopi itu.

“Ini kopi terburuk yang pernah saya minum.” ucapnya sambil meneguk kopi itu hingga habis.


© urhufflegurl_

Marah dan Hukuman.

**

“Kan saya sudah bilang, jangan berani beraninya kamu masuk ke labirin ini! Keras kepala sekali kamu jadi manusia!” teriak Draco jalan lebih dulu, diikuti oleh Hermione.

“Tapi kamu hebat loh, kamu bisa menemui aku?”

“Bukan itu masalahnya!”

“Lalu apa? Padahal biarin aja aku diem disini, terus aku mati deh. Kan kamu jadi gak usah repot—”

“Mati, mati, mati dan mati! Apa itu yang ada difikiranmu selama ini?! Mati?! Apa kamu fikir, aku menyulikmu kesini hanya untuk membunuh mu? Iya?!”

Langkah Hermione terhenti ketika mendengar teriakan Draco itu, lelaki ini jika marah sangat menyeramkan sehingga membuat Hermione menunduk dan takut.

“M—maaf, Tuan.” bisik Hermione.

Draco melanjutkan langkahnya, diikuti oleh Hermione.

“Mulai sekarang, kamu saya berikan hukuman.”

Mendengar kata hukuman, Hermione langsung mendongkak dan melotot. “Hukuman? Hukuman apa?”

“Mulai sekarang, kamu akan memegang ponsel yang isinya hanya chat saya saja. Kamu harus patuhi semua panggilan saya. Kalau telat, kamu akan saya hukum, saya kurung di penjara bawah tanah.” ucapan Draco itu bertepatan dengan berakhirnya perjalanan mereka di labirin.

Hermione membuka mulutnya tak percaya, ternyata lelaki ini memiliki ingatan yang kuat sehingga mereka bisa keluar dari labirin. Padahal, dari tadi Ia berusaha mencari jalan keluar, tapi malah semakin masuk ke dalam labirin.

Merasa tidak ada jawaban dari Hermione, Draco semakin kesal.

“Mengerti tidak?!”

“Mengerti. Mengerti, Tuan. Maaf kan saya.”

“Balik ke kamar kamu.”

“Baik, Tuan.”

Hermione cepat cepat jalan kembali ke kamarnya, sementara Draco menghela nafasnya.

“Untung kamu tidak apa-apa, Hermione.”


© urhufflegurl_

Labirin.

**

Hermione jalan disekitaran taman yang sangat luas ini sambil memeluk alat untuk menyiram tanaman. Sebenarnya Ia tidak perlu menyiram tangan dengan manual, karena di rumah ini semuanya serba otomatis. Hanya saja Ia ingin melakukannya, jadi karyawan Draco yang lain hanya pasrah dan membiarkannya.

Hermione sangat senang melakukan aktivitas ini, dulu, Ia dan sang Ibu selalu menanam dipekarangan rumahnya. Menanam pohon, menyiram, dan memanen hasil yang telah Ia tanam. Ia benar benar senang melakukan itu semua.

Dan kali ini, Ia sangat enjoy melakukan aktivitasnya kali ini.

Namun, ditengah aktivitasnya, Ia tiba tiba melihat sebuah labirin yang sangat tinggi. Benar benar menjulang tinggi. Apakah ini labirin yang dimaksud oleh Draco?

Draco melarangnya untuk tidak masuk kesana, namun Ia penasaran, ada apa didalam labirin itu?

Perlahan, langkahnya mendekat ke arah pintu labirin, Ia pun menengok ke kanan dan kirinya. Jalan mana yang harus Ia tempuh lebih dulu? Kanan? Atau kiri?

Akhirnya, kakinya melangkah ke arah kanannya terlebih dahulu.


Dari jauh sana, Draco mengerutkan keningnya ketika alarm bahaya bunyi di ponselnya.

Ia pun segera mengambil ponselnya dan melihat apa yang terjadi di rumahnya.

“Sial. Dasar keras kepala!” ketus Draco sambil pergi dari bar dan pulang ke rumahnya.


© urhufflegurl_

Nyaman.

**

Karena perasaannya tak kunjung tenang, akhirnya Hermione memberanikan diri untuk masuk apartment Draco. Untung saja dia memegang kartu akses masuk. Ya, sengaja, memang mereka saling memegang akses kartu untuk masuk, biar gampang kalau ada apa-apa.

Saat Hermione masuk, hanya kegelapan yang Ia lihat. Ia pun menyalakan lampu dan matanya langsung tertuju ke arah kasur dimana Draco tertidur disana.

“Loh, kapan pulangnya?” tanya Hermione jalan mendekati Draco.

“Drake gue—”

“Astaga, panas banget? Draco?!” pekik Hermione khawatir. Saat Ia memegang lengan Draco, lengannya sangat panas.

“Sebentar Drake, gue ambil kompresan dulu.”

Hermione pun mengambil handuk kecil dan air hangat. Setelah itu, Ia langsung mengompres kening Draco.

“Ma—ma..” lirih Draco ditengah tidurnya.

“Ma—ma.” Lirih Draco kembali.

Hermione yang mendengar itu merasa langsung dihantam oleh besi yang besar. Apakah Draco merindukan orang tuanya sampai sakit?

“Drake..” lirih Hermione mengusap tangan Draco.

Merasakan ada yang mengusap tangannya, Draco perlahan membuka matanya.

“Hermione?”

“Drake, sorry.. Gue tadi kesini dan liat lo tidur, terus badan lo panas banget.”

Draco tersenyum lemah. “Mau tidur, boleh?”

“Boleh, boleh.. Lo tidur aj—”

“Sama lo.” Ucap Draco membuat Hermione melotot.

“Hah?”

Draco memejamkan matanya dan menarik Hermione untuk tidur disampingnya.

“Gue mohon.” Pinta Draco.

Akhirnya Hermione pun menurut. Ia tidur disamping Draco, dan Draco langsung memeluknya. Tidak butuh waktu lama, lelaki itu langsung kembali terlelap.

Hermione diam diam tersenyum dan mengeratkan pelukannya di badan Draco.

Ternyata nyaman juga. Ia tidak perlu obat tidur untuk membuatnya mengantuk. Begitu pula dengan Draco yang langsung terlelap ketika memeluk Hermione.

Mereka saling melengkapi satu sama lain.

Dan tanpa mereka sadari, perasaan sayang telah tumbuh diantara mereka.


© urhufflegurl_

Him.

**

Pagi telah datang membawa sinar matahari yang menembus celah berusaha membangunkannya.

Ia perlahan membuka matanya dan terkejut melihat Draco ada disampingnya.

Lelaki itu tertidur dengan posisi duduk dengan kedua tangannya yang melipat untuk menjadi sandaran kepalanya.

Hermione tersenyum dan perlahan Ia meneteskan air matanya. Ia ingat kejadian semalam dimana Hermione kembali tidak terkendalikan dan berusaha untuk melukai dirinya lagi. Dan Draco datang membuatnya tenang.

Mengapa lelaki ini melakukan semua ini untuknya? Ada apa dengannya?

“Draco..” Bisik Hermione berusaha membangunkan Draco.

“Drake.. Bangun..”

“Hmmm..” Gumam Draco.

“Bangun, udah pagi.”

Draco perlahan bangun dan meregangkan badannya. “Udah pagi?”

Hermione menatap lelaki itu dengan mata berkaca-kaca.

“Hei, kenapa nangis? Mimpi buruk lagi?” Tanya Draco khawatir.

Hermione menggelengkan kepalanya. “Makasih. Makasih Draco.”

“Untuk?”

“Untuk semuanya. Makasih.. Gue seneng.” Ucap Hermione memeluk Draco.

“Makasih Draco, makasih..”

“Gue cuman mau jadi obat buat lo, Hermione..”

“Makasih, Draco.”


© urhufflegurl_

Nightmare.

**

“Kamu bukan anak saya! Kamu anak pembawa sial! Gara gara kamu, saya harus jadi kerja, cari uang, semuanya gara gara kamu lahir!”

Sang Ayah menamparnya. Bukan hanya sekali dua kali, tapi berkali kali.

Sakit. Sangat sakit hingga rasanya Ia ingin menyerah begitu saja.

Sakit. Semuanya benar benar sakit.

“Anak pembawa sial!”

“Gak berguna!”

“Saya benci kamu! Kamu gak bisa saya andalkan!”

“Hidup saya hancur gara gara kamu lahir!”

Dadanya berdebar tak karuan, jantungnya berdetak tidak normal, lebih cepat dari biasanya. Pelipisnya penuh dengan keringat, dan nafasnya memburu.

Dengan susah payah, Hermione berusaha membuka matanya. Mimpi itu datang kembali. Kepalanya kembali berisik. Dadanya kembali sesak, dan tangisnya kembali menjadi.

Ia berjalan mencari sesuatu yang bisa dipecahkan. Dan Ia menemukan gelas disana.

PRANG!

Ia membawa pecahan gelas yang tajam, dan Ia menggoreskan pecahan itu ke tangannya dengan lancar sehingga tetesan darah itu kembali keluar.

Ia menangis kencang. Sangat kencang. Tangisannya penuh dengan sesak.

“HERMIONE?!” Teriak Draco membuka pintu kamar Hermione.

Draco terkejut melihat Hermione dibawah sana dengan keadaan yang kacau.

“Drake—”

“Hei hei, no no no.. Its okey, its okey..” Draco segera memeluk Hermione dengan erat, lelaki itu berusaha menenangkan Hermione dan mengusap kepalanya dengan lembut.

“Hei, I'm here. Lo gak sendiri oke? Kenapa hmm? Berisik lagi ya kepalanya? Dada nya sesek lagi? No, its oke.. Gapapa, lo bisa cerita apapun ke gue tanpa ngelakuin ini lagi, oke?”

Tangis Hermione perlahan mereda, namun karena darah yang keluar dari pergelangan tangannya semakin banyak, tubuhnya melemah dan terjatuh kembali ke pelukan Draco.

Draco segera menggendong Hermione kembali ke atas kasurnya. Ia membersihkan luka Hermione dan membalutnya dengan perban.

Melihat Hermione sudah tertidur, Draco membereskan semua pecahan gelas di lantai, bahkan Ia juga mengelap darah Hermione yang menetes.

Setelah semuanya selesai, Ia duduk disamping kasur Hermione dan mengusap rambutnya perlahan.

“Lo kuat, Hermione. Lo pasti bisa lalui semua ini. Pasti bisa.”


© urhufflegurl_

Malam dan kamu.

**

“Nasi gorengnya enak banget! 9/10!”

“1 nya apa?”

Hermione mendekatkan mulutnya ke telinga Draco hendak berbisik, “Kurang timun.”

Draco sedikit tertawa. “Dasar. Gue kira lo bakal jawab karna kesempurnaan hanya milik Tuhan. Jadi nasi goreng ini gak sempurna.”

“Hahaha ya nggak lah, ngaco! Eh Drake, kan lo bawa gue keluar dari rumah sakit itu karna kita mau saling nyembuhin. Lo udah bantu buat nyembuhin gue, apa yang bisa gue lakuin untuk nyembuhin lo?”

Pertanyaan dari Hermione membuat Draco berhenti mengunyah.

“Kenapa Drake?”

“Gapapa, gue cuman— bingung aja.”

“Maksudnya?”

“Bingung karna gue aja gak tau apa yang harus lo lakuin untuk bantu gue.”

“Kok gitu sih..”

“Ntar juga lo tau apa yang harus lo lakuin buat bantu gue.” Ucap Draco tersenyum.

“Gimana kalau kita jalan jalan dulu sebelum balik?” Saran Hermione.

“Boleh.” Balas Draco mengangguk.

Hermione tersenyum senang. Jika dilihat dari ceritanya di masa lalu, Draco senang dengan malam. Mungkin itu lah yang bisa dilakukan oleh Hermione untuk membantunya.

Jalan jalan di malam hari melepaskan segala penat dikepala.


“Dulu, gue gak pernah jalan jalan kayak gini, gue seringnya night ride, pake motor.”

“Oh ya? Seru dong?”

“Seru banget.”

“Kalau gitu, kapan kapan lo mau kan night ride bareng gue? Kayaknya rame deh night ride, gue belum pernah soalnya.”

Draco tersenyum sambil merekatkan jaket yang menyelimuti badannya ditengah dinginnya malam

“Ayo. Dengan senang hati.”


© urhufflegurl_

Apartment.

**

“Wow gede banget? Lo tinggal sendiri disini?” Tanya Hermione tersenyum lebar ketika melihat bangunan megah dihadapannya ini.

“Ya, dan selalu sendiri.” Jawab Draco.

“Jadi gimana? Apa rencana kita? Gue tidur dimana? Lo tidur dimana? Gak mungkin kan kita 1 kasur barengan?”

Draco sedikit tertawa mendengar pertanyaan itu. Ia tidur di atas kasurnya yang empuk.

“Sebelum itu, gimana kalau lo jawab pertanyaan gue dulu?”

“Pertanyaan yang mana?”

“Lo gak inget?”

Hermione mengerutkan keningnya berfikir. “Yang mana?”

“Kenapa bisa sampe lo di rawat di rumah sakit itu?”

“Ah...”

Melihat tanggapan Hermione, Draco bangun kembali. “Kalau lo gak siap—”

“Dulu, Mama selalu kerja karna Mama rasa gaji Papa itu gak cukup buat biayain gue sama Mama. Dulu, gue sekolah di luar negeri. Itu keinginan Mama. Ya gue iya iya aja karna gue masih kecil. Gue tinggal disana sama tante gue. Tapi waktu gue beranjak dewasa, gue gak sengaja denger percakapan Mama dan Papa yang bilang kalau gue ini beban. Papa marahin Mama, bentak Mama, bahkan gak sekali dua kali Papa pukul dan siksa Mama didepan gue. Waktu itu umur gue 15 tahun.”

“Belum dewasa itu.” sela Draco.

Hermione tersenyum, “Gue tau. Tapi gue anggap gue udah dewasa.”

“Okey, terus?”

“Terus— suatu hari, tepatnya 2 tahun yang lalu, Papa bunuh Mama didepan mata gue. Dan gue diancem sama Papa buat tutup mulut kalau enggak, gue akan dibunuh sama Papa. Setelah Mama meninggal, Papa sering gak pulang, Papa sering mabuk mabukan, dan Papa sering judi, banyak utang. Gue stres banget. Gue berhenti sekolah karna gak ada biaya. Gue kerja sana sini kaena gue gak punya uang buat makan. Gue sehancur itu, Draco. Gue berusaha buat bangkit, tapi realita hidup bilang kalau gue akan selalu dibawah. Suatu hari, gue sama Papa lagi dirumah, dan ada segerombolan orang dateng, mereka bunuh Papa didepan gue.”

Hermione menoleh ke arah Draco, “Miris ya?”

Draco hanya terdiam sambil menatap perempuan didepannya ini.

“Semenjak itu, gue jadi gila. Gue sering teriak sendiri, nangis, ketawa, gak jelas pokonya. Sampe akhirnya tetangga gue kirim gue ke rumah sakit itu, dan gue di rawat disana sampe akhirnya gue keluar sama lo.”

Draco menunduk, pantas saja saat itu Hermione tidak ingin menceritakan semua masalahnya. Ternyata seberat ini masalahnya.

“Kalau lo sendiri, Drake?”

“Simple. Orang tua gue gak pernah ada waktu buat gue. Gue selalu berantem sama temen temen gue, gue selalu mabuk mabukan, dan gue selalu balapan. Mama gue gak kuat sama kenalakan gue, jadi dia anggep gue gila dan dia kirim gue ke rumah sakit itu. Ya gue terima terima aja, toh nyatanya gue lebih tenang disana dibanding dirumah.”

Hermione mengangguk. “Terus, apartment ini?”

“Gue beli pake usaha gue sendiri. Gue jual semua kendaraan dan fasilitas yang dikasih orang tua gue. Mereka tetep biayain hidup gue, gue tabung dan akhirnya gue beli apartment ini deh.”

Hermione tersenyum dan mengangguk. “Seenggaknya, lo masih punya orang tua, Draco.”

“Dan seenggaknya, lo masih punya gue, Hermione.”

Hermione menatap Draco dengan hangat, Ia meneteskan air matanya kemudian menghapusnya secara langsung.

“Lo anggep aja apartment ini punya lo. Gue tinggal di kamar sebelah, oke?”

“Loh, kok gitu?”

Draco terkekeh pelan. “Atau lo mau tidur bareng gue?”

Hermione memukul lengan Draco. “Kurang ajar! Dasar mesum!”

Draco tertawa. “Candaaa!”

“Ish Draco jelek wleee!”


© urhufflegurl_