Apartment.
**

“Wow gede banget? Lo tinggal sendiri disini?” Tanya Hermione tersenyum lebar ketika melihat bangunan megah dihadapannya ini.
“Ya, dan selalu sendiri.” Jawab Draco.
“Jadi gimana? Apa rencana kita? Gue tidur dimana? Lo tidur dimana? Gak mungkin kan kita 1 kasur barengan?”
Draco sedikit tertawa mendengar pertanyaan itu. Ia tidur di atas kasurnya yang empuk.
“Sebelum itu, gimana kalau lo jawab pertanyaan gue dulu?”
“Pertanyaan yang mana?”
“Lo gak inget?”
Hermione mengerutkan keningnya berfikir. “Yang mana?”
“Kenapa bisa sampe lo di rawat di rumah sakit itu?”
“Ah...”
Melihat tanggapan Hermione, Draco bangun kembali. “Kalau lo gak siap—”
“Dulu, Mama selalu kerja karna Mama rasa gaji Papa itu gak cukup buat biayain gue sama Mama. Dulu, gue sekolah di luar negeri. Itu keinginan Mama. Ya gue iya iya aja karna gue masih kecil. Gue tinggal disana sama tante gue. Tapi waktu gue beranjak dewasa, gue gak sengaja denger percakapan Mama dan Papa yang bilang kalau gue ini beban. Papa marahin Mama, bentak Mama, bahkan gak sekali dua kali Papa pukul dan siksa Mama didepan gue. Waktu itu umur gue 15 tahun.”
“Belum dewasa itu.” sela Draco.
Hermione tersenyum, “Gue tau. Tapi gue anggap gue udah dewasa.”
“Okey, terus?”
“Terus— suatu hari, tepatnya 2 tahun yang lalu, Papa bunuh Mama didepan mata gue. Dan gue diancem sama Papa buat tutup mulut kalau enggak, gue akan dibunuh sama Papa. Setelah Mama meninggal, Papa sering gak pulang, Papa sering mabuk mabukan, dan Papa sering judi, banyak utang. Gue stres banget. Gue berhenti sekolah karna gak ada biaya. Gue kerja sana sini kaena gue gak punya uang buat makan. Gue sehancur itu, Draco. Gue berusaha buat bangkit, tapi realita hidup bilang kalau gue akan selalu dibawah. Suatu hari, gue sama Papa lagi dirumah, dan ada segerombolan orang dateng, mereka bunuh Papa didepan gue.”
Hermione menoleh ke arah Draco, “Miris ya?”
Draco hanya terdiam sambil menatap perempuan didepannya ini.
“Semenjak itu, gue jadi gila. Gue sering teriak sendiri, nangis, ketawa, gak jelas pokonya. Sampe akhirnya tetangga gue kirim gue ke rumah sakit itu, dan gue di rawat disana sampe akhirnya gue keluar sama lo.”
Draco menunduk, pantas saja saat itu Hermione tidak ingin menceritakan semua masalahnya. Ternyata seberat ini masalahnya.
“Kalau lo sendiri, Drake?”
“Simple. Orang tua gue gak pernah ada waktu buat gue. Gue selalu berantem sama temen temen gue, gue selalu mabuk mabukan, dan gue selalu balapan. Mama gue gak kuat sama kenalakan gue, jadi dia anggep gue gila dan dia kirim gue ke rumah sakit itu. Ya gue terima terima aja, toh nyatanya gue lebih tenang disana dibanding dirumah.”
Hermione mengangguk. “Terus, apartment ini?”
“Gue beli pake usaha gue sendiri. Gue jual semua kendaraan dan fasilitas yang dikasih orang tua gue. Mereka tetep biayain hidup gue, gue tabung dan akhirnya gue beli apartment ini deh.”
Hermione tersenyum dan mengangguk. “Seenggaknya, lo masih punya orang tua, Draco.”
“Dan seenggaknya, lo masih punya gue, Hermione.”
Hermione menatap Draco dengan hangat, Ia meneteskan air matanya kemudian menghapusnya secara langsung.
“Lo anggep aja apartment ini punya lo. Gue tinggal di kamar sebelah, oke?”
“Loh, kok gitu?”
Draco terkekeh pelan. “Atau lo mau tidur bareng gue?”
Hermione memukul lengan Draco. “Kurang ajar! Dasar mesum!”
Draco tertawa. “Candaaa!”
“Ish Draco jelek wleee!”
© urhufflegurl_