litaaps

Lawson

**

“Waah ada odeng! Mba, mau odengnya pake kuah yang pedes ya.” ucap Hermione dengan semangat saat melihat jajanan favoritnya ada didepan matanya.

“Drake, mau apa?” tanya Hermione menoleh ke Draco, namun Draco sedang asyik memainkan ponsel.

“Kebiasaan, hp teroos.” sindir Hermione berdecak kesal.

“Kenaapa Mi?” tanya Draco yang masih memainkan ponsel.

“Mau apa? Odeng? Tokpokki? Atau mau apa?” tanya Hermione kesal.

“Enggak deh, eh Mi.. Pulang yuk? Bentar lagi gue mau jalan nih sama Astoria.”

Astoria lagi. Astoria terus.

Sebelumnya, belum pernah Draco seperti ini mengejar-ngejar seorang wanita. Apalagi sampai melupakan Hermione.

Baru kali ini.

Apakah Draco benar-benar mencintai Astoria?

“Lo pulang duluan deh, gue mau makan disini soalnya.” Ucap Hermione kesal.

“Gak mau, makan di mobil aja deh, ya?”

“Enggak, mau disini. Lo pulang duluan aja.”

“Mi.”

“Apa sih? Lo mau jalan kan sama Astoria? Yaudah sana, pulang duluan. Gue bisa balik sendiri, Drake. Gue bisa pulang naik taksi online atau angkot. Gak perlu selalu bareng lo. Lagian kalau lo ada acara sore ini kenapa lo mau so soan anter gue ke toko buku yang lo tau sendiri gue butuh waktu lama buat disana?”

Draco terdiam mendengar Hermione berbicara panjang lebar. Ia menutup ponselnya dan menyimpannya.

“Lo marah?” tanya Draco.

“Enggak, yaudah ayo makan dimobil, makanan gue udah ada.”

Hermione berjalan lebih dulu menuju mobil, diikuti oleh Draco.

“Mi, jangan marah dong..”

“Enggak, udah ayo jalan. Mau jalan sama Astoria kan?”

Draco hanya terdiam dan mulai menjalankan mobilnya.

Sepanjang perjalanan, mereka berdua sama sama terdiam.

Hermione menikmati jalanan, sementara Draco fokus menyetir.

“Gak dimakan?” Tanya Draco.

“Enggak, takut tumpah kuahnya. Ntar mobilnya kotor, kan mau ditumpangi Astoria.” balas Hermione sarkas.

Draco mengepalkan tangannya dengan keras ke stir mobil dan menarik nafasnya dalam-dalam.

“Mi, gue cuman gak suka lo nemuin titik kenyamanan diluar sana selain sama gue.”


© urhufflegurl_

Astoria.

**

Sore ini, benar saja, Astoria datang kerumah Draco untuk menjenguknya. Ia datang sendiri dengan membawa banyak sekali makanan. Ada roti, susu, buah buahan, juga ada satu kotak makanan berat yang sehat.

“Bik, Draco nya ada?” Tanya Astoria kepada Bik Nia, pembantu dirumah Draco.

“Den Draco sedang bersama non Hermione di kamar, ada perlu apa ya?” Tanya Bik Nia.

Senyum Astoria lenyap ketika mendengar nama Hermione.

“Saya pacarnya Bik, mau jenguk Draco.” Ujar Astoria dengan semangat.

Bik Nia mengerutkan keningnya sejenak. “Pacar?”

“Siapa Bik?”

Astoria dapat mendengar dengan jelas suara Hermione dari dalam, dan benar saja Hermione menghampirinya ke depan.

“Oh Astoria?” Ujar Hermione sedikit terkejut.

“Hai Mione, Draco ada didalem kan?” Tanya Astoria tersenyum manis.

“Ada, ayo masuk.”

Hermione jalan lebih dulu disusul oleh Astoria. Mereka berdua sama sama masuk ke dalam kamar Draco, dan Draco cukup terkejut ketika melihat ada Astoria disana.

“Tori? Ngapain kesini?” Tanya Draco.

“Jengukin kamu. Aku mau ngomong berdua sama kamu, bisa?”

Draco menoleh ke arah Hermione. Hermione yang menyadari itu pun tersenyum kikuk dan pergi keluar dari kamar Draco.

“Kita ngobrol diluar aja.” Draco jalan lebih dulu dengan infusan ditangannya.

“Hati hati Papoy.” Ujar Hermione dari luar kamar Draco.

Draco tersenyum dan mengangguk, ia pun duduk di ruanh tamu dengan Astoria disampingnya.

Hermione sendiri, dia lebih memilih diam di belakang halaman Malfoy Manor bersama Bik Nia.

“Pacarnya den Draco?” Tanya Bik Nia kepada Hermione.

“Bukan.” Ketus Hermione.

Bik Nia tersenyum melihat respon Hermione, baru kali ini ia seketus ini kepada wanita yang dekat dengan Draco, sebelumnya belum pernah.

Kembali ke Draco..

“Kamu sakit karna kemarin cari Hermione ya?” Tanya Astoria sedikit berbisik.

Draco mengangguk.

“Emang Hermione kemana sih kok malem banget gitu pulangnya? Gak ngabarin lagi, aku ikut khawatir kemarin.” Ujar Astoria memainkan suaranya menjadi terdengar seperti panik.

“Maaf ya udah bikin lo khawatir juga.” Draco berucap lembut dan tersenyum.

Astoria merasakan pipinya memerah dan panas. Rumah Draco sangat besar dan sejuk, namun Astoria merasa panas.

“Ohiya, aku bawa ini loh. Ada banyak makanan, minuman dan juga buah buahan buat kamu. Kamu sakit demam, aku khawatir tadi jadi aku langsung kesini deh sehabis pulang sekolah. Dan ini, ada catatan pelajaran hari ini juga. Ada tugas juga loh, kimia halaman 235 nomer 1-10.”

Astoria meletakkan paper bag dan buah buahan yang ia bawa diatas meja. Lalu, ia mengeluarkan buku catatan miliknya dan buku paket kimia miliknya.

“Ini catatan hari ini, kamu bawa aja, besok sama lusa aku catat lagi yang rapi dan banyak buat kamu, biar kamu gak ketinggalan sekolah.” Ujar Astoria tersenyum hangat kepada Draco.

Draco menerima buku catatan milik Astoria itu dengan senang, baru kali ini ada perempuan yang seperhatian ini kepadanya disaat sakit, mantan mantannya yang lain tak pernah, mereka hanya mengutamakan jajan, jalan jalan dan hang out bersama Draco.

Draco membuka selembar demi selembar catatan milik Astoria. Rapi, walaupun tidak serapi catatan milik Hermione, lengkap juga ya walaupun tetap masih lengkapan catatan milik Hermione.

“Lo catet ini semua buat gue?” Tanya Draco tak percaya.

Astoria mengangguk dengan semangat. “Iya Drake. Oh iya, ini kan ada tugas nih. Nah aku udah liat liat sih soalnya, ada kemungkinan yang aku gak bisa kerjain itu dari nomor 6-10. Susah banget, kamu bisa kan?”

Draco menaruh buku catatan milik Astoria dan matanya kini beralih ke buku paket kimia yang sedang dipegang oleh Astoria.

Tanpa sengaja, tangan mereka bertemu, Astoria bisa merasakan tangan Draco cukup panas.

“Badan kamu panas banget Draco.” Bisik Astoria kepada Draco.

“Gapapa, nanti juga normal lagi. Mana sini gue liat tugasnya.”

Astoria menyerahkan buku paketnya kepada Draco.

“Ah ini mah gampang!” Ucap Draco dengan semangat.

“Kamu bisa?” Seru Astoria.

“Enggak, tapi pasti Hermione bisa.”

Astoria tersenyum kikuk ketika mendengar nama Hermione. Segala yang berhubungan dengan Draco, pasti ada Hermione di dalamnya. Mengapa ia tak suka dengan hal ini? Ah rasanya ia sangat ingin menghapus Hermione dikehidupan Draco.

Astoria mengabaikan itu semua, ia pun tertawa dan menganggap bahwa omongan Draco adalah lelucon baginya.

“Eh iya Drake, minggu ini jadi gak?”

Draco sedikit berfikir. “Jadi, ayo.”

“Tapi kan kamu sakit.”

“Minggu enggak, udah sembuh.”


© urhufflegurl_

Sakit.

**

“Draco..” Bisik Hermione. Ia daritadi menunduk dan tak berani menatap wajah Draco, padahal Draco memejamkan matanya dari tadi.

“Draco, gue minta maaf..” Lirihnya.

“Hmm.”

Hati Hermione mencelos seketika dan bibirnya manyun ketika mendengar respon dari Draco.

“Draco lo beneran marah sama gue?” tanya Hermione. Nadanya benar benar mengisyaratkan kesedihan.

“Sejak kapan lo deket sama Oliver?” tanya Draco membuka matanya dan menatap wajah Hermione.

“Sejak kemarin. Kemarin itu gue hampir ketabrak sama mobil karena gue terpaksa harus nyebrang, dan Kak Oliver nyelamatin gue.”

“Kenapa harus nyebrang?” tanya Draco dengan suaranya yang serak.

“Karna taksinya lewatnya disebrang terus.” ujae Hermione manyun seperti anak kecil. Mereka sudah 17 tahun, tapi kelakuan mereks seperti anak kecil ketika bersama.

“Emang harus banget naik taksi? Kan ada taksi online Mi.”

Hermione terdiam dan merukuti dirinya sendiri. Iya juga. Dia tidak kefikiran kemarin.

“Kalau lo sampe kenapa napa, gue bisa mati Mi.”

Hermione tidak bisa menahan air matanya, dia meneteskan air matanya lalu segera menghapusnya.

“M—maaf, Papoy.”

“Lo tau sendiri gue sayang banget sama lo Mi. Gue gak akan maafin diri gue sendiri kalau lo kenapa napa.”

“I—iya Papoy.”

“Terus kenapa bisa gak bawa charger?” tanya Draco.

“Lupa.”

Draco memicingkan senyumnya. “Sini Mi, gue mau tidur dipaha lo.”

Hermione mengangguk dan segera duduk disebelah Draco. Draco menidurkan kepalanya diatas paha Hermione. Selalu seperti ini. Ketika Draco sakit, ia selalu meminta paha Hermione untuk menidurkan kepalanya disana. Tidak sedang sakit, sehat pun sering.

“Drake, maaf udah bikin lo sakit.” Hermione menangis sekarang. Dia benar benar merasa bersalah kepada Draco.

Draco tersenyum hangat dan meraih tangan Hermione. “Gapapa, asal jangan lagi lagi ya lo ilanh tanpa kabar?”

Hermione mengangguk dan tersenyum. Draco memang paling tidak bisa lama lama marah kepada Hermione, tapi Hermione suka lama kalau marah ke Draco. Untung Draco sudah tau trik untuk menghadaphi Hermione yang marah, hanya cukup dengan membelikannya buku atau makanan. Hanya itu.

“Lo kemarin kenapa bisa ujan ujanan? Emang gak bawa jas hujan?” tanya Hermione sambil mengelus lembut rambut Draco.

“Lupa.”

“Ih Draco kebiasaan! Gue kan selalu cerewet ke lo, bawa jas hujan bawa jas hujan! Gini kan jadinya.” Hermione berbicara dengan sedikit meninggikan nada suaranya. Ia cukup lelah berbicara dengan Draco yang keras kepala.

“Bawel banget sih Mi, namanya lupa. Lo juga lupa kan bawa charger hp lo, udah ah gue mau tidur Mi, pusing banget kepala gue.” Ujar Draco berbisik pelan. Suaranya bahkan nyaris tidak terdengar.

Akhirnya Hermione pun terdiam, membiarkan Draco tidur di pahanya. Karena bosan, ia pun meraih ponsel Draco dan memainkannya. Ponsel miliknya ada di tasnya, dan itu cukup jauh jadi ia memainkan ponsel Draco.

Baru Ia membuka ponsel Draco, ponselnya sudah diserbu oleh ribuan chat dari mantannya.

Dan membuat Hermione menggaruk kepalanya yang tak gatal.

“Playboy cap ular, dasar!”


© urhufflegurl_

Cemas.

**

Karena hari semakin malam, dan badannya sudah basah semua, Draco memutuskan untuk pulang kerumah. Disana sudah ada Helena dan Narcissa yang menunggu dengan cemas.

“Draco astagaa, kamu gak bawa jas hujan sayang? Kenapa bisa basah semua ini?” Narcissa segera menghampiri anaknya itu.

Hujan sudah reda, namun Hermione masih belum pulang.

“Hermione belum pulang Mom?” Tanya Draco.

Narcissa menggelengkan kepalanya. “Kamu ganti baju dulu ya. Badan kamu basah semua ini, nanti kamu sakit sayang.”

“Hermione kemana Mom..” Lirih Draco mulai menangis. Ia tidak bisa membayangkan bagaimana jika Hermione kenapa napa.

“Ssstt sstt sayang.. Draco, Hermione pasti pulang, kita tunggu aja ya.” Ujar Helena mencoba menenangkan Draco.

Helena, Narcissa dan Draco sama sama menoleh ketika ada mobil taksi berhenti tepat didepan rumah mereka. Dan mereka sama terkejut ketika melihat Hermione turun dari mobil bersama Oliver.

Tangan Draco mengepal dengan keras ketika melihat Oliver. Lalu ia memandang Hermione dengan tatapan tajam.

“Lo kemana aja sih? Gatau disini tante Helena khawatir sama lo? Kenapa gak ngabarin? Kalau lo kenapa napa gimana? Kita semua khawatir disini. Dan— dan, sejak kapan lo deket sama Oliver?” Draco langsung menyerbukan beberapa pertanyaan kepada Hermione saat ia turun.

Hermione menunduk, dia salah kali ini. Bahkan Draco sudah marah kepadanya.

“Ini bukan salah Hermione. Tadi ujannya bener bener gede, dan kita gak bisa pulang karena gue cuma bawa motor. Dan tadi juga dijalan, banjir besar jadi mobil gak bisa lewat.” bukan Hermione yang menjawab, melainkan Oliver. Dan ia menjelaskannya bukan hanya kepada Draco, melainkan kepada Helena dan Narcissa juga.

“M—maaf.” Lirih Hermione. Ia tidak berani menatap mata Draco, pasti menyeramkan.

“Masuk.” Perintah Draco dengan suaranya yang dingin.

Hermione diam, dia mendongkak dan menatap mata Draco yang sedang menatapnya dengan tajam, tanpa senyuman.

“Masuk gue bilang.” perintah Draco dengan lembut.

Hermione mengangguk dan menoleh ke arah Oliver sebentar. “Kak, makasih ya udah anterin.”

Oliver hanya tersenyum dan mengangguk.

“Masuk Hermione Granger.”

“I—Iya Papoy.” Balas Hermione bergetar.

Hermione berjalan menuju rumahnya, ia pun segera mendapat rangkulan dari Helena.

Selalu seperti ini, Draco sering kali lebih galak daripada kedua orang tua Hermione. Ia benar benar menjaga Hermione dengan baik.

Setelah memastikan Hermione benar benar masuk, kini Draco menatap tajam Oliver.

“Tanpa mengurangi rasa hormat gue ke lo sebagai kapten basket dan kakak kelas gue, gue mau tanya kenapa lo bisa bareng sama Hermione?” tanya Draco dengan tatapan menyelidik kepada Oliver.

“Gue gak sengaja ketemu dia di depan sekolah tadi. Dia hampir ketabrak sama mobil waktu nyebrang, jadi gue tolongin dia dan tadinya mau ngajak pulang bareng, tapi kata Hermione, dia mau ketoko buku dulu, ya bareng aja kebetulan gue juga mau ketoko buku. Dan ya— seperti yang lo tau, ujan gede dan gue sama Hermione terjebak di toko buku itu.” ujar Oliver menjelaskan dengan detail kepada Draco.

“Lo gak bohongkan?” tanya Draco.

“Enggak, kalau lo gak percaya tanya aja Hermione. Udah ya gue balik dulu, motor gue masih di toko buku soalnya. Lo kenal sama gue Drake, seharusnya lo tau gue jujur atau bohong saat ini.”

Oliver pun pergi dengan taksi yang tadi ia tumpangi. Lalu Draco menghela nafasnya lega, namun tidak lega juga. Dia masih marah dan perlu mendengarkan penjelasan dari Hermione langsung.

Draco tau. Ia tau Hermione pasti diam diam mengintip lewat jendela kamarnya. Jadi ia memutuskan untuk melirik ke jendela kamar Hermione. Saking terkejutnya, Hermione terlihat langsung menutup jendela kamarnya saat Draco menangkap basah dirinya sedang mengintip.

“Udah kan Draco? Ganti baju sekarang yuk. Kamu basah banget ini.”

Draco mengangguk dan menuruti omongan Narcissa. Mereka pun pulang menuju rumahnya.


© urhufflegurl_

Kilat.

**

DUARR!!

Hermione bergidik merinding mendengar satu persatu petir saling bersahutan. Hujan besar mengguyur kota Jakarta malam ini, dan ia terjebak di toko buku bersama Oliver.

“Kita pulang naik taksi aja ya? Motornya biarin aja disini dulu. Yang penting lo pulang dulu.” ujar Oliver.

Hermione akhirnya mengangguk setuju. Ia juga tidak ingin berlama lama disini. Mama nya pasti sudah sangat khawatir apalagi ponselnya mati karena habis baterai dan bodohnya dia lupa membawa chargeran.

Akhirnya, Hermione dan Oliver menaiki taksi untuk pulang menuju rumah Hermione.

“Serem banget petirnya. Gue takut.” Lirih Hermione menghapus setitik air mata diujung matanya.

Hermione meremas seragamnya. Dia benar benar gelisah.

“Aduh banjir dek, bagaimana ini? Mobil tidak bisa lewat sepertinya.”

Hermione sedikit tersentak. Dan benar saja, didepan mobil mereka banjir cukup dalam, kira kira ada selutut orang dewasa.

“Gimana ini kak? Gue takut..” Hermione akhirnya menangis dihadapan Oliver.

“Lo tenang dulu ya..” Oliver berusaha untuk menenangkan Hermione.

Hermione mengangguk dan semakin meremas jari jarinya.

“Papoy, gue takut..”


Sementara itu, disisi jalanan lain, badan Draco sudah basah semua. Dia lupa membawa jas hujan, jadi dia hujan hujanan malam ini untuk mencari Hermione. Dia sudah mencari Hermione ke toko buku langganannya, tapi tidak ada. Hermione tidak ada disana. Dan waktu sudah menunjukkan pukul 8 malam. Ponselnya mati karena sudah basah oleh air.

Hujan sudah tidak terlalu besar, jadi dia memutuskan untuk melanjutkan perjalanannya mencari Hermione.

“Mi sumpah, kalau terjadi apa apa sama lo, gue gak akan maafin diri gue sendiri.”

Draco benar benar menyayangi Hermione. Bahkan saat Hermione terluka atau menangis karena dirinya, ia selalu memukul kepalanya sendiri atau menjambak rambutnya.

Baginya ini adalah hukuman karena telah membuat Hermione terluka. Draco juga tak segan untuk memukul lelaki manapun yang berani membuat Hermione menangis.


© urhufflegurl_

Prolog. — Dari Draco.

**

Hai, gue Draco. Draco Lucius Malfoy, orang terganteng sedunia. Jiakh, canda.

Gue punya sahabat, Hermione Jean Granger namanya, atau Hermione.

Gue sahabatan sama Hermione udah lama banget, bahkan sebelum kita lahir didunia. Ya, gue sahabatan sama dia sebelum kita berdua dibuat. Hahaha. Lucu ya?

Enggak sih, gak lucu. Ya karena kedua orang tua kita yang sahabatan, kita mah ikut-ikutan aja.

Rumah gue sama rumah Hermione sebelahan cuman di halangin sama satu gang yang cukup besar. Jadi, gue bisa tuh kan jaga dia setiap hari, hehe.

Ehiya, gue sama Hermione sama-sama kelas 2 SMA. Tapi beda kelas. Dia di kelas IPA 1, gue di kelas IPA 3. Tapi meskipun beda kelas, gue tetep bisa jaga dia.

Kenapa dia harus gue jaga?

Karena dia adalah yang paling berharga buat gue.

Segoreng luka pun yang dia dapat, gue bakal kejar orang itu sampe mati ditangan gue.

Gue selalu jaga dia, karena dia punya masa lalu yang buruk.

Masa lalu yang membuat gue sangat merasa bersalah sampe sekarang. Masa lalu yang sampe kapanpun gak akan pernah dia lupain. Masa lalu yang sampe kapanpun dia akan selalu inget.

Gue selalu jaga dia.

Sampai akhirnya, kejadian itu datang kepadanya.

Kejadian dimana gue merasa dunia hancur.

Benar benar hancur.

Tapi, gue akan siap ngelakuin apapun demi kebahagiaannya.

Apapun, meskipun nyawa gue taruhannya.


© urhufflegurl_

Tired.

**

Hermione keluar dari kamarnya hendak membawa air minum dingin dikulkas, namun langkahnya terhenti ketika Ia melihat dua orang yang dia rindukan selama ini masuk ke dalan rumahnya.

BRAKK!!

Hermione terkejut ketika melihat vas bunga melayang tepat didepan matanya.

“INI SEMUA BUKAN SALAH SAYA!” Teriak seorang perempuan menangis.

“JELAS INI SEMUA SALAH KAMU! KALAU AJA KAMU GAK NGEBIARIN ANAK KESAYANGAN KAMU ITU NGELAWAN PERINTAH SAYA. SAYA PASTI SUDAH ISTIRAHAT DIRUMAH!!” Teriak seorang lelaki memaki.

Hermione menghela nafasnya dan menghapus air matanya yang tiba tiba mengalir dengan lancar di pipinya.

“INI SEMUA SALAH DIA! BUKAN SALAH SAYA!” Teriak perempuan itu.

“Mama.. Papa..” Lirih Hermione berdiri didepan kedua orangnya yang sedang saling bertengkar.

“Mama sama Papa kapan pulang?” Tanya Hermione. Dia menggigit pipi dalamnya menahan air matanya yang semakin deras keluar.

“Ini rumah saya. Kenapa kamu tanya kapan saya pulang?” Tanya Richard, Papa Hermione.

“M—maaf Pa” lirih Hermione.

“Sudahlah semua yang ada disini membuat saya pusing!! Gak ada gunanya!” Teriak Richard pergi dari ruang tamu.

Helena menatap Hermione dengan tatapan galak, sementara Hermione hanya bisa menunduk dan menangis.

“Liat kan? Semua ini gara gara kamu.” Tegas Helena dengan nada rendah yang menusuk.

“Tapi ini udah 3 tahun Ma”

“MAU 3 TAHUN ATAU BAHKAN 10 TAHUN KEDEPAN INI SEMUA TETAP SALAH KAMU!!” teriak Helena membuat Hermione terkejut dan mundur kebelakang.

“Ma..” lirih Hermione

“Ma, Mione lolos Olimpiade” lanjutnya dengan suara serak.

Helena terdiam dan menghela nafasnya yang berjalan dengan tempo yang sangat cepat.

Didalam hatinya, Helena bangga kepada Hermione, namun disisi lain dia masih membenci Hermione dan belum bisa memaafkannya.

“Ma..”

“Saya tidak peduli”

Helena pergi keluar dari rumah meninggalkan Hermione yang menangis semakin menjadi jadi. Dia menghapus air matanya dan masuk kembaki ke dalam kamarnya.

Hermione terduduk dilantai, dia memeluk dirinya sendiri dan menangis disana. Hermione menjambak rambutnya sendiri dengan keras, dan membentur benturkan kepalanya ke tembok.

“Ini semua salah gue”

“Ini semua salah gue”

“Kak”

“Maaf”

“Ini semua salah gue”

Hermione terus menangis bahkan hingga kini hidungnya mengeluarkan darah karena pukulan kepalanya yang keras.

Dia tak peduli dengan semua ini, luka dalam baginya yang terjadi selama 3 tahun lalu begitu membekas dan tak akan pernah terlupakan.

Ia lelah. Tapi Ia tidak ingin menyerah.


© urhufflegurl_

Untuk kakak.

**

Hermione duduk di hadapan makam sang kakak, dia mengepalkan tangannya dan berdoa selama mungkin.

Air mata menetes satu persatu hingga membajiri wajahnya selama Ia berdoa.

Setelah selesai berdoa, Hermione menaburkan air dan bunga diatas makam sang kakak.

“Hai kak, apa kabar? Kakak mau denger cerita gue kan?”

“Jadi gini kak, SURPRISE! Gue lolosss di penyaringan olimpiade kak! Gue bisa! Tau gak sih, gue kayak bener bener banting stir banget kak. Waktu SMP, gue gak mau terjun ke dunia IPA yang memusingkan...”

”... Ya lo tau sendiri ya kak, gue pengennya itu jadi aktivis, ambil jurusan IPS yang nantinya kuliah gue ambil jurusan Ilmu Komunikasi. Gue pengen gabung ke acara acara amal gitu, berbaur sama orang orang dan punya public speaking yang bagus.”

“Tapi, lo malah pergi.. Kepergian lo itu bener bener bikin gue banting stir kak. Gak ada satupun fikiran gue pengen masuk kedokteran. Cuman gara gara lo kak, gara gara lo, gue jadi pengen masuk kedokteran. Gue pengen nerusin cita-cita lo yang gak kegapai...”

Hermione menghela nafasnya.

”... Gue mau minta doa ke lo tapi, lo kan udah gak ada ya kak. Eh tapi kak, kalau orang meninggal itu kan deket ya sama Tuhan, berarti kalau lo berdoa, itu langsung didenger sama Tuhan! Ih iya kak, doain gue ya semoga gue lolos olimpiade dan bisa masuk ke Universitas of Hogwarts tanpa tes, dan bisa masuk kedokteran. Doain ya kak.”

Hermione mengusap batu nisan sang kakak sambil tersenyum.

“Kak, gimana surga? Seneng ya pasti? Rame ya disana? Gue iri banget sama lo kak, di dunia gak asik. Semuanya kelam, semu dan gelap. Mama, papa udah gak peduli ke gue. Kita udah gak sehangat dulu kak semenjak lo gak ada.”

“Eh udah sore kak, mau ujan juga. Ini ada bunga kesukaan kakak. Mawar putih. Buat kakak, biar rumah kakak semakin cantik. Gue balik ya kak? Dah kakak. Sampai ketemu di cerita gue selanjutnya. Babay!”

Setelah itu, Hermione pun berdiri dan beranjak pulang.

Ditengah perjalanannya, hujan turun begitu lebat membasahi tubuh Hermione.

Ia memeluk dirinya sendiri yang terkena air hujan.

Air matanya yang deras menyatu dengan derasnya air hujan.

“Kak, berat kak.. Sakit...”


© urhufflegurl_

Takdir yang menyebalkan.

**

1 minggu kemudian, hasil seleksi pun keluar. 4 murid yang mengikuti test kemarin sedang berkumpul diruang khusus untuk Olimpiade.

Ibu Minerva datang dengan wajah bahagianya dengan membawa selembar kertas ditangannya.

“Selamat siang anak anak. Gimana kabarnya?” tanya Bu Minerva.

“Baik bu” balas mereka serempak

“Baik, Ibu sudah memegang 2 nama yang berhasil lolos untuk ikut Olimpiade terbesar ini! Dan untuk 2 orang lagi yang tak lolos, Ibu mohon maaf namun kalian harus tetap semangat karena perjuangan kalian sungguh luar biasa hingga mencapai titik ini” lanjutnya, ke empat murid tampak penasaran menunggu nama siapa yang akan lolos.

“Langsung saja, yang lolos pertama adalah.. Selamaatt kepada..”

Semua terdiam, deg degan, campur aduk deh rasanya. Bahkan Draco yang awalnya bodo amat pun kini ikut deg degan menunggu nama siapa yang akan disebut.

“Miss Hermione Jean Granger!” seru Ibu Minerva.

Hermione tersenyum bahagia ketika namanya disebut. Akhirnya! Dapat! Dia ikut Olimpiade ini.

“Lalu selanjutnyaa adalah...”

Draco melirik Hermione yang sudah menatapnya dengan mimik wajah yang meledek. Hermione menjulurkan lidahnya dan mengangkat jempolnya terbalik.

Draco memutar bola matanya malas dan fokus kepada Ibu Minerva yang masih menggantung kalimatnya.

“Selamat untuk Mr. Draco Malfoy!!”

Draco tertawa puas setelah mendengar bahwa namanya lah yang disebut oleh Bu Minerva.

Dia menoleh ke arah Hermione yang sudah akan meledak dengan tatapan meledek, dia mengangkat halisnya dan menyeringai menyebalkan.

“Selamat untuk kalian berdua. Setelah ini, tolong diam dulu disini, karna akan ada Pak Slughron yang membimbing kalian untuk persiapan Olimpiade nanti. Selamat siang”

Takdir macam apa ini?

Pasti ada yang salah disini.


© urhufflegurl_

Saat itu di 00.00 — Dari Ginny.

**

Aku terbangun malam itu. Malam dimana menjadi malam yang sangat mengerikan untukku.

Malam dimana aku menyaksikan betaga sadisnya takdir Tuhan.

Entah apa takdir Tuhan yang telah digariskan kepada kami, apakah memang seperti ini? Atau ada kisah indah setelah ini?

Yang pasti, malam itu tepat pukul 00.00 aku bersaksi bahwa takdir Tuhan sangat kelam.


“Bisa ceritakan kepada kami bagaimana kronologi terjadinya kecelakaan itu?”

Aku menghela nafas ku. Entah pertanyaan ke berapa kali yang Ia lemparkan, yang pasti aku benar benar tak ingin menjawabnya.

Benar benar tidak ingin.

Bahkan untuk mengingatnya saja aku tidak ingin.

Bukan apa-apa, aku hanya tidak ingin membuka luka yang begitu besar hingga membuat diri ku trauma.

“Apa ada yang selamat selain aku?” tanya ku kepada pak polisi.

Pak polisi itu menggelengkan kepalanya.

“Lantas untuk apa aku bersaksi jika tak ada yang harus di salahkan?”

Mereka terdiam, Bunda di pinggir ku menangis tersedu-sedu.

“Bunda, bunda mau denger cerita Ginny?” tanya ku kepada Bunda.

Bunda mengangguk dan memelukku dengan erat.

Baiklah, aku akan menceritakan semuanya.

Demi Bunda.

Bukan demi kesaksian.


Saat itu, semuanya sedang tertidur pulas. Aku ingat malam itu menunjukkan pukul 23.30, hari sudah benar benar larut malam dan kami sudah benar-benar lelah. Jadi kami semua tertidur.

Namun, baru saja aku akan terlelap, aku merasakan ada yang aneh dengan bus yang kami tumpangi. Aku merasa, bus kami oleng.

Sekali oleng, aku fikir mungkin ada motor atau mobil yang lewat. Jadi bus ini menghindar.

Namun, bus ini oleng bukan hanya sekali, dua kali melainkan beberapa kali hingga akhirnya aku merasakan detak jantungku berpicu sangat cepat.

Aku ingin membangunkan Harry, namun terlambat.

Yang aku rasakan, hanya lah badan ku terlempar, kepala ku terpentok jendela dan aku menyadari nya bahwa bus kami terguling.

Aku merasakan sakit, benar benar sakit. Badan ku tertindih bangunan bus yang hancur.

Aku lihat sekelilingku, Harry terluka sangat parah. Ron tertusuk kaca yang cukup besar. Dan Draco, entah mengapa aku melihat Draco sedang memeluk Hermione dengan erat.

Apakah dia sempat menyadari bahwa kami kecelakaan?

Tapi anehnya, hanya aku yang sadar. Aku berusaha teriak, meminta tolong, dan menangis sekencang mungkin.

Namun, tenaga ku habis untuk melakukan itu semua di tambah kepala ku yang sangat sakit.

Di tengah hutan gelap, di dalam reruntuhan bus ini, aku sendirian, aku membuka mataku sendirian dan melirik lemah sebuah jam tangan temanku sekelibat sebelum aku merasakan lelah dan gelap ini semua menunjukkan pukul 00.00


“Begitu ceritanya, Bunda. Ginny gak tau harus ngapain, Ginny gak tau.” teriakku menangis histeris kembali mengingat kejadian mengerikan itu.

Bunda memelukku, mencoba menenangkanku.

Malam itu, tepat pukul 00.00 aku kehilangan semuanya.

Aku kehilangan kakakku, aku kehilangan kekasihku, aku kehilangan sahabat-sahabat terbaikku.

Bahkan aku kehilangan diriku sendiri.

Diriku yang sudah tak akan lagi sama seperti dulu.

Dan senyumku, yang akan benar-benar hilang.


© urhufflegurl_ & hufflefriend_