litaaps

Cantik.

**

Hermione dan Draco kini berada di salah satu butik ternama di kota Jakarta. Butik nya sangat mewah dan elegan membuat Hermione sedikit ciut karena jika Ia sendiri kesini, pasti Ia tidak bisa membeli satu gaun pun di butik ini.

Hermione mengedarkan pandangannya, semua dress di butik ini benar benar cantik, jika disuruh memilih, Ia sudah pasti tidak bisa memilih hanya satu.

“Tuan Malfoy?” sapa salah karyawan disana menyambut kedatangan Draco.

Hermione menoleh, Tuan? Apa maksudnya Tuan?

“Mrs. Malfoy sudah memilihkan beberapa gaun untuk kekasih anda.” ucap salah satu pegawai disana.

Draco mengangguk, kemudian Ia menggandeng Hermione untuk ikut pegawai tersebut.

“Ada sekitar 5 baju yang Mrs. Malfoy pesan. Mau langsung di coba?”

Hermione melotot ketika mendengar 5 baju.

“5 baju?” tanya Hermione melirik Draco.

Draco mengangguk. “Nurut aja.” bisiknya.

Hermione menghela nafasnya dan memasuki ruangan untuk mengganti pakaiannya.

Hermione memakai baju pertama yang dipilih oleh Narcissa. Ia pun keluar untuk memperlihatkannya kepada Draco.

“Ini.. Terlalu mewah.” Komentar Draco.

“Iya, setuju. Ini kan untuk acara anniversary. Jadi menurut aku terlalu mewah.” Ucap Hermione.

“Iya sayang.” Ucap Draco mengusap lembut lengan Hermione.

Hermione menggigit bibir bawahnya karena gugup. Ia tersenyum kepada Draco yang sedang menilainya.

“Ganti ya sayang.”

Hermione hanya tersenyum.

“Hmmm coba yang lain dulu deh.” Komentar Draco.

“Bagus sih, tapi...”

“Ini kita bukan mau nikah kan sayang?” Tanya Hermione geram.

Ia sudah lelah bolak balik untuk mencoba semua gaun gain ini.

Draco terkekeh pelan melihat Hermione yang sedikit mulai tersiksa.

“Kamu suka yang mana?” Tanya Draco.

“Eh? Kok aku?”

“Kan kamu yang mau pake.”

“Aku milih?”

“Iya lah sayang. Kamu pilih yang mana?”

Oke, ini saat saat dilema untum seorang Hermione Granger. Semua gaun yang sudah dicoba olehnya benar benar pas dan sesuai dengan badannya. Ia juga menyukai semua gaun yang telah Ia coba.

“Hmmmm”

Baju mana yang harus Hermione pilih?

“Yang ini terlalu terbuka. Gimana kalau yang ke-empat?” Tanya Hermione.

“Boleh sayang. Apapun, boleh kok.”

Hermione merasa pipinya memerah. Ini hanya sandiwara tapi mengapa Ia merasa semuanya real?

“Cantik, dia cantik.”


© urhufflegurl

Sweet as candy.

**

Hermione keluar dari rumahnya setelah 15 menit Ia berfikir mengapa Draco bisa tau rumahnya. Fix Draco pasti diam diam selama ini menyukainya dan menjadikannya sebagai pacar pura-pura hanya modus.

“Pagi.” Sapa Draco dengan senyumnya yang hangat membuat Hermione semakin curiga.

“Tunggu tunggu. Gue menemukan beberapa keanehan pagi ini.” Ucap Hermione menatap Draco dengan tatapan curiga.

Sementara yang ditatap hanya mengangkat halisnya sebelah, heran.

“Pertama, lo tau rumah gue. Itu aneh gak sih? Aneh banget menurut gue, karena gue gak ada kasih tau rumah gue ke lo sekalipun gak pernah. Kedua, lo tiba tiba ada didepan rumah gue seolah olah lo tau kalau gue ada kuliah pagi ini. Ketiga, lo sapa gue senyum seakan akan lo beneran pacar gue.” Ucap Hermione melipat kedua tangannya didepan dadanya.

Draco terkekeh pelan mendengar penuturan Hermione.

“Jadi maksud lo aneh, aneh dimananya?”

Pertanyaan Draco berhasil membuat Hermione melotot.

“Aneh dimananya? Lo masih nanya aneh dimananya? Ya aneh menurut gue. Lo—” Hermione menatap Draco lekat lekat.

Draco termundur kebelakang sedikit ketika Hermione melihat wajahnya terlalu dekat.

“Lo suka ya sama gue?” bisik Hermione membuat tawa Draco seketika pecah.

“Kok malah ketawa? Jujur aja, lo suka kan sama gue? Pertama, lo ngelarang gue pesen kopi karna takut gue sakit. Kedua, lo bawa gue ke rumah sakit. Ketiga, lo minta gue jadi pacar pura pura lo. Ke empat, lo terima syarat anter jemput gue kuliah. Ke lima, lo on time banget jemput gue padahal gue belum siap sama sekali dijemput sama lo. Lo jujur sama gue, lo suka kan sama gue?”

Draco terdiam seketika, Ia pun tersenyum dan menggelengkan kepalanya perlahan.

Tanpa permisi dan izin, tangan Draco mengacak ngacak rambut Hermione dengan lembut.

“Udah ayo berangkat, ntar lo telat kuliahnya.”

Pipi Hermione memerah seketika. Didalam hatinya, Ia mengutuk Draco Malfoy karna telah memporak-porandakan hatinya.

Ditambah sekarang, Draco membukakan pintu untuknya.

Fix, Draco Malfoy menyukainya.


© urhufflegurl

Kecewa

**

Suasana rumah sakit cukup mencekam saat ini. Theo menahan semua tangisnya, Ia berusaha kuat. Ya, Ia harus kuat.

Bunda menangis dipelukan Theo.

Tadi, keadaan Ayah semakin memburuk. Beliau kembali tak sadarkan diri.

“Bund, ayah pasti sembuh.”

Bunda mengangguk, Ia meyakinkan dirinya sendiri bahwa sang suami pasti akan sembuh.

Tak lama kemudian, dokter keluar dengan wajah yang sedih.

“Gimana keadaan Ayah saya? Ayah gapapa kan?”

“Pasien ingin bicara dengan sang keluarga.” ucap dokter.

Theo dan Bunda pun segera masuk ke dalam ruangan. Theo segera duduk disebelah sang Ayah.

“Ayah..” lirih Theo.

Ayah tersenyum kecil. “Theo, Hermione mana nak?”

“Hermione di jalan yah. Hermione pasti kesini kok. Ayah mau ketemu Hermione?”

“Ayah mau tidur dipangkuan kamu, boleh sayang?”

Demi apapun. Rasanya sangat sakit. Melihat sang ayah yang asalnya gagah berani kini menjadi lemah tak berdaya dihadapannya.

Dengan tangan gemetar, Theo perlahan mengangkat kepala sang Ayah untuk tidur dipangkuannya. Ia menggenggam erat tangan sang Ayah.

Tak pernah ada yang siap akan kehilangan kan?

“Theo anak Ayah.. Ayah titip Bunda dan Hermione ya?” lirih Ayah dengan suaranya yang tercekat.

Theo tidak menjawab, Ia hanya bisa menangis dan menggenggam tangan sang Ayah seolah olah Ia tidak ingin melepaskannya jauh jauh.

“Theo jagoan Ayah. Ayah yakin, kamu bisa jadi lekaki hebat nak. Ayah bangga sama kamu.”

Theo mengangguk. Ia menggigit bibir bawahnya menahan rasa sakit.

“Mi, gue butuh lo. Lo dimana?”

“Ayah sayang kalian semua. Jaga Hermione dan jaga bunda ya sayang.”

“Iya yah. Theo akan jaga bunda dan Hermione. Theo janji.” lirih Theo.

Ayah tersenyum. Dan dalam satu tarikan nafas, Ia perlahan menutup matanya.

“Ayah?”

“Mas, bangun mas!” teriak Bunda histeris.

Bunda memeluk Ayah dengan erat. Sementara Theo tetap berada di posisinya. Tangan kanannya memeluk kepala sang Ayah, tangan kirinya menggenggam tangan sang Ayah yang mulai perlahan dingin.

Selamat tinggal Ayah.

Sosok terhebat yang selalu Theo kagumi.

Mudah mudahan engkau tenang disana.


Sudah 2 jam Theo menunggu. Namun hanya ada Luna yang di sisinya. Luna menenangi Bunda, Theo hanya menenangi diri nya sendiri.

“Lo kemana Mi? Kenapa gak bales chat gue?”

“Theo..”

Theo menoleh, Ia menghapus air matanya namun percuma air matanya terus mengalir.

“Nunggu Hermione ya?”

Theo mengangguk. “Lo gak ketemu Hermione?”

“Tadi Luna liat Hermione, dia lagi sama Draco di tangga depan fakuktas.”

“Ngapain?”

“Yang Luna liat sih mereka ngobrol, abis itu pelukan dan Luna liat Draco gendong Hermione, abis itu gak tau deh mereka kemana, mereka pergi.”

“Pelukan?” tanya Theo dengan nada kecewa.

Luna merasa apa yang Ia katakan itu salah. Ia jadi tidak enak kepada Theo.

“I-iya Theo.”

Theo hanya tersenyum dan menggusar wajahnya kasar.

“Bagus Mi. Lo bilang lo akan selalu ada di sisi lo. Tapi mana? Bullshit.”


© urhufflegurl

Sakit.

**

Draco tersenyum ketika melihat Hermione keluar dari kelasnya. Ia melihat Hermione sedang berinteraksi dengan Luna.

Setelah Hermione selesai mengobrol dengan Luna, Ia pun menghampiri Draco.

Hermione menuruni tangga satu persatu dengan sedikit tergesa gesa.

Karena kecerobohan dan ketidak hati-hatiannya, Hermione tidak sengaja menendang kakinya sendiri hingga Ia terkilir.

Tubuhnya kehilangan keseimbangannya, Ia pun terjatuh. Untung saja ada Draco dihadapannya yang sigap menangkapnya.

Posisi mereka persis seperti orang berpelukan.

“Astaga Mione. Hati hati dong. Kalau lo jatoh tadi gimana?” tanya Draco khawatir.

Hermione meringis kesakitan. “Akh sakit Drake.”

“Ya ampun kaki lo bengkak. Kita ke klinik sebentar ya?”

“Gak usah Drake. Gue gak mau telat dateng ke rumah sakitnya. Gak enak sama Theo.”

“Gak akan. Yang terpenting sekarang itu kesehatan lo. Liat kaki lo bengkak. Ayo gue anter ke klinik.”

Hermione hanya mengangguk saja. Ia juga tidak tahan karna kakinya benar benar sakit.

Tanpa permisi, Draco segera menggendong Hermione yang membuat Hermione terkejut.

“Drake ih! Kenapa digendong?”

“Gue gak mau liat lo kesakitan jalan. Udah gue gendong. Ayo.”


© urhufflegurl

Hug

**

“Bundaaa!!” Seru Hermione masuk ke dalam butik milik bunda.

Bunda menyambut Hermione dengan senang. Ia memeluk Hermione kemudian mencium keningnya. Bunda memang menganggap Hermione seperti anaknya sendiri.

“Bawa apa nih sayang?” Tanya Bunda.

“Nasi goreng, katsu sama minuman jahe buat bunda. Bunda pasti capek kan kerja sendiri? Jadi Hermione bawain minuman jahe, Hermione bikin sendiri pake resep milik bunda.” Ucap Hermione dengan semangat.

“Wah kamu ini memang pintar masak.” Balas bunda mencolek hidung Hermione.

“Eh iya bund, abis ini aku mau ke rumah sakit ngasih makanan ke Theo. Terus aku bikinin minuman jahe juga buat Ayah. Gapapa kan?”

“Gapapa sayang..”

“Oke deh.”

“Hermione.”

“Iya bun?”

Bunda menggenggam tangan Hermione dan menatapnya dengan hangat.

“Tolong selalu berada di sisi Theo ya? Akhir akhir ini dia sering ngelamun, bunda tau apa yang ada difikiran dia, bunda cuman takut dia bener bener ngelakuin itu.”

“Maksud bunda?”

“Bunda pernah liat selembaran lowongan kerja di kamar Theo. Bunda cuman takut dia ninggalin kuliahnya dan kerja. Bunda gak mau. Bunda mau nya Theo kuliah, soal uang biar jadi tanggung jawab bunda.”

Hermione terdiam, Ia merasa malu. Ia kaya raya, punya segalanya. Bahkan uang jajannya perbulan itu 5 kali lipat dari uang jajan Theo. Mendengar hal ini, membuat hatinya sakit.

“Bunda minta tolong kamu ajak terus Theo untuk kuliah ya? Bunda gak mau dia berhenti kuliah gara gara ini sayang.”

Hermione tersenyum lalu mengangguk. Ia memeluk bunda dengan erat. Walaupun bunda bukan orang tua kandungnya, tapi jujur, Hermione menyayangi bunda melebihi rasa sayangnya kepada sang Mama.

“Hermione akan selalu ada disisi Theo bun, Hermione akan selalu bujuk Theo untuk kuliah.”

“Makasih sayang.”


“Theo!” panggil Hermione ketika melihat Theo hendak masuk ke dalam ruangan Ayah.

Theo berbalik, senyumnya merekah ketika melihat Hermione berdiri disana. “Eh Mi.”

Hermione berlari kecil dan memeluk Theo. “Udah makannya?”

“Udah, tadi beli nasi kuning kesukaan gue.”

Hermione sedikit tertawa. “Bagus deh. Mau ke Ayah.”

“Ayo..”

Theo menggandeng tangan Hermione untuk masuk ke dalam ruangan Ayah.

“Ayah..” lirih Hermione berbisik memanggil Ayah.

“Ayah tidur, baru dikasih obat sama suster.” ucap Theo.

Hermione hanya mengangguk. “Ada cemilan, makan siang buat lo dan buat ayah. Ada minuman jahe juga buat Ayah. Lo harus makan ya? Jangan sampe gak makan.”

Theo tersenyum, Ia mengacak ngacak rambut Hermione gemas. “Iyaa siap. Gue kira lo gak kesini.”

“Mana bisa gue gak kesini. Gue kefikiran lo terus tau.”

“Ohya? Kefikiran apa?”

“Lo gak kuliah tiga hari, gak takut ketinggalan pelajaran?”

Seketika raut wajah Theo berubah menjadi sedih.

“Enggak, kan lo bakal minjemin catatan Pansy buat gue.” Ucap Theo berusaha tersenyum.

Hermione menggenggam tangan Theo membuat jantung Theo berdetak 2 kali lipat lebih cepat.

“Yo, janji ya apapun yang terjadi, lo harus tetep kuliah.”

Theo menghela nafasnya. Ia tahu arah pembicaraan Hermione kemana.

“Gue akan selalu ada di sisi lo Theo, cerita apapun itu masalah lo ya?”

“Mi, lo janji kan lo akan selalu ada disisi gue?”

“Gue janji yo. Gue akan selalu ada disisi lo.”

Theo tersenyum, Ia memeluk Hermione dengan erat. Sungguh, Ia sangat menyayangi sahabatnya ini.

“Thanks Mi. Gue gak tau harus bertumpu kesiapa kalau gak ke lo.”


© urhufflegurl

Kan, batu sih.

**

Hermione benar benar menghabiskan 3 gelas kopinya siang ini.

Ia sedang stress. Dan Ia selalu mengalihkan semua rasa stressnya ke kopi.

Ia bisa meminum kopi sebanyak apapun. Walaupun sebenarnya lambungnya terkadang tidak kuat, sama seperti sekarang.

Ia lupa tadi pagi tidak memakan nasi, dan siangnya malah minum kopi, 3 gelas lagi.

Alhasil, perutnya sakit tak terkendali.

Hermione merasa kepalanya berkunang kunang, seluruh badan dingin dan gemetar. Ia pun membereskan semua barang bawaannya dan segera pergi dari tempat ini.

Namun, baru saja Ia berdiri, Ia tidak sengaja menjatuhkan satu gelas kopi yang ada di tangannya.

Semua terkejut melihat itu, apalagi di tambah Hermione yang terduduk lemas sambil terus menekan perutnya.

“Mba, kenapa? Sakit ya perutnya?” Tanya Draco dengan segera.

Hermione menangis, Ia tidak menjawab.

Melihat itu, Draco segera membawa Hermione ke dalam mobilnya.

“Tolong beresin. Kalau Pansy dateng kesini, bilang aja Draco lagi pacaran.” Ucap Draco kepada salah satu karyawan cafe.

“Baik pak.”

Draco membawa Hermione ke rumah sakit. Hermione terus meringis kesakitan dan menangis.

“Kan, saya bilang juga apa. Batu sih.” Ucap Draco.

“Akhh sakiitt.” Lirih Hermione.

“Sabar, sebentar lagi sampe.”

“Sakitt.”

“Iya, sabar.”

Tak lama kemudian, akhirnya mereka pun sampai di rumah sakit.


“Pasien hanya butuh istirahat. Ia mengalami stress ringan, dan di dalam tubuhnya terlalu banyak cafein, jadi harus dijaga asupan makannya. Harus banyak minum air putih biar ginjalnya baik baik saja. Bahaya jika ginjal nya sudah terganggu.” Ucap dokter yang ada di hadapan Draco.

“Baik dok, terima kasih. Obat nya bisa saya tebus?”

“Bisa, ini resep nya ya Pak Draco. Padahal, kenapa bukan anda saja yang meriksa pasien?” Tanya Dokter itu sambil tersenyum.

Draco terkekeh pelan. “Saya gak dibayar untuk kerja di waktu libur.”

Dokter itu tertawa. “Baru kali ini pak Draco membawa seorang wanita, teman ya?”

“Hmm bagaimana ya.. Teman dan calon pacar mungkin?”

Dokter itu tertawa, disusul oleh Draco.

“Hahaha bercanda dok, yasudah terima kasih ya.”

“Sama sama pak.”


Draco kembali ke kamar Hermione setelah menebus semua obat yang harus dikonsumsi oleh Hermione.

Hermione menoleh saat Draco berdiri disampingnya.

“Makasih.” Ucap Hermione penuh rasa salah.

“Udah gue bilang, jangan banyak banyak. Coba kalau tadi lo minum coklat hangat, pasti gak gini.”

“Iya iya, gue tau gue salah. Maaf, makasih juga.”

Draco tersenyum hangat. “Draco Malfoy.”

Hermione menatap Draco sebentar. “Hermione Granger.”

“Oke Hermione, jaga kesehatan. Lo masih muda, sayang kan kalau meninggal sebelum nikah?”

Hermione memukul lengan Draco spontan. “Lo tuh ya, lo orang asing tapi omongan lo bener bener nyebelin semua. Tadi ngatur gak boleh minum kopi, sekarang ngatur soal kesehatan. Lo siapa sih? Dokter?”

Draco terkekeh pelan. “Bukan siapa-siapa. Cuman ngingetin aja.”

“Yaudah makasih. Tapi gue gak butuh diingetin.”

“Makasih aja gak cukup.”

Hermione menyipitkan kedua matanya, menatap Draco penuh curiga. “Maksud lo? Lo mau apa dari gue?”

“Gue mau lo pura pura jadi pacar gue, gimana?”


© urhufflegurl

Gak baik.

**

Draco terus memperhatikan gerak gerik wanita itu. Wanita itu menghabiskan 2 gelas kopi dalam satu waktu. Entahlah apa motivasinya, tapi ini benar benar gila bagi Draco.

Bagaimana bisa?

Draco mencoba untuk mendekati wanita itu seolahh-olah Ia sedang mengantri.

“Emm mas, saya mau tambah kopi susu nya satu ya. Tapi kayak tadi, banyakin kopinya susu nya dikit aja.” Ucap wanita itu memesan 1 gelas lagi kopi susu.

Draco melototkan matanya.

“Permisi?”

Wanita itu menoleh.

“Mba pesen kopi udah 2 gelas loh, gak asam lambung?” Tanya Draco dengan sopan.

Wanita itu menatap Draco penuh dengan tanda tanya seolah olah bertanya, “siapa lo anjir?”

“Enggak.” Jawabnya singkat.

“Maaf tapi, gak baik ngabisin kopi 3 gelas dalam satu hari. Gak baik.”

“Mas ini siapa ya? Kok ngatur saya? Ya terserah saya dong, mau pesen kopi berapa juga. Lagian untung juga kan buat cafe ini?” Balas wanita itu dengan nada yang sedikit tinggi.

“Saya hanya mengingatkan mba, lebih baik pesan yang non kopi, kayak vanilla milkshake, strawberry, coklat, dari pada kopi.”

Wanita itu menghela nafasnya dan memutarkan kedua bola matanya. Malas mendengarkan Draco.

“Enggak, saya mau pesen kopi 2 ya mas. 1 dine in, 1 take away.”

Sang kasir melirik Draco sekilas, lalu Draco mengangguk.

“Yaudah kalau emang keputusan mba kayak gitu. Sayang mba lambung nya.”

“Bukan urusan anda.”

Draco hanya tersenyum dan kembali ke meja nya. Diam diam senyumnya tidak menghilang, dan matanya tak lepas dari wanita yang barusan mengobrol dengannya.


© urhufflegurl

Hai.

**

Draco dibawakan ke rumah sakit. Narcissa yang mendengar kabar ini benar benar syok berat dan sampai sekarang Ia terus menangis kencang di pelukan Lucius.

Pansy yang masih syok hanya bisa terdiam tanpa bisa berbuat apa apa.

Sosok Draco barusan sangat parah. Bahkan Ia sangat benci jika bayangan itu harus datang berkali kali.

Sudah 1 jam Draco diperiksa, namun dokter belum juga keluar.

Semua berdoa demi kesembuhan Draco.

“Hermione, gue mohon.. Gue mohon jangan bawa Draco, gue mohon.. Larang dia walaupun dia mau ikut sama lo, gue mohon..” lirih Pansy berbisik pada doanya.

Beberapa menit berikutnya, dokter pun keluar dari ruangannya.

“Dokter, bagaimana? Bagaimana keadaan anak saya?” tanya Narcissa yang langsung menyerbu.

Dokter itu menghela nafasnya.

“Keadaan pasien benar benar kritis. Kami sudah berusaha demi kebaikannya. Namun mohon maaf, alkohol yang Ia minum benar benar tak bisa diterima oleh tubuhnya, ditambah badan pasien sangat lemah. Mohon maaf Pak, Bu, pasien meninggal dunia..”

Malam itu menjadi kelam.

Dunia kehilangan 1 makhluk nya lagi.

1 makhluk yang pergi dengan seribu penyesalan didalam dadanya.

Draco, selamat tinggal.

Mungkin kau akan bertemu dengannya disana.

Mudah mudahan.


Draco berjalan menyusuri taman yang indah. Benar benar indah. Dia sesekali melirik kekanan dan kirinya melihat bunga disekitarnya.

Lalu, mata nya tak sengaja menangkap seseorang yang ada dihadapannya.

Seseorang yang selama ini Ia rindukan.

Seseorang yang selama ini selalu Ia harapkan keberadaannya.

Gadis itu tersenyum lebar ke arahnya. Wajahnya benar benar berseri, benar benar cantik. Rambutnya indah, gaun putih yang dikenakannya benar benar pas dengan tubuh nya yang indah.

Gadis itu perlahan mendekat ke arahnya.

“Hai, Draco.”

“Hermione.”


© urhufflegurl

Dunianya hancur.

**

Suara dentuman musik bergema dimana mana. Ia memasuki ruangan ini. Entah mengapa Ia sangat ingin memasuki ruangan ini.

Draco Malfoy dengan baju yang sangat berantakan dan wajah tak karuan memasuki suatu bar di salah satu kota Jakarta. Jalannya sempoyongan karena sudah 2 minggu ini Ia tidak benar benar baik dalam hal makan.

“Hermione, gue masuk ya? Lo inget kan, dulu lo sering larang gue minum kopi. Sekarang gue mau minum alkohol, lo pasti akan sangat larang kan? Ayo Hermione, larang gue.”

Draco masuk dan memesan 4 botol alkohol sekaligus.

Ia meminumnya dengan sangat lancar.

Semua orang yang melihatnya pasti akan mengira Ia orang gila.

Rambut acak-acakan, baju berantakan, muka tak terawat, badan kurus karna badannya sangat jarang di beri makan.

Semua ini karena rasa penyesalannya. Rasa penyesalannya yang berujung stress berat.

1 botol alkohol telah habis diminum oleh Draco. Ia sudah mabuk.

“Hahahaha, Mi, suara bar nya berisik ya? Lo pasti gak akan seneng kalau gue ajak kesini. Iya kan? Secara, lo paling suka perpustakaan, tempat sepi dan tempat tenang. Beda jauh sama gue.”

Botol kedua Ia kembali buka. Dan Ia meminumnya dengan segera.

Draco berdiri. Ia menggerakan badannya asal mengikuti irama musik.

“Mi, ayo joget lagi. Lo seneng ya gue bawa kesini?”

Draco berbicara sendiri seolah-olah di hadapannya ini benar benar ada sosok Hermione.

Botol kedua telah habis Ia minum.

Ia membuka botolnya yang ketiga.

Badannya sudah benar benar tidak bisa digerakkan sekarang. Ia terjatuh namun masih memegang botol alkoholnya. Dan Ia kembali meminumnya.

Draco tersenyum. Bayangannya kembali muncul. Yang asalnya selalu tersenyum, kini Ia menangis.

Ia menggelengkan kepalanya. Di matanya terpancar rasa pedih dan kecewa.

Draco sontak terdiam seolah olah dunia nya berhenti saat itu juga.

Ia menangis.

Menangis di barengi oleh tawa yang entah tawa apa yang Ia keluarkan.

“Mi.”

“Draco, gak kayak gini. Gue mohon..”

“Sakit Mi. Sakit.” lirih Draco memukul mukul keras dada nya.

“Sakit. Rasanya udah gak ada ruang buat nafas. Udah gak ada semangat buat gue lanjutin semuanya. Sakit Mi. Semua nya sesak.”

“Draco.. Bertahan.. Gue mohon, pulang. Lo gak boleh kayak gini Draco, gue mohon.”

Draco menangis, wajahnya memerah. Sesak. Rasanya sangat sesak.

Ia sangat menyesali semua perbuatannya. Bayangan jahat terus menghantui dirinya. Bayangan disaat Ia memaki Hermione, melirik Hermione dengan tatapan jijik, kejam, dan tajam. Bayangan dimana Ia menolak mentah mentah masakan Hermione yang bahkan sampai akhir hayat Hermione, Ia tidak sempat memakannya. Ia belum pernah memakan masakan Hermione.

Sekali pun belum pernah.

Bayangan dimana Hermione ditemukan di sungai. Itu sangat menyakitkan.

Ia mencintai Hermione, namun jauh didalam lubuk hatinya, Ia sangat merasa tak pantas bersanding dengan Hermione. Wanita yang sangat sempurna. Sementara Ia adalah lelaki brengsek.

Penyesalan itu datang bertubi tubi hingga akhirnya Hermione meninggal dunia.

Hanya ada rasa sesak yang Ia rasakan. Tidak kurang, namun sangat lebih.

Sesak. Rasanya Ia tidak mampu melakukan apapun.

Dunia runtuh. Runtuh karena perbuatannya sendiri.

“Mi, tunggu gue.”

Draco Malfoy malam itu benar benar menghabiskan 4 botol alkohol yang Ia pesan.

“DRACO! LEPAS!”

Pansy datang merebut paksa botol yang sedang Draco pegang.

Pansy menangis melihat sahabatnya hancur. Benar benar hancur.

“Lo gak boleh kayak gini Drake. Enggak.” Lirih Pansy memeluk Draco.

“Her-mione.” Lirih Draco dengan suaranya yang tercekat.

Blaise dan Theo juga hanya bisa menangis melihat Draco sekacau ini.

Mereka tidak menyangka kepergian Hermione dapat merubah banyak dunia orang.

Pertama sudah pasti kedua orang tua Hermione yang sangat menyesal. Kedua, Ginny, Harry dan Ron yang kini sudah tidak dekat satu sama lain. Dan yang ketiga, Draco Malfoy yang mengalami depresi berat akibat penuh dengan penyesalan.

Pansy terus memeluk Draco sambil menangis.

“Drake, gue mohon.. Gak kayak gini.”

“Her—mione.”

“Iya, iya lo mau ketemu Hermione kan? Ayo kita ketemu Hermione ya? Tempat Hermione bukan disini Drake. Bukan disini.”

Mata Draco melirik Pansy. Ia meneteskan air matanya namun badannya tidak bergerak sama sekali.

Badan Draco sangat kaku seolah olah benar benar tidak bisa digerakkan. Badannya benar benar panas.

“Draco? Blaise, Theo!”

Lensa mata silver milik Draco perlahan berputar keatas tertutupi sempurna oleh selaput putih miliknya. Badannya kejang kejang hebat.

Pansy yang melihat sontak berteriak histeris. Kini giliran Blaise dan Theo yang menangani nya.

Namun, baru saja Blaise akan membawa Draco, badan Draco terdiam.

Dan mulutnya mengeluarkan busa yang sangat banyak.

Perlahan, Draco menutup matanya dan badannya berubah drastis menjadi sangat dingin.


© urhufflegurl

Selamat tinggal.

**

Penyesalan memang selalu datang diakhir. Semua menyesal. Sudah 1 bulan penuh Hermione koma. Nyawanya dapat tertolong untuk saat ini, akan tetapi keadaannya benar benar parah. Ia harus dioperasi di beberapa bagian. Bagian terparah adalah dibagian kakinya, dan kemungkinan besar, Hermione tidak bisa berjalan saat sudah sadar nanti. Bahkan, Hermione masih hidup pun itu adalah keajaiban yang sangat besar.

Hermione mendapatkan ruangan yang intensif. Draco tidak ingin Hermione mendapatkan yang kurang. Bahkan, Draco sempat membawa Hermione ke rumah sakit di luar negeri. Akan tetapi sama saja, Hermione harus dioperasi di beberapa bagian. Paru parunya sudah penuh dengan air, dan untung saja dokter diluar negeri masih bisa menanganinya. Karna itu lah Hermione masih bertahan hidup.

Astoria sudah dipenjara dari awal terbongkarnya kasus ini. Richard, Ia pulang ke Indonesia dan ikut merawat Hermione selama 1 bulan full ini. Semua berempati, semua kasihan kepada Hermione. Akan tetapi, apalah arti semua itu jika Hermione sendiri sedang koma dan tak sadarkan diri.

Hari ini, tubuh Hermione mengalami kejang yang sangat hebat. Semua panik dan menangis histeris.

“Hermione cantik, nenek kangen.”

“Hermione juga kangen banget sama nenek. Akhirnya kita bisa bersama nek.”

Hermione dan sang nenek berpelukan dan mereka pun sama sama pergi kesuatu tempat yang jauh.

“Plis, gue mohon.. Bertahan.”

Hanya itu yang semua harapkan. Hermione bertahan.

Namun, semua tergantung Hermione, apakah Ia mau bertahan atau tidak.

Dokter terus melakukan hal terbaik. Namun, semua usaha nya terpatahkan oleh satu garis yang perlahan muncul pada alat Elektrokardiograf.

Dokter hanya bisa menghela nafasnya.

Selama 1 bulan Hermione berjuang.

Selama 1 bulan Ia melawan semua rasa sakitnya.

Namun, semua itu tidak artinya sekarang.

Hermione benar benar memilih untuk menyerah.


© urhufflegurl