litaaps

Regret.

**

Ginny berlari sekeras mungkin mendekati korban bunuh diri yang dimaksud. Disana sudah ada Pansy yang menangis dipelukan Blaise.

“Ry..” Lirih Ginny saat melihat perempuan itu.

“Sebentar, gue cek..”

Harry berjalan dengan sangat pelan menuju korban bunuh diri itu. Seragamnya adalah seragam yang sama dengannya. Dan rambutnya, adalah rambut Hermione.

Dengan tangan bergetar, Harry menarik tubuh itu hingga wajahnya terlihat.

Saat wajahnya sudah terlihat. Saat itu lah Harry terjatuh. Kakinya lemas. Matanya memandang perempuan itu dengan tatapan kosong.

“Hermione.”

“Enggak!!” teriak Ginny histeris.

“Enggak, itu bukan Hermione. Itu bukan Hermione. Hermione gak mungkin ngelakuin ini, Hermione gak mungkin nyakitin dirinya sendiri, gak mungkiin!” teriak Ginny menangis sejadi jadinya, Ron segera memeluk kembarannya itu.

Draco dan Theo datang dari arah lain, keduanya sama sama terdiam melihat Hermione tergeletak disana.

“Mione..” Lirih Draco.

Demi apapun, rasa sakit yang diderita Draco ini lebih sakit daripada apapun. Hermione Granger, seseorang yang Ia kenal kuat dan ceria, ternyata bisa melakukan hal seperti ini. Ia bunuh diri disungai ini.

“Hermione..”

Draco jalan tertatih tatih menuju Hermione. Walaupun dalam keadaan tak sadar dan wajahnya yang berdarah, Hermione masih terlihat cantik.

“Enggak.. Lo gapapa kan? Iya kan? Harusnya gue percaya lo sama Hermione, harusnya gue percaya sama lo. Maaf, maafin gue, gue minta maaf Hermione.” Ujar Draco memeluk Hermione dengan erat. Tangisnya keluar dengan keras.

“Dra—co.” Lirihan Hermione terdengar sangat jelas ditelinga Draco.

“Hermione? Hermione, kita kerumah sakit sekarang ya. Kita kerumah sakit, lo pasti selamat, gapapa Hermione, lo pasti selamat. Kita kerumah sakit ya?”

Hermione meneteskan air matanya. “Dra—co.”

“Iya, ini gue.. Gue percaya sama lo, lo dijebak. Gue janji gue akan beresin masalahnya. Gue akan kelarin masalah. Kita semua akan kelarin masalahnya. Kita semua percaya sama lo, lo kuat kan? Lo bisa bertahan kan? Tahan sebentar ya, kita kerumah sakit sekarang.” Bisik Draco kepada Hermione.

“Theo! Tolong siapin mobil, kita bawa Hermione kerumah sakit sekarang!” Teriak Draconkepada Theo. Theo dengan segera berlari dan menyiapkan mobil yang dimaksud oleh Draco.

“Ss—ssa—kit.” Lirih Hermione dengan suara yang hampir tak terdengar. Matanya mengedip ngedip lemah.

“Tahan ya? Hermione, lo tau? Gue cinta sama lo, gue sayang sama lo.. Lo tau? Waktu gue pertama kali liat lo, gue yakin kalau lo bisa bikin gue bahagia. Ternyata itu bener, lo bisa bikin gue bahagia. Jadi lo harus tahan ya? Bisa kan? Demi gue.. Demi Ginny, Demi Harry, demi Ron..” Draco terus meracau dengan air matanya yang terus mengalir.

Hermione tersenyum kecil. Matanya terus menatap mata Draco dengan lemah. Nafasnya tersendat sendat bahkan seperti hampir menghilang.

“Hei? Hermione.. Bangun! Hermione, aku mohon.. Jangan kayak gini, Hermione bangun!! Gue mohon, gue mohon sadar, Hermione..”

Draco menepuk pelan pipi Hermione ketika mata Hermione secara perlahan tertutup.

“Dra—co”

“Iya, iya ini gue..”

“Dra—co.”

Setelah itu, mata Hermione benar benar terpejam sempurna.

“Enggak! Hermione buka mata lo!! Hermione!! Hermionee banguunn!! Hermionee!”


© urhufflegurl

Menyerah.

**

Hermione berjalan di atas aliran sungai yang sangat deras. Ia menarik nafasnya dalam dalam dan membayangkan sosok nenek yang sudah menunggunya dengan senyuman. Dadanya sesak, sungguh. Ia memejamkan matanya sejenak, membayangkan semua hal yang indah pada masanya.

Pertama kali Ia berhasil jalan, pertama kali Ia bisa membaca, pertama kali Ia berhasil menghitung. Pertama kali Ia menjuarai olimpiade. Senyuman kedua orang tuanya benar benar tergambar jelas difikirannya.

“Setidaknya, sebelum gue pergi, gue ngebayangin hal yang indah yang pernah terjadi didalam kehidupan gue.”

“Selamat tinggal semuanya. Gue tahu, kalian semua akan baik baik aja tanpa gue. Gin, Harry, Ron.. Kalian adalah sahabat terbaik yang ada didalam hidup gue. Kalian terbaik, sangat terbaik. Makasih udah mau jadi sahabat gue. Gue sayang kalian..”

“Draco, lo adalah cinta pertama gue. Belum pernah gue secinta ini sama seseorang sampe sampe gue rela ngejar lo bertahun tahun. Gue cinta sama lo, tolong bahagia dengan wanita manapun Draco. Gue gak pantes buat lo. Gue yakin banget lo pasti akan bahagia tanpa gue. Lo pasti sukses. Lo pasti jadi lelaki yang sangat tampan di altar nanti. Dan perempuan yang akan mendampingi lo, adalah perempuan yang sangat bahagia. Selamat tinggal, makasih telah menjadi hal terindah sebelum akhirnya menjadi hal terbaik. Makasih Draco. Gue cinta sama lo.”

“Maaf Tuhan, Hermione menyerah.”

“Hermione tau, bunuh diri adalah hal yang tidak disukai oleh Mu. Tapi sungguh, aku tak kuasa menahan semuanya. Aku bukan makhluk yang kuat.”

“Aku menyerah..”

Setelah itu, tanpa berfikir panjang, Ia lompat dari atas dan ikut mengalir bersama derasnya air sungai dibawah sana.


© urhufflegurl

Menyerah.

**

Hermione berjalan di atas aliran sungai yang sangat deras. Ia menarik nafasnya dalam dalam dan membayangkan sosok nenek yang sudah menunggunya dengan senyuman. Dadanya sesak, sungguh. Ia memejamkan matanya sejenak, membayangkan semua hal yang indah pada masanya.

Pertama kali Ia berhasil jalan, pertama kali Ia bisa membaca, pertama kali Ia berhasil menghitung. Pertama kali Ia menjuarai olimpiade. Senyuman kedua orang tuanya benar benar tergambar jelas difikirannya.

“Setidaknya, sebelum gue pergi, gue ngebayangin hal yang indah yang pernah terjadi didalam kehidupan gue.”

“Selamat tinggal semuanya. Gue tahu, kalian semua akan baik baik aja tanpa gue. Gin, Harry, Ron.. Kalian adalah sahabat terbaik yang ada didalam hidup gue. Kalian terbaik, sangat terbaik. Makasih udah mau jadi sahabat gue. Gue sayang kalian..”

“Draco, lo adalah cinta pertama gue. Belum pernah gue secinta ini sama seseorang sampe sampe gue rela ngejar lo bertahun tahun. Gue cinta sama lo, tolong bahagia dengan wanita manapun Draco. Gue gak pantes buat lo. Gue yakin banget lo pasti akan bahagia tanpa gue. Lo pasti sukses. Lo pasti jadi lelaki yang sangat tampan di altar nanti. Dan perempuan yang akan mendampingi lo, adalah perempuan yang sangat bahagia. Selamat tinggal, makasih telah menjadi hal terindah sebelum akhirnya menjadi hal terbaik. Makasih Draco. Gue cinta sama lo.”

“Maaf Tuhan, Hermione menyerah.”

“Hermione tau, bunuh diri adalah hal yang tidak disukai oleh Mu. Tapi sungguh, aku tak kuasa menahan semuanya. Aku bukan makhluk yang kuat.”

“Aku menyerah..”

Setelah itu, tanpa berfikir panjang, Ia lompat dari atas dan ikut mengalir bersama derasnya air sungai dibawah sana.


© urhufflegurl

Runtuh.

**

“HAHAHA Dasar lo cewek murahan!”

“Lonte! Dasar jalang!”

“Hermione, biaya semalem berapa? Mau dong gue pake.”

“Wah gak nyangka ya anak ambis kita menjadi anak lonte.”

“Hahahaha.”

Hermione mengepalkan tangannya dengan keras. Ia menangis, tapi Ia diam, Ia tidak melawan. Ia sudah lelah dengan semua yang terjadi di dunia ini. Benar benar lelah bahkan hanya untuk bergerak.

Hermione masuk ke dalam ruangan kepala sekolah mengundang semua murid untuk ikut menontonnya.

“Pasti dia dikeluarin.”

“Huuu dasar lonte!”

Saat Ia masuk, Ia benar benar sudah lelah. Bahkan saking lelahnya, Ia tidak mengucapkan satu patah katapun saat ini.

“Hermione, duduk.”

Hermione duduk.

“Maksud kamu apa melakukan hal sehina ini? Kamu tahu bahwa tindakan kamu adalah tindakan yang sangat memalukan bagi pihak sekolah! Terlebih kamu ini adalah murid terpintar dan kebanggan SMA kita. Tapi malah kamu yang membuat sekolah kita malu! Benar benar malu Hermione!”

Belum pernah dalam seumur hidupnya, Hermione merasakan hal seperih ini. Dadanya benar benar sesak, bahkan jika Ia harus mati saat ini juga, Ia sangat menginginkan hal itu.

“Hermione, kamu dengar saya?!” Teriak Pak Snape.

“Dengar, pak.” Balas Hermione.

“Kamu, mulai hari ini dikeluarkan dari sekolah!”

Hermione melotot, Ia menangis saat itu juga. “Enggak, pak, saya dijebak pak. Saya gak tahu apa apa, sumpah demi Tuhan saya dijebak pak. Saya mohon, percaya saya. Saya mohon pak.”

“Tidak! Tidak ada lagi yang harus dibicarakan dan sekarang kamu keluar dari ruangan ini dan sekolah ini! Kamu dianggap tidak pernah sekolah disekolah ini!”

Keputusan Pak Snape sudah bulat. Namun Hermione terus memohon agar tidak dikeluarkan dari sekolah. Akan tetapi, telinga Pak Snape seolah sudah tertutup rapat tidak terdengar apapa lagi. Ia benar benar mengacuhkan Hermione.


“Dasar lonte!”

“Gak nyangka banget ya, seorang Hermione Granger tidur sama cowok lain? Oh My God. Open BO lo?”

“Pantes aja anaknya kayak gini, nyokap nya aja lonte.”

“Malu maluin sekolah, huuh!”

“Dasar lo sampah masyarakat! Emang seharusnya lo itu pergi dari sekolah ini, bikin malu aja!”

Satu persatu sampah sengaja di lempar dan mengenai tubuh Hermione.

Ia tidak menyangka hidupnya benar benar akan sekacau ini.

Gelap dan tak ada harapan. Tak ada satupun orang yang percaya kepadanya.

Ia melirik ke arah kanannya, ada Ginny, Harry, dan Ron berdiri disana. Menatapnya dengan tatapan penuh kecewa. Mereka bertiga diam dan tak berbuat apa apa ketika Hermione dilempar oleh sampah dan dihina.

Lalu, Ia menoleh ke arah kanan. Ada Draco disana. Draco menatap Hermione dengan tatapan jijik. Benar benar jijik.

Lalu, siapa yang bisa Ia harapkan di saat seperti ini? Siapa yang bisa Ia percaya?

Ia berlari keluar dari sekolah, menangis kencang hingga dadanya sesak dan tak mengizinkan secelah oksigen untuk masuk.

Semuanya terlalu rumit untuknya, Ia tidak sanggup menerima semuanya.

Apa yang harus Ia lakukan?

“Dunia gue udah runtuh. Jadi untuk apa gue bertahan?”


© urhufflegurl

Gelap.

**

Malam ini sungguh malam yang indah untuk Hermione. Bagaimana tidak, Ia jalan jalan dengan lelaki yang Ia cintai. Draco Malfoy.

Lelaki yang selalu Ia puja dan lelaki yang selalu Ia harapkan di dalam hidupnya.

Ia sangat senang.

Rasanya malam ini berjalan dengan cepat.

Ya, sekarang Ia sudah berada di rumahnya.

“Gue pulang dulu ya.” Ujar Draco kepada Hermione. Mereka telah sampai dirumah Hermione.

“Iya, hati hati ya!” Seru Hermione.

Draco hanya mengangguk dan mengusap pelan rambut Hermione lalu pergi dengan motornya meninggalkan Hermione sendiri.

Saat Hermione hendak masuk ke dalam rumahnya, tiba tiba Ia merasakan seperti ada hantaman besar menghantam pundaknya, dan dalam sekejap Ia kehilangan kesadarannya dan tidak mengingat apapun lagi.


© urhufflegurl

Happy?

**

“Hermione, sini!” teriak Draco membuyarkan lamunan Hermione.

Hermione menengok kekanan dan kekiri, siapa tau ada nama Hermione lain selain dirinya. Tapi di sekolah ini, cuman dia lah yang memiliki nama Hermione.

“Cari siapa si? Ayo, kesana Mi.” ajak Pansy menarik tangan Hermione.

Pansy dan Hermione memasuki lapangan basket.

“Three point. Kalau lo bisa, gue akan kabulin apapun permintaan lo.” ucap Draco menyerahkan bola basket di tangannya kepada Hermione.

Hermione terkejut, bagaimana bisa Draco melakukan ini kepadanya?

“Kalau gue mau lo jadi pacar gue, lo terima?” Tanya Hermione dengan berani.

Draco tersenyum. “Deal.”

Hermione melotot seketika. Bagaimana bisa? Duh, bisa tidak bisa Ia harus bisa memasukkan bola basket itu dengan three point.

Hermione mendribble bola itu sebisa nya, jujur Ia tidak bisa bermain basket. Namun apa boleh buat? Demi Draco.

Sekali, Ia gagal.

Dua kali, Ia gagal.

Tiga kali, Ia gagal.

Ia menyerah.

“Duh, gak bisa. Gue gak jago main basket.” Ucap Hermione pasrah.

Draco mengambil alih bola basket yang ada di tangan Hermione.

“Kejar gue, kalau dapet lo jadi pacar gue.” ucap Draco berlari menjauhi Hermione.

Hermione yang tersadar langsung mengejar Draco.

“Ayo kejar! Lemah banget.” teriak Draco sambil berlari.

“Ih jangan cepet cepet larinya! Draco!” teriak Hermione berusaha menyusul Draco.

“Draco, pelan pelan, gue capek.” Hermione terdiam, Ia berhenti berlari sedangkan Draco tertawa puas di jauh sana.

“Lemah.” Ucap Draco menghampiri Hermione.

“Ish, bukan lemah. Capek tau. Lo jangan lari lari, gue capek.” Ucap Hermione cemberut.

Draco mengacak ngacak rambut Hermione dengan gemas.

“Iya gak akan.”

Hermione tersenyum dan—

Hap!

“Yeaayy dapet! Lo jadi pacar gue!” Hermione memeluk Draco dengan senang.

Draco yang terkejut akan pelukan Hermione, Ia terdiam sebentar. Namun, Ia langsung kembali kepada realita.

“Lo itu bener bener ya, gemes banget sih.” Ucap Draco diakhiri dengan tawa.

“Hehehe.”

“Are you happy, Hermione?”

Hermione mendongkak melihat mata Draco dengan kedua tangan yang masih melingkar di pinggang Draco.

Ia perlahan mengangguk.

“Of course, I'm happy.”

Draco mempererat pelukannya sambil sesekali mencium rambut Hermione.

“Gue ada disini. Lo gak sendiri, Hermione.”


© urhufflegurl

Ada gue, lo gak sendiri.

**

Draco bolos untuk yang ke dua kali nya. Demi Hermione. Ya, dia bolos lagi untuk Hermione. Ia tahu gadis itu sudah sampai di sekolah, Ia melihatnya. Namun Hermione memutar balikkan badannya dan pergi dari sekolah entah kemana.

Satu hal yang harus kalian tahu. Draco Malfoy sedang khawatir sekarang. Ia menyusul Hermione ke rumahnya dengan perasaan tak karuan.

Ia takut. Jujur, jauh di dalam lubuk hatinya, Ia takut.

Takut hal buruk terjadi menimpa Hermione.


Sekarang apa? Apa yang harus Ia harapkan dari pahitnya kehidupan? Apa?

Tak ada yang akan mengerti posisinya bagaimana. Tak akan pernah ada.

Walaupun Ia menceritakan semua tentang dirinya hingga berbusa, percuma. Tak akan ada yang mengerti. Kecuali diri nya sendiri.

Ia berdiri di sini sekarang, dihadapannya ada 3 benda tajam yang mungkin bisa saja membunuhnya dalam sedetik.

Semuanya untuk apa? Untuk apa Ia hidup? Dulu, dia memiliki ambisi yang kuat untuk selalu menjadi juara satu. Demi kedua orang tuanya.

Namun sekarang, apa yang harus Ia lakukan ketika kedua orang tuanya membuatnya kecewa dan hancur?

Apa?

Tangannya perlahan mengambil salah satu benda tajam di hadapannya. Ia memegangnya dengan erat dan gemetar.

Untuk apa Ia hidup? Lebih baik mati. Itu akan menenangkan. Iya kan?

Ia menutup matanya perlahan, menghirup udara segar rumahnya untuk mungkin yang terakhir kali nya.

Perlahan, Ia menggoreskan benda tajam itu ke pergelangan tangannya.

“NO! Hermione!”

Hermione melotot ketika mendengar teriakan itu.

“NO! APAAN SIH LO? MAU MATI HUH?!”

Draco Malfoy datang menepis kasar pisau yang sebentar lagi akan membunuh Hermione.

Tangisan Hermione semakin keras, Ia berlari kembali mengambil pisau itu.

“Hermione! Lo gila ya?! Lo mau mati?!” Draco berusaha untuk mengambil kembali pisau di tangan Hermione.

Ia memeluk Hermione, dan menepis kasar pisau hingga pisau itu terlempar sangat jauh.

“Lepas! Gue mau mati, Draco. Lepasin gue! Lepas!” teriak Hermione memberontak.

“Gak, gue gak akan pernah lepasin lo. Lo gila! Lo mau bunuh diri lo sendiri, lo tau kan kalau bunuh diri itu hal yang hina? Lo gak akan diterima di manapun!” ujar Draco mempererat pelukannya.

Hermione semakin memberontak. Namun tenaganya yang kecil tak sebanding dengan tenaga besar milik Draco.

“Lepas, Draco! Lepas! Lo ngapain kesini, huh?! Lo kasian kan ke gue? Iya, sesedih ini kehidupan gue, Draco. Sesedih ini. Makanya gue cari perhatian ke lo. Lo bener, gue haus akan kasih sayang, lo bener tentang itu! Gue haus akan kasih sayang karna gue gak dapet semua itu dari kedua orang tua gue. Puas lo?!”

Draco terdiam ketika mendengar perkataan Hermione. Ia sadar, selama ini Ia sudah keterlaluan. Sangat keterlaluan.

Semuanya belum terlambat untuk menebuskan?

Draco memeluk erat tubuh Hermione. Ia merasakan bagaimana hancur nya Hermione. Perlahan, Ia mengusap pelan rambut Hermione dan menciumnya.

“Gue gak berguna, Draco.. Biarin gue mati..” lirih Hermione.

“Enggak, lo gak boleh mati, Hermione. Ada gue, lo gak sendiri di dunia ini. Ada gue.”

Hermione terus menangis dipelukan Draco, hingga Ia merasa sesak dan semua nya menjadi gelap.


© urhufflegurl

Mau nyusul nenek.

**

“Ngghh.” Hermione membuka matanya perlahan. Kepalanya benar benar sakit hingga rasanya dia tidak mampu mengangkatnya.

“Udah sadar?”

Suara berat itu membuat Hermione menjadi tegang seketika. Dia spontan langsung duduk dan bangun.

“Draco?”

Lelaki itu ternyata Draco. Dia menolong Hermione saat Hermione pingsan tadi, dan dia juga membawa Hermione ke dalam rumahnya.

“Nyusahin.” celetuk Draco dengan wajahnya yang tanpa ekspresi.

Hermione menunduk, ia merasa bersalah. “M—maaf.”

“Makan. Muka lo pucet banget kayak mayat.” Draco menyodorkan makanan ke Hermione.

Bukannya menerima itu, Hermione malah menangis.

“Kenapa lo malah nangis?”

Hermione menggelengkan kepalanya. Isakan tangisnya semakin keras. Dia menutup wajahnya dengan kedua tangannya.

“Hei..”

Hermione menoleh ke arah suara yang lembut itu. Dia semakin menangis.

“Jangan kayak gini Draco, lo gak seharusnya tolongin gue tadi. Biarin aja gue pingsan diluar.” lirih Hermione dengan suaranya yang tercekat.

Draco menghela nafasnya. “Masih untung gue tolongin.”

“M—makasih.” balas Hermione. Dia menghapus air matanya namun air matanya terus mengalir deras.

Suasana menjadi hening seketika. Hermione menangis dalam diam, hanya sesekali dia terisak.

“Granger..”

Hermione menjadi tegang seketika. Baru kali ini Draco menyebut namanya begitu lembut.

“Lo pulang aja Draco, gue mau istirahat.” balas Hermione tanpa menoleh ke arah Draco.

“Iya, gue mau pamit.” Draco berdiri dan mengambil tasnya. Setelah itu dia pun pergi meninggalkan Hermione sendiri.

Selepas perginya Draco, Hermione kembali menangis dengan histeris. Hatinya sangat sakit, rasanya dia sangat ingin berteriak dan pergi kemanapun. Yang pasti tempat yang jauh.

“Nek.. Hermione mau nyusul Nenek aja..”


© urhufflegurl

Bad.

**

Draco menjalankan motornya dengan kecepatan normal. Ia bangun terlalu pagi hari ini, jadi ia memutuskan untuk segera berangkat sekolah dan melanjutkan tidurnya disana.

Daritadi, ia memikirkan sesuatu yang harusnya tidak ia fikirkan. Setelah berbicara dengan Hermione terakhir itu, Hermione menghilang, semua sosial medianya off dan whatsappnya pun tidak aktif. Entah kemana.

Dan ia memutuskan untuk pergi ke rumah Hermione terlebih dahulu.

Tak pernah sekalipun ia berfikir untuk mengunjungi rumah Hermione sepagi ini, dan ia juga tidak bermaksud untuk mengajaknya pergi bersama ke sekolah, huh wanita itu pasti geer kalau iya Draco mengajaknya bersama ke sekolah.

Akhirnya Draco sampai dirumah Hermione. Ia berhenti agak jauh dari rumah Hermione, sengaja agar tidak terlihat. Mata Draco langsung menyipit ketika ia melihat Hermione sedang berdebat dengan seorang lelaki yang tidak ia kenal. Namun, bukan hanya berdebat, lelaki itu terlihat sangat memaksa Hermione dan mencengkram tangannya sangat erat.

Awalnya Draco membiarkannya, namun lama lama ia tidak tahan. Ia tidak tega melihat Hermione kesakitan, apalagi wanita itu mulai meneteskan air matanya. Jadi ia memutuskan untuk menghampiri mereka.

“Akkhh sakitt Cormac!” Terdengar suara rintihan yang berasal dari Hermione.

“WOY! LEPASIN!” Teriak Draco membuat Cormac maupun Hermione spontan menoleh ke arahnya.

“Draco?” Gumam Hermione.

Cormac yang melihat Draco langsung menarik Hermione ke belakang tubuhnya secara paksa.

“Cormac lepass!!!” Teriak Hermione.

“Lepas.” Perintah Draco dengan santai.

Cormac memicingkan bibirnya. “Lo siapa hm? Draco Malfoy.. Pacarnya Astoria Greengrass. Ada urusan apa lo kesini?”

Draco mengerutkan keningnya. Darimana ia bisa tau tentang dirinya dan Astoria?

“Lo siapa? Kok lo tau tentang gue dan Astoria?”

Cormac tertawa keras. “Tentu gue tau. Apa sih yang gue gak tau. Tentang Hermione pun gue tau.”

Cormac melirik ke arah Hermione namun Hermione hanya mendelik kesal.

“Bodo amat soal itu. Sekarang lo lepasin dia, kalau tetangga liat lo bisa disangka penculik. Postur badan lo mendukung jadi penculik soalnya.” Ujar Draco kepada Cormac.

“Bodo amat. Lebih baik sekarang lo pergi karna ini bukan urusan lo.” Ujar Cormac mengusir Draco.

Cormac semakin mengencangkan cengkramannya di tangan Hermione yang membuat wanita itu kesakitan.

“Akkh Cormac sakiit.” Lirih Hermione yang sudah tidak bertenaga. Dia merasakan tubuhnya sakit dan kepalanya sangat pusing. Wajahnya pun pucat.

“Lepasin atau lo berantem sama gue.” Draco melepaskan tasnya dan menyimpannya asal.

“Gue gak akan lepasin dia.” Balas Cormac.

“Oke kalau gitu, emang lo orangnya suka kekerasan.”

BUGH!

Hermione terloncat ke belakang. Cormac dipukul keras oleh Draco, merasa tak terima dengan itu, Cormac segera kembali memukul Draco.

“CORMAC NOO!!” Teriak Hermione menarik narik tangan Cormac.

“Enggak plis, jangan pukul dia.” Lirih Hermione memohon kepada Cormac. Ia berlutut di hadapan Cormac, melindungi tubuh Draco yang tersungkur di belakangnya.

Draco tersenyum kecut ketika melihat sudut bibirnya berdarah. Dahsyat juga pukulan Cormac ini.

“Dia yang mukul gue duluan.” Ujar Cormac.

Hermione menggelengkan kepalanya. “Enggak, plis jangan. Gue mohon.. Oke gue berangkat sekolah bareng lo. Draco, lo gapapa?”

Hermione mencoba untuk membantu Draco berdiri namun lelaki itu menepis tangan Hermione.

“Jadi ini semua karna permasalahan lo gak mau berangkat sekolah bareng dia?” tanya Draco kepada Hermione.

Hermione mengangguk, lalu dia mengeluarkan perlengkapan P3K miliknya di tasnya.

“Luka lo obatin ya? Plis. Bibir lo berdarah, kalau gak diobatin nanti infeksi.” Hermione kembali menangis melihat Draco terluka, padahal lukanya hanya sedikit dan kecil. Namun entah mengapa rasanya sangat perih bagi Hermione.

“Gak usah.”

“Plis Draco sekali ini ajaa lo dengerin apa kata gue, gue mohon..”

Hermione melihat jam tangan yang melingkar di tangannya. Baru pukul 6, masih ada waktu untuk membersihkan luka Draco.

“Sini, gue obatin.” ujar Hermione mengeluarkan kapas dan cairan antiseptik.

Draco tidak melawan, tidak juga mengiyakan, dia terdiam. Entah mengapa rasanya dia ingin diam, dia tidak ingin meninggalkan Hermione dengan lelaki ini. Apalagi melihat Hermione menangis seperti ini. Ada apa dengannya? Mengapa ia merasakan sakit?

Hermione mengobati luka Draco pelan pelan dan lembut, bahkan saking lembutnya membuat rasa sakit nya berkurang.

“Udah beres. Lo berangkat duluan aja ke sekolah.” Ujar Hermione tersenyum senang. Ia sangat merindukan Draco.

Draco mengangguk dan kembali mengambil tasnya lalu ia pun berjalan menuju motornya.

Sebelum Draco berangkat, dia melirik Hermione sebentar. Perempuan itu memandang Draco dengan tatapan kepedihan. Seperti ada kata tolong disana. Namun Draco mengacuhkannya.

Setelah itu, Draco pun pergi. Tidak, dia tidak benar benar pergi.

“Puas lo?!”

PLAK!

Hermione terkejut ketika tangan Cormac dengan mudah dan gampangnya menampar wajah Hermione.

“Maksud lo apa? Lo ngobatin dia didepan wajah gue? Sekali lagi lo lakuin itu, gue pastiin foto nyokap lo nyebar dimana mana!” Teriak Cormac menggema membuat Hermione terkejut dan berjalan mundur. Cormac benar benar menyeramkan.

“Dia terluka.. Gue gak tega..” lirih Hermione.

“Gue mau lo jauhin dia.” Putus Cormac.

“Gak. Gue gak bisa.”

“Gue. Mau. Lo.. Jauhi. Dia.”

Hermione menggelengkan kepalanya. Dia kembali menangis. Mengapa semua penderitaan masuk bertubi tubi ke dalam hidupnya? Rasanya sangat sesak. Sesak sekali.

“Kalau lo gak mau jauhin dia, gue pastiin dia gak akan hidup tenang.” Bisik Cormac sebelum dia pergi dengan mobilnya.

Hermione terdiam ditempat. Dia kembali menangis.

“Kenapa sih.. Kenapa.. Kenapa harus gue..”

Hermione merasakan kepalanya sangat sakit dan dadanya semakin sesak. Dia pun terjatuh dan semuanya menjadi gelap.


© urhufflegurl

Enough

**

“DRACOOO!!”

Draco terdiam, dia sedikit tersentak mendengar teriakan itu. Teriakan maut dari Hermione Granger. Ya siapa lagi selain Hermione yang berani berteriak seperti itu.

“Dracoo! Gue bawain nasi goreng buat lo. Tadi Pansy bilang lo gak mood makan jadi gue yakin lo lagi laper dan inii gue bikinin nasi goreng buat lo!” seru Hermione menyodorkan paper bag miliknya yang berisikan nasi goreng.

“Draco, ayo terima. Sekaliii ajaa lo terima makanan atau minuman yang gue kasih. Udah dua tahun loh, dan lo belum pernah terima satupun pemberian dari gue.” Hermione sedikit bersedih dan menunduk.

Draco mendengus kesal tanpa sekalipun melirik kepada wanita yang sedang berdiri didepannya.

“Mau lo apa sih?”

Hermione mendongkak. Mata coklat hangat miliknya bertemu dengan mata abu abu dingin milik Draco.

“Mau gue? Simple, mau gue ya cuma lo.” Balas Hermione dengan mantap.

Draco memicingkan senyumnya. Dia tau, dari dulu memang yang Hermione mau adalah dirinya. Tapi bukan itu maksud pertanyaannya.

“Lo orang paling keras kepala yang pernah gue kenal, Hermione.”

Hermione terdiam. Dia tidak bisa berkata apapun, yang dia rasakan hanya perih. Perih yang langsung menyerbu ke dalam hatinya saat ia menatap mata itu. Mata yang selalu ia idam idamkan, mata yang selalu ia rindukan, mata yang selalu ia puja.

“Gue selalu bilang lo gak akan pernah dapetin gue. Tapi lo sekeras kepala itu tetep ngejar gue bahkan udah sampe satu tahun lo ngejar gue. Gak capek apa? Gue aja yang diem ditempat dan gak ngapa ngapain capek liat lo.”

Dada Hermione naik turun dengan teratur. Matanya tidak lepas dan tidak berhenti menatap Draco.

“Kenapa sih? Apa yang selama ini lo cari sebenernya? Apa yang lo mau? Harta gue? Atau kepopuleran gue? Apa? Bilang aja gapapa.”

Hermione mengerutkan keningnya mendengar penurutan Draco. Lalu ia menghela nafasnya dan menunduk, berhenti menatap mata yang sangat dingin itu.

“Gue gak pernah incer apapun yang lo sebutin barusan. Gue cinta sama lo, gue sayang sama lo. Gue cuma mau lo.” Ujar Hermione penuh penekanan di akhir kalimatnya.

Draco menyeringai sebal. “Gue gak mau lo, gue gak cinta sama lo, gue gak sayang sama lo. Bahkan untuk kefikiran deket sama lo aja gue sudi, najis. Lo nyadar gak sih kalau kelakuan lo selama ini itu menunjukkan kalau lo itu cewek murahan?”

Hermione merasa lidahnya kelu. Ia tersenyum kecil mendengar hal itu, namun hatinya sangat perih. Untung saja ia sudah terlatih untuk tidak menangis didepan umum.

“Murahan apanya sih Drake? Jelas jelas gue itu sedang memperjuangkan cinta gue ke lo. Gue itu tulus, bukan murahan.” Balas Hermione tidak terima.

“Tulus darimananya sih? Lo sadar gak sih kalau semua sikap lo itu malah bikin gue jadi ilfeel sama lo? Lo.. Terlalu murahan. Murahan.”

Hermione merasakan dadanya sesak. Ternyata ia tidak sepintar dan sekuat itu menyembunyikan air matanya. Setetes air matanya berhasil lolos, namun ia segera menghapusnya dengan tangannya.

“Atau lo haus ya?”

Hermione menatap Draco dengan tajam.

“Haus akan kasih sayang?”

Kali ini Hermione benar benar tak bisa menahan air matanya yang mengalir deras dipipinya.

“Lo gak bisa mendapatkan itu dari kedua orang tua lo. Jadi lo cari kasih sayang lo sendiri ke gue, dan lo cari perhatian ke gue. Iya kan?”

Tangan Hermione mengepal keras. Draco memang orang yang dingin, tapi ia tidak menyangka bahwa Draco adalah orang yang jahat.

“M—maksud lo?”

Draco menyeringai dan seringai itu adalah seringai yang Hermione benci.

“Lo udah tau semua kan dari Pansy?”

“Astoria?”

Draco mengangguk. “I love her.”

Hermione meremas tangannya kuat kuat. Jangan ditanya seberapa sakit dirinya ketika Draco mengatakan hal itu.

“You love her?”

“Yeah, I love her. Dan gue minta lo berhenti. Karna sampe kapanpun, gue cuma cinta sama dia.”

Hermione menghapus air matanya dan tersenyum. “Dia cuman mantan lo kan?”

Draco menggelengkan kepalanya. “Nope. Dia lebih dari sekedar mantan buat gue.”

Senyum Hermione hilang, wajahnya benar benar sudah basah akibat air matamya.

“Ngerti kan maksud gue?”

Hermione kembali tersenyum. Bahkan ia tertawa. Tawa yang menunjukkan kepedihan, tawa yang menunjukkan kekecewaan, tawa yang hampa dan tawa yang kosong.

“Ngerti ngerti.” ujar Hermione memberi jeda untuknya mengambil nafas.

“Oke, yeaay! Akhirnya lo mendapatkan cinta yang lo mau. I'm so happy to hear that.” lanjutnya sambil menghapus air matanya dan tersenyum.

“Aduh sorry gue cengeng banget.”

Hermione mengambil nafasnya diam diam dan menggigit bibir bawahnya menahan rasa sakit dan sesak didadanya.

“Okay, Draco.. Thanks. Makasih untuk semua yang udah lo kasih ke gue. Makasih. Gue seneng kalau lo seneng, jaga dia, jaga Astoria. Mudah mudahan menjadi cinta pertama dan terakhir buat lo.”

Hermione terdiam lagi menarik nafas dalam dalam. Air matanya terus mengalir dan tangannya tak henti menghapusnya.

Sementara Draco, lelaki itu hanya menatap Hermione dengan tatapan yang entah itu apa, tatapan yang tidak dapat ia deskripsikan.

“Oke Draco, gue mundur. Congrats atas kedatangan Astoria ke Indo. She's beautiful and look kind. I hope your happy, Draco.”

“Gue bisa bersaing dengan seratus atau seribu orang yang suka sama lo. Sebanyak apapun itu. Tapi—”

Hermione menghela nafasnya.

“Tapi— gue gak bisa bersaing sama satu orang yang lo cinta. Walaupun hanya satu orang.”

Hermione pergi meninggalkan Draco yang berdiri dengan segala rasa menumpuk pada dadanya. Rasa yang entah apa Ia rasakan ketika melihat air mata itu.

Air mata yang sangat berharga.

“Gue mundur, Draco.”


© urhufflegurl