litaaps

:)

**

Hermione merasa suntuk seharian berada dirumah, jadi ia memutuskan untuk jalan jalan kemanapun yang ia mau. Soal Cormac, lelaki itu masih didalam rumah Hermione, ia sedang menghabiskan stock makanan milik Hermione sambil menonton televisi.

Hermione pergi dengan memakai celana jeans, kaos, hoodie, ia juga memakai topi dan masker. Matanya bengkak akibat terlalu banyak menangis, dan ia tidak ingin matanya terlihat oleh banyak orang.

Tujuan utama yang Hermione tuju adalah rumah Draco. Entah mengapa ia melangkahkan kakinya menuju rumah Draco. Ini sudah pukul 3 sore, pasti lelaki itu sudah pulang. Dan benar saja. Baru selangkah ia masuk ke dalam perumahan dimana Draco tinggal, ia sudah melihat motor gede Draco dan Draco yang begitu tampan. Hermione tersenyum senang melihat Draco, ia sangat merindukan lelaki itu. Ketika ia melihatnya, rasanya semua kepedihan dan beban tiba tiba hilang begitu saja.

Namun, semua senyumnya sirna dan ia harus menelan kenyataan yang begitu pahit. Draco membonceng seorang wanita di belakangnya. Lalu ia juga melihat bagaimana mereka berpelukan, dan wanita itu mencium hangat pipi Draco. Tanpa sadar, air matanya kembali menetes.

“Saudara gak mungkin nyium lo, Draco.”


© urhufflegurl

Hancur.

**

“Mama?”

Helena Granger. Mamanya yang sedang sibuk di Australia bersama suaminya, Richard Granger.

“Hermione?” Helena berdiri dan menghampiri Hermione.

“Mama kapan pulang? Ada apa?” tanya Hermione. Wajahnya tidak memperlihatkan adanya kebahagiaan saat melihat sang Mama dengan koper besar di tangannya.

Dia yang asalnya bahagia, kini berubah drastis menjadi sedih.

“Huft. Papa kamu itu, selalu seperti itu. Ingkar janji dan tidak pernah bisa dijaga omongannya. Selama di Aussie, dia selalu fokus ke pekerjaannya, Mama selalu didiemin, dicuekin, dan enggak diperhatiin. Mama gak kuat Hermione, Mama mau—”

“Mau cerai?”

Helena menghentikan aktivitasnya yang entah sedang apa. Yang pasti, wanita itu sedang mempersiapkan berkas.

“Hermione, kamu gak akan ngerti gimana jadi Mama.”

Hermione tersenyum kecil. “Iya, emang aku gak akan pernah ngerti Ma. Papa bisa aja cuekin Mama karena Mama selingkuh darinya, kerjaan Mama cuma ngabisin uang Papa dan foya foya. Mama pergi ke club, main sama lelaki lain, dan Mama main dalam artian lain. Pantes aja Papa cerain Mama.”

Plak!

Tangan Helena mendarat dengan sempurna dipipi Hermione. Wanita itu hanya tersenyum. Sudah lama ia tidak merasakan ini, ah rasanya ia cukup merindukannya.

Terkadang, ia berfikir lebih baik diperlakukan kasar oleh kedua orang tuanya, dari pada harus jauh dengan mereka. Tetapi, ia sadar, jauh dengan orng tua cukup sehat untuk mentalnya.

“Jaga omongan kamu! Tau darimana kamu? Jangan sok tau. Mama disana itu bantu semua bisnis Papa kamu! Mama yang ngurusin semua, Mama yang repot kesana kesini bertemu client, Mama yang kerjain pekerjaan Papa kamu!” Helena memandang Hermione dengan keras.

“Ohya? Terus kenapa bisa Papa cuekin Mama? Mama itu gak pantes ngebohong Ma, Mama sama kayak aku, gak bisa bohong. Tapi, Mama pembohong yang hebat.” Hermione menghela nafasnya dan merasakan dadanya sedikit sesak. Ia sangat ingin menumpahkan air matanya mengingat hal yang membuatnya sakit, namun ia tidak boleh menangis. Ia harus kuat.

“Mama pernah bilang, Mama gak akan ikut Papa ke Aussie. Tapi nyatanya, Mama ikut kesana. Mama bilang, jangan khawatir, Mama akan selalu untuk aku, Mama akan selalu tanya kabar aku, akan selalu telfon aku, akan selalu memberi kabar ke aku. Mama akan selalu ada kalau aku lagi ngerasa kesepian atau sedih. Mama bohong juga. Mama gak pernah ada untuk Hermione, Ma. Bahkan untuk membaca semua pesan Hermione aja, Mama gak pernah. Terus sekarang, Mama bilang Mama selalu bantu semua pekerjaan Papa disana? Mama bohong lagi. Hermione tau Ma, Hermione tau kalau Mama sering pergi ke clubbing dan main sama lelaki lain disana. Hermione tau Ma.”

Helena terbungkam mendengar penuturan sang anak. Ia kembali ke Indonesia untuk mengurusi perceraian dengan sang suami, namun ia lupa bahwa ada seorang anak yang harus dijaga hatinya.

“Mama mau cerai sama Papa? Ya silakan. Tapi Mama jangan pernah tanya aku mau ikut Mama atau Papa, aku mau disini aja. Karena sama Papa, aku gak dianggap. Begitupun dengan Mama.” ujar Hermione sedikit merendahkan suaranya karena tidak tahan dengan rasa sakit didadanya.

“Hermione, kamu tau darimana tentang Mama?” tanya Helena sedikit berbisik.

Hermione tersenyum kecut lalu mengeluarkan ponselnya. Ia menunjukkan foto yang selama ini berhasil membuat hidupnya hancur.

“Ini Mama kan?”


© urhufflegurl

Apa ini artinya?

**

“Mione, pulang bareng gue yuk?”

“Sorry ya kak Cedric, gue gak bisa, gue gak mau liat Draco itu marah dan cemburu sama lo. Sorry banget, tapi gue mau jaga hati gue hanya untuk Draco seorang.”

“Lo mau ke toko buku? Mau bareng? Kebetulan gue ada yang mau dibeli nih.”

“Duh sorry ya kak Oliver, gue gak mau bikin Draco marah, sorry banget.”

“Yakin gak mau bareng? Jok motor gue kosong loh.”

Hermione menggelengkan kepalanya dan tersenyum ramah. “Maaf banget ya Kak Viktor tapi— lo kan tau kalau gue itu sedang dan akan selalu menjaga hati gue buat Draco, jadi gue gak bisa.”

Memang dasar Hermione, sebanyak dan sekuat apapun para lelaki menghampirinya, ia akan menolaknya dengan alasan tidak ingin membuat Draco cemburu atau marah. Padahal, Draco sama sekali tidak pernah merasa seperti itu, bahkan ia cuek cuek saja dan bodo amat, tidak peduli dengan apa yang akan atau sedang Hermione lakukan.

“Draco!” Sapa Hermione melambaikan tangannya kepada Draco.

Lelaki itu tidak menoleh, akan tetapi ia terus berjalan terburu buru. Hermione yang merasa aneh pun segera menghampirinya, namun Draco keburu pergi dengan motornya.

“Ada apa ya? Ah gue ikutin aja!”

Hermione mengikuti Draco menggunakan ojek. Draco terlihat sangat cepat mengendari kendaraannya. Tak mau kehilangan jejak, Hermione terus menepuk nepuk pundak abang ojek untuk bisa mengejar Draco.

Motor Draco berhenti di suatu tempat. Cafe lebih tepatnya. Lalu Hermione pun turun, namun ia hanya melihat Draco dari kejauhan.

Disana, untuk pertama kali didalam hidupnya, ia merasakan patah hati yang luar biasa.

Draco Malfoy memeluk seorang wanita. Bahkan pelukannya sangat erat. Sangat erat hingga sepertinya tak ingin dilepas.

Tanpa sadar, Hermione mengepalkan tangannya. Air matanya meleleh dan hatinya sangat sakit seperti tersengat listrik yang cukup keras.

“Apa ini artinya gue harus mundur, Draco?”


© urhufflegurl

Pesan.

**

Setelah hampir 15 menit ia menunggu, akhirnya yang ditunggu pun tiba. Ternyata Draco habis latihan basket bersama Theo dan Blaise. Ah dia sangat tampan jika memakai seragam basket seperti itu.

“DRACOO!!” Teriak Hermione menyambut Draco dengan penuh riang.

“Lo disini? Kok belum pulang?” Tanya Blaise.

“Iya kan nunggu Draco.” Ujar Hermione yang berhasil membuat Draco menoleh ke arahnya lalu mengerutkan keningnya. Namun sedetik kemudian, ia kembali tidak menganggap Hermione.

“Pulang Mione, ngapain nungguin Draco?” Ujar Theo terkekeh pelan.

“Mau pulang bareng lah, apa lagi? Iya kan Drake?” Tanya Hermione tersenyum senyum kepada Draco.

Draco sama sekali tidak meliriknya. Lelaki itu fokus memakai jaket dan helmnya.

“Gue duluan ya! Nyokap gue nunggu nih.” Ujar Blaise menjalankan motornya.

“Dadaah Blaise!” seru Hermione melambaikan tangannya.

“Gue juga duluan ya, bebeb Luna udah nunggu dirumah.” seru Theo menjalankan motornya.

“Dadaaah Theo!” ujar Hermione sedikit meninggikan nada bicara.

Dan kini, yang tersisa hanyalah dirinya dan Draco. Rupanya lelaki itu sudah menaiki motor dan siap untuk menjalankan motornya.

“Draco, gue nebeng ya? Udah malem ini, hp gue juga low gak bisa pesen taksi online. Gue nebeng ya? Yayayaya?” Hermione menempelkan kedua tangannya memohon kepada Draco.

Draco sama sekali tidak memperdulikannya, bahkan meliriknya saja ia tidak melakukannya. Lelaki itu malah menghidupkan motornya dan menjauh sedikit dari Hermione.

“Ih Draco! Gue nebeengg!” Hermione merengek sambil memegang tangan Draco.

Merasa risih, Draco menepis dengan kasar tangan Hermione hingga tubuh wanita itu terdorong ke belakang.

“Akkhh Draco ih kok gitu?” pekik Hermione.

“Lo ngapain sih? Gue udah bilang sama lo, gue gak suka sama lo. Gue gak akan pernah suka sama lo. Bahkan untuk kenal sama lo aja sebenernya gue ogah.” Ketus Draco kemudian menutup kaca helmnya.

“Draco ih, gue cuma mau nebeng aja.” Ujar Hermione dengan suaranya yang lembut.

“Pulang sendiri. Udah gede kan? Gak usah manja.” ujar Draco sebelum akhirnya ia pergi meninggalkan Hermione sendiri disekolah yang mulai gelap.

“Lo beneran ninggalin gue Drake?”

Hermione memutuskan untuk duduk di halte menunggu bis atau taksi lewat, ponselnya benar lowbatt dan dia belum sempat memesan taksi online.

Hermione berusaha untuk menyalakan ponselnya.

“Yes akhirnya nyala! Huaa cuma 10% lagi baterainya. Gue harus bisa pesen taksi online.” Gumam Hermione dengan segera membuka aplikasi yang ia tuju.

Tring!

Dada Hermione naik turun menerima pesan itu lagi. Lagi lagi nomor yang tidak ia ketahui itu mengirim suatu foto yang sangat membuatnya emosi.

Hermione mengepalkan tangannya. Air matanya mulai meleleh, namun ia segera menghapusnya. Ia tidak ingin ada orang lain melihatnya sedang menangis.

Tak lama kemudian, taksi online yang dipesan oleh Hermione pun tiba. Dan dia dengan segera menaiki mobil itu tanpa ia sadari dari tadi ada seseorang yang memperhatikannya dari jauh.


© urhufflegurl

Entahlah

**

“DRACOOO!!” Teriakan Hermione rasanya sudah bersahabat baik dengan telinga teman teman yang lain. Sudah hampir dua tahun lebih ia selalu melakukan hal ini.

“Draco, istirahat bareng yuk?” Ajak Hermione berdiri didepan Draco.

“Duuh Drake, iya in aja napa sih? Cuek cuek ntar nyesel baru tau rasa lo.” Ejek Blaise, sahabat Draco.

“Tau nih, kalau gak mau mending buat gue aja.” Sembur Theo, sahabat Draco juga.

“Ih ogah gue sama lo. Lagian lo kan punya Luna.” ketus Hermione kepada Theo, lalu kembali tersenyum kepada Draco.

“Draco, ayoo istirahat bareng! Lo harus nyobain sushi buatan gue, enak banget! Lo pernah nyoba belum? Pasti belum kan? Iyaa belum soalnya makanan dari gue kan selalu lo tolak. Jadi ayo ke kantin dan makan sushi bareng bareng! Kebetulan gue bikinnya agak banyakan!” Ajak Hermione tersenyum lebar kepada Draco. Dan seperti biasa, lelaki itu selalu tidak menganggap Hermione ada.

“Drake, iya in aja sih. Lo gak ada rasa suka gitu sedikit pun sama Hermione? Dua tahun loh Drake, masa iya gak nyantol?” Bisik Pansy, sahabat terdekat Draco.

“Ogah.”

Draco pergi mengabaikan Hermione. Namun yang dilakukan Hermione hanya tersenyum dan menghela nafasnya.

“Mione, udah deh mundur aja. Lo sendiri tau dari dulu Draco itu kayak gitu.” Ujar Blaise sedikit menekankan perkataannya. Lama lama dia gemas juga kepada Hermione yang keras kepala.

“Bener tuh Mione, banyak yang suka sama lo. Mending sama mereka aja daripada ngejar satu gak dapet dapet.” Tambah Theo diikuti anggukan oleh Blaise.

Hermione sedikit memajukan bibirnya dan berfikir.

“Kebanyakan mikir lo! Rumus semua sih otak lo, jadi tumpul ke masalah percintaan.” Ujar Pansy sembari melangkah pergi kekantin menyusul Draco.

“Ih Pansy! Kan gue udah bilang 3 bulan!”

Pansy memutarkan bola matanya malas. “Terserah.”

“Udah, mending lo kekantin, ayo.” ajak Theo dibalas anggukan semangat oleh Hermione.

“Ayoo!”

Blaise dan Theo sama sama tersenyum. Hermione benar benar cantik, entah mengapa dan apa alasannya Draco tidak menyukainya.


© urhufflegurl

Bisa?

**

Draco membawa Astoria ke suatu taman yang jauh dari rumah Hermione.

Sepanjang jalan, Astoria terus menangis tanpa bicara sepatah katapun kepada Draco. Ia benar benar kecewa dengan sikap Draco. Dan Ia membenci Hermione.

Sesampainya di taman, Astoria tidak mau turun yang membuat Draco mau tidak mau berbicara dengannya di dalam mobil.

“Maksud kamu apa sih? Dateng ke rumah Hermione dan tampar dia gitu aja? Gak malu?” tanya Draco kepada Astoria.

Astoria menoleh, matanya sudah bengkak dan air matanya terus mengalir.

“Aku yang harusnya tanya maksud kamu apa Drake. Maksud kamu apa bohong ke aku? Selama ini jangan difikir aku gak tau kamu deket sama dia. Aku tau Drake, aku tau semuanya. Jangan fikir kita beda sekolah, kamu bisa bebas seenaknya. Aku gak suka.”

Draco menghela nafasnya frustasi. Ia sangat ingin lepas dari Astoria. Apa ini saatnya ?

“Jadi gimana?” tanya Draco kepada Astoria.

Astoria menunduk sambil terus menangis. Ia sangat mencintai Draco. Bagaimana bisa Ia melepas lelaki yang Ia cintai?

“Aku mau kita putus, Astoria.”

“Enggak Drake, aku mohon. Jangan.”

“Astoria—”

“Aku mau ngelakuin apapun asal kita gak putus. Aku mohon, Draco.”

Draco terdiam, lalu Ia memeluk Astoria yang masih menangis.

“Biarin aku dengan semua yang membuat aku senang ya, bisa?”


© urhufflegurl

Birthday.

**

“Balik yuk, eh tapi gue ikut ke rumah lo dong Mi? Yayaya?”

Hermione menoleh ketika mendengar pertanyaan Hannah. Sudah 3 jam mereka di toko buku, dan kini saatnya mereka kembali ke rumah Hermione dan melakukan hal yang telah di rancang sedemikian rupa.

“Ngapain lo kerumah gue?” tanya Hermione.

“Ya gapapa mau main aja, boleh kan? Gue bt di rumah sendirian. Jadi, gue mau main di rumah lo.”

“Yaudah ayo deh.”


Sesampainya di rumah, Hermione membuka pintu rumahnya. Seperti biasa, gelap. Karna memang terakhir Hermione tinggal rumahnya gelap.

Hingga saatnya tiba.

“Surprise!!!” teriak Ginny, Luna dan yang lainnya mengagetkan Hermione.

Hermione terkejut, Ia tersenyum. Saking senangnya, Ia hampir menangis. Rumahnya didekor seindah mungkin, tulisan Happy Birthday menempe di dinding rumahnya.

Sang Mama datang membawa kue yang sangat indah.

“Make a wish dulu dong anaknya Mama yang cantik.”

Hermione tersenyum dan memejamkan matanya. Ia menempelkan kedua tangannya, berdoa selama mungkin. Setelah itu, Ia meniup kedua lilin yang ada di hadapannya.

“Happy birthday!!” teriak Ginny dan Luna berbarengan.

“Ya ampun, thanks guys.” seru Hermione terharu.

Hermione melihat satu persatu teman temannya. Dan kini, netranya berhenti di mata silver milik Draco.

Mereka bertatapan, cukup lama.

“Happy birthday, Hermione.” ucap Draco memberikan paper bag ditangannya.

“Thanks, Draco.”


Acara ulang tahun Hermione berjalan dengan lancar. Mereka kini sedang mengobrol ngobrol santai di halaman depan rumah Hermione.

“Hermione, boleh ngobrol berdua?” ajak Draco.

Hermione mengangguk, mereka berdua menjauh dari posisi teman temannya.

“Ada apa?”

“Hermione, gue minta maaf. Gue tau selama ini lo ngehindar dari gue, gue minta maaf.”

“Gue udah maafin lo. Bener apa kata lo, kita bisa jadi temen. Iya kan?”

“Jadi mau lo temenan sama gue?”

Hermione tersenyum. “Iya mau dong. Kenapa enggak?”

“Makasih Hermione, gue kira lo gak mau temenan sama gue.”

Ya memang tidak mau, Hermione ingin lebih dari sekedar teman. Tapi apa boleh buat jika ternyata semua itu tidak akan bisa.

“DRACO?!” teriak seorang perempuan diluar rumah Hermione yang membuat semua mata tertuju padanya.

Dia Astoria. Astoria menghampiri Hermione dan Draco penuh dengan amarah.

Plak!

Hermione terkejut ketika Astoria menampar pipinya. Bukannya sakit, Ia malah terkejut.

“Apa sih?!” Teriak Hermione tak terima.

“Lo cewek gatel! Gue udah peringatin lo untuk gak deket deket sama Draco tapi apa buktinya? Mana? Lo masih deket deket sama Draco, bahkan gara gara lo, Draco bohong sama gue!” Teriak Astoria.

“Bohong apa? Gue gak ngerti maksud lo apa.”

“Astoria—” sela Draco menarik tangan Astoria, namun Astoria menepisnya dengan kasar.

“Diem kamu!” Teriak Astoria kepada Draco.

“Lo.” Astoria menunjuk Hermione.

“Gara gara lo, Draco bohong sama gue, dia bilangnya mau kerja kelompok tapi apa? Mana buktinya? Dia malah dateng ke acara ulang tahun murahan lo! Emang lo itu cewek gatel, murahan, gak tau diri!”

Hati Hermione rasanya sakit mendengar kata kata kasar itu. Terlebih dari seseorang yang bahkan tidak Ia kenal.

Tangan Hermione mengepal keras dan air matanya mulai keluar.

Sebelum Astoria mengeluarkan kata kata yang lebih kasar lagi, Draco segera menarik Astoria untuk menjauh.

“Maksud lo apa sih? Atas dasar apa lo nampar Hermione huh?!” Pekik Draco kepada Astoria.

“Kamu kok kasar sama aku?” tanya Astoria dengan melas.

“Ya emang lo berhak gue kasarin! Selama ini gue tahan sama semua sikap manja lo, tapi kali ini gue bener bener gak tahan. Gue muak sama lo. Gue mau kita putus, lo jangan pernah ganggu gue lagi!”

“Gak! Kamu gak berhak mutusin aku, Draco. Aku gak mau kita putus!”

“Kita putus, Astoria.”

Astoria menangis, Ia memohon kepada Draco. “Enggak, aku mohon, enggak Drake. Aku gak mau putus sama kamu.”

“Gue mau putus, dan jangan pernah ganggu gue lagi.”

Draco pergi dari tempat itu. Sebelum Ia pergi, Ia menatap Hermione sebentar.

“Kelarin masalah lo.” bisik Ginny kepada Draco.

Draco mengangguk. Ia menarik Astoria untuk ikut bersamanya pergi dari rumah Hermione.


© urhufflegurl

Tragedi basket.

**

Suasana lapangan basket yang awalnya menjadi suasana yang menyenangkan kini suram bagi Hermione. Disini lah Ia bertemu dengan Draco, dan akan selalu bertemu dengan Draco.

Siang ini, akan dilakukan tes bagi semua anggota basket. Bulan depan akan ada tanding antar SMA, maka dari itu, tim basket SMA Hogwarts harus mempersiapkan tim terbaik menurut mereka.

Dan tentu saja Oliver memimpin semuanya.

Oh iya, ngomong ngomong soal Oliver, kisah cinta nya dengan Alicia kembali berjalan.

Buktinya, Alicia sekarang ini berdiri di pinggir lapangan basket sambil terus menyemangati Oliver. Dan Oliver senang akan hal itu.

Hermione ikut senang untuk mereka.

Ekskul mun dimulai. Anggota basket harus memasukkan bola secara bergilir terlebih dahulu.

Semua berjalan dengan lancar, hingga akhirnya pertandingan untuk penyelisihan dimulai.

Tim perempuan dan laki laki dipisah. Perempuan akan melawan perempuan. Dan laki laki juga akan melawan laki laki.

Hermione bergabung dengan Ginny akan melawanurhufflepu”Mi, yang fokus ya.” ucap Ginny menyemangati Hermione.

Hermione hanya mengangguk dan iya iya saja.

Permainan dimulai, awalnya berjalan dengan semestinya hingga saatnya tiba di titik buyar Hermione.

Ia sama sekali tidak fokus. Bayangan tentang Draco terus bermunculan di kepalanya.

Tangisan yang Ia keluarkan, air mata yang terkuras, dan fikiran yang terbagi menjadi dua. Semua itu dengan tiba tiba muncul di kepalanya.

Ia kehilangan kefokusannya.

“Hermione tangkap!” teriak Hannah, salah satu teman satu timnya.

Namun, bukannya menangkap, Hermione malah diam saja, hingga akhirnya bola itu dengan mantap memukul kepalanya.

“Hermione?!” teriak Ginny khawatir.

Semua menghampiri Hermione yang terjatuh.

“Mi, lo gapapa?”

Rasanya buyar. Yang Hermione lihat hanyalah bayang bayang saja hingga akhirnya semua gelap.


Hermione terbangun di ruang UKS. Ia sedikit terkejut ketika Ia melihat Draco berada disampingnya sedang mempersiapkan teh hangat.

“Udah sadar?” tanya nya.

Hermione mengangguk, Ia pun bangun.

“Lo?”

“Minum dulu. Gue udah bilang jangan maksain tetep aja maksain.”

Hermione menerima teh hangat buatan Draco.

“M—makasih.”

“Pulang bareng gue ya. Gak ada penolakan.”

“Tapi.”

“Gak ada penolakan.”

Hermione hanya pasrah saja. Kenapa Ia harus dihadapkan dengan situasi seperti ini?

Ia mencintai Draco, tapi bagaimana bisa?


© urhufflegurl

Ramen

**

Hari ini adalah hari terburuk bagi Hermione. Daritadi yang Ia lakukan hanya melamun dan melamun. Tidak ada senyuman yang melengkung di bibirnya.

Baru kali ini Ia di labrak oleh kakak kelas. Terlebih itu didepan teman temannya.

Kini, Hermione bertemu dengan Draco. Lelaki itu katanya mau mengajaknya ke kedai ramen yang enak.

“Hai.” sapa Draco tersenyum.

Hermione hanya berdeham.

Draco mengusap ngusap pelan kepala Hermione membuat jantung Hermione berdetak cukup kencang dan pipinya memerah.

“Kenapa? Bt gara gara Alicia ya?”

“Kak.”

“Iya Kak Alicia.”

Hermione mengangguk.

“Udah, jangan bt bt. Ayo kita makan ramen aja.”

Hermione hanya tersenyum tipis dan memakai helm yang diberikan oleh Draco.

“Ayo.”


“Waah, gue baru tau loh ada kedai ramen disini.”

“Makanya jangan sekolah pulang sekolah pulang. Kali kali jalan jalan lah.”

“Suka kok sama Ginny, Luna tapi ya tetep aja gue baru tau tempat ini.”

Draco terkekeh pelan dan melihat lihat menu yang ada di meja.

“Lo mau pesen apa?” tanya Draco mendekatkan menu itu kepada Hermione. Mereka melihat menu itu bersama sama padahal di meja ada 2 menu.

“Mau katsu aja deh kuahnya tomyam level 4.” ujar Hermione.

“Yakin?”

Hermione mengangguk yakin.

Setelah memesan ramen, tak lama kemudian makanan pun datang.

“Waaah harum!” seru Hermione kesenengan melihat ramen.

“Ini ramen emang enak! Cobain pelan pelan. Kata orang, kalau lagi galau, sedih cocok dilampiasin ke yang pedes pedes. Sedih ilang, perut kenyang.”

“Bisa aja. Tapi emang bener sih, gue kalau lagi galau, sedih, stress dilampiasinnya ke yang pedes pedes. Dan sumpah ini ramen enak banget!” seru Hermione dengan lahap memakan ramen itu.

Draco tersenyum senang melihat Hermione senang.

“Abisin.”

“Ini bakal jadi ramen favorit gue sih drake.”

Draco tertawa, akhirnya Hermione kembali tersenyum.

Memang sederhana merubah mood seorang wanita itu, cukup diberi makanan, moodnya naik kembali.


© urhufflegurl

Alicia.

**

Hari ini sekolah berjalan dengan lancar seperti biasanya. Hermione tidak pergi ke kantin karna Ia membawa bekal. Dan sekarang, Ia berada didalam kelas bersama Ginny dan Luna.

“Eh pr kemarin udah belum? Itu dikumpulin kapan sih? Rabu atau jumat?” Tanya Ginny.

“Jumat.” Jawab Hermione sambil mengunyah makanannya.

“Lo udah?” Tanya Ginny.

Hermione mengangguk. “Tinggal 1 soal lagi, paling selesai hari ini.”

“Gila! Ini masih hari selasa loh?”

“Kerjain, yaa itung itung ada kerjaan aja daripada gak ada kerjaan.”

Ginny hanya tersenyum saja. Hermione tetaplah Hermione yang rajin dan selalu memanfaatkan waktunya untuk belajar dan mengerjakan tugas.

Ditengah obrolan seru mereka, tiba tiba datang 3 orang perempuan masuk menerobos kelas.

“Mana Hermione Granger?!”

Teriakan dari seorang perempuan itu berhasil membuat Hermione tersedak.

Kini, Hermione, Ginny dan Luna berdiri berhadapan dengan 3 perempuan itu.

“Saya kak.” Balas Hermione dengan PD nya.

“Jadi lo Hermione Granger?!”

Hermione melirik Ginny dan Luna seolah olah bertanya siapa wanita yang sedang berhadapan dengannya.

“Kak Alicia.” Sapa Ginny.

“Gue ada urusan sama temen lo. Lo Hermione Granger kan?”

Hermione membulatkan matanya ketika Ia tahu Alicia lah yang sedang berhadapan dengannya. Alicia yang dekat dengan Oliver. Dan Alicia yang menyebarkan gosip tentang dirinya.

Alicia maju mendekati Hermione dan menjambak rambut Hermione.

“Akh sakit! Kak! Apaan sih?!” Pekik Hermione berusaha melawan.

“Sialan! Lo deket sama Oliver? Gara gara lo, gue gak jadi sama Oliver!” teriak Alicia memperkuat jambakannya.

“Gue gak deket sama Kak Oliver! Dia yang deketin gue! Bukan salah gue dong?!”

“Berani ya lo?!”

Ditengah keributan itu, datang Harry. Untung dia datang, dia memisahkan Hermione dengan Alicia.

Ginny dan Luna tidak berani berurusan dengan Alicia. Bukan takut, tapi malas.

“Maaf kak, ini ada apa ya?” tanya Harry memegang tangan Hermione.

“Dia berani deketin Oliver anjing! Gara gara dia gue jadi gak bisa deket lagi sama Oliver! Selangkah lagi gue bisa pacaran sama dia, tapi gara gara cewek ini gue gak jadi pacaran sama dia!”

“Maaf kak, tapi itu bukan salah Hermione dong? Yang ngedeketin itu ya Kak Oliver, berarti salah kak Oliver.”

“Tetep aja dia yang salah!”

Hermione menghela nafasnya. “Maaf kak, gue gak deket sama kak Oliver. Dan gue sama sekali gak keberatan kalau harus jauh sama dia.”

“Bener ya? Buktiin omongan lo, jauh jauh dari Oliver atau gue akan berbuat hal yang lebih dari ini!” ujar Alicia sebelum akhirnya Ia pergi dari kelas Hermione.

“Mi, lo gapapa?” tanya Ginny.

“Gapapa, cuman pusing aja. Harry, thanks ya.”

Harry tersenyum. “Anytime, Hermione.”


© urhufflegurl