litaaps

Hug

**

Draco terdiam disamping mobilnya. Ia mengelus perutnya yang sangat sakit, akan tetapi hatinya lebih sakit mengingat ternyata Adrian masih menyimpan dendam kepadanya.

Terakhir kali Ia berkomunikasi dengan lelaki itu saat kelulusan SMA, setelah itu, Ia tidak pernah lagi mendengar kabar tentangnya.

Air mata Draco mengalir tanpa permisi, matanya menatap lurus kedepan seolah olah jiwanya kosong dan tak bernyawa.

Sakit rasanya.

Sangat sakit.

Dari jauh sana, Draco dapat melihat Hermione jalan ke arahnya. Wajahnya menggambarkan ke khawatiran, perempuan itu berlari menghampiri Draco.

Draco tersenyum. “Bego, kenapa lo hubungin Hermione, Drake.”

“Draco?!”

Hermione duduk didepan Draco, Ia meringis melihat keadaan lelaki itu kacau. Wajahnya sangat pucat dan kaca belakang mobil miliknya pecah berantakan.

“Mi..”

“Draco.”

Mata Hermione berkaca-kaca melihat keadaan Draco. Ia meraih tangan Draco dan mengusapnya perlahan.

“Sakit.” lirih Draco meneteskan air matanya.

Hermione memang tidak tahu masalah apa yang sedang dihadapi oleh Draco. Akan tetapi, Ia sangat yakin masalahnya sangat berat kali ini. Maka dari itu, Hermione menarik perlahan tubuh Draco dan memeluknya.

Dipelukan Hermione, Draco menangis tersedu sedu.

Tangan Hermione secara lembut mengusap pundak Draco.

“Drake, gue gak tau masalah apa yang lagi lo hadapi, tapi berat ya Drake?”

Draco tidak menjawab pertanyaan Hermione, Ia mempererat pelukannya dan menangis dipelukan Hermione.

“Drake..”

Ditengah dinginnya malam, Hermione merasa hangat. Ia merasakan rasa sakit yang Draco rasakan.

Draco sendiri, dunia nya yang hancur dan gelap kini merasa sedikit nyaman karena pelukan Hermione.

Didalam pelukan Hermione, Ia merasa sedikit tenang dan rasa sakit didalam hati nya perlahan memudar.

Rasa sakit yang Ia rasakan seolah olah menghilang ketika Ia memeluk Hermione.

Apakah ini yang dinamakan obat?

Apakah akhirnya Ia menemukan obat untuk semua luka-lukanya?


© justcallmelit

The pain.

**

Lelaki itu menatap kosong ke arah ponsel yang ada di genggamannya. Setelah mengirimkan pesan kepada Hermione, Ia menghela nafasnya dan menutup ponsel lalu menyimpannya. Dan kini, pandangannya kosong ke depan.

“Lo yang anjing! Lo yang udah bikin gue bertindak sebtural ini!”

“Tapi gak kayak gini, bisa kita bicarain baik baik. Kita sahabat, kita harusnya saling terbuka.”

“Bacot! Bullshit anjing! Sahabat sahabat apanya? Lo anggep gue apa selama ini? Sahabat? Nggak. Gue tau lo gak pernah anggap gue sahabat.”

“Gue anggep lo saudara gue. Gue kenal lo dari kecil, gue tau semua tentang lo.”

“Lo jangan so tau tentang kehidupan gue, lo gak tau apa-apa.”

Bayangan demi bayangan itu bermunculan di kepalanya. Suasana jalanan kali ini sangat sepi, akan tetapi keramaian menyelimuti kepalanya.

“Anjing.”

“Plis ilang semua nya. Gue mau hidup tenang, bangsat.”

“Ini semua gara gara lo anjing!”

“Lo yang bikin kacau semuanya!”

Draco memejamkan kepalanya yang terasa pening. Lalu Ia pun menyalakan mobilnya hendak pergi dari taman itu.

Namun baru saja menyala, Ia dikejutkan dengan suara lemparan keras dari belakang mobilnya.

Karena terkejut, Ia segera menengok ke belakang.

“Anjing, kaca mobil gue.”

Wajahnya memerah penuh dengan emosi, Ia pun keluar dari mobil.

“Bangsat!” teriak Draco ketika melihat keadaan kaca mobil bagian belakangnya pecah karena hantaman batu besar.

“Draco Malfoy.”

Draco menoleh.

“Apa lagi kali ini anjing? Lo sebenernya ada masalah apa sih sama gue?” tanya Draco.

Lelaki dihadapannya itu menyeringai. “Lo sebenernya gak ada masalah sama gue, cuman ada masalah sama bos gue.”

“Bos lo siapa gue tanya?”

“Bukan urusan lo.”

Wajah Draco mengeras. Karena emosi, Ia segera meraih kerah baju Tom, lelaki yang ada dihadapannya.

“Lo ada masalah sama gue? Kelarin, gak kayak gini anjing.” bisik Draco.

Tom menyeringai dan tertawa. “Gak usah so jagoan, terakhir kita berantem lo bonyok kan?”

“Bangsat.”

Bug!

Draco memulai duluan. Ia memukul keras rahang Tom hingga lelaki jangkung itu tersungkur.

Tom tak mau kalah, Ia berdiri dan balik memukul Draco.

Kali ini Tom tidak membawa teman temannya. Ia melawan Draco sendirian.

Draco yang emosinya sudah memuncak penuh dengan tenaga untuk menghabisi Tom. Pukulan demi pukulan Ia keluarkan hingga akhirnya Tom kalah dan berada di dalam ikatan tangan Draco.

“Jujur sama gue, siapa yang nyuruh lo anjing?!” bisik Draco sedikit meninggikan nada suaranya.

“A—adrian.”

Saat mendengar nama itu, Draco melepaskan ikatannya kepada Tom.

Ia merasa dirinya menghilang seketika. Tak ada yang bisa Ia lakukan, hanya terdiam.

Melihat Draco lengah, Tom menganggapnya sebagai kesempatan. Ia pun menyikut perut Draco dengan keras.

“Akkh.” lirih Draco terjatuh.

Tom menyeringai puas. “Masalah lo sama Adrian gak pernah kelar kan dari dulu? Lo harus inget kalau gue ada di pihak dia. Sebelum lo mati, gue akan selalu kejar lo, Draco Malfoy.”


© justcallmelit

Night ride.

**

Tepat pukul 7 malam, Draco sampai dirumah Hermione. Lelaki itu memakai jaket yang cukup tebal dan menaiki motor.

Hermione mengintipnya dari dalam kamarnya. Lelaki itu benar benar tahu semua tentang dirinya. Tidak, tidak semua. Maksudnya, tahu sebagian hal tentang dirinya.

Hermione keluar dari kamarnya menghampiri Draco. Orang tua Hermione tidak ada di rumah, jadi Ia langsung keluar saja dan menutup kembali pintu rumahnya.

“Hello cewek ngebosenin.” Ucap Draco melepas helmnya dan mengedipkan sebelah matanya.

Baru kali ini Hermione dibuat diam didepan lelaki. Ia sangat kikuk dan mulutnya tiba tiba diam.

“Ayo.” Ajak Draco.

Hermione masih diam, jantungnya berdebar cukup kencang. Lelaki dihadapannya ini benar benar tampan.

“Kenapa diem? Ayo.”

Hermione baru tersadar sekarang, Ia mendeham kecil dan mengangguk.

“Kemana?”

“Night ride kita.”

“Hah?”

“Night ride. Gak pernah kan?”

Hermione menggelengkan kepalanya. Sementara Draco hanya tersenyum dan memakai helmnya kembali.

“Ayo.”


“Lo itu harus tau kalau jalanan Jakarta itu indah. Jangan diem dirumah terus.” Ucap Draco sedikit berteriak karena suaranya sedikit kalah dengan angin.

“Lo sering kayak gini?”

“Banget, kalau gue lagi ada masalah, gue larinya ke jalanan. Entah itu cuman momotoran atau balapan.”

“Balapan? Lo suka balapan?”

Draco mengangguk. “Sama temen temen gue doang. Buat seru seruan, gak macem macem kok.”

Hermione tersenyum, jujur Ia sangat senang malam ini. Benar apa kata Draco, kota Jakarta di malam hari benar benar indah.

“Coba rentangin kedua tangan lo dan nikmatin anginnya.” perintah Draco.

Hermione menuruti apa kata Draco, Ia membuka kedua tangannya ke udara, dan seketika angin malam hari menyerbunya. Hatinya semakin senang, senyumnya mengembang, matanya terpejam menikmati terpaan angin yang datang berhamburan.

“Gimana? Enak kan?”

“Enak, Draco.”

Draco tersenyum, Ia puas akhirnya Ia bisa membuat Hermione bahagia malam ini.

“Lo suka balapan kan?”

“Iya!”

“Coba ajak gue ngebut sekarang.”

Draco sedikit tersentak, namun setelah itu Ia tersenyum dan melirik ke pinggangnya dimana tangan Hermione memegangnya disana.

“Yakin mau ngebut?”

“Yakin dong!”

“Tangannya yang bener, gue gak mau tanggung jawab kalau lo jatoh.”

Hermione terdiam, benar juga. Kalau Ia meminta Draco ngebut, itu tandanya Ia harus memeluk Draco.

“Gimana? Mau gak?” tanya Draco.

“Coba ngebut aja.”

“Hahaha oke.”

Draco menancapkan gasnya dengan kecepatan cukup tinggi yang membuat Hermione terkejut dan reflek memeluk Draco.

Pelukan Hermione membuat Draco diam diam tersenyum nyaman.

“Draco gila lo!” teriak Hermione.

“Lo yang nyuruh.”

“Lagi lagi!!!”

Draco tertawa, Hermione juga.

“Seru banget ternyata!” Teriak Hermione.

“Udah gue bilang, lo pasti bahagia malem ini. Jadi mau ngebut lagi?”

Hermione mengangguk dan memeluk tubuh Draco dengan erat.

“Hangat, sangat hangat. Semoga pilihan gue gak salah, Hermione.”


© justcallmelit

Met you.

**

Saran gila dari Pansy benar benar dilakukan oleh Hermione. Malam ini, Hermione pulang dengan keadaan kacau. Judul skripsi yang sudah mati matian Ia cari, analisis dan susun ditolak mentah mentah oleh dosen pembimbingnya padahal Ia sangat mencintai judul itu. Dan lagi-lagi, revisi.

Selain itu, kekasih tersayangnya, Oliver juga benar benar mengkhianatinya. Lelaki itu berani bermesraan dengan selingkuhannya, bahkan Ia berani berciuman dihadapan Hermione.

Dunia sudah gila. Benar benar gila. Apa memang semonoton ini hidupnya?

Apa benar Ia tidak enjoy dengan kehidupannya?

Malam ini, pukul 9 malam Hermione berdiri didepan bar. Dia benar benar pergi ke tempat clubbing. Tempat yang sama sekali Ia tidak pernah sentuh, lihat dan bahkan lewati.

Namun malam ini, Ia benar benar berdiri disini. Ditempat gelap dan ramai ini.

Perlahan, Ia pun masuk ke dalam tempat ini.

Hal pertama yang Ia rasakan tentu saja risih. Biasanya Ia selalu diam ditempat yang aman, tenang, sunyi dan damai. Kini Ia berdiri ditempat yang sangat ramai, penuh musik, dan bau alkohol tercium dimana mana.

Hermione melepaskan cardigannya dan kini Ia hanya memakai atasan pendek yang memperlihatkan lengannya.

Hatinya berdegup dengan kencang, saking kencangnya tangan dan kaki nya bergetar hebat. Ia tidak betah. Tapi Ia sangat ingin melakukannya, Ia ingin melakukannya walaupun hanya sekali dalam seumur hidup.

Ia ingin melakukannya.

“Hai cantik, sendiri aja? Gabung gak?”

Hermione bergidik merinding ketika 3 lelaki menghampirinya. “No, thanks.”

“Kalau butuh kita, kita duduk disana ya.” Ucap lelaki itu menunjuk salah satu bangku yang dipenuhi wanita setengah telanjang.

“Alkohol yang aman buat cewek apa ya?” Tanya Hermione kepada salah satu bartender disana.

“Tampang lo bukan kayak anak nakal. Yakin mau alkohol?”

“Emang ada menu lain selain alkohol?”

“Ada.”

“Apa?”

“Orange juice, tapi di cafe sebrang.”

Hermione memutarkan kedua bola matanya malas. “Apapun deh, mau ya.”

Bartender itu hanya tersenyum, lalu Ia memberikan Hermione 1 gelas alkohol.

“Yakin? Kalau gak yakin mending pulang. Tempat ini gak cocok sama lo.”

“Emang lo bisa nilai gue? Kita kan baru ketemu?”

“Bisa, tampang lo tampang tampang orang ambis yang hidupnya belajar terus, gak seru, monoton.”

Lihat kan? Seseorang yang baru Ia temui saja menilainya monoton, pantas saja Oliver tidak betah dengannya.

“Eh kenapa nangis? Kalau gak yakin mending jang—”

Bartender itu menggantung kalimatnya ketika Hermione meminum satu gelas alkohol dengan lancar. Langsung habis.

“Gila, untung gue kasih setengah gelas.”

“Ah panas banget, sakiit.” Pekik Hermione.

“Ya gue bilang lo gak cocok mending nongkrong di cafe aja jangan ditempat beginian.”

“Berisik lo.”

Setelah itu, tidak ada lagi yang berbicara. Hermione merasa mual dan pusing, Ia pun segera berlari menuju kamar mandi dan memuntahkan cairan yang barusan masuk ke dalam perutnya.

“Ah sakit banget kepala gue.” Lirih Hermione memejamkan matanya.

Setelah merasa lebih baik, Hermione pun keluar, Ia memakai kembali cardingannya dan berniat untuk pulang.

Namun, baru saja beberapa langkah, Hermione terdiam ketika melihat seorang lelaki sedang berciuman dengan wanita.

“Cewek disini murah murah ya.” Bisik Hermione.

“Kayak lo?”

Hermione terkejut ketika mendengar bisikan itu. “Astaga! Bisa gak ngagetin gak?”

“Lo ngapain disini? Pake celana jeans, cardigan lagi. Nyasar?”

“Gak ngapa-ngapain.”

“Main sama gue gimana?” Tanya lelaki itu mendekati wajah Hermione.

Tubuh Hermione menyentuh tembok dan tak bisa digerakkan lagi. Tangan lelaki yang dihadapannya mengunci badannya. Dan jarak wajah keduanya benar benar dekat.

“Kamar VIP gue disini kosong. Cewek yang gue sewa sakit, lo mau gantiin?”

Plak!

Hermione menampar lelaki itu dengan keras. “Bajingan! Gue bukan cewek murahan!”

“Kalau bukan cewek murahan kenapa disini?”

“Y—ya bosen aja.”

Lelaki itu menyeringai dan berdiri tegak, kedua tangannya dimasukkan ke dalam saku celananya.

“Bosen? Maksudnya?”

“Yaaa monoton aja hidup gue, makanya kesini.”

“Keliatan, mukanya muka muka anak ambis. Kuliah?”

Hermione mengangguk perlahan.

“Kedokteran ya?”

“Kok tau?”

“Keliatan dari muka.”

“Lo dukun?”

“Bukan, keliatan aja. Jadi lo ngapain kesini?”

“Kan gue udah bilang gue bosen!”

“Yaudah karna lo udah terlanjur disini, gimana kalau kita main?”

Cih” Hermione meludah tepat di wajah lelaki itu.

“Anjing.”

“Kenapa? Gak terima? Lo jadi cowok yang bener dong! Cewek dipake seenaknya, emang lo fikir cewek barang? Anjing!”

Lelaki itu termundur dan menyeringai melihat Hermione. Ia sedikit tertawa dan membersihkan ludah Hermione yang ada di pipinya.

“Gue anter pulang.”

“Dih, siapa lo? Gue bisa sendiri, bye!”

Hermione menghentakkan kakinya lalu Ia pergi dari tempat aneh itu.

“Siapa namanya ya?”

**

I'm yours.

**

Lelaki yang sangat tampan itu berdiri disana. Diatar altar menanti sang pujaan hati untuk keluar menghampirinya. Tangannya daritadi tak berhenti bergetar, matanya sudah siap mengeluarkan air mata dan hatinya penuh dengan bunga dan kupu-kupu yang berterbangan.

Ia sangat bahagia. Bahkan tak ada kebahagiaan apapun yang melebihi semua ini. Hanya Hermione, cukup Hermione didalam hidupnya. Tak ada orang lain.

Draco menghela nafasnya menenangkan dirinya sendiri. Senyumnya semakin melebar ketika sang pujaan hati mulai keluar dan berjalan mendekat ke arahnya.

Benar saja. Hermione sangat cantik. Sangat sangat sangat cantik. Air matanya meleleh tak kala melihat sang wanita yang ada dihadapannya. Hati nya terus mengucapkan syukur. Akhirnya, setelah penantian panjang, Ia bisa bersatu dengan Hermione. Ia bisa bersama dengan Hermione.

“You are the prettiest, Hermione.”

“Thanks, Draco.”

Draco dan Hermione saling menatap satu sama lain. Hermione ikut menangis ketika melihat Draco menangis.

Richard Granger pun akan memulai acaranya.

“Saya titipkan putri kami, Hermione Jean Granger, untuk menjadi istrimu. Tolong dijaga, disayangi dan dicintai seperti kami menyayangi, mencintai dan menjaganya selama ini. Kami doakan agar pernikahan kalian bahagia dan selalu diberkati.”

Mereka berdua kini berdiri berhadapan, saling berpegangan tangan, acara sakral ini sebentar lagi akan dimulai.

“Draco Lucius Malfoy, maukah saudara menikah dengan Hermione Jean Granger yang hadir di sini dan mencintainya dengan setia seumur hidup baik dalam suka maupun dalam duka?”

Draco tersenyum. “Ya, saya mau.”

“Hermione Jean Granger, maukah saudara menikah dengan Draco Lucius Malfoy yang hadir di sini dan mencintainya dengan setia seumur hidup baik dalam suka maupun dalam duka?”

“Ya, saya mau.”

Akhirnya. Janji suci diantara mereka berdua telah terucap. Rasa cinta dan kasih sayang yang merekatkan mereka berdua. Walaupun banyak sekali cobaan yang datang, jika sudah ditakdirkan untuk bersama, mau apa lagi?

Draco memeluk Hermione dengan erat. Begitupun Hermione. Lalu, Draco perlahan mencium bibir Hermione.

Mereka berdua saling mencintai, mereka berdua bahkan tidak berpacaran. Mereka langsung mengikat hubungan mereka ke jenjang yang sesungguhnya. Yaitu, ke jenjang pernikahan.

Mereka akan bahagia, dengan 2,3 atau 4 anak yang akan dilahirkan dari rahim Hermione.

Bahagia. Hanya itu lah yang kini ada dikamus kehidupan Draco Malfoy.

Kehidupannya cukup kelam di masa lalu, masa sekolah yang cukup buruk, masa remaja yang direnggut oleh keegoisan sang ayah, dan juga masa muda yang juga direnggut oleh tradisi Pureblood.

Namun kini, Draco sudah menemukan bahagianya. Bahagia yang tak akan pernah sekalipun Ia lepas.

Hermione adalah rumahnya. Begitupun dengan Draco adalah rumah Hermione.

Mereka saling mencintai dan menyayangi.

Dan kini mereka telah bersatu.

Selamat berbahagia Draco dan Hermione Malfoy.


© justcallmelit

I'm Okay.

**

Sepanjang jalan menuju appartment, Hermione tak berhenti menangis. Ia sangat khawatir dengan keadaan Draco, apalagi setelah Blaise menceritakan semuanya. Blaise menceritakannya dengan detail hingga membuat Hermione semakin membenci Daphne.

“Udah, gapapa kok. Udah gue obatin juga luka lukanya.” Ucap Blaise mencoba menenangkan Hermione.

“Tapi kenapa harus Draco? Draco gak salah apa apa, dia bener.”

“Gue tau Mi, Daphne cuman terlalu sayang ke Astoria sampe ngelakuin ini. Daphne udah aman di kementrian, dia lagi di proses, jadi lo tenang aja.”

Hermione memandang jalanan melalui jendela mobil. Ia menghapus air matanya dan meyakini dirinya bahwa semua akan baik baik aja.

Termasuk Draco.


Hermione kembali menangis ketika sampai di kamar Draco. Lelaki itu tak sadarkan diri karena ramuan yang diberikan oleh Pansy. Walaupun Blaise dan Pansy bilang semuanya akan baik baik saja, namun tetap saja Ia tidak tenang jika bukan Draco yang mengatakannya.

“Draco, kenapa kayak gini? Bangun. Aku gak mau kehilangan kamu lagi, cukup 7 tahun aja kamu ninggalin aku, selebihnya jangan, aku mohon.”

Hermione menggenggam erat tangan Draco. Ia menempelkan tangan Draco dikeningnya lalu membacakan doa agar Draco baik baik saja.

“Draco, kita mau nikah 2 minggu lagi. Jadi kamu harus baik baik aja ya? Kita udah susun semuanya dengan baik, sayang. Jadi aku mohon semuanya baik baik aja ya? Aku mohon.”

“Dokter cantik.”

Hermione melepaskan genggaman tangannya, menghapus air matanya dan tersenyum ketika Scorpius menghampirinya.

“Hai sayang, udah bangun?” ucap Hermione sambil memangku Scorpius kedalam pangkuannya.

Scorpius mengangguk dan mengucek matanya. “Daddy tidur?”

“Iya sayang, Daddy capek katanya jadi tidur.”

“Daddy gak sakit kan? Kenapa dokter cantik ada disini? Ngobatin Daddy ya?”

Hermione tersenyum kecil dan mengecup kening Scorpius. “Enggak sayang, dokter cantik gak ngobatin Daddy, dokter cantik cuman jenguk Daddy.”

“Dokter cantik sayang Daddy?”

“Tentu, dokter cantik sayang Daddy.”

“Scorpie juga sayang dokter cantik.”

Hermione tersenyum dan mememperat pelukannya. Meskipun Ia membenci Astoria dan Daphne, tapi tak ada alasan untuknya ikut membenci Scorpius. Ia justru sangat menyayanginya.


Setelah menunggu selama 6 jam, akhirnya ada tanda tanda Draco akan sadar. Jarinya bergerak lemah dan kepalanya bergerak.

“Draco.” Hermione terus menggenggam tangan Draco.

Draco sedikit berdeham. Tangannya memijat kepalanya yang terasa pening.

“Draco.” bisik Hermione ikut mengusap kepala Draco.

“Hermione.”

“Hei, udah bangun?”

“Scorpie mana?” Draco duduk dan matanya kesana kemari mencari Scorpius.

“Scorpie ada sayang, dia lagi makan sama Pansy. Aman kok.”

“Enggak, aku gak boleh tinggalin dia lagi.”

Baru Draco akan jalan, Ia sudah terjatuh karna kepalanya sangat sakit. Untung ada Hermione yang menahannya.

“Kamu istirahat aja ya? Scorpie ada sayang.”

“Hermione.”

“Draco, Scorpie ada, dia aman.”

“Aku gak mau ninggalin dia lagi, aku gak mau gagal jadi ayah, aku gak mau.” lirih Draco meneteskan air matanya.

“Selama ini aku terlalu menyerahkan Scorpie ke Pansy tanpa ada ketakutan apapun. Tapi sekarang, setelah aku liat memori Daphne, aku menyesal. Aku sangat menyesal. Aku sangat menyayangi Scorpius, Hermione. Dia anakku.”

Hati Hermione menghangat seketika mendengar Draco. Bibirnya melengkukan senyuman dan matanya berbinar.

“Draco, kamu sudah menjadi ayah yang baik untuk Scorpie. Kita jaga dia bersama sama ya?”

Draco mengangguk. Ia menarik Hermione ke dalam pelukannya.

“Maaf bikin kamu khawatir, aku gak apa apa sayang, aku baik baik aja.”

“Yakin?”

“Ya, I'm okay.”


© justcallmelit

Just for you, Scorpie.

**

Setelah mendapatkan pesan itu dari Pansy, Draco segera memutar stir mobilnya dan memutar balik kembali menuju appartmentnya. Perasaannya tak karuan, Ia sangat mengkhawatirkan Scorpie. Biar bagaimanapun, Scorpie adalah anaknya.

“Draco, tapi ini anak kamu.”

“ITU BUKAN ANAK GUE PELACUR! ITU ANAK LO!”

“Draco, aku tau aku salah, aku minta maaf. Tapi aku sayang sama kamu. Aku gak bisa terus terusan kayak gini. Draco, aku mohon, tolong jaga anak ini saat nanti aku udah gak ada, aku mohon.”

Draco menatap Astoria dengan tatapan tajam. Matanya memerah dan tangannya mengepal dengan keras. Ia sangat membenci wanita yang ada dihadapannya. Sangat.

“Gue gak peduli apapun yang terjadi sama lo, yang pasti sampe kapanpun, gue gak akan pernah nganggap anak ini anak gue. Gak akan pernah.”

“Astoria, maaf.. Maaf gue gak becus, maaf..”


Draco ber-apparate dari parkiran mobil menuju kamarnya. Ia benar benar tak peduli dengan muggle yang ada dihadapannya. Yang ada difikirannya hanyalah Scorpius dan Scorpius.

“Pansy?”

Pansy menangis, Ia menangis histeris ketika ada Draco. “Draco, sorry, sorry..”

“Pans, apa yang terjadi? Kenapa Scorpie bisa ilang?”

“Gue gak tau Drake, tadi gue dikamar terus tiba tiba ada bayangan item dateng dan gue liat Scorpie udah gak ada. Gue gak ngerti, Drake. Maafin gue, maaf.” Pansy memegang tangan Draco meminta maaf. Draco mengusap pelan tangan Pansy.

“It's oke Pans. Bukan salah lo, gue yakin ini ulaj Daphne.”

“Daphne?”

Draco mengangguk. “Gue nyium aroma keluarga Greengrass disini.”


“DAPHNE LO KELUAR ANJING!” Teriak Draco menghancurkan pintu rumah Daphne dengan tongkatnya.

Dari kejauhan, terlihat Daphne sedang menggendong Scorpie yang sedang tertidur.

“Bangsat! Lo perempuan bajingan yang pernah gue kenal! Lepasin Scorpie sekarang, lo gak berhak atas hal itu!” ucap Draco mengacungkan tongkatnya.

“Ups, sorry? Gak berhak? Scorpie anak ade gue masa iya gak berhak? Lagipula, Astoria itu nitipin Scorpie ke gue bukan ke lo.”

Draco menatap Daphne galak. Ia bersumpah sangat ingin membunuhnya. Ia benar benar membencinya.

“Balikin Scorpie sekarang.”

Daphne tersenyum licik dan Ia malah mempererat pelukannya kepada Scorpie.

“Daphne anjing!” teriak Draco.

Pansy dan Blaise sama sama terkejut. Pasalnya, Draco langsung melayangkan mantra yang membuat Daphne terjatuh.

“Lo yang anjing! Lo udah bikin adek gue mati, anjing! Lo juga yang udah bikin Adrian pergi ninggalin gue! Gue bener bener benci sama lo, Draco! Keluarga lo, semuanya gue benci!” ucap Daphne tak kalah berteriak. Ia melayangkan mantra kepada Draco, namun Draco dapat menghalau nya.

Melihat adanya pertengkaran dengan mantra yang akan menyebabkan Scorpie, Pansy segera mengambil Scorpie disaat Daphne lengah.

“ANJING! BALIKIN SCORPIE! DIA CUMAN PUNYA GUE!” Teriak Daphne seperti orang kesetanan.

“Stupefy!”

“Bangsat! Jangan ke Pansy!” teriak Blaise menghalau mantra yang Pansy berikan.

“Pans, bawa Scorpie jauh jauh.” perintah Draco.

Pansy segera mengangguk dan ber-apparate dari tempat itu.

“PANSY ANJING! BALIKIN SCORPIE!”

“Legilimens!”

Didalam memorinya, Draco dapat melihat Daphne sangat dekat dengan Astoria. Bahkan dari kecil, Daphne selalu bersama Astoria.

Mereka dekat hingga suatu ketika Astoria menyatakan bahwa Ia mencintai Draco. Rasa sayang Daphne lebih besar kepada Astoria, jadi Ia merelakan Astoria dengan Draco.

Dan kini, Astoria menikah dengan Draco. Daphne sangat bahagia melihat Astoria bahagia. Bahkan Ia meneteskan air matanya. Ia sangat bahagia melihat sang adik menikah dengan lelaki yang Ia cintai.

Kabar kehamilan Astoria adalah kabar yang sangat membahagiakan untuknya. Dia sangat menantikan bayi itu.

Namun, kebahagiaannya sirna tat kala Ia melihat bagaimana Astoria menderita bersama Draco. Astoria selalu ditinggalkan oleh Draco, bahkan tak jarang juga Astoria disiksa, dibentak bahkan di hina oleh Draco. Lelaki itu memperlakukan Astoria dengan sangat buruk.

*Draco selalu meninggalkan Astoria dari awal kehamilan dan kelahirannya.”

“Daph, kalau gue gak selamat ngelahirin Scorpie, tolong, tolong jaga Scorpie. Biarin Draco bahagia dengan caranya sendiri walaupun cara itu harus kembali ke Hermione, gue ikhlas. Selama ini gue sadar, Draco gak pernah cinta sama gue. Draco gak pernah sayang sama gue, gue sadar Daph. Gue salah. Gue mau tebus semua kesalahan gue. Gue mohon, tolong jaga Scorpie. Biarin dia bahagia sama Hermione, Mommy barunya.”

Itu adalah pesan terakhir dari Astoria untuk Daphne. Saat melahirkan Scorpius, Astoria meninggal dunia.

Pesan itu ditangkap buruk oleh Daphne. Kematian Astoria bukan suatu pertanda baik, melainkan dendam yang lebih membesar bahkan sangat membesar.

Hingga saat ini, Daphne membenci Draco dan Hermione. Ia menganggap kematian Astoria disebabkan oleh mereka berdua.

“Kurang ajar! Gak sopan lo!”

Draco terdiam menghela nafasnya ketika keluar dari memori Daphne. Dadanya naik turun tak karuan. Ternyata Astoria merelakannya bersama Hermione, Astoria mengizinkannya. Daphne nya saja yang dendam. Daphne dendam karena Ia tak terima sang adik meninggal dunia dalam keadaan yang menyedihkan. Hanya itu.

“Daph..”

“APA? LO UDAH LIAT SEMUA KAN?! ASTORIA MENDERITA SAMA LO! ASTORIA GAK PERNAH BAHAGIA SAMA LO!”

Daphne mencengkram dengan erat tongkat ditangannya. Dan disaat lengah, Ia langsung melayangkan tongkatnya.

“Sectumsempra!”

Draco yang sedang lengah, langsung terjatuh tersungkur dengan badan berkesimbuh darah cukup banyak.

“Drake!” pekik Blaise menghampiri Daphne.

“Lo pantes mati Draco! Lo pantes mati! Lo harus bayar kebahagiaan Astoria! Lo yang udah sebabin dia mati, Lo yang bikin dia menderita!” teriak Daphne.

“Crucio!”

“DAPHNE! Cukup anjing! Cukup!”

“Tapi dia harus bayar semuanya! Crucio!”

“DAPHNE CUKUP!”

Blaise melayangkan mantra yang membuat Daphne diam. Lalu Ia menghampiri Draco yang diam tak berdaya.

“Drake, bentar gue obatin dulu.”

“Vulnera Sanentur”

“Vulnera Sanentur”

“Vulnera Sanentur”

Dalam sekejap, darah yang menyelimuti tubuh Draco kembali ke dalam tubuh Draco.

“Her—mione.” lirih Draco sebelum akhirnya Ia kehilangan kesadarannya.


© justcallmelit

Sorry..

**

“Theo kecelakaan, gue harus kesana!” ucap Hermione. Ia menyimpan ponselnya dan segera meninggalkan Draco.

Draco yang sama terkejutnya, Ia menyusul Hermione dan menggapai tangannya.

“Kita kesana bareng.”


“Theo, kok kayak gini? Luna sedih ketemu sama kamu malah kayak gini.” Luna bergumam sendiri. Ia duduk disebelah Theo yang sudah diobati.

Luka Theo tidak terlalu parah, hanya saja Ia kehilangan kesadarannya untuk beberapa saat dikarenakan kepalanya terbentur aspal cukup keras.

Kaki dan tangannya pun lecet, tapi tidak terlalu parah.

Untung saja ada Luna yang tak sengaja lewat di jalanan itu, dan melihat Theo. Perempuan itu langsung membawanya ke rumah sakit.

Jangan tanyakan bagaimana reaksi Luna. Luna nangis saat itu juga. Ia menangis melihat Theo terkapar tak berdaya dipinggir jalan.

Padahal baru sebentar, tapi rasanya sudah mendalam.

“Theo, bangun dong..” lirih Luna. Ia menggenggam tangan Theo dan mengusapnya pelan.

Jari Theo bergerak, Luna yang melihat itu pun tersenyum lebar.

“Her— mione.”

Luna samar samar mendengar suara Theo.

“Theo?”

“Her—mione.”

Kini bukan lagi samar samar, Luna sangat jelas mendengarnya. Bahkan disaat tidak sadar pun, difikiran Theo hanya lah Hermione.


Sesampainya dirumah sakit, Hermione berlari menuju ruangan IGD. Disana, dia mencari informasi tentang korban kecelakaan yang baru saja dibawa ke ruangan IGD.

Setelah mendapatkan informasi tersebut, Hermione langsung menuju ruangan Theo.

“Oh God, Theo..” lirih Hermione menangis melihat Theo.

“Theo, hei ini gue, Hermione.”

Luna berdiri ketika melihat Hermione sudah ada. Dia pun perlahan mundur dan keluar dari ruangan itu.

Tak hanya Luna, Draco pun melakukannya.

“They, please The. Jangan kayak gini please..” lirih Hermione menangis.

“Mi..” gumam Theo.

“Iya ini gue, kenapa? Ada yang sakit? Kenapa bisa kecelakaan? Lo gak bener kan bawa motornya? Udah gue bilang kalau bawa motor itu jangan ngebut ngebut! Kenapa sih?!” pekik Hermione dengan wajah yang masam.

Theo tersenyum tipis. “Khawatir?”

“Ya iya! Pake nanya lagi.”

“Sorry ya..”

“Enggak, harusnya gue yang minta maaf sama lo. Maaf karna gue gak ikut sama lo. Harusnya gue ikut sama lo, bukan malah jalan sama Draco. Sorry The, sorry..” Hermione kembali meneteskan air matanya, merasa bersalah kepada Theo.

“It's oke, gak masalah kok. Lagian cuman kecelakaan kecil.”

“Kecelakaan kecil kecelakaan kecil! Ih kebiasaan!”

Theo sedikit tertawa melihat Hermione marah-marah seperti ini. Ia senang, sahabatnya masih sama seperti dulu.

Dulu, Hermione sering marah jika Theo jatuh sakit ataupun kecelakaan karena ulahnya sendiri. Theo jarang makan, dan suka kebut-kebutan. Wajar kan Hermione marah?

“Mi..”

“Apa?”

“Kaki gue sakit, pijitin dong.”

“Sialan!”

**

Everything's fine, right?

**

Setelah menyelesaikan semua urusannya, kini Draco kembali ke appartmentnya. Ia jalan terburu buru karena takut terjadi apa apa kepada Scorpius, Pansy ataupun Daphne. Karena pernah sekali, Pansy dan Daphne bertengkar didepan Scorpius yang membuat Scorpius ketakutan.

Sesampainya diappartment, Draco segera masuk dan Ia mengelus dadanya lega karena melihat Scorpius sedang bermain bersama Blaise.

“Daddy!” Seru Scorpius berlari memeluk Draco ketika Ia baru saja masuk.

“Hallo tampan, daritadi bermain dengan uncle Blaise?” Tanya Draco mensejajarkan posisi tubuhnya dengan Scorpius.

Scorpius mengangguk. “Aunty Pansy lagi masak di dapur. Daddy, tadi ada aunty Daphne kesini.”

“Ohya? Scorpie main sama aunty Daphne?”

Scorpius menggelengkan kepalanya. “Tidak, aunty Daphne datang hanya berbicara sedikit, lalu Ia pergi lagi.”

“Iya, tadi gue kesini Scorpie sendiri gak sama Daphne.” Ucap Pansy yang baru datang dari dapur.

Draco menghela nafasnya. Wanita itu benar benar tidak dapat dimengerti.

“Scorpie ngobrol apa aja sama aunty Daphne?” Tanya Draco.

Wajah Scorpius berubah menjadi sedih dan Ia memeluk Draco.

“Daddy, apakah dokter cantik jahat?” Tanya Scorpie dengan nada sedih.

“Kata siapa sayang? Dokter cantik jahat? Jahat bagaimana maksudnya?” Tanya Draco.

“Aunty Daphne bilang, Mommy Astoria meninggal karena dokter cantik. Dokter cantik yang bikin Scorpie gak punya Mommy. Daddy, kalau dokter cantik jahat, Daddy harus jauh jauh dari dia.”

Draco, Pansy dan Blaise sama sama terkejut mendengar itu.

“Daphne? Sialan.” Umpat Pansy. Blaise segera menyenggolnya agar Pansy tidak mengumpat didepan Scorpius.

“Scorpie, kamu tau kan Daddy sayang banget sama kamu. Daddy juga sayang sama dokter cantik.” Ucap Draco dengan wajah yang masam.

Karena melihat nafas Draco memburu, Pansy segera menarik Scorpius dan memeluknya. Sementara Draco ditarik oleh Blaise agar menenangkan dirinya sendiri.

“Aunty, Dokter cantik itu baik kan?” Tanya Scorpie.

“Baik, baik banget.. Bahkan, dokter cantik itu sahabat Aunty dulu, kamu mau tau gak dulu Daddy dan dokter cantik gimana ketemunya?”

“Gimana?”

“Dulu, Daddy berubah jadi ferret. Dikutuk sama uncle Blaise. Terus, dokter cantik melihara ferret itu. Dan sampai akhirnya mereka bersatu dan saling sayang. Sama kayak Aunty sayang ke Scorpie.”

“Ferret? Pake sihir?”

“Iya sayang, pake sihir. Coba kamu bayangin, dokter cantik sama binatang aja sayang loh, Scorpie tau sendiri kan kalau orang sayang sama binatang itu artinya orang itu..?” Ucap Pansy menggantungkan ucapannya.

“Penyayang.”

“Betul. Scorpie pinter, itu artinya?”

“Dokter cantik penyayang?”

“Betul sayang, 100 buat Scorpie!”

“Tapi kenapa aunty Daphne bilang dokter cantik jahat?”

“Itu karena aunty Daphne gak kenal siapa dokter cantik. Makanya, Scorpie harus kenal dulu sama dokter cantik, dokter cantik itu baik sayang, baik bangett.”

Mata Scorpius berbinar dan senyumnya mengembang. Tadinya Ia sangat sedih karena menerima kenyataan bahwa Hermione lah yang membunuh Astoria. Tapi ternyata bukan.

“Scorpie, denger aunty Pansy ya sayang..”

Pansy mempererat pelukannya.

“Kebahagiaan Daddy kamu itu dokter cantik.”

Restu dan Rencana.

**

Hari ini, Draco memiliki rencana ingin mengunjungi Hermione. Ia belum memberitahu Hermione sama sekali, jadi sekaligus surprise juga katanya.

Draco datang tidak sendiri, Ia datang bersama sang Ibu, Narcissa.

Setelah sampai dirumah Hermione, mereka mengetuk pintu rumah itu. Tak lama kemudian, seorang wanita membukakan pintu rumahnya.

“Selamat pagi tante.” sapa Draco salim kepada Helena.

“Pagi Draco, ya ampun ada apa ini?” tanya Helena.

“Perkenalkan, ini Ibu saya, Narcissa.” ucap Draco memperkenalkan Narcissa.

“Oh ya ampun, cantik sekali. Saya Helena, Mama nya Hermione. Ayo masuk Draco.”

“Terima kasih, tante.”


Hermione melotot ke Draco saat Ia tahu Draco datang bersama Narcissa. Pasalnya, kedatangan Draco kali ini benar benar membuatnya terkejut.

Mereka kini sudah melingkar diruang tamu, untung saja kedua orang tua Hermione ada dirumah. Jika tidak, mungkin suasana akan semakin canggung karena hanya akan ada Hermione dirumahnya.

“Maksud dan tujuan kedatangan saya kesini adalah, saya ingin meminta restu dan izin kepada tante Helena, om Richard dan juga Mother. Saya ingin menjadikan Hermione satu satunya wanita didalam hidup saya. Hermione adalah wanita yang sangat sempurna bagi saya, saya tidak ingin menyia nyiakannya. Jadi saya ingin melamarnya dan meminta restu untuk menikahinya.”

Richard, Helena dan Narcissa sama sama diam. Hermione meremas baju nya dan meneguk saliva nya yang kering. Sungguh, rencana Draco kali ini sangat gila.

“Mengapa secepat ini? Kamu dan Hermione kan baru ketemu?” tanya Richard dengan wajahnya yang serius.

“Memang, setelah 7 tahun kami berpisah, kami terhitung baru bertemu lagi, Om. Akan tetapi perasaan saya tidak pernah berubah, bahkan bertambah setiap harinya.”

“Apa jaminan kamu? Bukannya selama 7 tahun ini kamu sudah menikah dan memiliki anak?”

Pertanyaan dari Richard itu berhasil membuat Hermione dan Draco melotot. Hermione segera menggelengkan kepalanya kepada Richard memberi kode agar sang Ayah tidak membahas hal itu.

“Kami berasal dari keluarga pureblood. Dimana didalam keluarga kami memiliki suatu tradisi agar menikah dengan sesama pureblood. Maka dari itu, kami menjodohkan Draco dengan Astoria. Namun, selama pernikahan itu, saya tahu bahwa anak saya ini tidak mencintai wanita itu. Bahkan Draco selalu menceritakan Hermione kepada saya. Saya tahu, tidak ada kebahagiaan lain selain Hermione bagi Draco.”

Draco tersenyum menggenggam tangan Narcissa. Ia tidak menyangka bahwa sang Ibu akan membelanya didepan kedua orang tua Hermione.

“Hermione sendiri bagaimana? Mau menerima Draco?” tanya Richard.

“Mama dan Papa serahkan kepada kalian berdua saja. Karna kalian yang akan menjalaninya.” sambung Helena.

Hermione menoleh ke Draco yang sedang menatapnya. Lalu Ia dengan mantap mengangguk.

“Hermione mau Ma, Pa..”

Draco tersenyum senang. Ia yakin bahwa Hermione akan menerimanya.

Setelah itu, mereka membicarakan rencana pernikahan yang rencananya akan dilakukan 1 bulan mendatang.

Pernikahan mereka akan dilakukan 2 kali, didunia muggle dan didunia sihir.

Karna biar bagaimanapun, entah Draco ataupun Hermione tidak bisa sama sama meninggalkan dunia asal mereka.

Walaupun mereka berbeda.